id
stringlengths
1
7
url
stringlengths
31
389
title
stringlengths
1
250
text
stringlengths
2
534k
4188
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Sintang
Kabupaten Sintang
Kabupaten Sintang adalah salah satu daerah otonom tingkat II di wilayah provinsi Kalimantan Barat Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Sintang Kota. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 21.638,00 km² dan berpenduduk sebesar 421.306 jiwa (2021). Kepadatan penduduk 19,35 jiwa/km2 yang terdiri dari multietnis dengan dominan suku Dayak, Melayu dan Jawa. Daerah Pemerintahan Kabupaten Sintang, pada tahun 2021, terbagi menjadi 14 kecamatan, 16 kelurahan, dan 361 desa. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Ambalau dengan luas 29,52 persen dari total luas wilayah Kabupaten Sintang, sedangkan luas masing–masing kecamatan lainnya hanya berkisar 1–29 persen dari luas Kabupaten Sintang. Sebagian besar wilayah Kabupaten Sintang merupakan perbukitan dengan luas sekitar 13.573,75 km2 atau sekitar 63,57% dan dataran seluas 8.061,25 km2. Kabupaten Sintang merupakan kabupaten terbesar ke-dua di Provinsi Kalimantan Barat, setelah Kabupaten Ketapang. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia. Mata pencaharian utama masyarakat di kawasan ini adalah petani kelapa sawit dan karet. Sejarah Afdeling Sintang Tahun 1600 Raja Sintang mengirim utusan ke Banjarmasin melewati jalur sungai Katingan untuk menyalin Kitab Suci Al-Quran. Kontrak tahun 1756, Sultan Tamjidullah I dari Banjarmasin dengan VOC-Belanda mendaftarkan Sintang dalam wilayah pengaruh Kesultanan Banjarmasin. Tanggal 1 Januari 1817 Raja Banjar Sultan Sulaiman menyerahkan Sintang kepada Belanda. Tahun 1823 kontrak Sultan Sintang dengan Hindia Belanda. Tanggal 4 Mei 1826, Sultan Adam dari Banjarmasin menyerahkan Sintang kepada Hindia Belanda. Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8. Kabupaten Sintang dihuni 34 sub suku Dayak. Geografi Kabupaten Sintang memiliki luas wilayah sebesar 21.635 km² dan merupakan kabupaten yang memiliki luas wilayah ketiga terbesar di Provinsi Kalimantan Barat setelah Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kapuas Hulu. Kabupaten ini dilewati oleh garis khatulistiwa dan terletak di sebelah timur provinsi Kalimantan Barat dengan letak koordinat yakni antara 1°05' Lintang Utara hingga 0°46' Lintang Selatan dan 110°50' Bujur Timur hingga 113°20' Bujur Timur. Batas wilayah Wilayah Kabupaten Sintang secara administratif berbatasan dengan beberapa kabupaten, yaitu: Iklim Kabupaten Sintang berdasarkan klasifikasi iklim memiliki iklim hutan hujan tropis (Af) yang dicirikan dengan curah hujan yang hampir selalu tinggi sepanjang tahunnya. Suhu udara di wilayah Kabupaten Sintang bervariasi antara 21°C hingga 34°C. Tingkat kelembapan di wilayah Sintang pun terbilang tinggi antara 75% hingga 90%. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Sintang dibagi menjadi 14 wilayah kecamatan, yaitu: Ambalau Binjai Hulu Dedai Kayan Hilir Kayan Hulu Kelam Permai Ketungau Hilir Ketungau Hulu Ketungau Tengah Sei Tebelian (Sungai Tebelian) Sepauk Serawai Sintang Tempunak Referensi Pranala luar Situs resmi Sintang Sintang
4189
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Banjar
Kabupaten Banjar
Kabupaten Banjar adalah sebuah kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kota Banjar terletak di kecamatan Martapura. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 4.688,00 km² dan berpenduduk sebanyak 575.115 jiwa pada pertengahan tahun 2023. Kabupaten Banjar termasuk dalam calon wilayah metropolitan Banjar Bakula. Sejarah Sejak tahun 1826, terdapat perjanjian perbatasan antara Sultan Adam dengan pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1835, sewaktu pemerintahan Sultan Adam Alwasiqubillah telah dibuat untuk pertama kalinya ketetapan hukum tertulis dalam menerapkan hukum Islam di Kesultanan Banjar yang dikenal dengan Undang-Undang Sultan Adam. Tahun 1855, daerah Kesultanan Banjarmasin merupakan sebagian dari De zuider-afdeeling van Borneo termasuk sebagian daerah Dusun (Tamiang Layang) dan sebagian Tanah Laut. Dari beberapa sumber disebutkan ada beberapa tempat yang menjadi kedudukan raja (keraton) setelah pindah ke Martapura, seperti Kayu Tangi, Karang Intan dan Sungai Mesa. Tetapi dalam beberapa perjanjian antara Sultan Banjar dan Belanda, penanda tanganan di Bumi Kencana. Begitu juga dalam surat menyurat ditujukan kepada Sultan di Bumi Kencana Martapura. Jadi Keraton Bumi Kencana Martapura adalah pusat pemerintahan (istana kenegaraan) untuk melakukan aktivitas kerajaan secara formal sampai dihapuskannya Kesultanan Banjar oleh Belanda pada tanggal 11 Juni 1860. Setelah jatuh menjadi daerah protektorat Hindia Belanda, Sultan Banjar dan mangkubumi cukup hanya menerima gaji tahunan dari Belanda. Di bawah mangkubumi yang dilantik Belanda, daerah protektorat Kesultanan Banjar dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi Banua Lima di bawah regent Raden Adipati Danu Raja dan divisi Martapura di bawah regent Pangeran Jaya Pamenang. Divisi Martapura terbagi dalam 5 Distrik, yaitu Distrik Martapura, Distrik Riam Kanan, Distrik Riam Kiwa, Distrik Benua Empat dan Distrik Margasari. Regent Martapura terakhir adalah Pangeran Suria Winata. Jabatan regent dihapuskan pada tahun 1884. Status Kesultanan Banjar setelah dihapuskan masuk ke dalam Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo. Daerah-daerah bekas Kesultanan Banjar digabungkan dengan daerah-daerah yang sudah menjadi milik Belanda sebelumnya. Wilayah Kalimantan Selatan dibagi dalam 4 afdeeling, salah satunya adalah afdeeling Martapura. Selanjutnya terjadi perubahan dalam keorganisasian pemerintahan Hindia Belanda. Sejak 1898 di bawah Afdeeling terdapat Onderafdeeling dan distrik. Pembagian administratif tahun 1898 menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178, Afdeeling Martapoera dengan ibu kota Martapura terdiri dari: Onderafdeeling Martapoera terdiri dari: Distrik Martapura. Onderafdeeling Riam Kiwa dan Riam Kanan terdiri dari: Distrik Riam Kiwa Distrik Riam Kanan Onderafdeeling Tanah Laoet terdiri dari: Distrik Pleihari Distrik Maluka Distrik Satui Afdeeling Martapoera terdiri dari 3 onderafdeeling, salah satunya adalah onderafdeeling Martapura dengan distrik Martapura. Dalam tahun 1902, Afdeeling Martapura membawahi 3 onderafdeeling: Martapura, Pengaron dan Tanah Laut. Perubahan selanjutnya Martapura menjadi onderafdeeling di bawah Afdeeling Banjarmasin. Afdeeling dipimpin oleh Controleur dan Kepala Distrik seorang Bumiputera dengan pangkat Kiai. Setelah kedaulatan diserahkan oleh pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia tanggal 27 Desember 1949, ditetapkan daerah Otonomi Kabupaten Banjarmasin. Daerah otonom Kabupaten Banjarmasin meliputi 4 Kawedanan. DPRDS pada tanggal 27 Februari 1952, mengusulkan perubahan nama Kabupaten Banjarmasin menjadi Kabupaten Banjar yang disetujui dengan Undang-undang Darurat 1953, kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang No. 27 Tahun 1959. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati yang menjabat di kabupaten Banjar saat ini ialah Saidi Mansyur dan didampingi wakil bupati, Said Idrus Al Habsyi. Saidi dan Idrus adalah pemenang pada pemilihan umum bupati Banjar 2020. Mereka dilantik oleh penjabar gubernur Kalimantan Selatan, Safrizal ZA atas nama Kementerian Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang dilaksanakan di Gedung Mahligai Pancasila tanggal 26 Februari 2021. Mereka menjabat untuk periode 2021-2024. Dewan Perwakilan Kecamatan Pelayanan Publik RSUD Ratu Zalecha di Martapura. RS Danau Salak di Mataraman. Terminal Induk di Km. 17. Pasar Sekumpul Taman Cahaya Bumi Selamat Ekonomi Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dari perkebunan karet yang rata-rata adalah kebun perseorangan. Selain itu perkebunan jeruk menjadi penopang hidup sebagian masyarakat yang merupakan produk unggulan dari Kecamatan Astambul. Keberadaan perusahaan lokal, nasional dan asing yang bergerak dibidang Tambang Batubara turut memberikan andil besar terhadap perekonomian di Kabupaten Banjar. Tambang Batubara di kabupaten ini dikelola oleh perusahaan seperti PT. Pamapersada Nusantara, PT. Kalimantan Prima Persada, PT. Pinang Coal Indonesia dan lain-lain yang diawasi oleh Perusahaan Daerah (PD. Baramarta). Sosial Budaya Suku Bangsa Mayoritas penduduk Kabupaten Banjar berasal dari Suku Banjar sekitar 86,28%. Penduduk asli kabupaten Banjar berasal dari suku Banjar Kuala, namun banyak juga terdapat suku Banjar Hulu dan Banjar Batang Banyu yang berasal dari kawasan Banua Anam. Suku bangsa yang ada di Kabupaten Banjar antara lain: Agama Mayoritas penduduk Kabupaten Banjar menganut agama Islam sekitar 99,25%. Agama Islam memberi pengaruh kuat pada kehidupan masyarakat Suku Banjar. Kota Martapura dikenal sebagai kota santri dan Serambi Mekkah, dimana terdapat masjid dan pesantren terbesar yaitu Masjid Agung Al-Karomah dan Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Di Martapura setiap tahun juga diadakan acara Haul Guru Sekumpul yang diperkirakan merupakan haul terbesar di Indonesia. Selain penganut agama Islam, penganut agama lain seperti Kristen dan Hindu) juga terdapat di Kabupaten Banjar, terutama di kecamatan Paramasan yang didiami Suku Dayak Meratus. Lagu Daerah Lagu-lagu daerah yang berasal dari wilayah ini adalah: Sungai Martapura Hura Ahui Kambang Barenteng Galeri Referensi Pranala luar Banjar Banjar
4190
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Barito%20Kuala
Kabupaten Barito Kuala
Kabupaten Barito Kuala adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kotanya adalah Marabahan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.996,46 km² dan berpenduduk sebanyak 318.044 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2020). Sebagian wilayah Barito Kuala termasuk dalam calon Wilayah Metropolitan Banjar Bakula. Kabupaten Barito Kuala berbatasan dengan provinsi Kalimantan Tengah, tepatnya di kabupaten Kapuas, dan lokasinya berada di tepi laut. Geografi Kabupaten Barito Kuala yang ber-ibu kota Marabahan terletak paling barat dari Provinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas: sebelah utara Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin, sebelah selatan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan Kota Banjarmasin, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan letak astronomis berada pada 2°29’50” - 3°30’18” Lintang Selatan dan 114°20’50” - 114°50’18” Bujur Timur. Kabupaten Barito Kuala berada pada hamparan wilayah yang datar dengan kelerengan 0% - 2%, dengan ketinggian elevasi berkisar antara 1-3 meter di atas permukaan laut. Tanah Alluvial berwarna coklat hijau, tanah ini terdiri dari endapat Alluvium yang bahan induknya terutama termasuk dari pasir dan lumpur yang dibawa dan diendapkan oleh arus sungai dari pedalaman, tanah terdapat di sepanjang Sungai Barito dan tepi Sungai Kapuas, berupa tanggul-tanggul dan juga pada beberapa medeander sungai. Tanah Alluvial ini menutupi areal seluas 191.390 Ha, atau lebih kurang 64% dari luas wilayah Kabupaten Barito Kuala dan merupakan daerah terbaik bagi pertanian pasang surut. Angin pada bulan Januari, Februari dan Maret berembus dari arah Barat Laut, bulan April dari arah Tenggara dan pada bulan November, arah angin dari Barat Laut. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh iklim, geografi dan pertemuan arus udara. Jumlah curah hujan selama Tahun 2009 sebesar 2.047 mm. Curah hujan tertinggi pada Tahun 2009 terjadi pada bulan Januari dan Desember yaitu sebesar 359,7 dan 334 mm. Sedangkan curah hujan terendah terjadi di bulan September yakni sebesar 9,7 mm. Jumlah hari hujan selama Tahun 2009 sebanyak 107 hari dengan hari hujan terbanyak adalah di bulan Januari sebesar 19 hari. Hari hujan terjarang terjadi di bulan Agustus dan September sebanyak 1 hari hujan. Pulau Barito Kuala memiliki beberapa delta yang disebut pulau. Pulau tersebut terdapat di tengah-tengah sungai Barito yang membelah kabupaten Barito Kuala. Sungai Barito lebarnya lebih dari 1 km. Delta tersebut antara lain: Pulau Kembang (hutan wisata, habitat kera ekor panjang) Pulau Bakut (terdapat jembatan Barito) Pulau Kaget (cagar alam, habitat kera hidung panjang, yaitu bekantan) Pulau Sugara (pulau yang berpenduduk) Pulau Alalak (pulau yang berpenduduk) Pulau Sewangi (pulau yang berpenduduk) Sejarah 1400: Bandar Muara Bahan sebagai bandar Kerajaan Negara Daha, tempat kediaman Patih Arya Taranggana. 1900: Onderafdeeling Bakoempai, dipimpin oleh Controleur der de klasse: R.C.L. Bosch. 1900: Distrik Bakoempai dengan Kepala Distrik adalah Haji Mohammad Adrak bin Abdurrahim. Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178, Distrik Bakumpai adalah satu-satunya Distrik di dalam Onderafdeeling Bakoempai dengan ibu kota Marabahan, yang merupakan bagian dari Afdeeling Bandjermasin en Ommelanden (Banjarmasin dan daerah sekitarnya). Kabupaten Barito Kuala yang beribu kota di Marabahan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 dengan status sebelumnya sebagai Kawedanan dibawah Kabupaten Banjar. Mengingat luas wilayah, jumlah penduduk dan perkembangannya, potensi ekonomi yang dimiliki serta kondisi lain yang menunjang daerah ini untuk diangkat menjadi Daerah Otonom Tingkat II, maka oleh para tokoh masyarakat diperjuangkan agar menjadi Daerah Tingkat II yang berotonomi. Proses perjuangan menjadikan Marabahan menjadi Daerah Kabupaten dimulai sejak tanggal 17 Februari 1957 dengan dibentuknya Panitia gabungan Partai/Organisasi Penuntut Kabupaten (diketuai oleh M. Jalaluddin dan Imansyah sebagai penulis), bersamaan pula dengan dikeluarkannya resolusi oleh Kerukunan Keluarga Bakumpai (KKB) kepada Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Selatan tentang tuntutan supaya kawedanaan Marabahan dijadikan Daerah Otonom Tingkat II. Berbagai usaha ditempuh guna mewujudkan tuntutan tersebut beberapa peristiwa yang patut dicatat sesuai dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Kuala Nomor 11/Kpts/DPRD-Batola/1997, antara lain: Pada tanggal 17 Februari 1957, Telah terbentuk Panitia Penuntutan Kabupaten Daerah Otonom Tingkat II yang diketuai oleh M. Jalaluddin dan Sekretarisnya Imansyah. Pada waktu itu juga kerukunan Keluarga Bakumpai (KKB) ikut mengajukan tuntutan agar Kewedanan Marabahan dapat ditingkatkan menjadi kabupaten. Pada tanggal 15 Maret 1957, Panitia Penuntut Kabupaten mengadakan rapat yang dihadiri oleh Partai Politik dan Organisasi Masa untuk menyusun resolusi yang isinya memohon kepada Pemerintah agar kewedanaan Marabahan dapat ditingkatkan menjadi Daerah Otonom Tingkat II yang diberi nama kabupaten dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. Pada tanggal 1 Juni 1957, Panitia Penuntut kabupaten mengadakan rapat untuk menentukan sikap dengan dibentuknya Provinsi Kalimantan Tengah. Pada Bulan Juli 1957, Membentuk Panitia Penampung Hasrat Rakyat Marabahan dengan Ketua H. Marli Hasan, Wakil Ketua M. Jalaludin dan Sekretaris H. Syarkani. AB. Tanggal 15 Juli 1957, Panitia Penampungan Hasrat Rakyat Marabahan mengadakan rapat umum di Pasar Marabahan dengan kesimpulan apabila tuntutan menjadi kabupaten tidak berhasil, masih terbuka jalan untuk menjadi kabupaten di Kalimantan Tengah. Tanggal 17 Juli 1957, Presiden Soekarno berkunjung ke Banjarmasin dan menanggapi cara tuntutan Panitia Penampungan Hasrat Rakyat Marabahan yang menyatakan akan masuk Kalimantan Tengah dengan perkataan: “Mis Begrifven Demokrasi”. Akibat adanya tanggapan presiden tersebut, maka komando P.D.M. Martapura Letnan H. Muhammad Noor bersama Bupati Kepala Daerah Kabupaten Banjar yang diwakili Oleh H. Mukerad Bakeri, Ketua DPRD Bidang Ekonomi datang ke Marabahan untuk melihat secara dekat keadaan situasi Marabahan, namun kenyataannya Marabahan tetap aman. Tanggal 18 Juli 1957, Sebagai pengurus mengundurkan diri dari kepanitian. Tanggal 20 Juli 1957, Mukrad Bakeri dan Wedana Mustafa Ideham memberi penjelasan kepada tokoh masyarakat untung ruginya masuk Kalimantan Tengah. Tanggal 24 Juli 1957, Diadakan rapat untuk melengkapi personalia Panitia Gabungan Partai Politik diadakan Organisasi Massa Penuntut Kabupaten dengan susunan panitia baru sebagai berikut: Ketua: Baidillah Wakil Ketua: M. Taosun Ma'ruf Penulis I: Anang Asran Penulis II: Darmansyah Bendahara: Maksum Pembantu: Semua anggota partai/organisasi yang ada. Bulan Agustus 1957, DPRDP Kabupaten Banjar mengadakan kunjungan ke Marabahan sekaligus berdialog dengan tokoh masyarakat, pamong praja dan parpol/ormas. Tanggal 8 Agustus 1957, DPRDP Kabupaten Banjar dalam sidangnya mengambil keputusan yang isinya pada Pemerintah Pusat agar Daerah Swatantra Tingkat II Kabupaten Banjar dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah sebagai berikut: a. Kabupaten Banjar Barat meliputi Kewedanan Kayu Tangi; b. Kabupaten Banjar Tengah meliputi Kewedanan Ulin; c. Kabupaten Banjar Timur meliputi Kewedanan Barito Kuala. Tanggal 19 Agustus 1957, DPRDP Provinsi Kalimantan Selatan dalam sidangnya hanya dapat menyetujui 2 (dua) Daerah Swatantra tingkat II saja, yaitu: a. Kabupaten Banjar Barat meliputi kewedanan Kayu Tangi, Tanah Laut dan Ulin; b. Kabupaten Banjar Timur meliputi Kewedanaan Barito Kuala. Tanggal 30 Oktober 1957, DPRDP Kabupaten Banjar membuat resolusi yang isinya mendesak kepada DPRD Provinsi Kalimantan Selatan agar meninjau kembali keputusannya tanggal 19 Agustus 1957 dengan memperhatikan Keputusan DPRD Kabupaten Banjar tanggal 8 Agustus 1957. Pada hari itu juga dating ke Kalimantan Selatan 2 (dua) orang dari Biro Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri yaitu Drs. Husin dan Mr. Parengkuan.. Kedua utusan tersebut mengadakan pertemuan di Barabai dengan wakil-wakil daerah yang mengajukan permintaan otonomi daerah tingkat II. Mukerad Bakeri, anggota DPD Kabupaten Banjar mewakili Marabahan. Setelah terjadi dialog yang mendalam, oleh utusan dinyatakan tuntutannya akan diperhatikan apabila data-data yang lengkap tentang Marabahan dapat diserahkan sebelum utusan kembali ke Jakarta. Tanggal 1 Nopember 1957, Mukrad Bakeri bersama-sama dengan Sekretaris Pemda Provinsi Kalimantan Selatan (M. Burhan Noor) menyerahkan data-data dimaksud kepada Utusan Departemen Dalam Negeri di Landasan Ulin. Bulan Nopember 1957, Di luar daerah kerukunan Keluarga Bakumpai (KKB) juga turut berjuang dengan cara mengadakan pendekatan dengan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Tanggal 24 Nopember 1957, Mukerad Bakeri memberikan penjelasan kepada Panitia Gabungan tentang Pembentukan Kabupaten. Tanggal 18 Januari 1958, Panitia gabugan memberikan kuasa kepada Anggota Dewan Nasional, yaitu: Brigjen H. Hasan Basri, Letkol Inf. Dan Resimen Infanteri 21/LAM di Banjarmasin. Cilik Riwut, Gubernur Kepala Daerah Kalimantan Tengah. Untuk membantu memperjuangkan kepada kepada Menteri Dalam Negeri agar Kabupaten Marabahan dapat diresmikan bersama-sama Kabupaten Barabai dan Kabupaten Kota Waringin. Tanggal 12 April 1958, Anggota DPR-RI Seksi 6 (Kementerian Dalam Negeri) dating ke Kalimantan Selatan dan meninjau Marabahan. Rombongan terdiri dari 3 (tiga) orang, yaitu Handoko, Hasan Baseri dan Nuncik AR. Rombongan didampingi oleh Mukerad Bakeri dengan menumpang KM Bido. Laporan disusun di kapal sewaktu dalam perjalanan pulang ke Banjarmasin dengan isinya mendukung hasrat masyarakat Marabahan untuk dijadikan Daerah Otonomi Tingkat II. Tanggal 17 Oktober 1958, Bertempat di Sekolah Rakyat (SR) VI Tahun Marabahan diadakan rapat pembaharuan Pengurus Gabungan Partai/Organisasi dengan susunan kepengurusan adalah sebagai berikut: Ketua I: Baidillah Ketua II: M. Taosun Ma’ruf Ketua III: Asranuddin Penulis I: Darmansyah/Anang Asran Penulis II: Manuar Bendahara I: Mawardi Bendahara II: Maksum Tanggal 11 Mei 1959, DPR RI menerima baik Rencana Undang-Undang Pembagian Kabupaten di Kalimantan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tanggal 4 Juli 1959 Daerah Tingkat II Barito Kuala dengan ibu kotanya Marabahan disetujui oleh pemerintah. Tanggal 6 September 1959, Gubernur Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Selatan menunjuk Patih Akhmad Yunan untuk mempersiapkan pembentukan Kantor Daerah Swatantra Tingkat II Barito Kuala di Marabahan. Dan sebelum diresmikan dibentuklah Panitia yang diketahui oleh H. Kesuma Yuda dengan dibantu oleh beberapa orang. Tanggal 4 Januari 1960, Akhirnya Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan (H. Maksid), meresmikan Daerah Tingkat II Barito Kuala di Marabahan dan hingga sampai sekarang pada tanggal 4 Januari diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Barito Kuala. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Barito Kuala terbagi menjadi 3 Sub Wilayah Pembangunan, yaitu: Sub Wilayah Pembangunan I (1.217,73 km²; 51,25%) dengan pusatnya Marabahan, meliputi kecamatan: Marabahan: -- km²( --%), merupakan pemekaran dari kecamatan Bakumpai Bakumpai: 369,38 km²(15,54%), terdiri 15 desa, 3 kelurahan Cerbon: 108,23 km² (4,55%), terdiri 8 desa Barambai: 186,19 km² (7,84%), terdiri 11 desa Tabukan: 165,15 km² (6,95%), terdiri 13 desa Kuripan: 123,10 km² (5,18%), terdiri 9 desa Belawang: 265,69 km² (11,18%), terdiri 28 desa Wanaraya: -- km² ( --%), merupakan pemekaran dari kecamatan Belawang Sub Wilayah Pembangunan II (441,72 km²; 18,59%) dengan pusatnya Berangas, meliputi kecamatan: Alalak: 94,39 km² (3,97%), terdiri 18 desa Rantau Badauh: 119,93 km² (5,05%), terdiri 9 desa, 2 kelurahan Mandastana: 227,40 km² (9,57%), terdiri 21 desa Jejangkit: -- km²( --%), merupakan pemekaran dari kecamatan Mandastana Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Barito Kuala telah menyusun Organisasi Perangkat Daerah sebagaimana digambarkan dalam tabel di bawah ini: Demografi Jumlah pertumbuhan penduduk Kabupaten Barito Kuala tahun 2004 hingga tahun 2009 terus mengalami kenaikan dengan pertumbuhan antara 0,35 persen hingga 1,56 persen. Pada tahun 2004 jumlah penduduk Kabupaten Barito Kuala sebanyak 262.042 jiwa, lalu tahun 2005 meningkat 0,35 persen menjadi 262.947 jiwa, tahun 2006 meningkat sebesar 1,56 persen menjadi 267.052 jiwa. Tahun 2007 meningkat sebesar 0,90 persen menjadi 269.448 jiwa kemudian pada tahun 2008 menjadi 272.332 jiwa atau meningkat sebesar 1,07 persen. Tahun 2009 meningkat sebesar 1,03 persen menjadi 275.143 jiwa Kalau dihitung dari tahun 2004 hingga tahun 2009 terjadi kenaikan jumlah penduduk sebesar 5,00 persen. Distribusi penduduk menurut kecamatan terbesar adalah Kecamatan Alalak sebanyak 42.111 jiwa dan Kecamatan Tamban 32.021 jiwa. Sedangkan Jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Kuripan dengan jumlah penduduk sebanyak 5.431 jiwa. Kalau lebih jauh dilihat keadaan dinamika kependudukan di Kabupaten Barito Kuala, terutama kalau ditinjau dari aspek persebaran dan kepadatan penduduk per kecamatan akan tergambar secara kuantitas Kecamatan Alalak dan Tamban merupakan kecamatan yang berpenduduk banyak yaitu 15,31 persen dan 11,64 persen dari seluruh penduduk di Kabupaten Barito Kuala. Sedangkan kecamatan dengan tingkat persebaran penduduk paling kecil adalah Kecamatan Kuripan yaitu 1,97 persen, padahal kecamatan ini merupakan kecamatan dengan wilayah terluas di Kabupaten Barito Kuala. Hal ini terkait dengan letak dan kondisi geografis Kecamatan Kuripan itu sendiri dan belum terpenuhinya akses transportasi secara optimal. Akan tetapi jika dilihat dari tingkat kepadatannya dapat diketahui bahwa Kecamatan Alalak dan Wanaraya merupakan kecamatan yang padat penduduknya di Kabupaten Barito Kuala yaitu masing-masing sebesar 392,28 dan 382,96 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil masih dipegang oleh Kecamatan Kuripan yaitu sekitar 15,81 jiwa/km2. Hal ini wajar, mengingat wilayah paling luas dengan penduduk paling sedikit di Kabupaten Barito Kuala. Selebihnya, penduduk tersebar merata hampir di seluruh Kabupaten Barito Kuala. Penduduk kabupaten Barito Kuala Tahun 2009 berjumlah 275.143 jiwa yang terdiri dari laki–laki 135.240 jiwa dan perempuan 139.903 jiwa dengan sex ratio sebesar 96,67. Dibandingkan dengan tahun 2008 jumlah penduduk pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 1,03 %. Jumlah rumah tangga di Kabupaten Barito Kuala adalah sebesar 77.282 rumah tangga. Dibandingkan dengan tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 2,53 %. Kepadatan penduduk per km2 di Kabupaten Barito Kuala adalah 92 jiwa, di mana Kecamatan Alalak adalah kecamatan terpadat dengan 392 jiwa per km2 disusul Kecamatan Wanaraya 383 jiwa per km2, sedangkan kecamatan yang kecil kepadatannya yaitu Kecamatan Kuripan sebesar 16 jiwa per km2. Berdasarkan kelompok umur, hampir dari setengah penduduk Kabupaten Barito Kuala adalah penduduk usia dewasa/produktif (20 - 59 th) tercatat sebesar 56,50 persen, kemudian penduduk usia sekolah (5 - 19 th) sebesar 27,15 persen, usia tua/lansia (> 60) sebesar 5,80 persen dan usia balita (0 - 4 th) sebesar 10,55 persen. Pada tahun 2009, penduduk usia tua/lansia dan penduduk usia sekolah mengalami penurunan 58,91 persen dan 3,44 persen, namun untuk penduduk usia balita dan usia produktif mengalami peningkatan masing-masing sebesar 20,17 persen dan 17,79 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa angka kelahiran mengalami peningkatan dan usia harapan hidup penduduk Kabupaten Barito Kuala menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Lagu Daerah Lagu-lagu daerah yang berasal dari wilayah ini antara lain: Kambang Barenteng (bahasa Banjar) Mandare Purun (bahasa Bakumpai) Ulek Marabahan (bahasa Bakumpai) Pariwisata Tempat Wisata Kabupaten Barito Kuala memiliki beberapa tempat wisata, yaitu: Agrowisata Terantang Jembatan Barito Jembatan Rumpiyang Makam H. Abdussamad Makam Datu Kayan Makam Datu Aminin Pulau Kembang Pulau Kaget Wisata Argo Sei. Kambat Referensi Pranala luar Barito Kuala Barito Kuala
4191
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Hulu%20Sungai%20Selatan
Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Kandangan Kota. Hulu Sungai Selatan memiliki luas sekitar 1.805,00 km² dan berpenduduk sekitar 212.485 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010) dan pada tahun 2020 berjumlah 232.857 jiwa. Geografi Letak Geografis kabupaten Hulu Sungai Selatan terletak antara 2°29′ 59″- 2° 56’10″ LS dan 114°51′ 19″ – 115° 36’19″ BT. Secara geologis daerah ini terdiri dari pegunungan yang memanjang dari arah timur ke selatan, namun dari arah barat ke utara merupakan dataran rendah alluvial yang kadang-kadang berawa-rawa. Kondisi topografi ini menyebabkan udara di wilayah ini terasa dingin agak lembap dengan curah hujan pada tahun 2002 sebanyak 2.124 mm. Tanah di wilayah Hulu Sungai Selatan Selatan sebagian besar berupa hutan dengan rincian: hutan lebat (780.319 ha), hutan belukar (377.774 ha), hutan rawa (90.060 ha), hutan sejenis (352.840 ha), tanah berupa semak/alang-alang (870.314 ha), berupa rumput (50.119 ha), dan lain lain (83.014 ha). Sedangkan penggunaan untuk sawah 413.107 ha, perkebunan 437.037 ha dan untuk perkampungan 57,903 ha, serta untuk tegalan (48.612 Ha). Bentuk geologi wilayah Hulu Sungai Selatan sebagian besar berupa Aluvium Muda dan Formasi Berai. Batas Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sungai Dari arah utara melingkar ke arah barat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan dialiri oleh Sungai Amandit bermuara ke Sungai Negara (anak sungai Barito) yang berfungsi sebagai sarana prasarana perhubungan dalam kabupaten dan ke kabupaten lainnya. Sungai Amandit mempunyai dua cabang sungai, yaitu Sungai Bangkan dan Sungai Kalumpang. Sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah sebagai berikut: Sungai Negara Sungai Angkinang Sungai Amandit Sungai Kajang Penggunaan Lahan Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Hulu Sungai Selatan, 2010. Sejarah Masa Penjajahan Belanda Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178 Afdeeling Kendangan dengan ibu kota Kendangan terdiri dari: Onderafdeeling Amandit en Negara terdiri atas: Distrik Amandit Distrik Negara Onderafdeeling Benua Ampat en Margasari terdiri atas: Distrik Benua Empat Distrik Margasari Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas terdiri atas: Distrik Batang Alai Distrik Labuan Amas Pada masa Penjajahan Belanda, Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah bagian dari Afdeling Van Hoeloe Soengai yang berkedudukan di Kandangan. Afdeling Van Hoeloe Soengai terdiri dari (lima) onder afdeling, yaitu: Onder Afdeling Tanjung Onder Afdeling Amoentai Onder Afdeling Barabai Onder Afdeling Kandangan Onder Afdeling Rantau Masa Penjajahan Jepang Pada masa penjajahan Jepang pembagian wilayah ini dipertahankan seperti pada masa penjajahan Belanda, hanya namanya yang diganti menjadi Hoeloe Soengai Ken Riken. Masa Kemerdekaan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 29 Juni 1950 Nomor C/17/15/3 wilayah Kalimantan dibagi menjadi 6 Kabupaten Administratif dan 3 Swapraja. Salah satunya Afdeling Van Hoeloe Soengai dibentuk menjadi Kabupaten Hulu Sungai dangan ibu kota Kandangan. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan tanggal 14 Agustus 1950 Nomor 186/OPB/92/14 yang menetapkan peraturan sementara tentang pembagian daerah-daerah otonom Kabupaten dan daerah-daerah otonom setingkat Kabupaten, Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang semula bersifat administratif menjadi Kabupaten Otonom. Pada tanggal 2 Desember 1950, Gubernur Kalimantan melantik Syarkawi sebagai pejabat pertama Bupati Hulu Sungai. Selanjutnya dibentuk pula Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Sementara (DPRDS) yang berjumlah 36 orang, diketuai Djantera dan wakilnya Basuni Taufik. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Penduduk Suku Bangsa Suku asli adalah Suku Banjar yang terdapat di seluruh kecamatan dan suku Dayak Meratus yang terdapat di kecamatan Loksado. Suku bangsa di kabupaten ini antara lain: Suku Banjar: 190.672 jiwa Suku Dayak Meratus: 3.778 jiwa Suku Jawa: 309 jiwa Suku Bugis: 68 jiwa Suku Dayak Bakumpai: 3 jiwa Suku Sunda: 147 jiwa Suku lainnya: 700 jiwa Pertumbuhan Penduduk Perkembangan penduduk di Kabupaten Hulu Sungai Selatan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada tahun 1980 jumlah penduduk sebanyak 175.670 jiwa yang tersebar di 8 kecamatan, karena saat itu Kecamatan Loksado dan Kecamatan Kalumpang masih belum terbentuk dan saat ini penduduk Kabupaten Hulu Sungai Selatan hasil registrasi penduduk pertengahan tahun 2003 menjadi 199.161 jiwa atau terjadi penambahan penduduk sebanyak 23.491 orang atau bertambah sebesar 13.37% dalam kurun waktu 23 tahun. Perkembangan penduduk Kabupaten Hulu Sungai Selatan tahun 1980–2003 menurut kecamatan adalah sebagai berikut: Laju Pertumbuhan Pertumbuhan penduduk Kabupaten Hulu Sungai Selatan cukup rendah, hanya berkisar 0.57%. Angka ini memberikan maksan bahwa penyebab utama dari lambannya pertumbuhan ini bukan disebabkan oleh faktor fertilitas (kelahiran), namun lebih mungkin disebabkan oleh faktor ekonomi dan migrasi keluar karena penduduk mencoba mencari kesempatan kerja yang lebih besar di luar daerah. Hal ini didukung oleh fakta lain bahwa secara sosiologis memang terdapat kecenderungan penduduk Hulu Sungai Selatan meninggalkan daerah asal menuju daerah-daerah yang memberikan konstribusi bagi perbaikan ekonomi mereka seperti ke ibu kota provinsi atau kabupaten tetangga. Berikut ini adalah tabel laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu: Gambaran tersebut pada sisi lain dapat menjelaskan langkah kebijaksanaan apa yang semestinya diambil dalam menyusun perencanaan pembangunan yang berorentasi keadilan dan pemerataan pembangunan. Pariwisata Tempat Wisata Wisata Alam Balanting Paring (Bamboo Rafting) Air Panas Tanuhi Air Terjun Rampah Minjangan Air Terjun Haratai Air Terjun Riam Barajang Air Terjun Riam Hanai Air Telaga Bidadari Balanting di Tepian Gunung Batu Bini Gunung Langara Gunung Sarai Gunung Tatapan Gunung Batu Baduduk Gunung Batu Balai Gunung Kentawan Gunung Batu Laki Gunung Batu Bini Trekking Di Hutan Tropis Loksado Kalang Hadangan (Kandang Kerbau Rawa) Wisata Sejarah & Cagar Budaya Masjid Baangkat atau Masjid Su'ada Kampus Perjuangan Rumah BrigJend. H. Hasan Basry Monumen Proklamasi Gubernur Tentara Alri Divisi IV Pertahanan Kalimantan Benteng Madang Tugu Niih Rumah Banjar Bubungan Tinggi di Tibung Raya Rumah Banjar Cacak Burung di Amawang Wisata Religi Makam Syekh H. Sa’duddin ( Kubah Taniran ) di desa Taniran kec Angkinang Makam Datu Akhmad di desa Balimau kec Kalumpang Makam Habib Lumpangi di desa Lumpangi kec Loksado Makam Habib Husein bin Ali Asseggaf di Pasar Los Batu Kandangan Masjid Al Abrar Acara dan Perayaan Tahunan Bamboo Rafting Festival Aruh Ganal Dayak Loksado Karnaval Budaya (biasanya saat hari jadi) Festival Dandang Napak Tilas Kandangan expo Kuliner Khas Katupat Kandangan Nasi Humbal (kuliner khas dayak Loksado) Dodol Kandangan Lamang Apam Batil Lupis Referensi Pranala luar http://hulusungaiselatankab.go.id/ Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Selatan
4192
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Hulu%20Sungai%20Tengah
Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Barabai Kota. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.472 km² dan berpenduduk sebanyak 261.042 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2020). Motto daerah ini adalah "Murakata" yang diambil dari bahasa Banjar. Murakata merupakan singkatan dari kata Mufakat, Rakat, dan Seiya-sekata. Makanan khas Hulu Sungai Tengah adalah Apam Barabai dan Pakasam. Geografi Kabupaten Hulu Sungai Tengah secara astronomis berada pada . Kabupaten ini berlokasi di sebelah utara Provinsi Kalimantan Selatan yang umumnya disebut Banua Anam. Kabupaten ini berjarak sekitar 165 km dari kota Banjarmasin Secara topografi, kabupaten ini terdiri atas tiga kawasan, yakni kawasan rawa, dataran rendah, dan wilayah pegunungan Meratus. Semua kawasan berada pada ketinggian yang berkisar dari 9,53 m dpl (Kecamatan Labuan Amas Utara), 25 m dpl (Kecamatan Barabai), 330 m dpl (Kecamatan Batang Alai Timur) dan 1.894 m dpl di Gunung Halau-halau (Gunung Besar dari Pegunungan Meratus) dengan kemiringan tanah berkisar antara 0–40°. Kawasan hutan lindung terdiri atas dua lokasi, yakni kawasan hutan lindung Meratus di Kecamatan Batang Alai Timur seluas 43.782 ha, dan telah dikuatkan dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 2828 Tahun 2002. Selain itu juga terdapat kawasan hutan lindung lain di Gunung Titi di Kecamatan Limpasu. Sedangkan untuk aliran sungai, kabupaten ini dialiri oleh dua sungai, yaitu Sungai Batang Alai dan Sungai Barabai. Terdapat dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi antara bulan Juni sampai Agustus dan musim penghujan antara bulan November sampai Februari. Curah hujan yang terjadi selama 2008 tercatat rata-rata 209 mm, dengan jumlah tertinggi terjadi pada Maret 2008 (494 mm) dan terendah pada Agustus 2008 (9 mm). Jumlah hari hujan yang terjadi adalah sebanyak 81 hari dengan rata-rata hari hujan sebanyak 7 hari. Jumlah hari hujan yang terbanyak terjadi pada Februari dan November (12 hari), sebaliknya jumlah hari hujan yang terendah terjadi pada Agustus (1 hari). Batas Wilayah Kabupaten ini memiliki batas wilayah antara lain: Luas Wilayah Luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah menurut kecamatan pada 2012: Jarak Antar Ibu Kota Kecamatan Sejarah Pada masa kolonial Hindia Belanda, wilayah ini merupakan sebuah district Alaij en Amandit, kemudian dimekarkan masing-masing menjadi distrik Alaij dan distrik Amandit di bawah Afdeeling Amonthaij. Distrik Alai ibu kotanya Barabai dan pernah dipimpin oleh Tahun 1868 District Alaij en Аmandit District Alaij en Аmandit. K. van der Heijden, Ж 3de kl., kapitein der infanterie, wd. kontroleur der eerste klasse. Kiaì demang IJoeda Negara, distriktshoofd van Alaij. Kiai Draboe, idem van Amandit. Hadji Abdoel Kapi, pangoeloe van Alaij. Hadji Маtali, idem van Amandit. Tahun 1870 Distrik Batang-Alai, Laboean-Amas en Balangan (ibu kota Barabai) Distrikt Batang-Alai, Laboean-Amas en Balangan. (Standplaats Barabei). Kontroleur der 1ste klasse. N. van der Stok. Distriktshoofd van Batang-Alai. Kjahi Demang Joeda Negara. Idem van Laboean-Amas. Kjahi Toemenggoeng Karta Joeda Negara Idem van Balangan. Kjahi Raden Mas Wira Joeda. Pangoeloe van Batang-Alai en Laboean-Amas. Hadjí Abdoel Kapi. Idem van Balangan. Hadji Mat Saleh. Pada 1868 Distrik Alaij kemudian dimekarkan masing-masing masih di bawah Afdeeling Amonthaij menjadi: Distrik Batang Alai dengan kapala distrik Kiai Demang Yoeda Negara atau Kjahi Demang Joeda Negara Distrik Labuan Amas dengan kapala distrik Kiai Toemenggoeng Karta Yoeda Negara Menurut Staatblaad tahun 1898 nomor 178 daerah ini menjadi salah satu onderafdeeling di dalam Afdeeling Kendangan yaitu Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas terdiri atas: Distrik Batang Alai dengan kapala distrik Kiai Duwahit Distrik Labuan Amas dengan kapala distrik Tomonggong Kerta Joeda Negara Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas berubah kemudian menjadi Kawedanan Barabai di wilayah Kabupaten Kandangan. Menurut sejarah bahwa timbulnya hasrat untuk membentuk Kabupaten Hulu Sungai Tengah bagi daerah Barabai atas dasar: Menyadari bahwa untuk majunya daerah Barabai harus diatur dan diurus oleh masyarakat Barabai sendiri. Hinstorich resch telah menyatakan bahwa pada zaman penjajahan Belanda sudah ada Barabai Road yang mana pengurusan kepentingan daerah maupun pengurusan keuangan diserahkan sepenuhnya kepada Barabai. Syarat-syarat untuk berotonomi daerah bagi Barabai telah mencukupi. Perjuangan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah memakan waktu yang cukup panjang melalui prosedur yang cukup berliku-liku dan ruwet selama kurang lebih 7 (tujuh) tahun. Tahapan untuk menuntut Kabupaten Hulu Sungai Tengah tersebut melalui periode di mana tiap-tiap periode telah ditentukan langkah-langkah kerjanya, yaitu: Periode Pelopor Sebagai awal perjuangan periode pelopor pada 2-3 September 1953, para tokoh masyarakat bermusyawarah untuk menuntut agar Barabai menjadi daeah otonom sendiri. Dari pertengahan 1953 sampai dengan 27 Maret 1954 atau selama kurang lebih 9 bulan, para tokoh masyarakat membentuk suatu panitia dengan tugas berupaya semaksimal mungkin agar Kewedanan Barabai dijadikan Daerah Otonom yang berdiri sendiri yang dahulunya sebelum Perang Dunia II bernama Barabai Plaatslijke. Pada periode ini tercatat orang-orang yang memberikan inisiatif amanat, yaitu: H. Ali Baderun T. Abidarda Abdul Muis Redhani H. Sibli Imansyah Surya Hadi Saputra A. Talib H. Mukeri Setelah menerima amanat dari orang-orang tersebut dibentuklah Panitia Penuntut Sementara yang terdiri atas: Ketua: H. Salman Sekretaris: Osvia Arafiah Bendahara: Abdul Muis Redhani Pembantu: A. Zainie, JS, Taplih M., Faisal Amberie, Anang Ibrahim dan H. Syahrani Achmad Selama kurun waktu 9 bulan itu, Panitia Penuntut mengadakan pertemuan-pertemuan mencari/mengumpulkan data dan menemui semua tokoh-tokoh baik yang di Barabai maupun yang ada di Banjarmasin yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Kewedanan Barabai (K3B) Banjarmasin. Dalam masa Periode Pelopor ini banyak tokoh masyarakat yang tidak dapat disebutkan satu per satu, tetapi semuanya bertekad menuntut dibentuknya Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Periode Perencana Pada 28 Maret 1954 berbagai hasil permusyawaratan telah dapat membentuk panitia yang terdiri atas: Partai Murba Partai Parindra Partai PNI Panitia ini memiliki tugas sebagai pengundang pada rapat selanjutnya, yaitu pada 4 April 1954 bertempat di Kediaman Asisten Wedana Bapak Abdul Muis Redhani telah dilaksanakan pertemuan yang memutuskan bahwa panitia diberi nama Panitia Penuntutan Kabupaten Barabai dengan susunan kepanitiaan sebagai berikut: Ketua: A. Zainie (NU) Wakil Ketua: Muchyar Usman (Masyumi) Sekretaris I: Hamli Guru (Parindra) Sekretaris II: Osvia Arafiah (SKI) Bendahara: Ali Baderun Ditambah dengan anggota-anggota dari setiap Partai Politik dan Organisasi Massa yang ada dalam Kewedanan Barabai pada waktu itu. Pada periode perencanaan ini telah dipelajari dan dibahas semua bahan yang ada dalam proses perjuangan untuk menuntut kabupaten. Rapat tersebut mengambil suatu kesimpulan bahwa tuntutan terhadap Kabupaten Hulu Sungai Tengah sudah waktunya diajukan kepada Pemerintah Pusat. Periode Pelaksana Periode Pelaksana dimulai 12 Februari 1956 sampai dengan 23 Desember 1959. Selama periode ini, Partai Politik menganjurkan resolusi agar daerah yang dahulunya disebut Kewedanan Barabai (Plaastslijke Road Barabai) menuntut untuk dijadikan Kabupaten Daerah Tingkat II. Disamping itu banyak diterima dukungan dari berbagai pihak, yaitu: Pernyataan DPRD Sementara Kabupaten Hulu Sungai Selatan di Kandangan, pada 28 Juni 1956 Pernyataan DPRD Sementara Kabupaten Hulu Sungai Utara di Amuntai, pada 28 Juni 1956 Pernyataan Kerukunan Keluarga Kewedanan Barabai di Banjarmasin, tertanggal 4 Juli 1956 Surat Desakan Gubernuh Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan Nomor Des-637/IV/I/IV kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta, tertanggal 6 September 1956 Resolusi DPRD Sementara Tingkat I Kalimantan Selatan, pada 4 Maret 1957 Untuk mempercepat dukungan di atas, maka diutuslah menghadap Menteri Dalam Negeri di Jakarta yang terdiri atas: Bapak H. Sulaiman Kurdi Bapak Ali Baderun T. Bapak A. Zaini Y.S. Bapak H. Mukhyar Usman Selain menemui Menteri Dalam Negeri, juga menemui Wakil Perdana Menteri I Bapak Dr. Idham Khalid, Menteri Sosial, Menteri Perekonomian serta beberapa orang tokoh masyarakat di Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, atas nama Menteri Dalam Negeri pada tanggal 14 Februari 1957 Nomor Pem-20/2/II, Barabai ditetapkan menjadi Kabupaten Administratif Barabai. Dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 Kabupaten Administratif ditetapkan sejak Bapak H. Basri, BA sebagai Pejabat Kabupaten Administratif Barabai. Akhirnya dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan atas nama Menteri Dalam Negeri tanggal 5 Desember 1959 Nomor: Des-575-1-9 pada tanggal 23 Desember 1959 dilaksanakan serah terima antara Pejabat Bupati Hulu Sungai Selatan dengan Daerah Swatantra Tingkat II Hulu Sungai Tengah. Sejak tanggal 24 Desember 1959 itulah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Tengah berdiri sendiri, terpisah dari Daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan di Kandangan. Dengan dasar pertimbangan riwayat maka ditetapkanlah 24 Desember 1959 sebagai hari lahirnya Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Tengah yang melaksanakan otonomi secara penuh sampai sekarang. Pemerintahan Keadaan politik dan hukum yang berdampak pada kerawanan sosial politik yang berdimensi vertikal dan horizontal di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sampai saat ini tidak pernah terjadi. Panasnya suhu politik hanya terjadi pada saat-saat PEMILU dan PILKADA, hal itu pun masih dalam tingkat wajar dan rasional dalam demokrasi. Salah satu penyebab hal ini terjadi karena masyarakat tidak majemuk seperti daerah-daerah lain, sehingga tidak terjadi gesekan yang bernuansa SARA. Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu 2004 yang lalu cukup tinggi yaitu 80,32%. Dari 156.667 orang pemilih terdaftar telah menggunakan hak pilihnya sebanyak 125.831 orang. Adapun Partai Politik yang berhasil memperoleh kursi dalam Pemilu 2004 tersebut adalah sebagai berikut: PKS 6 kursi, Partai Golkar 4 kursi PPP 4 kursi, PAN 4 kursi, PBB 3 kursi, Partai Patriot 3 kursi, PDK 1 kursi, PKB 1 kursi, PBR 1 kursi, PKPB 1 kursi dan PPD 1 kursi. Jumlah fraksi pada DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebanyak 6 fraksi. Pada pemilihan Kepala Daerah 2005 merupakan Pilkada pertama yang dilaksanakan secara langsung di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tingkat partisipasi politik masyarakat juga cukup tinggi yaitu dengan pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 131.254 orang atau 81,40% dari 161.254 jumlah pemilih yang terdaftar. Selama 2008, DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang beranggotakan 30 orang telah menyelenggarakan 94 kali rapat dan 162 persidangan yang mengeluarkan 46 keputusan dan 11 perda. Badan Pengawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah menyelesaikan 105 kasus dari 257 kasus yang ditemukan. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah mengeluarkan 1 buah SK Hak Guna Bangunan dan 3 buah SK Hak Pakai. Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah melaksanakan proyek prasarana dari bantuan pembangunan desa sebanyak 939 unit dengan dana sebesar Rp. 2.535.000.000,- . Pada tahun tersebut juga dilaksanakan lomba desa dengan pemenang Desa Batu Panggung, Kalibaru, dan Muara Rintis serta Kelurahan Barabai Darat sebagai kelurahan terbaik I. Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Ekonomi Pada 2008 realisasi penerimaan/pengeluaran daerah otonom tingkat II Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebesar Rp. 344.667.835.882,87. Penerimaan terbesar berasal dari Dana Alokasi Umum yaitu sebesar 70,68 persen dan pengeluaran terbesar adalah untuk belanja pelayanan publik sebesar 75,83 persen. Dari pokok ketetapan PBB 2008 yang telah ditetapkan Kantor Pelayanan PBB yaitu sebesar Rp. 527.742.607,- didapat realisasi penerimaan PBB yang sama, berarti sesuai dengan pokok ketetapan Cabang Dipenda Tk.I kalimantan Selatan Barabai mencatat pencapaian target penerimaan pajak kendaraan bermotor, penerimaan bea balik nama kendaraan bermotor dan penerimaan retribusi bahan galian golongan C masing-masing adalah sebesar 83,39 persen, 83,96 persen dan 122,34 persen. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdapat 19 buah Koperasi Unit Desa dengan anggota sebanyak 15.046 orang dan 33 buah Koperasi Non Unit Desa dengan anggota sebanyak 12.487 orang. Pada 2008 terdapat sebanyak 10.911 peserta askes menurut catatan PT. (Persero) Askes KPC 1703 HST. Perum Pegadaian Barabai mencatat nilai kredit sebesar Rp. 6.809.924.000,- dengan barang jaminan sebanyak 3.632 buah. Selain itu juga tercatat tunggakan sebesar Rp. 1.432.998.000,- dengan jumlah barang sebanyak 790 buah. Pendapatan Regional Pendapatan Domestik Regional Bruto Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada 2008 menurut harga konstan (2000=100) adalah sebesar 836.909.283 (000 Rp) sedangkan PDRB menurut harga berlaku adalah sebesar 1.218.716.405 (000 Rp). PDRB menurut harga berlaku terlihat peranan terbesar berasal dari sektor pertanian yaitu sebesar 38,04 persen diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar 22,08 persen dan perdagangan hotel dan restoran sebesar 14,67 persen sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih memberikan sumbangan yang terkecil yaitu sebesar 0,44 persen. PDRB yang didapat dibagi dengan jumlah penduduk maka didapat pendapatan per kapita Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebesar Rp. 3.541.814,- . RDB Perkapita Laju Pertumbuhan Ekonomi Pertanian Pertanian Tanaman Pangan Terdapat 8 komoditas padi dan palawija yang menjadi cakupan statistik Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2013, yaitu padi sawah, padi gogo, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau. Komoditas dengan produksi terbesar adalah padi sawah sebesar 193.833 ton. Pertanian padi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah umumnya dikerjakan pada musim penghujan kecuali di daerah rawa dikerjakan pada musim kemarau. Luas tanam tanah pertanian 46.955 ha dengan luas panen 44.961 ha. Selain padi, bidang pertanian juga menghasilkan sayur-sayuran dan tanaman palawija. Kebanyakan hasil dari tanaman palawija dan sayuran dijual tidak hanya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah melainkan ke kabupaten sekitar bahkan sampai ke luar provinsi yaitu Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdapat 11 Balai Penyuluhan Pertanian yang berarti terdapat satu kantor BPP di setiap kecamatan. Dan terdapat 160 orang petugas penyuluh lapangan pertanian yang terdiri atas 97 orang laki-laki dan 86 orang perempuan. Perkebunan Di bidang perkebunan, terdapat lahan perkebunan seluas 2.020 ha. Kebanyakan penduduk mengusahakan perkebunan karet. Sejak dulu sampai sekarang Kabupaten Hulu Sungai Tengah terkenal dengan penghasil karet walaupun karet yang dihasilkan kebanyakan bukan karet jenis bibit unggul. Luas perkebunan karet 1.415 ha dengan produksi rata-rata 680 kg/ha. Terdapat satu buah perusahaan pengolahan karet yang berkapasitas cukup besar, yaitu PT Dharma Kalimantan yang terletak di Kecamatan Haruyan. Terdapat 19 komoditas perkebunan rakyat yang dicakup dalam Kabupaten Hulu Sungai Tengah (tahun 2008). Dari 19 komoditas tersebut tiga komoditas yang produktivitasnya terbanyak adalah jahe (6.280 kg/ha), sagu (3.456 kg/ha) dan kunyit (2.270 kg/ha). Sedangkan tiga komoditas yang produktivitasnya terkecil adalah kapulaga (125 kg/ha), kapuk (104 kg/ha) dan cengkih (45 kg/ha). Perikanan Perikanan yang terdapat dalam Kabupaten Hulu Sungai Tengah Dalam Angka 2008 mencakup 7 komoditas yang dilakukan penangkapan di perairan umum yaitu ikan gabus, tauman, sepat siam, betok, tambakan, sepat rawa dan ikan lainnya. Produksi komoditas perikanan yang terbanyak adalah sepat rawa (1.544 ton), sepat siam (1.241 ton) dan tambakan (1.070 ton). Walaupun produksi sepat rawa terbanyak namun harga produsennya sangat murah yaitu Rp. 5.000,- . Komoditas perikanan yang produksi tidak terlalu banyak namun harganya lebih mahal daripada yang lain yaitu ikan gabus seharga Rp. 20.000,- / kg. Produksi perikanan yang dilakukan melalui budidaya perikanan sebanyak 5 jenis yaitu ikan mas (90,73 ton), nila (208 ton), patin (62,69 ton), tauman (39,5 ton), dan bawal (3,29 ton). Peternakan Pada 2008 produksi ternak besar di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebanyak 13.284 ekor yang terdiri dari sapi (11.173 ekor), kerbau (2.096 ekor) dan kuda (15 ekor). Produksi sapi terbanyak terdapat di Kecamatan Labuan Amas Selatan sebanyak 1.857 ekor sedangkan ternak kerbau hanya ada di Kecamatan Labuan Amas Utara dan Batang Alai Timur. Dan produksi ternak kecil yang dihasilkan ada sebanyak 27.750 ekor yang terdiri dari kambing (23.882 ekor), domba (2.337 ekor) dan babi (1.531 ekor). Produksi kambing terbanyak terdapat di Kecamatan Barabai (4.391ekor). Serta terdapat sebanyak 2.989.185 ekor ternak unggas. Industri Pada 2008 di Kabupaten Hulu Sungai tengah terdapat 1.401 unit usaha industri dengan tenaga kerja sebanyak 3.949 orang. Kegiatan industri tersebut menghasilkan produksi senilai 131.659 juta rupiah yang berasal dari investasi senilai 25.575 juta rupiah. Pada tahun ini pula telah diterbitkan sebanyak 1.431 SIUP oleh Dinas Perindagkop Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Galian dan Tambang Bagian Pertambangan Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada 2008 telah mencatat produksi 5 komoditas pertambangan dan penggalian yaitu batu kali, batu gunung dan batu pecah (32.438,78 m), sirtu (26.398,01 m ), kerikil (62.406,69 m), tanah (19.613,45 m), dan marmer (949,03 3m). Walaupun marmer memiliki nilai produksi terendah namun harga produksinya jauh lebih tinggi dibandingkan yang lain yaitu senilai Rp.80.000,- / m3 Listrik PT. PLN (Persero) Cabang Barabai pada 2008 mencatat sebanyak 206.556 pelanggan daya dengan kenaikan 3,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan daya terpasang sebanyak 139.548.830 Kwh. Dari seluruh desa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah hanya sebanyak 91 persen yang teraliri listrik. Air Bersih Pada 2008 terdapat 8.719 pelanggan air minum di kabupaten Hulu Sungai Tengah, sebanyak 95,2 persen merupakan pelanggan non niaga. Dari produksi air minum sebanyak 2.640.816 m3 yang terjual hanya 73,3 persen saja dengan nilai penjualan sebesar Rp. 2.762.711.170,- . Pos Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdapat 1 buah kantor pos, 7 buah kantor pos pembantu dan 2 rumah pos. Hanya Kecamatan Hantakan, Batang Alai Timur dan Limpasu yang tidak memiliki baik kantor pos pembantu maupun rumah pos. Pada 2008 terjadi pengiriman paket pos sebanyak 215 buah dan penerimaan paket pos sebanyak 1.357 buah. Jasa Pada sektor jasa telah berkembang maju perhotelan dan perbengkelan. Kota Barabai dijuluki oleh masyarakat sebagai Kota Seribu Satu Bengkel. Banyak perusahaan yang menempatkan stok barangnya untuk wilayah ‘'Banua Anam'’ (Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Tapin) di Barabai ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Setiap tahun jasa penginapan dan persewaan selalu mengalami kenaikan. Sampai di 2008 terdapat 11 buah hotel/penginapan atau 26.784 buah kamar dan 4 buah jasa persewaan lainnya. Perdagangan Berdasarkan catatan Sub Dulog Wilayah I Barabai pada 2008 terdapat sebanyak 108.000 ton beras ex move pengadaan dan 3.694.506 ton beras move in regional ex DN dengan total 3.802.506 ton beras. Pada tahun tersebut terdapat penyaluran beras sebanyak 1.606.163 ton. Dinas Peridagkop Kabupaten Hulu Sungai Tengah mencatat realisasi ekspor non migas (karet sir) Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebanyak 21.231,28 ton senilai 369.277,31 juta rupiah. Seluruh kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah memilki 24 hari pasar. Pasar-pasar tersebut tidak dilakasanakan setiap hari namun hanya pada hari-hari tertentu saja. Hari pasar terbanyak terdapat di Kecamatan Labuan Amas Utara dan Batang Alai Utara yaitu sebanyak 4 hari pasar. Sosial Budaya Kondisi demografi, pendidikan, kesehatan, kehidupan beragama, dan sosial budaya merupakan indikator penting perkembangan sosial budaya. Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Beberapa indikator pendidikan menunjukan hal-hal sebagai berikut: Upaya penuntasan penduduk buta huruf pada 2008 target sasaran sebanyak 1.080 orang sedangkan pada 2007 sebanyak 1.540 orang. Sehingga pada tahun 2008 akan tuntas dengan target sebanyak 1.212 orang. Angka putus sekolah untuk tingkat SD dan MI sebanyak 92 orang, SMP dan MTs sebanyak 269 orang, SMA dan MA sebanyak 217 orang. Angka Partisipasi Kasar (APK) murid ditingkat SD pada 2008 adalah 112,7 %, sedangkan pada 2009 sebesar 115 %. Ini berarti terjadi kenaikan 2,3 %. APK SLTP pada 2008 sebesar 95 %, sedangkan pada 2009 sebesar 97 %, dan APK SLTA pada 2008 sebesar 89 %, sedangkan pada 2009 sebesar 91%. Angka Partisipasi Murni (APM) murid SD pada 2008 sebesar 97,8%, sedangkan pada 2009 sebesar 99,8%; APM SLTP pada 2008 sebesar 77 % dan pada 2009 sebesar 80%; sedangkan APM SLTA pada 2008 sebesar 75%, dan pada 2009 sebanyak 77%. Dinas KB dan Kessos mencatat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah ada sebanyak 11 panti asuhan dengan 401 anak asuh. Dan terdapat 228 karang taruna dengan 11.132 anggota. Selain itu Pengadilan Agama juga mencatat ada sebanyak 269 perkara pada 2008 dan yang sudah diselesaikan sebayak 218 perkara. Menurut catatan Kepolisian Resort terdapat 3.451 pelanggaran lalu lintas dengan 35 kecelakaan lalu lintas. Selain itu juga terjadi 299 tindak kriminalitas. Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah mempunyai lembaga pendidikan SD/MI sebanyak 307 buah, SMP/MTs sebanyak 47 buah, SMA sebanyak 8 buah, dan SMK sebanyak 4 buah. Dari 4 buah SMK yang ada telah dibuka berbagai jurusan antara lain Akuntansi, Adminsitasi Perkantoran, Penjualan, Teknologi Informatika, Teknik Pemesinan dan Mekanik Otomotif. Juga terdapat lembaga Pendidikan Tinggi sebanyak 1 buah, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Washliyah Barabai, . Kesehatan Fasilitas kesehatan yang ada sebanyak 1 rumah sakit, 19 puskesmas, 45 puskesmas pembantu dan 19 apotek. Untuk melayani kegiatan kesehatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdapat 108 orang perawat, 153 orang bidan, 27 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi dan 4 orang apotiker serta 21 orang asisten apoteker. Tiga besar penyakit yang banyak diderita penduduk dan yang berobat di RSUD H. Damanhuri adalah Hipertensi sebanyak 1.157 penderita, TB Paru sebanyak 454 penderita dan Bronkitis sebanyak 406 penderita. Dinas Duknaker dan KB mencatat ada sebanyak 23 klinik KB dengan 234 petugas KB. Dengan jumlah Pasangan Usia Subur sebanyak 45.904 orang, akseptor KB yang tercatat pada 2008 ada sebanyak 35.322 orang, diantaranya 7.553 orang akseptor KB baru. Alat/cara KB yang paling banyak digunakan adalah Pil yaitu sebanyak 24.835 akseptor. Hasil pendataan keluarga menunjukkan Keluarga Pra Sejahtera mencapai 4.861 keluarga, KS I sebanyak 21.167 keluarga, KS II sebanyak 27.337 keluarga, KS III sebanyak 14.552 keluarga KS III Plus sebanyak 230 keluarga. Demografi Kabupaten Hulu Sungai tengah terdiri dari 11 kecamatan, 161 desa dan 8 kelurahan. Jumlah rumah tangga yang tercatat pada akhir 2008 mencapai 65.904 RT, dengan jumlah penduduk 237.080 orang yang terdiri dari 114.891 orang laki-laki dan 122.189 orang perempuan, dengan sex ratio 94. Jumlah penduduk terbanyak berada di kecamatan Barabai (49.278 orang) dengan kepadatan 903 orang/Km², sebaliknya jumlah penduduk yang terkecil berada di kecamatan Batang Alai Timur (6710 orang) dengan kepadatan 27 orang/Km². Sex Ratio hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah bernilai di bawah 100, kecuali Kecamatan Batang Alai Timur dan Limpasu yang bernilai 102 dan 100. Hal ini berarti di Kecamatan Batang Alai Timur pada 2008 untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 102 penduduk laki-laki. Namun secara keseluruhan sex ratio di Kabupaten Hulu Sungai Tengah bernilai 94 yang berari setiap 100 penduduk perempuan terdapat 94 penduduk laki-laki. Untuk umur harapan hidup (AHH) penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah 62,2 tahun dan Angka Keluhan Kesehatan (AKK) 18,7%. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja, tercatat 4.055 orang pencari kerja, dengan tingkat pendidikan terbanyak SLTA. Dari jumlah tersebut sebanyak 879 orang diantaranya telah ditempatkan. Pada 2008 Disduknaker mengadakan pelatihan keterampilan dengan peserta sebanyak 100 orang, serta adanya pelatihan keterampilan yang diadakan swasta yang diikuti sebanyak 1.267 orang. Angkatan Kerja Penetapan tingkat upah/gaji ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Rata-rata KHM pekerja yang ditetapkan pada 2008 adalah Rp. 725.578,- per bulan. Agama Data Departemen agama menyatakan bahwa terdapat 228.730 penduduk pemeluk agama Islam, 525 pemeluk agama Kristen Protestan, 75 penduduk pemeluk agama Kristen Katolik, 1.314 penduduk pemeluk agama Hindu dan 3.618 penduduk pemeluk agama lainnya. Dalam menjalankan kewajibannya untuk beribadah tersedia 254 masjid,731 musala/langgar, 4 gereja dan 1 pura. Kantor Departemen Agama mencatat ada sebanyak 2.597 pernikahan selama 2008. Selain itu jemaah haji yang berangkat ke tanah suci ada sebanyak 207 orang. Suku Bangsa Suku asli daerah ini adalah suku Banjar yang terdapat di seluruh kecamatan dan suku Dayak Bukit yang bermukim di kecamatan Batu Benawa. Suku bangsa lainnya di kabupaten ini adalah: Suku Banjar: 213.729 jiwa Suku Jawa: 3.395 jiwa Suku Bugis: 169 jiwa Suku Madura: 72 jiwa Suku Buket: 3.368 jiwa Suku Mandar: 7 jiwa Suku Bakumpai: 23 jiwa Suku Sunda: 217 jiwa Suku lainnya: 7.406 jiwa Transportasi Letak Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang strategis pada jalur lalu lintas antar kabupaten dalam provinsi maupun antar provinsi menyebabkan sektor perdagangan, transportasi dan jasa berkembang cukup maju. Mengingat potensi tersebut Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah membangun pasar dan plaza sebagai pusat perbelanjaan di kota Barabai. Masyarakat kabupaten sekitar seperti Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Balangan, dan Kabupaten Tabalong serta dari Kabupaten Pasir (Kalimantan Timur) banyak yang berbelanja di kota Barabai. Kondisi jalan di seluruh kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada 2008 sebesar 51,19 persen dalam kondisi baik, 18,34 persen dalam kondisi rusak dan sisanya dalam kondisi sedang. Menurut jenis permukaan jalan, sebesar 72,84 persen berupa aspal, 7,66 persen berupa kerikil, 12,22 persen berupa tanah dan 7,28 persen sisanya tidak dirinci. Menurut kelas jalan, sebesar 72,84 persen kelas IIIB, 7,66 persen kelas IIIC dan 19,50 persen sisanya tidak dirinci. Menurut Satuan Lantas Polres Hulu Sungai Tengah pada 2008 tercatat sebanyak 358 mobil penumpang, 291 mobil beban dan 6.797 sepeda motor. Pada 2008 kendaraan angkutan pedesaan yang memiliki izin trayek ada sebanyak 125 buah. Pariwisata Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdapat tiga tempat rekreasi yaitu Lok Laga Ria, Pagat Batu Benawa dan Wisata air panas Hantakan dengan jumlah pengunjung masing-masing sebanyak 9.880 orang, 27.295 orang dan 10.184 orang. Telekomunikasi Pada 2008 menurut catatan PT. TELKOM Cabang Barabai terdapat sebanyak 3.380 pelanggan SST dan 456 pelanggan SSF. Pada tahun tersebut pendapatan yang diterima sebesar Rp. 5.161.829.639,-. Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemkab HST Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Tengah
4193
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Hulu%20Sungai%20Utara
Kabupaten Hulu Sungai Utara
Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. ibu kota Hulu Sungai Utara berada di kecamatan Amuntai. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 915,05 km² atau 2,38% dari luas provinsi Kalimantan Selatan dan berpenduduk sebanyak 232.226 jiwa (2022). Secara umum, kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat 2' sampai 3' Lintang Selatan dan 115' sampai 116' Bujur Timur. Sejarah Masa Kerajaan Hindu Menurut sejarah lokal, daerah ini dikenal sebagai pusat kerajaan Negara Dipa yang terletak di Candi Agung yang merupakan perpindahan dari ibu kota kerajaan sebelumnya yang terletak di hilir, yaitu di Candi Laras, (kabupaten Tapin). Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Amuntai sejak pertama kali terbentuk pada tanggal 1 Mei 1952. Sejalan dengan perkembangan wilayah dan sistem pemerintahan yang berawal dari Undang-undang No. 22 Tahun 1948, maka pada tanggal 14 Januari 1953, nama Kabupaten Amuntai diubah menjadi “Kabupaten Hulu Sungai Utara” hingga sekarang. Pembentukan Kabupaten Status Kesultanan Banjar setelah dihapuskan masuk ke dalam Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo. Wilayah dibagi dalam 4 afdeeling, salah satunya adalah afdeeling Amoentai yang terbagi dalam beberapa Distrik, yaitu Distrik Amoentai, Batang Allai, Laboean-Amas, Balangan, Amandit, Negara dan Kloewa. Dalam perkembangannya Afdeeling Amoentai kemudian dimekarkan menjadi Afdeeling Amuntai dan Afdeeling Kandangan. Afdeeling Amoentai dengan ibu kota Amoentai, terdiri atas: Onderafdeeling Amoentai, terdiri atas: Distrik Amuntai Distrik Tabalong Distrik Kelua Onderafdeeling Alabioe en Balangan, terdiri atas: Distrik Alabio Distrik Balangan Proses pengembangan wilayah dan sistem pemerintahan yang berorientasi kepada peraturan perundang- undangan, tidak berhenti sampai para tokoh masyarakat baik yang sudah duduk dalam DPRD Kabupaten Hulu Sungai (sebelum pengembangannya menjadi 2 kabupaten), maupun yang berada di luarnya, telah menyadari bahwa dalam keadaan demikian, sangat penting memiliki otonomi daerah sendiri. Inilah awal pemikiran yang mengilhami para tokoh Hulu Sungai Utara untuk melangkah kepada tuntutan berdirinya otonomi daerah, lepas dari Kabupaten Hulu Sungai yang beribu kota di Kandangan. Maka lahirlah di Amuntai PETIR (Penyatuan Tindakan Rakyat), yaitu suatu wadah perjuangan untuk mewujudkan cita- cita dan aspirasi masyarakat tersebut. Presidium "PETIR" terbentuk dengan pimpinan yang terdiri dari Haji Morhan, Abdulhamidhan, H. Saberan Effendi, H. Abdul Muthalib M. dan Gusti Anwar (semuanya kini telah almarhum). Sedang pimpinan hariannya, selain H. Morhan, adalah Tarzan Noor dan M. Juhrani Sidik. "PETIR" menganggap bahwa daerah ini mempunyai potensi politik, sosial ekonomi, budaya, territorial/pertahanan, baik dari segi letak geografi / geologisnya, maupun keluasan wilayah dan pertumbuhan penduduknya, benar- benar potensial dan wajar untuk melangkah kakinya kedepan. Tak heran, seluruh lapisan masyarakat Hulu Sungai Utara, baik Ulama, Pemuda, partai politik, maupun organisasi kemasyarakatan lainnya, di dalam dan di luar daerah menyatakan dukungan yang hangat sekali. Tak terkecuali pula media cettak harian “Kalimantan Berjuang” Banjarmasin senantiasa memberikan opini yang sensitif terhadap aspirasi tersebut. Karenanya, tercatat bahwa Hulu Sungai Utara yang lebih awal memperjuangkan status kabupaten yang memiliki otonomi sendiri, dibanding dengan daerah-daerah setingkat lainnya se-Banua Lima. Puncak kegiatan "PETIR" saat itu adalah diselenggarakannya rapat umum terbuka dihalaman pasar Amuntai yang dipadati oleh ribuan orang. Rapat Akbar tersebut melahirkan sebuah Mosi atau tuntutan rakyat yang menghendaki agar belahan utara dari wilayah Hulu Sungai ini menjadi kabupaten daerah otonom yang berdiri sendiri. Beberapa hari kemudian "PETIR" mengadakan rapat plenonya di ruangan Sekolah Rakyat IV Amuntai (sekarang berdirinya Kantor Bupati Hulu Sungai Utara) untuk membahas mosi tersebut dan langkah- langkah selanjutnya. Sidang DPRDS Kabupaten Hulu Sungai di Kandangan yang membahas mosi/tuntutan "PETIR" tersebut, cukup berjalan mulus, karena 16 anggotanya (dari 20 anggota) berasal dari Hulu Sungai Utara yang mendukung dan menyetujui tuntutan tersebut. Dengan persetujuan DPRDS di atas, makin meluangkan jalan bagi "PETIR", tak saja ke Pemerintahan Daerah Tingkat I Kalimantan tetapi juga ke Pemerintah Pusat di Jakarta. Sementara itu, untuk menghadap Gubernur Kalimantan (Dr. Murjani) dipercayakan kepada deputasi Gusti Anwar dan Ahmad Syahman. Perutusan "PETIR" yang berangkat ke Jakarta adalah Haji Morhan dan H. Saberan Effendi. Di ibu kota dia- dia ini bergabung dengan Idham Khalid (tokoh Kalimantan Selatan) yang berdomisili disana dan mereka bersama-sama menghadap Menteri Dalam Negeri, Mr. Iskak Cokrohadisuryo. Sambutan dari para pejabat tersebut, baik yang di Banjarmasin maupun yang di Jakarta cukup baik dan memberikan angin segar bagi deputasi "PETIR". Dan kesegaran tersebut semakin terasa ketika beberapa waktu kemudian, tibanya surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Pem. 20-7-47 tertanggal 16 November 1951 yang isinya menetapkan: Daerah Kabupaten Amuntai dengan ibu kota Amuntai sebagai Bupati Kepala Daerahnya, bapak H. Muhammad Said. Daerah Kabupaten Kandangan dengan ibu kotanya Kandangan sebagai Bupati Kepala Daerahnya, bapak Syarkawi. Tindak lanjut keputusan tersebut oleh Gubernur Kepala Daerah Kalimantan yang mengeluarkan surat keputusannya Nomor Des. 310-2-3 tanggal 9 April 1952, atas dasar Surat Keputusan Mendagri No. Des. 1/1/14 Rahasia yang sementara waktu menetapkan jumlah: Anggota DPRDS untuk Kabupaten Kandangan 20 orang dan DPDS 5 orang Anggota DPRDS untuk Kabupaten Amuntai 16 orang dan DPDS 4 orang Atas hasil pemilihan, maka pimpinan DPRDS Kabupaten Amuntai pada awal berdirinya, adalah Haji Anang Busyra sebagai Ketua dan Ahmad Samidie sebagai wakil ketua. Dari sinilah sekaligus diadakan persiapan perletakan karangka pembenahan pengaturan personal aparat, fisik, material kewilayahan dan lain- lainnya, sebagai upaya untuk menata rumah tangga pemerintah daerah Kabupaten ini yang telah diberi hak otonominya. Hari yang dinanti-nantikan itu akhirnya tibalah ketika pada hari Kamis, pukul 10.00, tanggal 1 Mei 1952, ketika Residen Koordinator Kalimantan Selatan, Zainal Abidin gelar Sutan Komala Pontas yang mewakili Gubernur Kepala Daerah Kalimantan, mengucapkan kata pelantikan terhadap para anggota DPRDS Kabupaten Amuntai yang berjumlah 16 orang. Hal ini menandai berdirinya kabupaten Amuntai secara resmi, pada tanggal 1 Mei 1952. Sejalan dengan perkembangan wilayah dan sistem pemerintahan yang berawal dari Undang-undang No. 22 Tahun 1948,maka pada tanggal 14 Januari 1953, nama Kabupaten Amuntai diubah menjadi Kabupaten Hulu Sungai Utara. Meskipun pada kurun waktu 12 tahun kemudian, wilayah kewedanaan Tabalong memisahkan diri menjadi Kabupaten Tabalong pada 1 Desember 1965, nama Kabupaten Hulu Sungai Utara tetap berlaku hingga sekarang. Geografi Iklim dan Curah Hujan Ditinjau secara geografis, Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat antara 2º sampai 3º lintang selatan dan 115º sampai 116º bujur timur. Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak di daerah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 m sampai dengan 7 m di atas permukaan air laut dan dengan kemiringan berkisar antara 0 persen sampai dengan 2 persen. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Jumlah curah hujan terbanyak pada tahun 2005 terjadi pada bulan Februari yang mencapai 359 mm dan pada bulan April yang mencapai 351 mm dengan jumlah hari hujan masing-masing 14 dan 19. Data penggunaan tanah pada tahun 2005 di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu: Kampung seluas 4.283 ha Sawah seluas 23.853 ha Kebun campuran 1.859 ha Hutan rawa 29.711 ha Rumput rawa 22.768 ha Danau seluas 1.800 ha Penggunaan lainnya seluas 1.224 ha Luas Wilayah Luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah ± 892,7 km² atau hanya ± 2,38 persen dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan luas wilayah sebesar 892,7 km² ini, sebagian besar terdiri atas dataran rendah yang digenangi oleh lahan rawa baik yang tergenang secara monoton maupun yang tergenang secara periodik. Kurang lebih 570 km² adalah merupakan lahan rawa dan sebagian besar belum termanfaatkan secara optimal. Batas Wilayah Batas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah sebagai berikut: Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Utara terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan setelah terbentuknya Kabupaten Balangan dengan jumlah desa/kelurahan yang tersebar sebanyak 219 desa/kelurahan. Selain itu, desa/kelurahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, antara lain Desa Swadaya sebanyak 3 (di Kecamatan Banjang), Desa Swakarya ada 1 (di Kecamatan Banjang) dan Desa Swasembada sebanyak 215 desa. Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara berdasarkan hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010 adalah 209.037 jiwa tersebar di 219 kelurahan/desa. Kabupaten dengan luas wilayah 892,7 km² ini memiliki kepadatan penduduk (population density) 220 jiwa per km² dan rata-rata setiap keluarga terdiri dari 4 orang. Laju pertumbuhan penduduk Hulu Sungai Utara antara tahun 2000–2010 sebesar 0,61% dan merupakan urutan terendah untuk kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Flora dan Fauna Di kabupaten ini terkenal dengan fauna khasnya, yaitu Itik Mamar atau itik Alabio dan kerbau rawa (Latin: Bubalus bubalis) di kecamatan Danau Panggang dan kecamatan Paminggir. Referensi Pranala luar Situs web resmi Hulu Sungai Utara Hulu Sungai Utara
4194
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kotabaru
Kabupaten Kotabaru
Kabupaten Kotabaru adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini berada di Kotabaru yang terletak di Pulau Laut, pulau yang terpisah dari pulau Kalimantan. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten pertama dalam provinsi Kalimantan dahulu. Dan pada masa Hindia Belanda merupakan Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dengan ibu kota, Kota Baru. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 9.442,46 km² dan berpenduduk sebanyak 290.142 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010) dengan nelayan laut sebanyak 15.961 jiwa. Pada tahun 2022, penduduk kabupaten Kotabaru berjumlah 334.158 jiwa. Motto daerah ini adalah "Sa-ijaan" (bahasa Banjar) yang memiliki arti: Semufakat, satu hati dan se-iya sekata. Geografi Letak Kotabaru pada 01°21'49" sampai dengan 04°10'14" Lintang Selatan dan 114°19'13" sampai dengan 116°33'28" Bujur Timur. Letak Kotabaru di sebelah timur laut provinsi Kalimantan Selatan: Batas Wilayah Batas wilayah kabupaten Kotabaru antara lain; Kepulauan Kabupaten Kotabaru memiliki sekitar 110 pulau kecil, 31 di antaranya belum bernama. Kecamatan Kelumpang Tengah memiliki 21 pulau kecil, Kecamatan Pulau Sebuku memiliki 10 pulau kecil, Kecamatan Pulau Laut Selatan memiliki 23 pulau kecil dan lain-lain. Pulau-pulau di Kotabaru di antaranya adalah: Kepulauan Laut Kecil Kepulauan Samber Gelap Pulau Laut Pulau Sebuku Pulau Kerayaan Pulau Anak Kerayaan Pulau Kerisian Pulau Kerumputan Pulau Serudung Pulau Birah-birahan Pulau Semut (Kalimantan Selatan) Pulau Kelambau di desa Labuan Barat, Pulau Sembilan, Kotabaru Pulau Manti Pulau Manti Kecil Pulau Keluang Pulau Perdamaian Besar Pulau Perdamaian Kecil Pulau Aur Pulau Samber Gelap Pulau Nangka Besar Pulau Nangka Kecil Pulau Tabuan Pulau Tanah Merah Pulau Tampakan Pulau Suwangi Pulau Anak Suwangi Pulau Pentuan Pulau Kunyit Pulau Sembilan, Kotabaru Pulau Denawang Pulau Marabatua Pulau Payongpayongan Maradapan Matasirih Pemalikan Labuan Barat, Kalambau Pulau Sarang Pulau Batu Barat Pulau Barat Pulau Batu Utara Pulau Tokong Pulau Lari Larian, berjarak 60 mil dari pulau Sebuku dan 80 mil dari Sulawesi Barat, karena itu pulau ini sempat diklaim Sulawesi Barat. Tanjung yang terdapat di Kotabaru: Tanjung Ayun Tanjung Langadei Tanjung Berlayar Tanjung Batu Tanjung Dewa Tanjung Pamukan Tanjung Lolak Tanjung Pengujan Tanjung Kandang Haur Tanjung Urang Tanjung Kemuning Tanjung Pemancingan Tanjung Kurang Tanjung Alangalang Tanjung Kapal Pecah Tanjung Seloka Tanjung Layar Tanjung Kalidupan Tanjung Karambu Tanjung Semisir Tanjung Kiwi Tanjung Kunangkunang Tanjung Serdang Sejarah Menurut Hikayat Banjar pada abad ke-17, daerah-daerah di tenggara Kalimantan yang takluk kepada kerajaan Banjar di antaranya Pamukan dan Laut Pulau. Pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (Marhum Panembahan), ia menyuruh Kiai Martasura ke Makassar/Gowa untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Bakle Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud yaitu Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa ke-XV [1638-1654], di mana Karaeng Pattingalloang telah memohon izin untuk meminjam kawasan Pasir (termasuk Kabupaten Kotabaru) kepada Marhum Panembahan sebagai tempat berdagang dan ia telah bersumpah apabila anak cucunya hendak menganiaya negeri Banjar maka akan dibinasakan Allah. Maka diberikanlah daerah-daerah yang ada di sepanjang kawasan tenggara dan timur pulau Kalimantan sebagai tempatnya berdagang. Peristiwa pada abad ke-17 ini menunjukkan pengakuan Makassar (Gowa-Tallo) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah di sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar lebih terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kawasan timur Nusantara. Kerajaaan Pamukan yang terletak di sungai Cengal merupakan pemukiman pertama di daerah ini yang didiami suku Dayak Samihim/Dusun Maanyan yang dihancurkan oleh serangan dari laut. Suku Dayak kemudian meminta Sultan Banjar untuk mengirim seorang Pangeran yang akan memimpin mereka di wilayah bekas kerajaan Pamukan. Pangeran Dipati Tuha bin Sultan Saidullah kemudian diutus ke daerah ini dan ia menetap di sungai Bumbu (anak sungai Sampanahan). Kerajaan ini kemudian dikenal sebagai kerajaan Tanah Bumbu yang wilayahnya meliputi Cengal, Sampanahan, Manunggul, Bangkalaan, Cantung, Buntar Laut, dan Batulicin. Mr. J. C. M. Radermacher dalam ekspedisi tahun 1780 melaporkan seorang Pangeran yang berkuasa di Sampanahan. Pangeran ini diidentifikasi sebagai Pangeran Prabu/Sultan Sepuh bin Daeng Malewa/Pangeran Dipati yang menguasai daerah Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal. Raja Tanah Bumbu Pangeran Dipati Tuha (1660-1700) - anak atau ipar Sultan Saidullah Raja Banjar. Pangeran Mangu bin Pangeran Dipati Tuha (1700-1740) - saudara Pangeran Tjitra Sultan Kelua Ratu Mas binti Pangeran Mangu (1740-1780) Kerajaan Tanah Bumbu berakhir karena wilayahnya dibagi menjadi wilayah kerajaan kecil sejak 1780 setelah mangkatnya Ratu Mas. Ratu Intan I anak Ratu Mas mewarisi daerah Cantung dan Batulicin, Pangeran Prabu mewarisi Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal, sedangkan Pangeran Layah mewarisi daerah Boentar Laut (Kelumpang Selatan). Raja Bangkalaan Pangeran Prabu/Sultan Sepuh-anak tiri Ratu Mas (1780-1800), Raja Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal. Pangeran Nata bin Pangeran Prabu (1800-1820), Raja Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul. Pangeran Seria bergelar Ratu Agung bin Pangeran Prabu (1800-?) Raja Cengal Gusti Ali bergelar Pangeran Mangku bin Pangeran Prabu (1800-?) Raja Sampanahan Raja Gusti Besar binti Pangeran Prabu (1820-1830), Raja Cantung, Batulicin, Bangkalaan, Manunggul, Sampanahan, Cengal. Ratu Intan 1 menunjuk Gusti Moeso mengepalai daerah Cantung (Sub-Raja) dan menunjuk Gusti Kamir mengepalai daerah Bangkalaan (Sub-Raja). Pangeran Haji Muhammad mengepalai Sela Selilau (Batulicin) Gusti Kamir bergelar Pangeran Muda bin Pangeran Prabu (ditunjuk oleh Ratu Intan 1 sebagai Sub-Raja Bangkalaan 1830-1838) Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad (Raja Bangkalaan 1838-1840), merangkap Raja Batulicin (1832-1840), kemudian keturunannya: Pangeran Jaya Sumitra bin Pangeran Musa (Raja Pulau Laut) Pangeran Panji (Raja Batulicin) Pangeran Muhammad Nafis (Raja Kusan dan Batulicin) Pangeran Abdul Kadir Kasuma bin Pangeran Musa (Raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut, belakangan tahun 1861 daerah Kusan diserahkan kepada Raja Pagatan La Paliweng Arung Abdul Rahim) Pangeran Berangta Kasuma bin Pangeran Abdul Kadir Kasuma (Raja Pulau Laut), menikah dengan Putri Intan Jumantan binti Pangeran Kasuma Indra bin Pangeran Kassir) Pangeran Amir Husin Kasuma bin Pangeran Berangta Kasuma (Raja Pulau Laut) Pangeran Aminullah Kasuma bin Pangeran Amir Husin Kasuma(Raja Pulau Laut) Pangeran Abdurrahman Kasuma bin Pangeran Berangta Kasuma (Penjabat Raja Pulau Laut) Raja Aji Jawa, putera Raja Gusti Besar, menjadi Raja Bangkalaan (1840-1841). Ia sebagai raja untuk 6 daerah sekaligus yaitu sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul, Sampanahan, Cengal, Cantung, Buntar Laut. Belakangan Sampanahan diberikan kepada pamannya Gusti Ali bin Pangeran Prabu yang bergelar Pangeran Mangku Bumi. Aji Tukul/Ratu Agung/Ratu Intan II binti Aji Jawi (1845), Raja Bangkalaan, Manunggul, dan Cengal. Sedangkan Raja Aji Mandura bin Aji Jawi sebagai Raja Cantung dan Buntar Laut. Pangeran Panji bin Pangeran Haji Musa yang menikah dengan Aji Landasan binti Aji Jawi mendapatkan daerah Batulicin. Aji Pati/Pangeran Agung, suami Aji Tukul (1845-1846), Raja Bangkalaan, Manunggul, Cengal Aji Samarang/Pangeran Muda Muhammad Arifillah bin Aji Pati (1846-1883), Raja Bangkalaan, Manunggul, dan Cengal. Aji Mas Rawan/Raja Arga Kasuma bin Aji Samarang (1883-1905), Raja Bangkalaan, Manunggul, Cengal Pada tahun 1844, distrik-distrik dalam onderafdeeling van Tanah Boemboe yaitu Pagatan, Kusan, Batulicin, Cantung dengan Buntar Laut, Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal. Pada waktu itu distrik Pulau Laut belum dibentuk. Tahun 1845, Pulau Laut dan Batulicin berada di bawah pemerintah Kusan. Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan berada di Teluk Kelumpang, sedangkan Sampanahan, Manunggul dan Cengal berada di Teluk Pamukan atau Cengal. Wilayah kabupaten Kotabaru hari ini merupakan gabungan wilayah bekas distrik (swapraja) pada masa kolonial Hindia Belanda, yaitu Poelau Laoet, Sampanahan, Tjangtoeng, Bangkalaan, Tjingal dan Manoenggoel. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati yang menjabat saat ini di kabupaten Kotabaru ialah Sayed Jafar Al-Idrus, didampingi wakil bupati, Andi Rudi Latif. Sayed dan Andi adalah pemenang pada pemilihan umum bupati Kotabaru 2020. Mereka kemudian dilantik oleh penjabat gubernur Kalimantan Selatan, Safrizal ZA, di gedung Mahligai Pancasila Kota Banjarmasin pada 26 April 2021. Mereka akan memimpin Kotabaru untuk periode 2021-2024. Dewan Perwakilan Kecamatan Lambang Daerah Arti Lambang Daerah Kabupaten Kotabaru adalah sebagai berikut: Lambang daerah berbentuk perisai segi lima, melambangkan ketuhanan dan pertahanan rakyat. Lima buah sudut pada perisai, melambangkan kelima sila dari Pancasila. Sisi atas berbentuk busur, gambaran dinamika dan stamina rakyat. Sisi samping berbentuk tegak lurus, menggambarkan sifat gotong royong, kejujuran dan keadilan. Sisi bawah perisai berbentuk lancip, menggambarkan suatu tujuan untuk membina masyarakat adil dan makmur. Garis tebal berwarna kuning emas pada sisi dalam sekeliling perisai, melambangkan persatuan rakyat. Dasar perisai berwarna merah, menggambarkan sifat keberanian. Garis kuning tebal yang membagi dua lukisan bagian atas dan bawah, menggambarkan bidang agraris pertanian (padi). Ikan todak, menggambarkan hasil tradisianal dari sektor perikanan kelautan. Lautan dengan garis gelombang, menggambarkan panorama alam dan gelora semangat rakyat. Demografi Suku Bangsa Suku bangsa yang mendiami daerah ini antara lain: Suku Banjar Suku Bugis Suku Makassar Suku Mandar Suku Bajau Suku Dayak Bukit Suku Dayak Samihim Suku Jawa Suku Tionghoa-Indonesia Kultur masyarakat di sini cukup beragam, sebagai dampak pembauran suku-suku di sini. Seni Budaya Lagu Daerah Lagu daerah dari kabupaten Kotabaru adalah: Paris Barantai, Kotabaru Gunungnya Bamega Upacara Adat Upacara adat di Kabupaten Kotabaru antara lain: Pawanangan, upacara suku Dayak Dusun di Sungai Durian, Kotabaru Papande Wanua/Papande Sasi, upacara suku Mandar di pulau Kerayaan Leut, upacara suku Bajau di Pulau Laut Utara, Kotabaru Referensi Pranala luar Situs resmi Bappeda Kotabaru - Sejarah Kabupaten Kotabaru Kotabaru Kotabaru
4195
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tabalong
Kabupaten Tabalong
{{Dati2 |settlement_type = Kabupaten |nama = Kabupaten Tabalong |translit_lang1_type = Jawi Banjar |translit_lang1_info = تابلوڠ |foto = Monumen Tanjung Puri.jpg |caption = Monumen Tanjung Puri |provinsi = Kalimantan Selatan |ibukota = Tanjung |motto = Saraba kawa{{efn|Tiga komponen dari motto daerah ini adalah kawa ba'ucap, kawa manggawi, dan kawa manyandang}} |lambang = Lambang_Kabupaten_Tabalong.jpeg |peta = Lokasi Kalimantan Selatan Kabupaten Tabalong.svg |koordinat = |pushpin_map = Indonesia# |pushpin_label = Tabalong |pushpin_label_position = right |dasar hukum = UU No. 8 Tahun 1965 |tanggal = 1 Desember 1965 |kepala daerah = Bupati |nama kepala daerah = H. Anang Syakhfiani |wakil kepala daerah = Wakil Bupati |nama wakil kepala daerah = H. Mawardi |sekretaris daerah = Hamidah Munawarah |luas = 3767 |luasref = |penduduk = 260555 |penduduktahun = 30 Juni 2023 |pendudukref = |kepadatan = |agama = Islam 95,83% Kristen 3,71%- Protestan 2,80%- Katolik 0,91% Hindu 0,45% Buddha 0,01% |IPM = 73,13 (2022) |kecamatan = 12 |kelurahan = 10 |desa = 121 |kodearea = 0526 |nomor_polisi = DA xxxx H**/U* |apbd = |dau = Rp 524.923.823.000,- (2020) |dauref = |semboyan = Bersinar |web = |catatankaki = }} Tabalong adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Tanjung. Kabupaten Tabalong memiliki luas wilayah 3.767,00  km², berpenduduk sebanyak 218.954 jiwa hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Dan pada pertengahan tahun 2023, penduduk kabupaten Tabalong sebanyak 260.555 jiwa. Motto kabupaten ini ialah dalam bahasa Banjar yang berarti "serba sanggup". Tabalong berbatasan dengan kawasan Barito di provinsi Kalimantan Tengah, dan kabupaten Paser di provinsi Kalimantan Timur. Sejarah Sejarah menurut Waktu 8000 SM, manusia ras Austrolomelanesia mendiami gua-gua di pegunungan Meratus. Fosilnya ditemukan di Gua Babi di Gunung Batu Buli, Desa Randu, Muara Uya, Tabalong. 520, berdirinya Kerajaan Tanjungpuri di Tanjung, Tabalong. 1200, orang Tabalong yang berbahasa Melayu Bukit dan bahasa Maanyan mendiami wilayah Tabalong, salah satu daerah yang ditaklukan oleh pasukan yang dipimpin Aria Megatsari, seorang Menteri Penganan/Bentara Kanan atas perintah Maharaja di Candi (Ampu Jatmika) dari Kerajaan Negara Dipa yang berkedudukan di Candi Agung, Amuntai. 1362, Kerajaan Nan Sarunai, kerajaan Suku Dayak Maanyan mendapat serangan dari Majapahit. 1363, wilayah Barito, Tabalong dan Sawuku menjadi daerah taklukan Kerajaan Majapahit. Pangeran Suryanata dari Majapahit berhasil menjadi raja Negara Dipa. 1400, wilayah Tabalong termasuk dalam wilayah Kerajaan Negara Daha, penerus dinasti Negara Dipa. 1526, wilayah Tabalong bagian dari Banua Lima, sebuah provinsi dari Kesultanan Banjar. 17 Agustus 1860, Pangeran Antasari mendirikan Benteng Tabalong. 1899, Residen C.A. Kroesen memimpin Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo. 1900, Onderafdeeling Tabalong dan Kelua dipimpin Controleur Klas I C.H. Hall, Kepala Distrik Tabalong adalah Kiai Mohammad Seman dan Kepala Distrik Kelua adalah Kiai Tjakra Widana. 1938, Wester afdeeling van Borneo, Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo'' menjadi sebuah provinsi di Hindia Belanda. 1927, pemberontakan Gusti Barmawi terhadap soal rodi (erakan) 1937, pemberontakan Hariang, Banua Lawas, Tabalong menyebabkan tewasnya kepala distrik, yaitu Kiai Masdulhak. 6 Februari 1942, Jepang menduduki kota Tanjung, Tabalong. 3 Juni 1949, pertempuran Serangan Umum Kota Tanjung, Tabalong. 7 Desember 1956, Tabalong termasuk dalam Kabupaten Hulu Sungai Utara bagian dari Provinsi Kalimantan Selatan. Sejarah Pembentukan Kabupaten Pada tanggal 15 Maret 1958, atas permufakatan orang-orang terkemuka di Tanjung yang diprakarsai oleh Baharuddin Akhmid yang waktu itu menjabat Asisten Wedana di Kecamatan Tabalong Selatan, maka dibentuklah Panitia sementara Penuntutan Daerah Swatantra Tingkat II Tabalong yang disusun kepengurusannya sebagai berikut: Penasihat: Baharuddin Akhmid Ketua: Juhri Wakil Ketua: A. Salman Sekretaris: Usnan As Wakil Sekretaris: Abdullah Khairul Bendahara: H. Baderi Pembantu Umum: As'ad Anggota-anggota: A. Syamsi, H.A. Sudani dan M. Salman Setelah Panitia Sementara terbentuk, untuk kepentingan perjuangan serta terjadinya beberapa mutasi terhadap Pegawai Negeri yang sudah duduk dalam kepanitian, maka komposisi dan personalia panitia penuntut mengalami beberapa kali perubahan hingga sampai pada Panitia V, di mana orang-orang yang mempunyai andil besar dan pernah menjadi Panitia Penuntut adalah sebagai berikut: Abdussyukur Amir Hasan A. Sajeli Basuni Ulita A. Husaini Juhrani Majedi Effendi Abdurahman Hamud H. Baderi H. Juhri Taher H. Alikurdi Almas Kadirman H. Abdul Gani Syahrap H. Kurdi Yahya Z. H. Imansyah Hiskia Tiro H. Basuni (Kepala Desa) Idar Masran Pada tanggal 5 Mei 1959, dalam sidang pleno terbuka, DPRD Hulu Sungai Utara memutuskan menyetujui sepenuhnya tuntutan rakyat Tabalong agar Kewedanaan Tabalong dapat dijadikan Daerah Swatantra Tingkat II Tabalong dengan ibu kota Tanjung yang terkenal dengan resolusi pada tanggal 5 Mei 1959 Nomor 2/II DPRD-1959 yang isinya selain menyetujui juga mendesak Pemerintah Pusat agar tuntutan dimaksud dapat dikabulkan. Panitia sebelumnya disempurnakan lagi dengan Panitia VI sebagai berikut: Ketua Umum: Juhri Ketua I: M. Salman Ketua II: Maslan Penulis I: Usnan As Penulis II: Abdullah Bendahara: Norbek Pembantu-pembantu: Semua Camat dalam Kewedanaan Tabalong dan semua anggota DPRD Hulu Sungai Utara yang tinggal di Kewedanaan Tabalong Seksi Politik: H. Baijuri Y, Ruminto dan kawan-kawan Seksi Bangunan: Anang Basar, Donarian dan kawan-kawan Seksi Perencanaan: Abdurrahman Projakal dan kawan-kawan Seksi Penerangan: A. Syamsi dan Hamidhan Baseri Seksi Organisasi: Makmod Asnawi, Hamad dan kawan-kawan Panitia ini mengadakan hubungan dengan pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan DPRD GR-nya, serta tokoh-tokoh politik dan ormas yang diwakili dalam DPRD-GR Provinsi Kalimantan Selatan, agar dapat dukungan dari mereka atas tuntutan ini. Dalam sidang istimewa DPRD-GR Kalimantan Selatan menyetujui tuntutan rakyat Tabalong, Tapin dan Tanah Laut masing-masing dijadikan Daerah Swantantra Tingkat II. DPRD-GR Provinsi Kalimantan Selatan mengeluarkan Resolusi yang ditunjukan ke Pemerintah Pusat, memohon Pemerintah Pusat dapat menyetujui dan selanjutnya melahirkan Daerah Tingkat II. Panitia dalam usahanya memperjuangkan ketingkat Pusat telah menghubungi Gubernur Kalimantan Selatan (waktu itu) Haji Maksid, untuk memohon nasihat dan petunjuk serta doa restu untuk berangkat ke Jakarta oleh Gubernur diberikan Petunjuk-petunjuk dan sekaligus merestui keberangkatan Panitia menemui Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, serta Pejabat-pejabat Tinggi lainnya guna menyampaikan hasrat Rakyat Tabalong dimaksud. Berangkatlah Juhri dan Usman, masing-masing selaku ketua Umum dan sekretaris Panitia dan pula oleh Muhyar Usman selaku wakil dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam waktu yang relatif singkat, rombongan Panitia telah dapat diterima oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah IPIK Gandamana dalam percakapan akhir dia mengatakan, bahwa pada prinsipnya saya dapat menyetujui tuntutan ini dan akan diajukan pada Sidang DPR-GR yang akan datang. Sebagai realisasi dari kunjungan Panitia, oleh DPR-GR telah mengutus ketua Komisi B, yaitu I.S. Handoko Wijoyo untuk meninjau ketiga calon Daerah Tingkat II dimaksud, dalam kunjungan ke Tabalong I.S. Handoko Wijoyo mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk tidak menyetujui tuntutan Rakyat Tabalong ini. Pada tanggal 5 September 1964, Kewadenaan Tabalong telah ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Persiapan Tingkat II Tabalong dengan Kepala Kantor Usman Dundrung Bekas Wedana Barabai. Lahirnya Undang-undang Noor 8 Tahun 1965 Tanggal 14 Juni 1965 yang mendorong daerah pesiapan Tingkat II Tabalong ini ditingkatkan lagi menjadi Daerah Otonomi Tingkat II Tabalong yang menjalankan roda pemerintahan sendiri baik eksekutif maupun legislatif dan untuk ini juga Pemerintah tetap dipercayakan kepada Usman Dundrung. Pada tanggal 1 Desember 1965 pukul 11.00 pagi bertempat di lapangan Giat Kota Tanjung oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Dr. Soemarno Sosro Atmodjo dengan disaksikan puluhan ribu rakyat Tabalong dan Pejabat-pejabat tinggi Kalimantan Selatan lainnya, maka papan nama yang diselubungi kain bludru hijau dengan untaian sutra kuning keemasan, telah dibuka dengan resmi oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan dibalik selubung yang terbuka itu terpampang kalimat bersenjarah yang berbunyi, "DAERAH TINGKAT II TABALONG DIRESMIKAN 1 DESEMBER 1965″. Kabupaten ini dijuluki Kota Metropolis. Geografi Secara geografis, Kabupaten Tabalong berada di bagian utara provinsi Kalimantan Selatan, memiliki kawasan dataran rendah di bagian selatan, serta dataran tinggi yang dibentuk oleh Pegunungan Meratus di utara. Batas Wilayah Batas wilayah kabupaten Tabalong antara lain; Keanekaragaman hayati Kalimantan Selatan terdiri atas dua ciri geografi utama, yakni dataran rendah dan dataran tinggi. Kawasan dataran rendah kebanyakan berupa lahan gambut hingga rawa-rawa sehingga kaya akan sumber keanekaragaman hayati satwa air tawar. Kawasan dataran tinggi sebagian masih merupakan hutan tropis alami dan dilindungi oleh pemerintah. Sumber Daya Alam Kabupaten Tabalong memiliki sumber daya alam yang kaya, mulai dari hasil tambang, perkebunan, hingga pertanian dan beberapa di antaranya menjadi komoditas unggulan. Hasil tambang yang dominan di kabupaten ini adalah batu bara dan minyak bumi,sedangkan komoditas perkebunan dan pertanian yang menjadi unggulan adalah buah-buahan seperti langsat, rambutan, cempedak, durian. Selain itu, komoditas perkebunan unggulan kabupaten Tabalong berupa karet, kokoa dan kelapa sawit. Pemerintahan Bupati Bupati yang menjabat saat ini di Tabalong ialah Anang Syakhfiani, didampingi wakil bupati, Mawardi. Pada pemilihan umum bupati Tabalong 2019, Anang dan Mawardi menjadi kandidat untuk periode kedua, dan menang pada pemilu tersebut. Mereka dilantik oleh gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, di Gedung Mahligai Pancasila Kota Banjarmasin, pada 17 Maret 2019. Mereka akan menjabat untuk periode 2019-2024. Dewan Perwakilan Kecamatan Pariwisata Tempat Wisata Beberapa agenda dan tempat wisata yang bisa dikunjungi di Tabalong: TEF (TABALONG ETHNIC FESTIVAL) Gua Babi di Gunung Batu Buli, Desa Randu, Muara Uya, Tabalong, dan Gua lainnya. Banyak Air terjun yang bisa dikunjungi Pranala luar Dewan Adat Dayak Kabupaten Tabalong Dilantik Referensi Tabalong Tabalong
4196
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tanah%20Laut
Kabupaten Tanah Laut
Tanah Laut adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Pelaihari Kota. Pada tahun 2020, jumlah penduduk kabupaten ini berjumlah 351.561 jiwa, dengan kepadatan penduduk 94 jiwa/km². Penulisan nama Tanah Laut sejak zaman kolonial bermacam-macam, misalnya Tanah Lawut, Tanah La'ut, Tanah Laoet. Motto daerah ini adalah (bahasa Banjar) sedangkan maskot fauna daerah adalah "kijang emas". Sejarah Sebelum Masehi Sekitar kurun waktu 4000 SM Kebudayaan Barito muncul di sepanjang pesisir Teluk Sarunai purba di Kalimantan Selatan, termasuk di dalamnya dataran yang kini menjadi Kabupaten Tanah Laut masuk ke dalam peradaban tersebut. Zaman Kerajaan (Tahun 600 - 1860) Sejak abad ke 6-7 wilayah Tanah Laut telah menjadi bagian wilayah perluasan peradaban Kerajaan Nan Sarunai, kerajaan yang pada awalnya didirikan oleh suku Dayak Maanyan di daerah Amuntai sekitar tahun 242 SM. Kerajaan ini bertahan selama lebih dari 1600 tahun hingga akhirnya runtuh diserang oleh Kerajaan Majapahit yang dipimpin Laksamana Nala sekitar tahun 1358, akibatnya masyarakat Dayak Maanyan pun terpaksa mengungsi ke pedalaman. Kemudian tahun 1360 Kerajaan Majapahit mendirikan kerajaan Kuripan sebagai bawahan di bekas wilayah Nan Sarunai. Sekitar tahun 1387 wilayah Tanah Laut menjadi bagian dalam kerajaan Negara Dipa yang didirikan Mpu Jatmika sebagai bawahan Majapahit. Negeri ini merupakan peleburan dari kerajaan Kuripan dan Tanjungpuri, dengan pusat pemerintahannya terletak di Amuntai. Tahun 1478 Negara Dipa berubah menjadi Negara Daha. Selanjutnya pada tahun 1525 wilayah Tanah Laut menjadi bagian dari Kerajaan Banjar dengan Pangeran Samudra sebagai rajanya. Pada tahun 1526 Pangeran Samudra memeluk Islam, lalu mengganti namanya menjadi Sultan Suriansyah. Banjar pun berubah menjadi kesultanan. Tanah Laut menjadi salah satu wilayah teritorial Negara Agung kesultanan Banjar pada sekitar abad ke 15-17, terdiri dari: Satui (sekarang wilayah Kabupaten Tanah Bumbu) Tabanio Maluka Di masa sekitar abad 17 daerah Tabanio merupakan daerah yang strategis dan penting bagi perekonomian Kerajaan Banjar. Daerah ini merupakan daerah lintas perdagangan seperti hubungan ke Jawa, Pesisir Kalimantan, Sulawesi, bahkan Sumatra dan Malaya serta luar Nusantara. Tabanio menjadi penting dari segi perdagangan, angkutan lada, intan, emas, dan hasil hutan yang menghubungkan (transito) Banjarmasin dengan tempat-tempat pelabuhan di Jawa. Pengaruh Kolonial di Kesultanan Banjar Pada tahun 1602 VOC Belanda tiba di Nusantara. VOC mendirikan Benteng Tabanio di sekitar muara Sungai Tabanio sekitar tahun 1789, terkait dengan perjanjian antara Kesultanan Banjar semasa pemerintahan Pangeran Nata Dilaga dan VOC tanggal 6 Juli 1779, dimana VOC mendapatkan konsesi berupa monopoli atas perdagangan di Banjar serta berhak membangun sebuah benteng. Pemicu kehadiran VOC di Tanah Laut adalah potensi perkebunan lada dan perikanan di Tabanio serta tambang emas di Pelaihari. juga penguasaan terhadap rempah-rempah dan tambang batu bara yang ada di Banyu Irang. Sultan Sulaiman menunjuk Pangeran Anta Kesumasebagai kepala Tanah Laut. Pada tahun 1812, Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles menunjuk Alexander Hare sebagai wakil Inggris di Kesultanan Banjar. Ia mendapatkan sebagian wilayah Tanah Laut tepatnya di Maluka (Maluka, Liang Anggang, Kurau, Pulau Lampai, dan Pulau Sari) dari Sultan Banjar dan membangun markas di sana sebagai basis kolonial Inggris di Kalimantan Selatan. Wilayah-wilayah ini disebut-sebut sebagai daerah kaya dengan batubara dan emas. Namun dalam perkembangannya Hare justru menjadikan tempat itu sebagai rumah pribadinya, di mana ia menghabiskan banyak waktunya hanya bersama para haremnya, tanpa mengurus pemerintahan Inggris yang telah diwakilkan padanya. Alexander Hare mendatangkan para buruh imigran penambang timah asal Pulau Bangka dan Belitung ke Tanah Banjar, termasuk Tanah Laut. Mereka dipekerjakan untuk menggarap areal tambang batubara dan emas yang sempat dikuasai Belanda. Kelak para imigran Tiongkok ini akhirnya dikenal sebagai Cina Parit di Kota Pelaihari. Penguasaan Hare atas Maluka berlangsung sampai akhir 1816 yakni saat Inggris meninggalkan Banjarmasin. Pada tahun 1823 diadakan perjanjian kembali antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam yang salah satu isinya adalah menegaskan kembali wilayah yang berada di daerah Tanah Laut menjadi bagian di bawah pemerintahan langsung Hindia Belanda. Pihak Hindia Belanda menyebut wilayah di Tanah Laut dengan sebutan Landen Laut (negeri laut/darat laut/tanah laut) dan menjadikannya sebagai salah satu pintu gerbang/tol perdagangan di Kalimantan. Sekitar tahun 1842 Tabanio menjadi salah satu pos utama Belanda sebagai bagian dari zuid en oostkust van borneo/wilayah Pantai Selatan dan Timur Borneo yang berpusat di Banjarmasin. Pos ini dipegang oleh J. F. Mallien. Tahun 1843 Tabanio dijadikan Afdeeling Tabenio di bawah wilayah Pantai Selatan dan Timur Borneo. Afdeling ini dipegang oleh J. F. Mallien sebagai Posthouder der Landen Laut/Pemegang Pos Tanah Laut dengan Kiai Jaija Negara sebagai petinggi dari pribumi dan di wilayah Plearie (Pelaihari) saat itu memiliki seorang petinggi cina/kapitan cina Tjong Liangseng. Perkembangan selanjutnya wilayah Landen Laut ini menjadi sebuah distrik yaitu District Tanah Laut. Pada tahun 1848 Distrik Tanah Laut jadi bagian dari wilayah Afdeeling Binnenlanden atau Afdeling Pedalaman di Keresidenan Borneo (Pantai Selatan dan Timur). Pos utamanya di Tabanio dipegang oleh posthouder J. H. van Erp. Kemudian berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, tanggal 27 Agustus 1849, No. 8 dalam Staatsblad (Lembaran Negara Hindia-Belanda) Tahun 1849 no. 40, Tanah Laut masuk dalam Afdeling Borneo Selatan dan Timur (zuid-ooster-afdeeling) beribukota di Banjarmasin. Tahun 1859 Perang Banjar berkobar di Kalimantan Selatan. Pangeran Hidayat dan Tumenggung Jalil, ditambah Pangeran Antasari (cucu Pangeran Amir) dan beberapa tokoh lain memimpin penyerangan terhadap tambang-tambang dan pos-pos Belanda di Banjar. Tokoh pejuang Kiai Demang Leman serta Haji Buyasin dan Kiai Langlang dari Tanah Laut berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio pada Agustus 1859. Ketika Belanda datang kembali dengan bantuan kapal perang Bone untuk merebut Benteng Tabanio, Haji Buyasin melawannya dengan gigih, sehingga serangan Belanda ini Gagal. Pada bulan Desember 1859 Benteng Haji Buyasin di Takisung diserang secara besar-besaran dan dapat di hancurkan. Haji Buyasin menyingkir ke daerah Pleihari yang akhirnya sampai ke daerah Bati-Bati. Pada tahun 1860, tepatnya sejak tanggal 11 Juni 1860 Hindia Belanda mengumumkan pembubaran kesultanan Banjar secara sepihak. Masa Pemerintahan Hindia Belanda (Tahun 1860 - 1940) Ketertarikan Hindia Belanda di Tanah Laut selain pertanian dan rempah-rempah, terutama adalah karena Tanah Laut adalah salah satu daerah yang luas dan sebagai penghasil emas, besi dan platina. Hasil emasnya bahkan lebih banyak daripada di tempat lain. Sejak saat diserahkan oleh Sultan Kerajaan Banjar kepada pemerintah Hindia Belanda, wilayah Tanah Laut terbagi menjadi enam belas distrik. Distrik yang luas dan padat penduduk dipimpin oleh seseorang dengan gelar Kiaij (Kiai), sementara wilayah yang lebih kecil dikendalikan oleh Pembukels (Pembakal). Para pemimpin ini bertanggung jawab kepada pemegang pos Belanda di Distrik Tabanio yang saat itu sebagai kota utama/ibu kota. Pemerintahan dan otoritas sipil kemudian dialihkan Hindia Belanda ke Distrik Plaijharie (Pelaihari), ketika benteng di Tabanio berhasil direbut oleh para pejuang kesultanan Banjar. Distrik Pelaihari awalnya berstatus sebagai distrik kecil yang hanya dipimpin oleh Pembukels, kemudian berkembang menjadi distrik besar. Afdeling Tanah Laut akhirnya hanya terdiri dari tiga distrik yang semuanya dipimpin oleh Kiaij, yaitu: Plaijharie, Maluka dan Satui. Dalam tahun 1868, Afdeling Tanah-Laut membawahi Distrik Pleiarie, Distrik Maloeka dan Distrik Tabaneo. Kemudian membawahi Distrik Pleiarie, Distrik Tabanio, Distrik Maloeka dan Distrik Satoei. Beberapa tempat penting di wilayah Tanah Laut saat itu antara lain: Pleihari - Ibukota distrik Pleihari, sebagai tempat kedudukan Letnan Sipil/Controleur, dan sebagai ibu kota afdeling. Daerahnya banyak perkebunan lada dan tambang emas. Kandangan, agak jauh ke selatan dari Pleihari; dihuni oleh orang Cina, yang bekerja di tambang emas di pelaihari. Koepang atau Soengei Koepang, sebuah kampung kecil, sebagai pasar umum bagi penduduk daerah pesisir dan pedalaman. Panjarattan, juga tempat perdagangan. Tabeniouw atau Tabanio, ibukota Distrik Tabanio, sebuah kampung di mulut sungai Tabanio. Di utara kampung terdapat benteng batu dengan empat selekoh/bastion dan dipersenjatai. Berfungsi untuk menutupi pantai melawan bajak laut. Lampej atau Poeloe Lampej, terletak di daerah berawa antara sungai Tabanio dan Maluka, sebelumnya tempat tinggal orang Inggris Alexander Hare. Banyak tebu dibudidayakan. Terdapat jalan menuju Tabanio. Banjoe-irang, terletak di utara adfedilng, lokasi tambang batu bara Julia Hermina yang ditambang oleh Pemerintah Hindia Belanda. Batti-Batti, kemungkinan ibu kota Distrik Maluka. Satoei, ibu kota Distrik Satoei, terletak di timur afdeling. Menurut Staatblaad tahun 1875 no. 25 Afdeling Tanah Laut menjadi bagian Afdeeling Martapoera. Sejak tahun 1898, menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178 Tanah Laut menjadi salah satu onderafdeeling di dalam Afdeeling Martapoera yaitu Onderafdeeling Tanah Laoet terdiri dari Distrik Pleihari, Distrik Maluka, Distrik Satui. Berdasarkan Staadblad tahun 1913 No. 199 dan 279, Pelaihari menjadi Onderafdeling Pleihari dengan ibukota Pleihari di bawah Afdeling Banjarmasin. Afdeling Banjarmasin meliputi wilayah Banyu Irang, Martapura, Tabanio, bagian kanan daerah Sungai Barito, Pulau Petak sampai dengan Laut Jawa. Tahun 1938 Hindia Belanda menyatukan seluruh administrasi di Kalimantan menjadi satu provinsi bernama Borneo (Gewest Borneo), yang beribukota di Banjarmasin. Dr. Bauke Jan Haga dilantik sebagai gubernur pertamanya. Kemudian tahun 1939 Perang Dunia II dimulai, dan pada tahun 1940 Pusat pemerintahan Belanda di Eropa jatuh ke tangan Jerman NAZI. Masa Pendudukan Jepang (Tahun 1941 - 1945) Pada tahun 1941 Kekaisaran Jepang memulai penaklukkan Asia Timur Raya. Pada tahun 1942 seluruh Kalimantan dikuasai oleh pasukan Jepang. Armada Jepang kemudian mendirikan markas di Banjarmasin dan Balikpapan. Pasukan yang melalui jalan laut dan mendarat di Jorong adalah yang berasal dari kesatuan Angkatan Laut (Kaigun) yang tiba Pelaihari tanggal 13 Februari 1942 dan terus ke Banjarmasin. Ketika Jepang datang ke Banjarmasin pertahanan Hindia Belanda lemah hingga mudah dikuasai. Surat kabar Kalimantan Raya No. 12 tanggal 19 Maret 1942 memberitakan bahwa pada hari Senin, 9 Februari 1942 semua badan-badan pegawai Belanda sudah tidak ada lagi di kota Pelaihari. Hari itu yang semestinya hari pasar, berubah menjadi sunyi senyap. Daerah di Tanah Laut yaitu Maluka Pada masa pendudukan Jepang di Kalimantan Selatan, dijadikan pemerintah pendudukan Jepang sebagai lapangan terbang dalam rangka Perang Asia Timur Raya. Barisan Kinrohosi dan Romusha dikerahkan Jepang untuk membuat landasan pacu (bandara Maluka), dan bunker-bunker pertahanan. Jepang juga mendirikan pabrik baja dan pabrik kertas di daerah Bajuin. Pada tahun 1945 Perang Dunia II berakhir dan Jepang pun menyerah kepada Sekutu. Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta. Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda sebagai bagian dari negara yang baru lahir tersebut. Soekarno-Hatta melantik Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan. Masa Kemerdekaan Indonesia (Tahun 1945 - 1965) Tanah Laut adalah sebuah kewedanan yang berada di dalam wilayah Daswati II Banjar, dengan wilayahnya yang luas dan memiliki potensi yang besar sebagai sumber pendapatan asli daerah, seperti hutan beserta isinya, laut dan kekayaan alam di dalamnya dan barang-barang tambang dan galian yang tersimpan di dalam tanah serta kesuburan tanahnya. Potensi cukup besar yang dimiliki oleh Tanah Laut pada waktu itu belum bisa terkelola dikarenakan belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Oleh karena keadaan yang demikian dan sejalan dengan adanya beberapa kewedanan di Kalimantan Selatan yang menuntut untuk dijadikan Daswati II, membangkitkan semangat dan keinginan yang kuat bagi tokoh-tokoh dan masyarakat Tanah Laut untuk meningkatkan kewedanannya menjadi Daswati II. Hasrat tersebut pernah disampaikan oleh wakil-wakil LVRI Tanah Laut melalui sebuah resolusi dalam Konverda LVRI se-Kalimantan Selatan di Martapura yang disampaikan oleh Ach. Syairani dan kawan-kawan pada tahun 1956. Kemudian pada tahun 1957 H. Arpan dan kawan-kawan, selaku wakil rakyat Tanah laut yang duduk di DPRD Banjar, memperjuangkan bagi otonom Daswati II Tanah Laut, namun belum juga membuahkan hasil. Kemudian pada tanggal 15 April 1961 bertempat di rumah H. Bakeri, Kepala Kampung Pelaihari, berkumpullah lima orang pemuda yaitu: Atijansyah Noor, Moh. Afham, Materan HB, H. Parhan HB dan EM. Hulaimy bertukar pendapat untuk memperjuangkan kembali kewedanan Tanah Laut menjadi Daswati II. Tukar pendapat tersebut membuahkan hasil berupa tekad yang kuat memprakarsai untuk menghimpun kekuatan moril maupun material dalam upaya memperjuangkan terwujudnya Daswati II Tanah Laut. Tekad dan prakarsa tersebut dimulai dengan terselenggaranya rapat pada tanggal 3 Juni 1961, bertempat di rumah Moh. Afham yang dipimpin oleh materan HB. Rapat tersebut menghasilkan terbentuknya sebuah Panitia Persiapan Penuntut Daswati II Tanah Laut dengan ketua umum Soeparjan. Panitia ini dikenal dengan nama Panitia Tujuh Belas dengan tugas pokok persiapan penyelenggaraan musyawarah besar seluruh masyarakat Tanah laut. Untuk terlaksananya tugas pokok tersebut panitia menetapkan lima program kerja, sebagai berikut: Mengadakan hubungan dengan pemuka/tetuha masyarakat guna mendapat dukungan. Mengumpulkan data potensi daerah. Mengusahakan pengumpulan dana. Membuat pengumuman untuk disebarluaskan ke masyarakat. Menyelenggarakan ceramah dengan meminta kesediaan Ach. Syairani, H.M.N. Manuar, Wedana Usman Dundrung, Mahyu Arief dan H. Abdul Wahab. Usaha Panitia Tujuh Belas berhasil dengan terselenggaranya Musyawarah Besar se-Tanah Laut pada tanggal 1-2 Juli 1961 dan menghasilkan resolusi pernyataan serta terbentuknya "Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Tuntutan Daswati II Tanah Laut" yang diketuai H.M.N. Manuar. Pada tanggal 12 Juli 1962, panitia ini menyampaikan memori Tanah Laut kepada Bupati dan Wakil Ketua DPRD GR Banjar, kemudian pada tanggal 6 Agustus 1962, Ketua Seksi A DPRD GR Banjar meninjau Tanah Laut dan dalam sidangnya pada tanggal 3 September 1962 mendukung Tuntutan Tanah Laut untuk dijadikan Daswati II dengan surat keputusan nomor 37/3/DPRDGR/1962, tanggal 3 September 1962. Dengan terbitnya keputusan DPRD GR Banjar tersebut, Panitia Penyalur terus berusaha mendapat dukungan di tingkat Provinsi, baik melalui Kerukunan Keluarga Tanah Laut (KKTL) di Banjarmasin maupun di DPRD GR Tingkat I Kalimantan Selatan. Atas usaha tersebut maka pada tanggal 26 November 1962 Tim DPRD GR Tingkat Kalimantan Selatan meninjau Tanah Laut, dari hasil kunjungan tersebut DPRD GR Tingkat I Kalimantan Selatan mendukung terbentuknya Daswati II Tanah laut dalan bentuk sebuah resolusi yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, tanggal 11 Desember 1962, nomor 12/DPRDGR/RES/1962. Sebagai realisasi dari resolusi DPRD GR Tingkat I Kalimantan Selatan, Maka DPRD GR RI mengirim Tim yang dipimpin oleh Ketua Komisi B, yaitu Imam Sukarni Handokowijoyo dan tiba di Tanah Laut pada tanggal 2 Oktober 1963 yang disambut dengan rapat umum, kemudian melakukan peninjauan ke Kintap dan Ujung Batu serta pertemuan dengan pejabat dan panitia penuntut. Dalam pertemuan dengan TIM DPRD GR RI Ketua tim menganjurkan agar Panitia Penyalur ditingkatkan menjadi Badan Persiapan, maka pada tanggal 27 Oktober 1963 Panitia Penyalur telah berhasil membentuk "Badan Persiapan Pembentukan Daswati II Tanah laut ", dengan Ketua H. M. N. Manuar. Pada tanggal 31 Oktober 1963 sidang DPRD GR Tingkat I Kalimantan Selatan menyetujui resolusi yang mendesak kepada Gubernur untuk menunjuk Penguasa Daerah bagi Tapin, Tabalong dan Tanah Laut. Kemudian pada tanggal 11 Agustus 1964 diadakan serah terima kekuasaan kewedanan Tanah Laut dengan Bupati Banjar yang selanjutnya tanggal 9 September 1964 diresmikan berdirinya Kantor Persiapan Tingkat II Tanah Laut oleh Bapak Gubernur sekaligus melantik GT. M. Taberi sebagai kepala Kantor Persiapan. Pada tanggal 24 April 1965 Badan persiapan yang ada diperbaharui dalam suatu musyawarah bertempat di Gedung Bioskop Sederhana Pelaihari yang dipimpin oleh A. Wahid dan berhasil menyusun Badan Persiapan Tingkat II yang baru dengan Ketua Umum R. Sugiarto dan Sekretaris Umum adalah A. Miskat. Dalam kurun waktu Agustus sampai dengan November 1965, Badan Persiapan mengadakan beberapa kali rapat dan pertemuan dalam rangka mempersiapkan menyambut lahirnya Kabupaten Tanah Laut yang sudah di ambang pintu. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965, tentang Pembentukan Daswati II Tapin, Tabalong dan Tanah Laut, maka pada tanggal 2 Desember 1965 dilaksanakan upacara peresmian berdirinya Daswati II Tanah Laut oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah DR. Soemarno. Dengan demikian tanggal 2 Desember dicatat sebagai Hari Jadi Kabupaten Tanah Laut yang diperingati setiap tahunnya. Geografi Kabupaten Tanah Laut terletak pada posisi 114°30'20 BT – 115°23'31 BT dan 3°30'33 LS - 4°11'38 LS dengan batas–batas administratif sebagai berikut : Batas Wilayah Luas wilayah Kabupaten Tanah Laut adalah 3.631,35 km² (363.135 ha) atau sekitar 9,71% dari luas Provinsi Kalimantan Selatan. Daerah yang paling luas adalah Kecamatan Jorong dengan luas 628,00 km², kemudian Kecamatan Batu Ampar seluas 548,10 km² dan Kecamatan Kintap dengan luas 537,00 km², sedangkan kecamatan yang luas daerahnya paling kecil adalah Kecamatan Kurau dengan luas hanya 127,00 km². Berdasarkan tingkat kelandaiannya wilayah Kabupaten Tanah Laut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu meliputi wilayah datar (kemiringan 0-2%) sebesar 290.147 ha, wilayah bergelombang (kemiringan 2-15%) sebesar 43.060 ha, wilayah curam (kemiringan 15-40%) sebesar 26.833 ha dan wilayah sangat curam (kemiringan >40%) sebesar 12.890 Hektar. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Lembaga Pemerintahan Di Kabupaten ini ada 2 (dua) kelembagaan penting yang membentuk Pemerintahan Daerah, yaitu kelembagaan untuk pejabat politik, yaitu Kepala Daerah dan DPRD serta kelembagaan untuk pejabat karier yang terdiri dari perangkat daerah (Dinas, Badan, Kantor, Sekretariat, Kecamatan, Kelurahan dan lain-lain). Kecamatan Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Tanah Laut telah membentuk dan menyusun perangkat daerah terdiri dari: Demografi Kabupaten Tanah Laut memiliki jumlah penduduk mencapai 324.283 jiwa, terdiri dari 166.526 jiwa laki-laki dan 157.757 jiwa perempuan. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata sebesar 89 jiwa/km² pada tahun 2016. Adapun penduduk Tanah Laut menurut kecamatan 2010 yakni : Kecamatan Pelaihari, 63.895 jiwa Kecamatan Panyipatan, 21.151 jiwa Kecamatan Takisung, 27.998 jiwa Kecamatan Kurau, 11.578 jiwa Kecamatan Bumi Makmur, 11.831 jiwa Kecamatan Bati-Bati, 38.645 jiwa Kecamatan Tambang Ulang, 14.925 jiwa Kecamatan Bajuin, 15.957 jiwa Kecamatan Batu Ampar, 23.233 jiwa Kecamatan Jorong, 29.002 jiwa Kecamatan Kintap, 38.118 jiwa Suku Bangsa Penduduk Kabupaten Tanah Laut didominasi etnis Banjar dan Jawa. Selain itu terdapat pula etnis Madura, Sunda, Bugis, Makassar Tionghoa (Orang Cina Parit) dan lain-lain. Adapun keseluruhan suku bangsa yang ada di kabupaten ini antara lain: Suku Banjar: 142.731 jiwa Suku Jawa: 73.237 jiwa Suku Madura: 3.282 jiwa Suku Bukit: 585 jiwa Suku Bakumpai: 32 jiwa Suku Mandar: 49 jiwa Suku Sunda: 2.739 jiwa Suku lainnya: 5.268 jiwa Pariwisata Objek wisata Tempat tujuan wisata yang dapat dikunjungi di wilayah Kabupaten Tanah Laut antara lain: Referensi Lihat pula Tanah Bumbu Pranala luar Tanah Laut Tanah Laut
4197
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tapin
Kabupaten Tapin
Kabupaten Tapin adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kota Rantau, yang merupakan bagian dari kecamatan Tapin Utara. Kabupaten Tapin memiliki luas wilayah 2.174,95 km² dan jumlah penduduk sebanyak 196.412 jiwa (2023), dengan kepadatan penduduk 91 jiwa/km². Wilayah Kabupaten Tapin meliputi lansekap daerah aliran Sungai Tapin. Sungai Tapin mempunyai empat cabang, yaitu Sungai Muning, Sungai Tatakan, Sungai Halat, dan Sungai Gadung, Geografi Kabupaten Tapin merupakan salah satu bagian dari provinsi Kalimantan Selatan yang secara geografis terletak pada 2°32’43″ hingga 3°00’43″ LS dan 114°46’13″ hingga 115°30’33″ BT. Batas Wilayah Batas wilayah kabupaten Tapin antara lain; Wilayah administratif Kabupaten Tapin mencakup wilayah seluas 2.174,95 km2 yang terdiri dari 12 wilayah kecamatan. Dari data statistik yang ada, pada umumnya tiap-tiap kecamatan di Tapin memiliki luas wilayah yang hampir merata, kecuali kecamatan Tapin Utara yang memiliki luas wilayah relatif kecil dari kecamatan lainnya. Kecamatan dengan luas wilayah paling besar adalah Kecamatan Candi Laras Utara dengan luas wilayah 730,48 km2 atau sebesar 27,04% dari keseluruhan luas Kabupaten Tapin, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Tapin Utara dengan luas wilayah 71,49 km2 atau sebesar 2,65% dari keseluruhan luas Kabupaten Tapin. Apabila dilihat dari letak ketinggiannya dari permukaan laut diketahui bahwa kebanyakan luas daerah di Kabupaten Tapin berada pada kelas ketinggian 0–7 m dari permukaan laut, yakni sebesar 67,34% luas wilayah. Sedangkan luas wilayah dengan ketinggian lebih dari 500 m di atas permukaan laut hanya berkisar 1,21% luas wilayah. Jika dilihat dari kelas kemiringannya, Kabupaten Tapin merupakan daerah yang landai dengan kemiringan 0-2% yang meliputi 82,93% dari luas daerah di Kabupaten Tapin, sedangkan pada kelas kemiringan antara 2,1-8% hanya meliputi 0,62% dari luas wilayah Kabupaten Tapin. Sejarah Wilayah Kesultanan Banjar dan Hindia Belanda Status Kesultanan Banjar setelah dihapuskan pada tahun 1860 masuk ke dalam Gouverment van Borneo, yaitu termasuk dalam Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo. Wilayah ini dibagi dalam 4 afdeeling, salah satunya adalah afdeeling Martapura (di bawah regent Pangeran Jaya Pemenang) yang terbagi dalam 5 distrik, yaitu Distrik Martapura, Distrik Riam Kanan, Distrik Riam Kiwa, Distrik Benua Empat dan Distrik Margasari. Selanjutnya terjadi perubahan dalam keorganisasian pemerintahan Hindia Belanda. Di bawah afdeeling terdapat onderafdeeling dan distrik. Distrik Benua Ampat dan Distrik Margasari kemudian berada di bawah Onderafdeeling Benua Ampat en Margasari dan digabungkan ke dalam Afdeeling Kandangan yang baru dibentuk. Afdeeling Kandangan terdiri 3 onderafdeeling (dengan 6 distrik), salah satunya adalah Onderafdeeling Benua Ampat en Margasari dengan distriknya, yaitu Benua Ampat dan Margasari. Pembentukan Kabupaten Era 1950-1960-an wilayah Tapin berbentuk Kawedanan, yaitu Kawedanan Tapin dengan ibu kota Kota Rantau yang juga masih dalam daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) beribu kota di Kandangan. Kewedanan Tapin kala itu hanya mempunyai 3 wilayah kecamatan yakni kecamatan Tapin Utara yang beribu kota Rantau, Kecamatan Tapin Selatan yang beribu kota di Tambarangan dan Kecamatan Tapin Hilir yang beribu kota di Margasari. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang pemerintahan daerah, di mana daerah provinsi menjadi daerah Swatantra tingkat I dan daerah kabupaten/kotapraja menjadi daerah Swatantra tingkat II serta diganti UU Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, di mana daerah Swantantra I menjadi daerah provinsi dan daerah swatantra II, berubah menjadi daerah kabupaten/kotamadya. Di Kalimantan Selatan perubahan ini secara serentak diumumkan 17 Desember 1965 yang mana terjadi perubahan dengan penghapusan pemerintahan pada tingkat Kewedanan. Dengan penghapusan itu, maka tokoh masyarakat Tapin dan didukung para birokrat untuk berupaya mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi. Karena itu, tahun 1958 H. Anang Acil Syofyan mengemukakan sebuah gagasan yang mengajak semua elemen masyarakat, ulama, tokoh, elit politik, birokrat, pemuda dan kelompok lainnya untuk mengajukan resolusi, yaitu agar Pemerintah Kewedanan Tapin dapat ditingkatkan statusnya menjadi kabupaten. H. Anang Acil Syofyan mula-mula mengemukakan ide itu kepada tokoh yakni H. Hasyim Thaib dan Bakau M. dan di kalangan militer dikonsultasikan kepada Letnan Oendat yang mulanya turut aktif menuntut berdirinya Kabupaten Tapin, namun kemudian Oendat dilarang oleh atasan dalam kegiatan dinilai bermuatan politik praktis. Kemudian, H. Anang Acil Syofyan, H. Hasyim Thaib, Bakau M. dan kawan-kawan mendapat dukungan di Kecamatan Tapin Selatan dengan tokoh Guru Saleh, H Muhammad Ideram, H. M. Djuri, Pambakal Taun, Pambakal H. Abas Abdul Jabar, sedangkan di Margasari, Kecamatan Tapin Hilir juga didukung H. Marali, H. Kaspul Anwar, H. Bajuri Shagir dan lainnya. Pada 1958, digelar musyawarah warga Tapin di Balai Rakyat Rantau (sekarang Bank BPD Rantau) dan melaksanakan berbagai keputusan musyawarah diantaranya pembentukan sebuah Badan Musyawarah Penuntut Kabupaten Tapin yang diketuai H Isbat dan sekretaris Basuni Thaufik yang dibantu anggota pengurus. Pada tahun 1961, bertempat di Gedung Bioskop Permata Rantau (sekarang lokasi pasar rantau dekat jembatan sungai Tapin) diselenggarakan Musyawarah Besar dengan menghasilkan keputusan yakni pertama, membubarkan Badan Musyawarah Penuntut Kabupaten Tapin dan membentuk badan baru yang bernama Badan Penuntut Kabupaten (Bapenkab) Tapin. Kedua, segera menyampaikan resolusi agar kewedanan Tapin dapat dijadikan daerah otonomi tingkat II Tapin. Resolusi atau permohonan disampaikan kepada Presiden/Perdana Menteri RI, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah di Jakarta, Ketua dan anggota DPRD-GR HSS di Kandangan. Dengan tembusan resolusi yakni Gubernur KDH Tingkat I Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Panglima Kodam X/Lambung Mangkurat di Banjarmasin, Bupati KDH Tingkat II HSS di Kandangan, Wedana Tapin di Rantau, anggota DPRD-GR Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin, anggota DPR-GR asal Kalimantan Selatan di Jakarta, Pers (media cetak/radio) untuk dipublikasikan. Tahun 1963 komisi B DPR-GR pusat melakukan kunjungan ke Kewedanan tapin untuk melihat kondisi riil Tapin yang pertemuan di Balai Rakyat Rantau, dari pertemuan itu DPR-GR pusat menyarankan agar Bapenkab Tapin diganti menjadi Panitia Persiapan Kabupaten Tapin yang kemudian langsung disetujui perubahan organisasi itu dengan Ketua Basuni Thaufik. Panitia Persiapan Kabupaten Tapin itulah yang turut berpartisipasi dalam kepanitiaaan pada upacara peresmian berdirinya Kabupaten Tapin pada 30 November 1965 di lapangan Kabupatenan (Halaman rumah pejabat Bupati) oleh Menteri Dalam Negeri RI Soemarno Sosroatmodjo atas Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2765), dengan ibu kota di Rantau. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Suku bangsa Suku asli adalah suku Banjar dan suku Dayak Harakit atau Dayak Tapin bagian dari suku Dayak Meratus. Suku bangsa di kabupaten Tapin antara lain: Suku Banjar: 114.265 jiwa Suku Jawa: 21.727 jiwa Suku Bugis: 106 jiwa Suku Madura: 1.296 jiwa Suku Bukit: 112 jiwa Suku Mandar: 1 jiwa Suku Bakumpai: 12 jiwa Suku Sunda: 1.244 jiwa Lainnya: 2.503 jiwa Galeri Referensi Pranala luar http://takutancecak.wordpress.com - GERAKAN PETANI TAMBAI PADA ABAD IX DI KALIMANTAN SELATAN Tapin Tapin
4198
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Banjarmasin
Kota Banjarmasin
Banjarmasin adalah kota terbesar di provinsi Kalimantan Selatan, yang berada di Indonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota provinsi Kalimantan (1945–1956) dan provinsi Kalimantan Selatan (1956–2022). Kota Banjarmasin yang dijuluki Kota Seribu Sungai ini memiliki wilayah seluas 98,46 km² yang wilayahnya merupakan delta atau kepulauan yang terdiri dari sekitar 25 buah pulau kecil (delta) yang dipisahkan oleh sungai-sungai di antaranya Pulau Tatas, Pulau Kelayan, Pulau Rantauan Keliling, Pulau Insan, Pulau Kembang, Pulau Bromo dan lain-lain. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021, Kota Banjarmasin memiliki penduduk sebanyak 672.343 jiwa dengan kepadatan 6.829 jiwa/km². Wilayah metropolitan Banjarmasin yaitu Banjar Bakula memiliki penduduk sekitar 1,9 juta jiwa. Sejarah Kerajaan Banjar Kota Banjarmasin sebelum tahun 1526 adalah nama kampung yang terletak di bagian utara muara Sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan saat ini. Banjarmasin berasal dari kata Banjarmasih, nama asli Banjarmasin sebelum dirobah nama oleh Belanda dari kata Banjarmasih. Dalam kontrak di abad ke-17 (tahun 1663) dengan VOC masih kita dapatkan istilah Bandzermasch (Banjarmasih). Banjarmasih adalah nama suatu kampung di muara sungai Kuyin, sebuah anak sungai Barito, Muara Kuyin terletak antara pulau Kembang dan pulau Alalak. Kampung Banjar Masih terbentuk oleh lima aliran sungai kecil, yaitu Sungai Sipandai, Sungai Sigaling, Sungai Keramat, Sungai Jagabaya dan Sungai Pangeran yang semuanya bertemu membentuk sebuah danau. Kata Banjar berasal dari Bahasa Melayu yang berarti kampung atau juga berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang tepian sungai. Pada abad ke-16, muncul Kerajaan Banjar Masih dengan raja pertama Raden Samudera, seorang pelarian yang terancam keselamatannya oleh pamannya Pangeran Tumenggung yang menjadi raja Kerajaan Negara Daha sebuah kerajaan Hindu di pedalaman (Hulu Sungai). Kebencian Pangeran Tumenggung terjadi ketika Maharaja Sukarama masih hidup berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang kelak menggantikannya sebagai raja. Raden Samudera sendiri adalah putra dari pasangan Puteri Galuh Intan Sari (anak perempuan Maharaja Sukarama) dan Raden Bangawan (keponakan Maharaja Sukarama). Atas bantuan Arya Taranggana, mangkubumi negara Daha, Raden Samudera melarikan diri ke arah hilir sungai Barito yang kala itu terdapat beberapa kampung di antaranya kampung Banjar (disebut juga Banjar Masih). Sekitar tahun 1520, Patih Masih (kepala Kampung Banjar) dan para patih (kepala kampung) sekitarnya sepakat menjemput Raden Samudera yang bersembunyi di kampung Belandean dan setelah berhasil merebut Bandar Muara Bahan di daerah Bakumpai, yaitu bandar perdagangan negara Daha dan memindahkan pusat perdagangan ke pelabuhan Bandar (dekat muara sungai Kelayan) beserta para penduduk dan pedagang, kemudian menobatkan Raden Samudera menjadi raja dengan gelar Pangeran Samudera. Hal ini menyebabkan peperangan dan terjadi penarikan garis demarkasi dan blokade ekonomi dari pantai terhadap pedalaman. Pangeran Samudera mencari bantuan militer ke berbagai wilayah pesisir Kalimantan, yaitu Kintap, Satui, Swarangan, Asam Asam, Laut Pulo, Pamukan, Pasir, Kutai, Berau, Karasikan, Biaju, Sebangau, Mendawai, Sampit, Pembuang, Kota Waringin, Sukadana, Lawai dan Sambas. Hal ini untuk menghadapi Kerajaan Negara Daha yang secara militer lebih kuat dan penduduknya kala itu lebih padat. Bantuan yang lebih penting adalah bantuan militer dari Kesultanan Demak yang hanya diberikan kalau raja dan penduduk memeluk Islam. Kesultanan Demak dan majelis ulama Walisanga kala itu sedang mempersiapkan aliansi strategis untuk menghadapi kekuatan kolonial Portugis yang memasuki kepulauan Nusantara dan sudah menguasai Kesultanan Malaka. Sultan Trenggono mengirim seribu pasukan dan seorang penghulu Islam, yaitu Khatib Dayan yang akan mengislamkan raja Banjar Masih dan rakyatnya. Pasukan Pangeran Samudera berhasil menembus pertahanan musuh. Mangkubumi Arya Taranggana menyarankan rajanya daripada rakyat kedua belah pihak banyak yang menjadi korban, lebih baik kemenangan dipercepat dengan perang tanding antara kedua raja. Tetapi pada akhirnya Pangeran Tumenggung akhirnya bersedia menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera. Dengan kemenangan Pangeran Samudera dan diangkutnya rakyat negara Daha (orang Hulu Sungai) dan penduduk Bandar Muara Bahan (orang Bakumpai) maka muncullah kota baru, yaitu Banjar Masih yang sebelumnya hanya sebuah desa yang berpenduduk sedikit. Pada 24 September 1526 bertepatan tanggal 6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah (1526-1550). Rumah Patih Masih dijadikan keraton, juga dibangun paseban, pagungan, sitilohor (sitihinggil), benteng, pasar dan masjid (Masjid Sultan Suriansyah). Muara sungai Kuin ditutupi cerucuk (trucuk) dari pohon ilayung untuk melindungi keraton dari serangan musuh. Di dekat muara sungai Kuin terdapat rumah syahbandar, yaitu Goja Babouw Ratna Diraja seorang Gujarat. Kerajaan Banjar Masih berkembang pesat, Sultan Suriansyah digantikan anaknya Sultan Rahmatullah 1550-1570, selanjutnya Sultan Hidayatullah 1570-1620 dan Sultan Musta'in Billah 1520-1620. Kota-kota yang terkenal di pulau Kalimantan pada awal abad ke-18 adalah Borneo (Brunei City), Ноrmata (Karimata), Marudo, Bendamarfin (Banjarmasin), dan Lava (Lawai). Untuk memperkuat pertahanan terhadap musuh, Sultan Mustainbillah mengundang Sorang, yaitu panglima perang suku Dayak Ngaju beserta sepuluh orang lainnya untuk tinggal di keraton. Seorang masuk Islam dan menikah dengan adik sultan, kemungkinan dia adik dari isteri Sultan, yaitu Nyai Siti Diang Lawai yang berasal dari kalangan suku Biaju (Dayak Ngaju). Tahun 1596, Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten. Hal ini dibalas ketika ekspedisi Belanda yang dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin tanggal 7 Juli 1607. Pada tahun 1612, armada Belanda tiba di Banjar Masih (Banjar Lama) untuk membalas atas ekspedisi tahun 1607. Armada ini menyerang Banjar Masih dari arah pulau Kembang dan menembaki keraton di sungai Kuin pusat pemerintahan Kesultanan Banjar sehingga kota Banjar (kini Banjar Lama) atau kampung Keraton dan sekitarnya hancur, sehingga ibu kota kerajaan dipindahkan dari Banjar Masih ke Martapura. Walaupun ibu kota kerajaan telah dipindahkan tetapi aktivitas perdagangan di pelabuhan Banjarmasin (kota Tatas) tetap ramai. Menurut berita dinasti Ming tahun 1618 menyebutkan bahwa terdapat rumah-rumah di atas air yang dikenal sebagai rumah Lanting (rumah rakit) hampir sama dengan apa yang dikatakan Valentijn. Di Banjarmasin (kota Tatas) banyak sekali rumah dan sebagian besar mempunyai dinding terbuat dari bambu (bahasa Banjar: pelupuh) dan sebagian dari kayu. Rumah-rumah itu besar sekali, dapat memuat 100 orang, yang terbagi atas kamar-kamar. Rumah besar ini dihuni oleh satu keluarga dan berdiri di atas tiang yang tinggi. Menurut Willy, kota Tatas (kini Banjarmasin Tengah di sungai Martapura) terdiri dari 300 buah rumah. Bentuk rumah hampir bersamaan dan antara rumah satu dengan lainnya yang dihubungkan dengan titian. Alat angkutan utama pada masa itu adalah jukung atau perahu. Selain rumah-rumah panjang di pinggir sungai terdapat lagi rumah-rumah rakit yang diikat dengan tali rotan pada pohon besar di sepanjang tepi sungai. Kota Tatas (kini Banjarmasin) merupakan sebuah wilayah yang dikelilingi sungai Barito, sungai Kuin dan Sungai Martapura seolah-olah membentuk sebuah pulau sehingga dinamakan Pulau Tatas. Di utara Pulau Tatas adalah Banjar Lama (Kuin) bekas ibu kota pertama Kesultanan Banjar, wilayah ini tetap menjadi wilayah Kesultanan Banjar hingga digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860. Sedangkan pulau Tatas dengan Benteng Tatas (Fort Tatas) menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang sekarang menjadi pusat kota Banjarmasin saat ini. Nama Banjarmasih, oleh Belanda lama kelamaan diubah menjadi Banjarmasin, namun nama Banjarmasin biasanya mengaju kepada kota Tatas di sungai Martapura, sedangkan nama Banjar Masih mengacu kepada Banjar Lama di sungai Kuin. Kota Banjarmasin modern merupakan aglomerasi pulau Tatas (Kota Tatas), Kuin (Banjar Lama) dan daerah sekitarnya. Masa Pendudukan Belanda Kesultanan Banjar dihapuskan Belanda pada tanggal 11 Juni 1860, merupakan wilayah terakhir di Kalimantan yang masuk ke dalam Hindia Belanda, tetapi perlawanan rakyat di pedalaman Barito baru berakhir dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman pada 24 Januari 1905. Kedudukan golongan bangsawan Banjar sesudah tahun 1864, sebagian besar hijrah ke wilayah Barito mengikuti Pangeran Antasari, sebagian lari ke rimba-rimba, antara lain hutan Pulau Kadap Cinta Puri, sebagian kecil dengan anak dan isteri dibuang ke Betawi, Bogor, Cianjur dan Surabaya, sebagian mati atau dihukum gantung. Sementara sebagian kecil menetap dan bekerja dengan Belanda mendapat ganti rugi tanah, tetapi jumlah ini amat sedikit. Tahun 1747, VOC-Belanda memperoleh Pulau Tatas (Banjarmasin bagian Barat) yang menjadi pusat Banjarmasin semenjak saat itu hingga ditinggalkan Belanda tahun 1809. Tahun 1810 Inggris menduduki Banjarmasin. dan menyerahkannya kembali kepada Belanda tahun 1817. Daerah Banjar Lama (Kuin) dan Banjarmasin bagian Timur masih tetap menjadi daerah pemerintahan pribumi di bawah Sultan Banjar dengan pusat pemerintahan di keraton Martapura (istana kenegaraan) hingga diserahkan pada tanggal 14 Mei 1826. Pada tahun 1835, misionaris mulai beroperasi di Banjarmasin. Tahun 1849, Banjarmasin (Pulau Tatas) menjadi ibu kota Divisi Selatan dan Timur Borneo. Saat itu, rumah Residen terletak di Kampung Amerong berhadap-hadapan dengan Istana pribadi Sultan di Kampung Sungai Mesa yang dipisahkan oleh sungai Martapura. Pulau Tatas yang menjadi daerah hunian orang Belanda dinamakan kotta-blanda. Ditetapkan dalam Staatblaad tahun 1898 no. 178., kota ini merupakan Onderafdeeling Banjarmasin en Ommelanden (1898-1902), yang merupakan bagian dari Afdeeling Bandjermasin en Ommelanden (Banjarmasin dan daerah sekitarnya). Tahun 1918, Banjarmasin, ibu kota Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad. Pada 1 Juli 1919, Deean gemeente mulai berlaku beranggotakan 7 orang Eropa, 4 Bumiputra dan 2 Timur Asing. Pada tahun 1936, ditetapkan Ordonantie pembentukan Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost (Stbld. 1936/68). Borneo Barat dan Borneo Selatan-Timur menjadi daerah Karesidenan dan sebagai Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost yang pusat pemerintahannya adalah Banjarmasin. Tahun 1937, otonomi kota Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin karena Banjarmasin sebagai ibu kota Gouvernement Borneo. Masa Pendudukan Jepang Tanggal 16 Februari 1942, Jepang menduduki Banjarmasin. Kemudian Jepang membentuk pemerintahan pendudukan bagi Borneo & kawasan Timur di bawah Angkatan Laut Jepang. Masa Kemerdekaan Indonesia Tanggal 17 September 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu (tentara Australia) yang memasuki Banjarmasin. Pada tanggal 1 Juli 1946, H. J. van Mook menerima daerah Borneo en de Groote-Oost dari tentara pendudukan Sekutu dan menyusun rencana pemerintahan federal melalui Konferensi Malino (16-22 Juli 1946) dan Konferensi Denpasar (7-24 Desember 1946) yang memutuskan pembentukan 4 negara bagian yaitu Jawa, Sumatra, Borneo (Netherlands Borneo) dan Timur Besar (Negara Indonesia Timur), namun pembentukan negara Borneo terhalang karena ditentang rakyat Banjarmasin. Pada tahun 1946, Banjarmasin sebagai ibu kota Daerah Banjar satuan kenegaraan sebagai daerah bagian dari Republik Indonesia Serikat. Kotapradja Banjarmasin termasuk ke dalam Daerah Banjar, meskipun demikian Daerah Banjar tidak boleh mencampuri hak-hak dan kewajiban rumah-tangga Kotapradja Banjarmasin dalam daerahnya sendiri. Geografis Letak Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur, ketinggian tanah asli berada pada 0,16 m di bawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat pasang. Kota Banjarmasin berlokasi daerah kuala sungai Martapura yang bermuara pada sisi timur Sungai Barito. Letak Kota Banjarmasin nyaris di tengah-tengah Indonesia. Kota ini terletak di tepian timur sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura yang berhulu di Pegunungan Meratus. Kota Banjarmasin dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasi air, pariwisata, perikanan dan perdagangan. Menurut data statistik 2001 dari seluruh luas wilayah Kota Banjarmasin yang kurang lebih 98,46 km² ini dapat dipersentasikan bahwa peruntukan tanah saat sekarang adalah lahan tanah pertanian 3.111,9 ha, perindustrian 278,6 ha, jasa 443,4 ha, permukiman adalah 3.029,3 ha dan lahan perusahaan seluas 336,8 ha. Perubahan dan perkembangan wilayah terus terjadi seiring dengan pertambahan kepadatan penduduk dan kemajuan tingkat pendidikan serta penguasaan ilmu pengetahuan teknologi. Batas wilayah Batas-batas wilayah Kota Banjarmasin adalah sebagai berikut: Fungsi dan Penggunaan Tanah Tanah aluvial yang didominasi struktur lempung adalah merupakan jenis tanah yang mendominasi wilayah Kota Banjarmasin. Sedangkan batuan dasar yang terbentuk pada cekungan wilayah berasal dari batuan metaforf yang bagian permukaan ditutupi oleh kerakal, kerikil, pasir dan lempung yang mengendap pada lingkungan sungai dan rawa. Penggunaan tanah di Kota Banjarmasin tahun 2003 untuk lahan pertanian seluas 2.962,6 ha, industri 278,6 ha, perusahaan 337,3 ha, jasa 486,4 ha dan tanah perumahan 3.135,1 ha. Dibandingkan dengan data tahun-tahun sebelumnya lahan pertanian cenderung menurun, sementara untuk lahan perumahan mengalami perluasan sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Luas optimal Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebuah kota adalah 30% dari luas kota, sedangkan kota Banjarmasin hanya memiliki 10 sampai 12% RTH saja. Iklim Kota Banjarmasin beriklim iklim sabana tropis (Aw) dengan curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun. Curah hujan yang turun rata-rata per tahunnya kurang lebih 2.400 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600-3.500 mm, jumlah hari hujan dalam setahun kurang lebih 150 hari dengan suhu udara yang sedikit bervariasi, sekitar 26 °C. Kota Banjarmasin termasuk wilayah yang beriklim tropis. Angin Muson dari arah Barat yang bertiup akibat tekanan tinggi di daratan Benua Asia melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim hujan, sedangkan tekanan tinggi di Benua Australia yang bertiup dari arah Timur adalah angin kering pada musim kemarau. Hujan lokal turun pada musim penghujan, yaitu pada bulan-bulan November–April. Dalam musim kemarau sering terjadi masa kering yang panjang. Curah hujan tahunan rata-rata sampai 2.628 mm dari hujan per tahun 156 hari. Suhu udara rata-rata sekitar 25 °C - 38 °C dengan sedikit variasi musiman. Fluktuasi suhu harian berkisar antara 74-91%, sedangkan pada musim kemarau kelembabannya rendah, yaitu sekitar 52% yang terjadi pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober. Sungai Sungai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kota Banjarmasin sehingga Banjarmasin mendapat julukan "kota seribu sungai" meski sungai yang mengalir di Banjarmasin tak sampai seribu. Sungai menjadi wadah aktivitas utama masyarakat zaman dahulu hingga sekarang, utamanya dalam bidang perdagangan dan transportasi. Sungai-sungai yang membelah kota ini, diupayakan sebagai magnet ekonomi, khususnya pariwisata. Data dari Dinas Kimprasko Banjarmasin menunjukkan pada 1997 di Ibu Kota Kalimantan Selatan itu terdapat 117 sungai, kemudian pada 2002 berkurang menjadi 70 sungai, lalu pada 2004 sampai sekarang hanya tinggal 60 sungai. Penataan kota Banjarmasin semestinya penataan daratan harus mengikuti penataan sungai, artinya penataan sungai yang didahulukan baru penataan daratan. Berikut adalah beberapa nama sungai yang mengaliri Kota Banjarmasin. Catatan: Tabel di bawah belumlah lengkap. Demografi Kota Banjarmasin terdiri atas 5 kecamatan, yaitu: Banjarmasin Barat: 13,13 km² Banjarmasin Selatan: 38,27 km² Banjarmasin Tengah: 6,66 km² Banjarmasin Timur: 23,86 km² Banjarmasin Utara: 16,54 km² Jumlah penduduk di wilayah ini dapat diperincikan sebagai berikut: Tabel Jumlah Penduduk Banjarmasin tahun 2015 Perkembangan populasi penduduk Banjarmasin. Suku bangsa Mayoritas penduduk kota Banjarmasin berasal dari suku Banjar (79,26%). Penduduk asli yang mendiami Banjarmasin adalah orang Banjar Kuala yang memiliki budaya sungai dengan interaksi masyarakat yang sangat kuat terhadap sungai baik dalam kegiatan sosial maupun ekonomi. Hal ini dapat diihat dari adanya Pasar Terapung yang menjadi salah satu objek wisata andalan Kota Banjarmasin. Di perkampungan sepanjang aliran-aliran sungai hampir 100% masih dihuni masyarakat asli Banjar Kuala. Di Banjarmasin juga banyak orang Banjar dari daerah-daerah lain di Kalimantan Selatan, baik dari sekitar kawasan Banjar Bakula yang juga didiami suku Banjar Kuala, maupun dari kawasan dari Banua Anam yang didiami suku Banjar Hulu dan Banjar Batang Banyu. Suku minoritas terbesar yang cukup mudah ditemui di Banjarmasin yaitu suku Jawa (10,27%), Madura (3,17%) dan keturunan Tionghoa (1,56%). Orang Jawa umumnya tersebar merata, sedangkan orang Madura dan Tionghoa berkelompok mendiami beberapa kantong pemukiman. Di kawasan kampung Gadang, Kelayan, Pekapuran dan Pekauman terdapat pengelompokan pemukiman berdasarkan etnis Banjar, Madura dan Tionghoa. Di Banjarmasin juga terdapat pemukinan keturunan Arab di kawasan Jalan Antasan Kecil Barat yang biasa menjadi tujuan wisata kuliner khas Timur Tengah. Komunitas Suku Dayak yang bisa ditemui di Banjarmasin biasanya Suku Dayak Bakumpai yang berasal dari Kabupaten Barito Kuala sampai hulu Sungai Barito, Suku Dayak Meratus yang berasal dari kawasan Pegunungan Meratus, Suku Dayak Ngaju dan Suku Dayak Maanyan yang berasal dari Kalimantan Tengah. Suku-suku lainnya yang terdapat di Banjarmasin yaitu suku Bugis, Sunda, Batak dan lain-lain. Umumnya etnis-etnis lain yang sudah lama menetap di Banjarmasin akan mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Banjar karena sudah mengikuti adat istiadat, budaya dan bahasa Banjar, atau melakukan perkawinan dengan orang Banjar. Komposisi Suku bangsa di kota Banjarmasin tahun 2010 antara lain: Agama Islam adalah agama mayoritas yang dianut sekitar 95.54% masyarakat Kota Banjarmasin. Agama Islam memberi pengaruh kuat pada kebudayaan masyarakat Banjar. Perkembangan Islam di tanah Banjar dimulai seiring dengan sejarah pembentukan entitas Banjar itu sendiri. Islam memang telah berkembang jauh sebelum berdirinya Kerajaan Banjar di Kuin Banjarmasin, meskipun dalam kondisi yang relatif lambat lantaran belum menjadi kekuatan sosial-politik. Kerajaan Banjar menjadi tonggak sejarah pertama perkembangangan Islam di wilayah selatan pulau Kalimantan. Agama lain yang dianut masyarakat Banjarmasin, yaitu Kristen, Katolik, Buddha, Hindu dan Khonghucu yang kebanyakan dianut masyarakat keturunan Tionghoa dan pendatang. Berikut penduduk Kota Banjarmasin menurut agama yang dianut: Berikut jumlah tempat ibadah di Kota Banjarmasin tahun 2015: Pemerintahan Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Daftar Penguasa Banjarmasin Penguasa Banjarmasin semula adalah patih (kepala desa), setelah menjadi Kesultanan adalah Sultan Banjar, setelah perpindahan ibu kota kerajaan ke Martapura, pelabuhan Banjarmasin di bawah otoritas Putera Mahkota atau adik Sultan Banjar, dan setelah dikuasai Belanda, Banjarmasin di bawah Residen Belanda. Penguasa Kota Banjarmasin: Patih Masih, kepala kampung Banjarmasih (Kuin Utara) Sultan Suriansyah, Sultan ke-1, berkedudukan di Kuin Sultan Rahmatullah, Sultan ke-2, berkedudukan di Kuin Sultan Hidayatullah, Sultan ke-3, berkedudukan di Kuin Sultan Mustain Billah, berkedudukan di Kuin Sultan Agung, berkedudukan di Sungai Pangeran Pangeran Abdullah bin Sultan Muhammadillah, Putra Mahkota Pangeran Dupa, Putra Mahkota Jan van Suchtelen (1747-1752), residen Belanda di Tatas Bernard te Lintelo (1752-1757), residen Belanda di Tatas R. Ringholm (1757-1764), residen Belanda di Tatas Lodewijk Willem de Lile (1760-1764), residen Belanda di Tatas Willem Adriaan Palm (1764-1777), residen Belanda di Tatas Piter Waalbek (1777-1784), residen Belanda di Tatas Barend van der Worm (1784-1787), residen Belanda di Tatas Alexander Hare (1812), Resident-Comissioner Inggris di Tatas C. L. Hartmann A. M. E. Ondaatje (1858), residen Belanda di Banjarmasin. I.N. Nieuwen Huyzen (1860), residen Belanda di Tatas C.C. Tromp. (mulai 11 November 1870). Ronggo 1876: Pangeran Toemenggoeng Tanoe Karsa Ronggo 6 Agustus 1876-24 Maret 1893: Raden Toemenggoeng Soeria Kasoema C.A. Kroesen (1898), residen Belanda di Tatas Ronggo 24 Maret 1893-1906: Kiahi Mas Djaja Samoedra C.J. Van Kempen (1924), residen Belanda di Tatas. Mulai tahun 1919 Banjarmasin memiliki Burgemester (Wali kota) J. De Haan (1924-1929), residen Belanda di Tatas R. Koppenel (1929-1931), residen Belanda di Tatas W.G. Morggeustrom (1933-1937), residen Belanda di Tatas Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri SMA Negeri 1 Banjarmasin SMA Negeri 2 Banjarmasin SMA Negeri 3 Banjarmasin SMA Negeri 4 Banjarmasin SMA Negeri 5 Banjarmasin SMA Negeri 6 Banjarmasin SMA Negeri 7 Banjarmasin SMA Negeri 8 Banjarmasin SMA Negeri 9 Banjarmasin SMA Negeri 10 Banjarmasin SMA Negeri 11 Banjarmasin SMA Negeri 12 Banjarmasin SMA Negeri 13 Banjamasin SMA Bur Anwar Banjarmasin SMA Don Bosco Banjarmasin SMA Idhata Banjarmasin SMA Islam Sabilal Muhtadin SMA Kartika VI-3 Banjarmasin SMA KORPRI Banjarmasin SMA Kristen Banjarmasin SMA Kristen Kanaan Banjarmasin SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin SMA Muhammadiyah 2 Banjarmasin SMA PGRI 1 Banjarmasin SMA PGRI 2 Banjarmasin SMA PGRI 3 Banjarmasin SMA PGRI 4 Banjarmasin SMA PGRI 6 Banjarmasin SMA PGRI 7 Banjarmasin SMALB YPLB Pejambuan Banjarmasin SMALB- B/C DHARMA WANITA BANJARMASIN TIMUR Sekolah Menengah Kejuruan SMK YPT Banjarmasin SMK NU Banjarmasin SMK Bina Banua Banjarmasin SMK Farmasi Mandiri SMK Muhammadiyah 1 Banjarmasin SMK Muhammadiyah 2 Banjarmasin SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin SMK Syuhada Banjarmasin SMK Unggulan Husada Banjarmasin SMF ISFI Banjarmasin SMK Negeri 1 Banjarmasin SMK Negeri 2 Banjarmasin SMK Negeri 3 Banjarmasin SMK Negeri 4 Banjarmasin SMK Negeri 5 Banjarmasin Madrasah Aliyah Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Banjarmasin Madrasah Aliyah Negeri 2 (Model) Kota Banjarmasin Madrasah Aliyah Negeri 3 Kota Banjarmasin MAS Al-Istiqomah MAS Irtiqaiyah MAS Muhammadiyah MAS Siti Mariam MAS SMIP 1946 Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi yang ada di Kota Banjarmasin antara lain: Akademik Bidan (Akbid) Bunga Kalimantan Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Universitas Achmad Yani (UVAYA) Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjary (UNISKA) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Politeknik Negeri Banjarmasin (POLIBAN) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Jami Banjarmasin Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Indonesia Banjarmasin) Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bina Banua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIEI) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nasional (STIENAS) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam (STIH SA) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah Banjarmasin Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Suaka Insan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP PGRI) Banjarmasin Politeknik Hasnur Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia (STIMI) Banjarmasin Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis (STT GKE) Banjarmasin (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) STIE Panca setia Banjarmasin Kesehatan Pers & Media Radio RRI Banjarmasin Radio Jaringan Nirwana Group Banjarmasin Radio Abdi Persada Radio Smart FM i-Radio Banjarmasin 90,10 FM Radio Al-Jihad FM 105,10 Radio Gema FM 105,90 Radio DBS FM 101,90 Radio SKY (Swara Kayutangi) 89,30 FM Radio Music Channel 96,00 FM Radio Khana 98,40 FM Radio Sabilal Muhtadin 88,50 FM Radio Nusantara Antik 102,70 FM Radio Madinatussalam 90,90 FM RRI Pro 4 87,70 FM RRI Pro 3 92,50 FM RRI Pro 2 95,20 FM RRI Pro 1 97,60 FM Kumala 96,80 FM SUN FM 103,50 Kanal FM 105,50 Pelangi FM 94,40 MNC Trijaya 104,30 FM Nirwana 99,20 FM Rafada UIN 107,70 FM Gol Radio 106,70 FM Surat Kabar Harian Banjarmasin Post Radar Banjarmasin Barito Post Mata Banua Kalimantan Post Metro Banjar Media Kalimantan Televisi Tabloid Lokal Tabloid URBANA Serambi UMMAH Pariwisata Objek Wisata Kota Banjarmasin memiliki berbagai objek wisata, baik wisata alam, wisata sejarah, wisata kuliner, maupun wisata pendidikan. Festival Budaya Pasar Terapung Masjid Sultan Suriansyah (1526) terletak di tepi Sungai Kuin. Masjid Jami Sungai Jingah Banjarmasin Komplek Makam Sultan Suriansyah Komplek Makam Pangeran Antasari Museum Wasaka Kubah Surgi Mufti Kubah Habib Basirih Pasar Terapung Muara Kuin di muara Sungai Kuin, salah satu anak Sungai Barito. Taman Agro Wisata PKK Banjar Bungas Patung Bekantan Menara Pandang Kawasan Industri Kayu Rakyat di Kelurahan Alalak Selatan dan Tengah. Taman Siring Sungai Martapura yang terletak di tengah kota Banjarmasin, berseberangan dengan Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Sosial Budaya Lagu Daerah Ampar-Ampar Pisang Paris Barantai Kampung Batuah Talambat Badatang Pangeran Suriansyah Banua Banjar Pambatangan Anak Pipit Uma-Abah Ampat-Lima Baras Kuning Galuh Banjar Tokoh kelahiran Banjarmasin Lihat selengkapnya di :Kategori:Tokoh dari Banjarmasin Lain-lain Daftar hotel di Kalimantan Selatan Daftar perguruan tinggi swasta di Kalimantan Selatan Sumber Catatan Referensi Pustaka Agus Sachari, Budaya visual Indonesia: membaca makna perkembangan gaya visual karya desain di Indonesia abad ke-20, Erlangga, 2007, ISBN 979-781-949-3, 9789797819491 Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketinggian Muka Laut di Wilayah Banjarmasin Penyelidikan Geologi Lingkungan Perkotaan Banjarmasin Demand Analysis of Parking Space at Comercial Building in Banjarmasin http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/timur/kalsel/banjarmasin.pdf Pranala luar Situs resmi Situs resmi Peta Banjarmasin 1889 KOTA BANJARMASIN http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php/component/content/article/2285 portal banjarmasin Banjarmasin WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota Banjarmasin Kota Metropolitan Sinergis Dengan Kota Lainnya Aidan Sinaga (Walikotapradja Banjarmasin 1950-1958) Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin INDONESIA – Imam Sulawesi Diangkat Paus Menjadi Uskup Di Kalimantan. BKPRN Bahas Substansi RTRW Kota Banjarmasin. Perencanaan Lanskap Riparian Sungai Martapura untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Alami Kota Banjarmasin. Banjarmasin Pusat Penanganan Bencana Regional Kalimantan. Banjarmasin Wilayah Transmisi Lokal Baru Penyebaran Covid-19. Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin
4199
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Barito%20Selatan
Kabupaten Barito Selatan
Kabupaten Barito Selatan adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Ibu kotanya adalah Buntok Kabupaten ini memiliki luas wilayah 8.830,00 km² dan berpenduduk sebanyak 135.024 jiwa (2023). Motto kabupaten ini adalah "Dahani dahanai tuntung tulus" dan "pantang pulang sebelum tumbang". Sejarah Sebagian kecil wilayah Barsel termasuk dalam Kesultanan Banjar (1826-1860), tetapi sebagian besar termasuk Dusun Ilir diserahkan kepada Hindia Belanda, menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, merupakan bagian dari zuid-ooster-afdeeling van Borneo berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8 Geografi Kabupaten Barito Selatan secara geografis terletak 1°15' - 2°36' Lintang Selatan dan 114°35' - 115°36' Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai berikut: Batas wilayah Wilayah Kabupaten Barito Selatan secara administratif berbatasan dengan beberapa wilayah, yaitu Wilayah Administrasi Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Selatan dibentuk pada tanggal 21 September 1959 berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1820). Setelah berjalan 42 tahun maka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2002, Kabupaten Barito Selatan dimekarkan menjadi Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur. Daerah ini sempat di pimpin oleh Asmawi Agani (Gubernur Kalimantan Tengah periode 2000-2005) dan Achmad Diran (Wakil Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2010 dan periode kedua 2010-sekarang). Apabila sebelum pemekaran Kabupaten Barito Selatan terdiri dari 12 kecamatan dengan luas wilayah 12.664 Km² maka setelah pemekaran tinggal 6 kecamatan dengan luas wilayah 8.830 Km². Keenam kecamatan yang menjadi bagian Kabupaten Barito Selatan tersebut adalah: Kecamatan Jenamas, dengan luas wilayah 708 km² (8,02%) Kecamatan Dusun Hilir, dengan luas wilayah 2.065 km² (23,39%) Kecamatan Karau Kuala, dengan luas wilayah 1.099 km² (12,45%) Kecamatan Dusun Selatan, dengan luas wilayah 1.829 km² (20,71%) Kecamatan Dusun Utara, dengan luas wilayah 1.196 km² (13,54%) Kecamatan Gunung Bintang Awai, dengan luas wilayah 1.933 km² (21,89%) Iklim Sebagai daerah yang beriklim tropis, wilayah Barito Selatan udaranya relatif panas yaitu siang hari mencapai sekitar 34,94 °C dan malam hari sekitar 21,95 °C, rata-rata curah hujan sangat rendah pada tahun 2015 yaitu hanya 49,78 mm dengan rata-rata hujan turun sebanyak 15 hari setiap bulannya. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati dan wakil bupati terpilih Barito Selatan untuk periode 2017-2022, dijabat oleh Eddy Raya Samsuri dan Satya Titiek Atyani Djoedir. Saat ini, Deddy Winarwan, menjadi penjabat bupati Barito Selatan. Deddy menggantikan pelaksana tugas harian bupati, Edy Purwanto, dan penjabat bupati, Lisda Arriyana. Deddy dilantik oleh gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, pada 24 Mei 2023. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Barito Selatan pada pertengahan tahun 2023 adalah 135.024 jiwa. Tingkat pengangguran terbuka sekitar 4,18% dan tingkat partisipasi angkatan kerja sekitar 70% (2019). Rasio jenis kelamin tahun 2019 sebesar 106. Suku bangsa dan Kepercayaan Mayoritas masyarakat yang tinggal di daerah ini adalah Suku Dayak, terdiri dari: Suku Dayak Ngaju Suku Dayak Bakumpai Suku Dayak Maanyan Suku Dayak Lawangan Suku Dayak Dusun Suku Dayak Bawo Data penduduk Kabupaten Barito Selatan tahun 2023 berdasarkan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dianut adalah: Islam 95.412 jiwa (71,24%) Protestan 24.969 jiwa (18,65%) Katolik 9.186 jiwa (6,86%) Hindu 4.341 jiwa (3,24%) Lainnya 8 jiwa (0,01%) Pendidikan Angka partisipasi sekolah dasar di Kabupaten Barito Selatan mencapai 99%, sedangkan untuk tingkat sekolah menengah atas hanya 56,6%. Jumlah taman kanak-kanak pada tahun 2019 mencapai 98 buah, sekolah dasar 171 buah, sekolah menengah pertama 62 buah, dan sekolah menengah atas 23 buah. Semua kecamatan di Barito Selatan telah memiliki sekolah tingkat dasar hingga menengah atas. Untuk sekolah menengah kejuruan, kabupaten ini memiliki 5 sekolah yang tersebar di 4 kecamatan. Di Kabupaten Barito Selatan terdapat Sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang terletak di Kota Buntok, perguruan tinggi tersebut diantaranya: Sekolah Tinggi Pertanian Pgri Buntok, Buntok, Barito Selatan STIE Dahani Dahanai Buntok, Buntok, Barito Selatan STAI Al-Marif Buntok Kesehatan Sampai tahun 2019, fasilitas rumah sakit umum dan poliklinik di Barito Selatan hanya terdapat di Buntok, ibukota kabupaten. Belum terdapat rumah sakit bersalin maupun rumah sakit khusus lainnya di kabupaten ini. Puskesmas dan posyandu sudah dapat ditemui di setiap kecamatan. Jumlah dokter di kabupaten ini terbilang minim, yaitu tidak sampai 50 orang. Jenis penyakit paling umum di Barito Selatan tahun 2019 adalah penyakit pernapasan, hipertensi, dan diare. Ekonomi Pertumbuhan riil perekonomian Kabupaten Barito Selatan mengalami peningkatan positif sepanjang tahun 2001-2005. Tahun 2001, PDRB Barito Selatan mengalami pertumbuhan 0,57 %, tahun 2002 meningkat menjadi 1,36 %, tahun 2003 menjadi 2,83%, tahun 2004 menjadi 3,79%, maka dalam tahun 2005 menjadi 5,07%. Secara garis besar, kehidupan ekonomi kerakyatan masyarakat Kabupaten Barito Selatan adalah pertanian, menyerap 69,91 % tenaga kerja, sektor jasa 9,80 % dan perdagangan 9,09 %. Selama kurun waktu 2001-2005, terjadi perkembangan rata-rata luas tanaman padi sawah 30,27%, pertumbuhan peternakan budidaya 14,36%, pertumbuhan produksi daging rata-rata 10,38% dan produksi perikanan tumbuh 7,4%. Dengan demikian maka mayoritas masyarakat kabupaten Barito Selatan mengandalkan hidupnya sebagai petani, peladang, peternak maupun nelayan. PDRB Kabupaten Barito Selatan tahun 2019 menurut harga berlaku adalah 5,99 triliun rupiah. Sosial Budaya Upacara Adat Wadian Adat rukun kematian Kaharingan Galeri Referensi Pranala luar Dinas Tatakota KPP Kabupaten Barito Selatan Barito Selatan Barito Selatan
4200
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Barito%20Utara
Kabupaten Barito Utara
Kabupaten Barito Utara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Ibu kotanya adalah Muara Teweh. Kabupaten ini berdiri pada tanggal 29 Juni 1950 dan memiliki semboyan "Iya Mulik Bengkang Turan" dari bahasa Tewoyan atau Taboyan (Hajak) yang artinya "jangan berhenti di tengah jalan". Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk Barito Utara sebanyak 158.638 jiwa. Sejarah Berdasarkan Peraturan Swapraja (Zelfbestuur Regeling) Tahun 1938, maka pada tanggal 27 Desember 1946 Pemerintah NICA di Banjarmasin membentuk sebuah badan bernama Dayak Besar, dengan wilayah kekuasaan meliputi Afdeeling Kapuas Barito. Namun, sebenarnya upaya Belanda tersebut tidak lebih sebagai niat busuk untuk menancapkan kembali kuku jajahannya di Indonesia, yakni dengan cara memecah belah negara kesatuan menjadi negara bagian. Tetapi, jiwa dan semangat rakyat Kalimantan yang pada saat itu tetap setiap pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian atas desakan seluruh rakyat, pada tanggal 14 April 1949, maka Dewan Dayak Besar mengeluarkan pernyataan secara resmi “meleburkan diri” kedalam negara Kesatuan RI. Tindakan tegas Dewan Dayak Besar itu kemudian diikuti pula oleh negara-negara bagian lainnya di Kalimantan. Secara bertahap, dalam upaya menetapkan status secara de facto dan de jure, atas wilayah bekas negara-negara bagian buatan Belanda ke dalam wilayah hukum Pemerintah RI, maka Presiden RI mengeluarkan Surat Keputusan pada tanggal 14 April 1950 No.133/S/9 tentang Penetapan Penghapusan status Daerah Banjar, Daerah Dayak Besar, Daerah Kalimantan Tenggara sebagai negara bagian RIS dan langsung masuk ke dalam wilayah Pemerintah RI yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta. Guna menetapkan status dan pembagian wilayah dari bekas negara-negara bagian tersebut, maka Mendagri RI berdasarkan UU No.22 Tahun 1946, melalui SK pada 29 Juni 1950 No.C.17/15/3 menetapkan daerah-daerah di Kalimantan yang sudah bergabung dalam wilayah RI yang terbagi atas 5 (lima) wilayah Kabupaten, yaitu : Kabupaten Banjar berkedudukan di Martapura Kabupaten Hulu Sungai berkedudukan di Kandangan Kabupaten Kotabaru berkedudukan di Kotabaru Kabupaten Barito berkedudukan di Muara Teweh Kabupaten Kotawaringin Timur berkedudukan di Sampit Disamping itu juga ditetapkan 3 (tiga) daerah dengan status Swapraja yakni sebagai berikut : Daerah Swapraja Kutai berkedudukan di Samarinda Daerah Swapraja Berau berkedudukan di Berau Daerah Swapraja Bulongan berkedudukan di Bulongan Selain 5 (lima) Kabupaten tersebut, Pemerintah RI juga menetapkan wilayah daerah swapraja yaitu Swapraja Kutai, Berau dan Bulungan yang masing-masing berkedudukan di Samarinda, Berau dan Bulungan. Untuk melaksanakan ketetapan tersebut Gubernur Kalimantan pada tanggal 3 Agustus 1950 mengeluarkan SK No.154/OPB/92/04 yang merupakan dasar bagi daerah untuk melaksanakan SK Mendagri dimaksud. Sejak itu, lahirlah Kabupaten Barito dengan wilayah meliputi kewedanaan Barito Hulu, Barito Tengah dan Kewedanaan Barito Timur yang berkedudukan di Muara Teweh. Dalam Perkembangan berikutnya, lahirlah UU Darurat No.3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kabupaten/Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten/Kota Besar dalam lingkungan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan UU Darurat inilah untuk pertama kalinya diadakan penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom yang meliputi bidang sebagai berikut : Urusan Tata Usaha Daerah Urusan Kesehatan Urusan Pekerjaan Umum Urusan Pertanian Urusan Kehewanan Urusan Perikanan Darat Urusan Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Urusan dan Kewajiban lain-lain meliputi : Penguburan Mayat Hinder Ordonatie (HO) Lalu Lintas Jalan Pembikinan dan Penjualan Es dan Barang-barang Cair yang mengandung Koolzuur. Beberapa urusan tersebut di atas yang secara nyata dilaksanakan sebagai urusan pangkal Daerah Tingkat II Barito Utara yaitu sebagai berikut : Urusan Tata Usaha Daerah Urusan Kesehatan Daerah Urusan Pekerjaan Umum Urusan Pendapatan Daerah Urusan pangkal dimaksud kemudian ditambah dengan beberapa penyerahan urusan yang baru seiiring dengan perkembangan Pemerintahan diserahkan lagi urusan LLAJ, urusan pertanian tanaman pangan, urusan perkebunan, urusan peternakan, urusan perikanan dan urusan pendidikan dasar dan lain-lain. Dalam kontek kembalinya wilayah-wilayah tersebut kedalam pangkuan negara Kesatuan RI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka melalui SK Mendagri RI pada 27 April 1951 dengan No.115/7/4/28 diangkatlah George Obos sebagai Bupati Kabupaten Barito. Sementara C.Luran akhirnya terpilih sebagai Ketua DPRD Kabupaten Barito yang pertama. 6 (enam) tahun kemudian lahirlah UU No.27 Tahun 1959 tentang Penetapan UU Darurat No.3 Tahun 1953 menjadi UU tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan. Sebagai realisasi dari UU itu, maka pada 1960 Kabupaten Barito dibagi menjadi 2 (dua) Kabupaten, yakni Kabupaten Barito Utara ibukotanya di Muara Teweh dan Kabupaten Barito Selatan ibukotanya di Buntok. Berdasarkan kajian sejarah tersebut, maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Barito Utara yakni pada tanggal 29 Juni 1950 ditandai dengan keluarnya Keputusan Mendagri No.C.17/15/3 tanggal 29 Juni 1950 tentang Pembentukan Daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Hari jadi Kabupaten Barito Utara tanggal 29 Juni 1950 tersebut disetujui DPRD Kabupaten Barito Utara melalui SK tanggal 9 Nopember 1985 No.55/SK-DPRD/1985 dan Keputusan Bupati Barito Utara tanggal 10 Pebruari 1986 No.74 Tahun 1986. Dengan demikian pada 29 Juni 2023 ini Kabupaten Barito Utara sudah memasuki usia yang ke-73 tahun. Pada awalnya, wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Utara sebagai daerah otonom membawahi wilayah Kabupaten Administrasi Murung Raya, dengan ibukotanya di Puruk Cahu. Dalam Struktur Pemerintahan, Kabupaten Administrasi Murung Raya mengkoordinir 5 (lima) Kecamatan yang terletak dibagian utara sungai barito, meliputi Kecamatan Murung, Sumber Barito, Tanah Siang, Laung Tuhup dan Permata Intan. Selanjutnya, menyesuaikan dengan keberaan UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maka sejak tahun 1982 Kabupaten Administrastif Murung Raya diubah statusnya menjadi Kantor Pembantu Bupati Wilayah Murung Raya dengan ibukota tetap di Puruk Cahu. Seiring perkembangan wilayah, khususnya dalam kaitan perkembangan pemerintahan dan pembangunan, maka wilayah Kabupaten Barito Utara dengan 1 (satu) wilayah Pembantu Bupati dan 11 sebelas Kecamatan, yaitu wilayah Pembantu Bupati yaitu Kecamatan Murung, Laung Tuhup, Tanah Siang, Sumber Barito, Permata Intan, Teweh Tengah, Montallat, Gunung Timang, Lahei, Teweh Timur dan Gunung Purei. Pada saat itu wilayah Kabupaten Barito Utara masih sangat luas, yakni mencakup wilayah seluas 32.000 KM², terluas ketiga setelah Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kapuas. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Kabupaten Barito Utara bertambah pula sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Barito Utara sebagai daerah otonom dan sampai berlakunya Unndang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam perkembangan peraturan perundang-undangan selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur. Kabupaten Barito Utara telah dimekarkan lagi menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Murung Raya dengan Ibukotanya Puruk Cahu dengan luas wilayah 23.700 KM2 dan Kabupaten Barito Utara dengan Ibukotanya Muara Teweh dengan luas wilayah 8.300 KM2 yang terdiri dari 6 (enam) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Teweh Tengah terletak di wilayah Muara Teweh. Kecamatan Teweh Baru terletak di wilayah Hajak. Kecamatan Teweh Selatan terletak di wilayah Trahean. Kecamatan Lahei terletak di wilayah Muara Lahei. Kecamatan Lahei terletak di wilayah Benao Hilir. Kecamatan Montallat Ibukotanya Tumpung Laung. Kecamatan Gunung Timang terletak di wilayah Kandui. Kecamatan Teweh Timur terletak di wilayah Benangin Kecamatan Gunung Purei terletak di wilayah Lampeong Kabupaten Barito Utara terdiri dari 93 Desa, 10 Kelurahan, 12 Dusun dan 6 Wilayah Kedamangan. Geografi Posisi Kabupaten Barito Utara pada 114° 27’ 00” – 115° 49’ 00” Bujur Timur dan 0° 58’ 30” Lintang Utara – 1° 26’ 00” Lintang Selatan. Wilayah Barito Utara meliputi pedalaman daerah aliran Sungai Barito yang terletak pada ketinggian sekitar 200-1.730 m dari permukaan laut. Bagian selatan merupakan dataran rendah dan bagian utara merupakan dataran tinggi dan pegunungan. Potensi terbesar kawasan ini ada pada sektor kehutanan, pertambangan (batubara dan emas), sedangkan untuk sektor perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Sektor kehutanan dan perkebunan karet sudah cukup lama turut menyumbang pemasukan bagi negara sedangkan sektor pertambangan seperti tambang emas juga memberi andil yang cukup besar. Tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit saat ini sudah mulai berproduksi yang nantinya diharapkan dapat memberikan pemasukan yang cukup besar bagi negara dan daerah. Batas wilayah Wilayah Kabupaten Barito Utara secara administratif berbatasan dengan beberapa wilayah, yaitu: Topografi Kabupaten yang beribukota di Muara Teweh ini memiliki luas wilayah 8.300 km² sekitar 5,40 persen dari luas Provinsi Kalimantan Tengah. Pada umumnya wilayah Barito Utara dari sebelah selatan ke timur merupakan dataran rendah, sedangkan ke arah utara merupakan daerah perbukitan. Iklim Seperti wilayah lain di Kalimantan Tengah, Kabupaten Barito Utara memiliki iklim hutan hujan tropis (Af) dengan curah hujan yang cenderung tinggi sepanjang tahunnya. Suhu udara di wilayah ini cenderung konstan antara 23°–34 °C di wilayah dataran rendah dengan tingkat kelembapan relatif yang tinggi antara 70%–90%. Pemerintahan Daftar Bupati Saat ini, kabupaten Barito Utara dipimpin oleh penjabat bupati, Muhlis. Ia dilantik pada 23 September 2023, menggantikan jabatan bupati dan wakil bupati terpilih, Nadalsyah dan Sugianto Panala Putra. Dewan Perwakilan Kecamatan Referensi Pranala luar Barito Utara Barito Utara
4202
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kotawaringin%20Barat
Kabupaten Kotawaringin Barat
Kabupaten Kotawaringin Barat adalah sebuah kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. ibu kota kabupaten ini berada di Pangkalan Bun. Semboyan Kotawaringin Barat adalah Marunting Batu Aji yang artinya "Menuju Kejayaan". Kabupaten ini memiliki luas wilayah 10.759,00 km² dan memiliki penduduk sebanyak 270.400 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2020), dengan kepadatan 25 jiwa/km². Asal nama Kotawaringin Barat berasal dari Kata “Kutawaringin” dan "Barat". Kuta berarti Gapura, Waringin berarti Pohon Beringin yang bermakna Pengayoman, sedangkan Barat berasal dari pembagian tempat. Secara keseluruhan Kotawaringin Barat berarti “Gapura Pengayoman di Sebelah Barat”. Sejarah Sebelum menjadi kabupaten Kawasan Kotawaringin Barat telah dihuni sejak tahun 2500 SM hingga saat ini, yaitu: 2500 SM: Masa bangsa Melayu Proto ke pulau Borneo (nenek moyang suku Dayak). 1500 SM: Masuknya bangsa Melayu Deutero ke pulau Borneo. 1400: Patih Gajah Mada dari Majapahit menaklukan Kotawaringin (Lama). 1637: Berdirinya Kerajaan Kotawaringin dengan raja pertama Pangeran Dipati Anta-Kasuma, putera Sultan Banjar IV Mustain Billah. 1806: Pemindahan ibu kota kerajaan Kotawaringin dari Kotawaringin Lama (Astana Alnursary) ke Pangkalan Bun (Istana Kuning). 1890: Seorang Iban bernama Passa melakukan perjalanan dari Paku di Sekundong ke Kotawaringin, wilayah Kesultanan Banjarmasin. 12 Juni 1936: Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Tanjung Puting sebagai cagar alam dan suaka margasatwa. 18 Agustus 1945: Pemerintah RI membentuk provinsi Kalimantan. 17 Oktober 1947: Penerjunan pertama pasukan payung Republik Indonesia di Desa Sambi, Arut Utara, Kotawaringin Barat (Palagan Sambi). Tanggal ini menjadi Hari Jadi Paskhas TNI AU. 7 Desember 1956: Kotawaringin menjadi bagian dari wilayah Kalimantan Selatan. 23 Mei 1957: Wilayah Kotawaringin dan Dayak Besar membentuk provinsi Kalimantan Tengah. 12 Mei 1984: Penetapan Taman Nasional Tanjung Puting oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Pembentukan kabupaten Pembentukan Kotawaringin Barat diawali dengan terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor: Up.34/41/24, tanggal 28 Desember 1957 dan SK. Nomor: Des.52/12/2.206, tanggal 22 Desember 1959 Tentang Pembagian Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Kemudian dengan lahirnya Undang-undang No.5 Tahun 2003 tanggal 10 April 2003, yaitu Pengukuhan/Pemekaran 8 Kabupaten, maka Kabupaten Kotawaringin Barat dimekarkan menjadi: Kabupaten Lamandau dengan Ibu kota Nanga Bulik. Kabupaten Sukamara dengan Ibu kota Sukamara. Pada tanggal 3 Oktober 1959 secara resmi ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Kotawaringin Barat dan sekarang tahun 2014 telah berusia yang ke-55 tahun. Geografi Kabupaten Kotawaringin Barat secara astronomis berada pada posisi 1°26' hingga 3°33' Lintang Selatan dan 111°20' hingga 112°6' Bujur Timur. Secara administratif, Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki luas wilayah sebesar 10.759 km². Batas wilayah Wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat berbatasan langsung dengan beberapa wilayah, yaitu Topografi Wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat di sekitar aliran Sungai Kumai, Sungai Arut, dan Sungai Lamandau yang menyebabkan wilayahnya mudah tergenang, berawa-rawa dan merupakan daerah endapan serta bersifat organik dan asam. Wilayah daratan dengan ketinggian 0 – 7 mdpl mempunyai areal yang cukup luas dan lokasinya tersebar meliputi area seluas 215.644,74 Ha atau 21,86% dari luas wilayah. Wilayah ini mempunyai sifat datar dan dipengaruhi pasang surut. Wilayah dengan ketinggian 100 – 500 mdpl juga cukup luas yaitu 142.631,43 Ha atau 14,46% dan lokasinya juga menyebar. Wilayah dengan ketinggian di atas 500 mdpl memiliki luas sebesar 145.327,20 Ha atau 14,73% dari luas wilayah. Pada daerah ini sebagian besar merupakan daerah perbukitan hingga pegunungan dengan kelerengan lebih dari 40% dan memiliki potensi erosi yang signifikan. Iklim Sama halnya dengan wilayah lain di Kalimantan Tengah, Kabupaten Kotawaringin Barat beriklim hutan hujan tropis (Af) dengan curah hujan yang cenderung tinggi sepanjang tahunnya. Suhu udara di wilayah kabupaten ini pun cenderung konstan antara 22°–34 °C. Tingkat kelembapan relatif pun cenderung tinggi berkisar antara 70% hingga 90%. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Suku bangsa Kondisi sosial budaya masyaraakt Kotawaringin Barat termasuk heretorgen, termasuk perbedaan etnis dan budaya. Meskipun tidak ada data resmi, keragaman etnis Kotawaringin Barat dominan dipengaruhi oleh suku Melayu, juga dipengaruhi budaya suku Dayak. Suku lain yang ada di sini umumnya adalah orang Jawa, Madura, Banjar, Sunda dan lainnya. Berbagai tradisi setempat yang masih dilestarikan hingga sekarang seperti upacara adat "Nyanggar" dan "Babarasih Banua", tradisi penduduk di pesisir sebagai upacara adat permohonan kepada Tuhan, agar diberikan keamanan atas wilayah mereka. Desa Pasir Panjang, di kecamatan Arut Selatan, masuk ke dalam 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023. Di lokasi initerdapat rumah Betang suku Dayak, makam adat Kaharingan, dan pagelaran adat tradional Dayak. Agama Penduduk Kotawaringin Barat menganut agama yang beragam, dengan mayoritas beragama Islam. Data Badan Pusat Statistik 2023 mencatat, banyaknya penduduk kabupaten ini yang beragama Islam sebanyak 91,75%. Kemudian penduduk yang beragama Kekristenan sebanyak 6,81%, dengan rincian Protestan sebanyak 4,65%, dan Katolik sebanyak 2,16%. Sebagian lagi menganut agama Hindu atau Kaharingan sebanyak 1,16%, dan selebihnya menganut agama Buddha sebanyak 0,27% serta penganut keyakinan sebanyak 0,01%. Untuk banyaknya sarana rumah ibadah tahun 2022, yakni terdapat 236 masjid, 607 mushola, 86 gereja Protestan, 23 gereja Katolik, 10 dan 3 Vihara. Pendidikan Universitas Antakusuma Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Borneo Cendekia Medika Pangkalan Bun Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nur Ahadiyah (STITNA) Transportasi Kabupaten Kotawaringin Barat adalah pintu gerbang Pulau Kalimantan di bagian Barat. Karenanya, Kotawaringin Barat termasuk salah satu daerah yang memang disiapkan untuk menerima wisatawan baik domestik maupuan mancanegara. Kabupaten yang beribu kota di Pangkalan Bun ini memiliki jaringan transportasi baik udara, laut, sungai, maupun darat yang cukup baik. Terdapat Bandar Udara Iskandar di Pangkalan Bun yang melayani penerbangan di antaranya dari Semarang, Jakarta, Ketapang, dan Pontianak. Jarak bandar udara ini dengan Kota Pangkalan Bun hanyalah sekira 10 km saja. Bagi Anda yang berasal dari Surabaya dan Semarang, terdapat jalur transportasi laut di Kumai berupa pelabuhan bernama Pelabuhan Panglima Utar. Transportasi laut dari Pelabuhan Tanjung Mas Semarang dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dilayani oleh Pelni dan Perusahan Pelayaran Swasta, seperti PT Pelayaran Meratus. Pariwisata Objek Wisata Wilayah ini memiliki beragam objek wisata yang layak untuk dikunjungi, misalnya: Taman Nasional Tanjung Puting Pantai Tanjung Keluang Kawasan Wisata Bugamraya atau Pantai Kubu Istana Kuning Kesultanan Kutaringin di Pangkalan Bun Astana Alnursari di Kotawaringin Lama Masjid Kyai Gede di Kotawaringin Lama Monumen Palagan Sambi Lihat pula Kerajaan Kotawaringin Kabupaten Kotawaringin Timur Kabupaten Lamandau Kabupaten Sukamara Referensi Pranala luar ''Situs resmi Kabupaten Kotawaringin Barat Informasi pembangunan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kotawaringin Barat Kabupaten Kotawaringin Barat, Harian Kompas, 8 Oktober 2002 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kotawaringin Barat Kotawaringin Lama: Wisata Budaya yang Terlupakan. Sinar Harapan, 2003 Kotawaringin Barat Kotawaringin Barat
4203
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kotawaringin%20Timur
Kabupaten Kotawaringin Timur
Kabupaten Kotawaringin Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sampit. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 16.496 km² dan berpenduduk kurang lebih sebanyak 373.842 jiwa pada tahun 2010 dan bertambah menjadi 433.679 jiwa pada pertengahan tahun 2023. Sejarah Menurut laporan Radermacher, kepala daerah Sampit (Kotawaringin Timur) pada tahun 1780 adalah Kyai Ingabei Sudi Ratu. Pada tanggal 13 Agustus 1787, wilayah Sampit (Kabupaten Kotawaringin Timur) sudah diserahkan Sultan Tahmidullah II kepada VOC Belanda, kemudian daerah ini berkembang menjadi sebuah Distrik yaitu Distrik Sampit. Penguasa selanjutnya adalah Kiai ngabei Djaija Kesuma (1834), Djoeragan Brahim (1847), Kiai Oeda Mengala, dan Haji Abdol Rachman (1850), Tiedke - penguasa Eropa (1859). Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8 Pada tanggal 1 Mei 1859 pembukaan pelabuhan di Sampit. Pada 12 Agustus 1862, status pemerintahan sipil diberlakukan untuk daerah Sampit. Geografi Kabupaten Kotawaringin Timur dengan luas seluruhnya 16.496 km², terdiri dari 17 kecamatan, 132 desa dan 12 kelurahan, terletak di antara 111°0’50” - 113°0’46” BT dan 0°23’14”- 3°32’54” LS. Batas Wilayah Topografi Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki topografi yang bervariasi, pada ketinggian antara 0-60 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar merupakan dataran rendah yang meliputi bagian selatan sampai bagian tengah memanjang dari timur ke barat, sedangkan bagian utara merupakan dataran tinggi yang berbukit. Jenis tanah yang mendominasi wilayah ini adalah tanah jenis podsolik merah kuning, walaupun ada beberapa bagian juga ditemui jenis tanah lainnya seperti aluvial, organosol, litosol dan lain-lain. Hidrologi Kabupaten Kotawaringin Timur dialiri oleh satu sungai besar dan lima buah cabang sungai yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai prasarana perhubungan dan sebagian kecil untuk pertanian. Sungai besar yang terdapat di Kotawaringin Timur yang panjang dan dapat dilayari adalah sebagai berikut: Iklim Iklim merupakan salah satu pendukung dalam keberhasilan produksi, unsur-unsur iklim tersebut antara lain curah hujan, suhu dan kelembaban. Suhu rata-rata bulanan di Kabupaten Kotawaringin Timur diperkirakan berkisar antara 27 °C – 35 °C. Curah hujan per bulan di Sampit pada tahun (2007) berkisar antara 12 mm (bulan September) hingga 790 mm (April). Bulan-bulan kering di Sampit berkisar antara Juni hingga Oktober. Pemerintahan Bupati Bupati Kotawaringin Timur saat ini dijabat oleh Halikinnor, didampingi wakil bupati, Irawati. Mereka adalah pemenang pada pemilihan umum bupati Kotawaringin Timur 2020. Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, melantik Halikinnor dan Irawati pada 26 Februari 2021, untuk masa jabatan 2021-2024. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Jumlah penduduk Pada 2010 data penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur ± 373.842 jiwa, terdiri dari laki-laki 197.213 jiwa dan perempuan 176.629 jiwa. Adapun jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah: Catatan: Tidak termasuk kecamatan Telaga Antang dan Tualan Hulu Agama Penduduk Kotawaringin Timur menganut agama yang beragam, dengan mayoritas menganut agama Islam. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, pada pertengahan tahun 2023, penduduk yang menganut agama Islam sebanyak 86,57%. Diikuti oleh agama Kekristenan sebanyak 8,20%, dengan rincian Protestan sebanyak 6,04% dan Katolik sebanyak 2,16%. Sebagian lagi menganut agama Hindu sebanyak 4,92%, dan sebagian kecil beragama Buddha sebanyak 0,29%, dan Konghucu sebanyak 0,02%. Untuk sarana rumah ibadah, terdapat 438 masjid, 506 mushola, 104 gereja Protestan, 69 Balai, 27 gereja Katolik, 2 pura, 4 vihara, dan 1 klenteng. Pariwisata Rumah Betang Situs budaya kebersamaan dalam suatu hunian rumah betang, rumah adat ini terletak di desa Tumbang Gagu, kecamatan Antang Kalang. Pantai Ujung Pandaran Pantai Ujung Pandaran terletak di Muara Teluk Sampit atau yang lebih dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan Sungai Mentaya. Pantai yang masih asri ini termasuk unik, karena salah satu bagian langsung menghadap ke Laut Jawa dengan debur ombaknya yang besar, sedangkan bagian yang lain menghadap ke Muara Sungai Mentaya dihiasi deburan kecil ombak yang gemerisik menjadikan pantai ini lebih sempurna, tenang dan damai ketika menyaksikan hadirnya sang surya di kejauhan memancarkan hangatnya cahaya. Lokasi ini terletak sekitar 45 km sebelah selatan Kota Samuda ( Ibu kota Kecamatan Mentaya Hilir Selatan), atau kurang lebih 85 km dari Pusat Kota Sampit (Ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur), tidak jauh dari jalan lintas Sampit - Kuala Pembuang (Kabupaten Seruyan). Terowongan Nur Mentaya Kawasan berada di Jalan Cilik Riwut (Bundaran Adipura Samekto - Pintu Gerbang Stadion 29 November Sampit). Di kanan kiri jalan terdapat 172 lampu hias dengan ornamen ikan jelawat. Pada saat lampu menyala di malam hari, kawasan ini nampak seperti terowongan. Referensi Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur
4204
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Palangka%20Raya
Kota Palangka Raya
Kota Palangka Raya (terkadang ditulis: Palangkaraya) adalah sebuah kota dan juga sebagai ibu kota dari provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 2.853,12 km² dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2023 sebanyak 302.310 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 110 jiwa/km². Sebelum otonomi daerah pada tahun 2001, Kota Palangka Raya hanya memiliki 2 kecamatan, yaitu: Pahandut dan Bukit Batu. Kini secara administratif, Kota Palangka Raya terdiri atas 5 kecamatan, yakni: Pahandut, Jekan Raya, Bukit Batu, Sabangau, dan Rakumpit. Kota ini dibangun pada tahun 1957 (UU Darurat No. 10/1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah) dari hutan belantara yang dibuka melalui Desa Pahandut di tepi Sungai Kahayan. Sebagian wilayahnya masih berupa hutan, termasuk hutan lindung, konservasi alam serta Hutan Lindung Tangkiling. Pada saat kota ini mulai dibangun, Presiden Soekarno merencanakan Palangkaraya sebagai ibu kota negara di masa depan, menggantikan Jakarta. Kota Palangka Raya merupakan kota dengan wilayah terluas di Indonesia atau setara 3,6 kali luas Jakarta. Sejarah Sejarah Kota Palangka Raya Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah Dayak Besar termasuk daerah ini bagian dari dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8 Terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah melalui proses yang cukup panjang sehingga mencapai puncaknya pada tanggal 23 Mei 1957 dan dikuatkan dengan Undang-undang Darurat Nomor 10 tahun 1957, yaitu tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah. Sejak saat itu Provinsi Kalimantan Tengah resmi sebagai daerah otonom, sekaligus sebagai hari jadi Provinsi Kalimantan Tengah. Tiang pertama pembangunan Kota Palangka Raya dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pada saat itu, Soekarno pada tanggal 17 Juli 1957 dengan ditandai peresmian Monumen/Tugu Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah di Pahandut yang mempunyai makna: Angka 17 melambangkan hikmah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Tugu Api berarti api tak kunjung padam, semangat kemerdekaan dan membangun. Pilar yang berjumlah 17 berarti senjata untuk berperang. Segi Lima Bentuk Tugu melambangkan Pancasila mengandung makna Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1958 Ibu Kota Provinsi yang dulunya Pahandut berganti nama dengan Palangka Raya. Sejarah Pemerintah Kota Palangka Raya Sejarah pembentukan pemerintahan Kota Palangka Raya merupakan bagian integral dari pembentukan provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957, lembaran Negara Nomor 53 berikut penjelasannya (Tambahan Lembaran Negara Nomor 1284) berlaku mulai tanggal 23 Mei 1957 yang selanjutnya disebut Undang-undang Pembentukan Daerah Swatantra provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1958, Parlemen Republik Indonesia tanggal 11 Mei 1959 mengesahkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 yang menetapkan pembagian provinsi Kalimantan Tengah dalam 5 (lima) Kabupaten dan Palangka Raya sebagai Ibukotanya. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tanggal 22 Desember 1959 Nomor Des. 52/12/2-206, maka ditetapkanlah pemindahan tempat dan kedudukan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah dari Banjarmasin ke Palangka Raya terhitung tanggal 20 Desember 1959. Selanjutnya, Kecamatan Kahayan Tengah yang berkedudukan di Pahandut secara bertahap mengalami perubahan dengan mendapat tambahan tugas dan fungsinya, antara lain mempersiapkan Kotapraja Palangka Raya. Kahayan Tengah ini dipimpin oleh Asisten Wedana, yang pada waktu itu dijabat oleh J.M. Nahan. Peningkatan secara bertahap Kecamatan Kahayan Tengah tersebut, lebih nyata lagi setelah dilantiknya Bapak Tjilik Riwut sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah pada tanggal 23 Desember 1959 oleh Menteri Dalam Negeri, dan Kecamatan Kahayan Tengah di Pahandut dipindahkan ke Bukit Rawi. Pada tanggal 11 Mei 1960, dibentuk pula Kecamatan Palangka Khusus Persiapan Kotapraja Palangka Raya, yang dipimpin oleh J.M. Nahan. Selanjutnya sejak tanggal 20 Juni 1962 Kecamatan Palangka Khusus Persiapan Kotapraja Palangka Raya dipimpin oleh W. Coenrad dengan sebutan Kepala Pemerintahan Kotapraja Administratif Palangka Raya. Perubahan, peningkatan dan pembentukan yang dilaksanakan untuk kelengkapan Kotapraja Administratif Palangka Raya dengan membentuk 3 (tiga) kecamatan, yaitu: Kecamatan Palangka di Pahandut. Kecamatan Bukit Batu di Tangkiling. Kecamatan Petuk Katimpun di Marang Ngandurung Langit. Kemudian pada awal tahun 1964, Kecamatan Palangka di Pahandut dipecah menjadi 2 (dua) kecamatan, yaitu: Kecamatan Pahandut di Pahandut. Kecamatan Palangka di Palangka Raya Sehingga Kotapraja Administratif Palangka Raya telah mempunyai 4 (empat) kecamatan dan 17 (tujuh belas) kampung yang berarti ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan untuk menjadi satu Kotapraja yang otonom sudah dapat dipenuhi serta dengan disyahkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1965, Lembaran Negara Nomor 48 tahun 1965 tanggal 12 Juni 1965 yang menetapkan Kotapraja Administratif Palangka Raya, maka terbentuklah Kotapraja Palangka Raya yang otonom. Peresmian Kotapraja Palangka Raya menjadi Kotapraja yang Otonom dihadiri oleh Ketua Komisi B DPRGR, Bapak L.S. Handoko Widjojo, para anggota DPRGR, Pejabat-pejabat Depertemen Dalam Negeri, Deputy Antar Daerah Kalimantan Brigadir Jendral TNI M. Panggabean, Deyahdak II Kalimantan, Utusan-utusan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan dan beberapa pejabat tinggi Kalimantan Lainnya. Upacara peresmian berlangsung di Lapangan Bukit Ngalangkang halaman Balai Kota dan sebagai catatan sejarah yang tidak dapat dilupakan sebelum upacara peresmian dilangsungkan pada pukul 08.00 pagi, diadakan demonstrasi penerjunan payung dengan membawa lambang Kotapraja Palangka Raya. Demonstrasi penerjunan payung ini, dipelopori oleh Wing Pendidikan II Pangkalan Udara Republik Indonesia Margahayu Bandung yang berjumlah 14 (empat belas) orang, dibawah pimpinan Ketua Tim Letnan Udara II M. Dahlan, mantan paratrop AURI yang terjun di Kalimantan pada tanggal 17 Oktober 1947. Demonstrasi penerjunan payung dilakukan dengan mempergunakan pesawat T-568 Garuda Oil, di bawah pimpinan Kapten Pilot Arifin, Copilot Rusli dengan 4 (empat) awak pesawat yang diikuti oleh seorang undangan khusus Kapten Udara F.M. Soejoto (juga mantan Paratrop 17 Oktober 1947) yang diikuti oleh 10 orang sukarelawan dari Brigade Bantuan Tempur Jakarta. Selanjutnya, lambang Kotapraja Palangka Raya dibawa dengan parade jalan kaki oleh para penerjun payung ke lapangan upacara. Pada hari itu, dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Bapak Tjilik Riwut ditunjuk selaku penguasa Kotapraja Palangka Raya dan oleh Menteri Dalam Negeri diserahkan lambang Kotapraja Palangka Raya. Pada upacara peresmian Kotapraja Otonom Palangka Raya tanggal 17 Juni 1965 itu,Penguasa Kotapraja Palangka Raya, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, menyerahkan Anak Kunci Emas (seberat 170 gram) melalui Menteri Dalam Negeri kepada Presiden Republik Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan pembukaan selubung papan nama Kantor Wali kota Kepala Daerah Kotapraja Palangka Raya. Pemindahan Ibu Kota Negara Wacana pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan berkembang di setiap masa pemerintahan. Dalam buku berjudul ‘Soekarno & Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya’ karya Wijanarka disebutkan, dua kali Bung Karno mengunjungi Palangka Raya, Kalimantan Tengah — untuk melihat langsung potensi kota itu menjadi pusat pemerintahan. Wacana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kota Palangka Raya juga pernah diungkapkan Presiden pertama RI Soekarno. Saat meresmikan Palangka Raya sebagai ibu kota Provinsi Kalteng pada 1957, Soekarno ingin merancang menjadi ibu kota negara. Geografi Kota Palangka Raya merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis, Kota Palangka Raya terletak di antara 113°30'–114°04' Bujur Timur dan 1°30'–2°30' Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Palangka Raya secara keseluruhan adalah 284.250 Ha atau 2.842,5 km². Batas wilayah Batas-batas wilayah Kota Palangka Raya adalah sebagai berikut: Topografi Secara topografi, seluruh wilayah Kota Palangka Raya berada di bawah 100 mdpl. Kecamatan dengan wilayah tertinggi adalah Kecamatan Rakumpit dengan ketinggian ±75 mdpl, sedangkan kecamatan dengan wilayah terendah adalah Kecamatan Sebangau dengan ketinggian kurang dari 20 mdpl. Berdasarkan tingkat kemiringan lahan, Kota Palangka Raya merupakan wilayah dengan tingkat kemiringan datar hingga landai. Di wilayah utara kota ini, tingkat kemiringan lahan sebesar ≤40%, sedangkan di wilayah selatan tingkat kemiringan lahan berkisar antara 0–8% dan berada pada tingkat ketinggian 16–25 mdpl. Geologi Secara geologi, wilayah Palangka Raya terbentuk dari batuan endapan dan batuan beku. Struktur geologi kota ini terbentuk atas batuan endapan permukaan (Qa), sedimen (TQd), dan plutonik (Kgr). Ditinjau dari formasi bahan material pembentukannya, di daerah ini terdapat Formasi Aluvium (Qa) yang tersusun dari material gambut berwarna coklat kehitaman (endapan rawa), pasir lepas berwarna kekuningan halus-kasar, tak berlapis (endapan sungai); lempung kelabu kecoklatan, mengandung sisa tumbuhan, sangat lunak (daerah pasang surut), dan lempung kaolinan warna putih kekuningan, bersifat liat, tebal sekitar dari50–100 m, Formasi Dahor (TQd) yang terdiri dari material Konglomerat, coklat kehitaman, agak padat, komponen terdiri dari fragmen kuarsit dan basal, berukuran 1–3 cm, kemas terbuka dengan matriks berukuran pasir. Berselingan dengan batu pasir, berwarna kekuningan sampai kelabu, berbutir sedang sampai kasar, setempat berstruktur sedimen silang siur. Batu lempung warna kelabu, agak lunak, karbonan setempat mengandung lignit, tersingkap sebagai sisipan dalam batu pasir dengan ketebalan 20–60 cm. Iklim Suhu udara di wilayah Kota Palangka Raya berkisar antara 22°–32 °C dengan tingkat kelembapan nisbi sebesar ±83%. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, Kota Palangka Raya beriklim hutan hujan tropis (Af) dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Curah hujan tahunan di wilayah Palangka Raya berkisar antara 2.300–2.700 mm per tahun dan jumlah hari hujan berada di antara 140 hingga 190 hari hujan per tahun. Curah hujan maksimum terjadi di bulan Desember dengan curah hujan bulanan lebih dari 330 mm per bulan dan curah hujan minimum terjadi di bulan Agustus dengan curah hujan bulanan sebesar 111 mm per bulan. Pemerintahan Wali Kota Walikota merupakan pimpinan tertinggi di pemerintahan kota Palangka Raya. Walikota yang menjabat di Palangka Raya ialah Fairid Naparin, didampingi wakil walikota, Umi Mastikah. Mereka adalah pemenang pada Pemilihan umum Wali Kota Palangka Raya 2018. Farid dan Umi dilantik oleh gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, pada 23 Septemper 2018 di Istana Isen Mulang, Palangka Raya. Selanjutnya, setelah masa jabatan Farid dan Umi selesai, penjabat wali kota Palangka Raya diberikan kepada Hera Nugrahayu, yang dilantik pada 25 September 2023. Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, melantik Hera Nugrahayu sebagai penjabat wali kota Palangka Raya, di Aula Jaya Tamiang, kantor gubernur Kalimantan Tengah. Sebelumnya, Hera menjabat sebagai sekretaris daerah Palangka Raya. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Suku Bangsa Kota Palangka Raya dihuni berbagai macam suku bangsa, dengan 3 suku bangsa dominan, yaitu Dayak (34,49%), Banjar (30,46%) dan Jawa (25,36%). Suku bangsa lainnya yang mendiami Palangka Raya yaitu Batak, Bali, Flores, Madura, Sunda, Melayu, Makassar, Bugis, Mandar, Tionghoa, Minang dan lain-lain. Agama Penduduk Kota Palangka Raya menganut berbagai macam agama, dengan mayoritas menganut agama Islam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2023, penduduk yang menganut agama Islam sebanyak 70,66%, kemudian Kekristenan sebanyak 27,95% yang meliputi Protestan sebanyak 25,96% dan Katolik sebanyak 1,99%. Penduduk yang menganut agama Hindu sebanyak 1,21%, kemudian sebagian kecil beragama Buddha sebanyak 0,17% dan lainnya 0,01%. Untuk saran rumah ibadah, terdapat 201 masjid, 116 mushola, 142 gereja Protestan, 25 gereja Katolik, 4 pura dan 6 vihara. Kaharingan adalah kepercayaan asli suku Dayak di Kalimantan Tengah yang pada Sensus 2010 digabungkan dalam kelompok lainnya, dan kini sudah menjadi bagian dari agama Hindu. Kesehatan Transportasi Sungai Ditengah kota Palangka Raya dibelah oleh sebuah sungai besar, yaitu Sungai Kahayan. Sebagai sarana transportasi dapat menggunakan kapal kecil, seperti jukung, getek dan kelotok. Juga terdapat 3 buah sungai buatan, yaitu Pangaringan I, Pangaringan II dan Pangaringan III. Darat Saat ini terdapat jalan darat antar provinsi yang menghubungkan antara kota Palangka Raya dengan kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, melalui Jembatan Tumbang Nusa dan Jembatan Barito yang dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 3-4 jam secara nyaman. Sedangkan jalan darat antar provinsi ke kota Pontianak, Kalimantan Barat, merupakan jalan rintisan melewati kabupaten Sukamara. Disamping itu jalan darat dengan 13 kabupaten di Kalimantan Tengah belum semuanya dapat dilalui dengan baik karena kondisi struktur tanah, kondisi jalan dan curah hujan. Ditengah kota Palangka Raya sendiri terdapat Jembatan Kahayan diatas Sungai Kahayan yang menghubungkan kedua tempat yang biasa disebut dengan Pahandut dan Pahandut Seberang. Udara Bandar Udara Tjilik Riwut (dulu bernama Panarung) merupakan bandar udara yang menghubungkan kota Palangka Raya dengan kota-kota di pedalaman serta antar provinsi di Indonesia. Bandara ini terletak di Jalan Adonis Samad, Kelurahan Panarung, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya. Pendidikan Perguruan tinggi Perguruan tinggi di Palangka Raya, diantaranya adalah: Akademi Akademi Kebidanan Betang Asi Raya Palangka Raya Universitas Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMPR) Universitas Kristen Palangkaraya (UNKRIP) Universitas PGRI Palangka Raya Universitas Palangka Raya (UPR) Universitas Siber Asia Palangka Raya Universitas Terbuka Palangka Raya Institut Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya (IAIN Palangka Raya) Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya (IAHN TP Palangka Raya) Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya (IAKN Palangka Raya) Institut Teknologi dan Sains Nahdlatul Ulama Kalimantan (ITS NU Kalimantan) Sekolah tinggi Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK Palangka Raya) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai (STIH Tambun Bungai) Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Bunga Bangsa (STIP Bunga Bangsa) Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing Palangka Raya Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Palangka Raya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YBPK Palangka Raya Sekolah Tinggi Pastoral Tahasak Danum Pambelum Keuskupan Palangkaraya (STIPAS Tahasak Danum Pambelum Keuskupan Palangka Raya) Sekolah Tinggi Kesehatan Eka Harap Politeknik Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangka Raya (Poltekkes Kemenkes Palangka Raya) Politeknik Batang Garing Palangka Raya Pariwisata Tempat Wisata Arboretum Nyaru Menteng Bukit Tangkiling (Bukit Baranahu, Doa Karmel, Kalalawit, Tabala, Tunggal, Bulan, Buhis, Liau, Lisin, Tangkiling) Danau Tahai Dermaga Kereng Bangkirai Museum Balanga Padang Himba Adventure Pesona Alam Lestari (PAL) Taman Nasional Sebangau Taman Pasuk Kameloh Taman Wisata Alam Batu Banama Taman Wisata Fantasi Beach Taman Wisata Kum-Kum Referensi Pranala luar Situs resmi Pemerintah Kota Palangka Raya Situs web resmi Bappeda Kota Palangka Raya Situs web berita lokal Palangka Raya Situs web wisata Palangka Raya Palangka Raya Palangka Raya Palangka Raya
4205
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Balikpapan
Kota Balikpapan
Balikpapan adalah sebuah kota di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Sebagai pusat bisnis dan industri, kota ini memiliki perekonomian terbesar di seluruh Kalimantan, dengan total PDRB mencapai Rp79,65 triliun pada tahun 2016. Dari sisi kependudukan, Balikpapan adalah kota terbesar kedua di Kalimantan Timur (setelah Kota Samarinda) dengan total penduduk sebanyak 703.610 jiwa pada tahun 2023 Balikpapan merupakan salah satu dari 3 gerbang menuju ibu kota Indonesia yang baru, dengan keberadaan Pelabuhan Semayang (tersibuk kedua setelah Pelabuhan Samarinda) dan Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman yang merupakan kota tersibuk ketiga di Kalimantan, setelah Banjarmasin dan Pontianak. Terbentuknya Balikpapan berawal dari sebuah perkampungan nelayan di tepi Selat Makassar pada abad ke-19. Pengeboran pertama sumur minyak di kota ini dimulai pada 10 Februari 1897, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Balikpapan. Pada tahun 1907, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) mendirikan kantor di kota ini, yang kemudian diikuti oleh masuknya investasi dari berbagai perusahaan multinasional. Berdasarkan survey persepsi masyarakat dengan 1000 responden, kota Balikpapan dulunya dinobatkan IAP sebagai salah satu kota paling layak huni di Indonesia tahun 2014 dan 2017. Namun pada tahun 2022, kota ini justru tertinggal oleh Samarinda dan tidak lagi dinobatkan dalam 10 besar. Sejarah Asal usul nama Balikpapan Ada beberapa hikayat populer yang menceritakan asal usul kota yang berada di pesisir timur Kalimantan ini, yaitu: Adanya 10 keping papan yang kembali ke Jenebora dari 1.000 keping yang diminta oleh Sultan Kutai sebagai sumbangan bahan bangunan untuk pembangunan Istana Baru Kutai Lama. Kesepuluh papan yang balik tersebut disebut oleh orang Kutai Balikpapan Tu. Sehingga wilayah sepanjang Teluk Balikpapan, tepatnya di Jenebora disebut Balikpapan. Nama asli Balikpapan adalah Billipapan atau Balikkappan (logat Banjar). Suku Paser Balik (suku asli Balikpapan) adalah keturunan kakek dan nenek bernama Kayun Kuleng dan Papan Ayun. Sehingga daerah sepanjang Teluk Balikpapan oleh keturunannya disebut Kuleng-Papan atau artinya Balikpapan (dalam bahasa Paser, Kuleng artinya Balik). Dalam legenda lain juga disebutkan asal usul Balikpapan, yaitu dari seorang putri yang dilepas oleh ayahnya seorang raja yang tidak ingin putrinya tersebut jatuh ke tangan musuh. Sang putri yang masih balita diikat di atas beberapa keping papan dalam keadaan terbaring. Karena terbawa arus dan diterpa gelombang, papan tersebut terbalik. Ketika papan tersebut terdampar di tepi pantai ditemukan oleh seorang nelayan dan begitu dibalik ternyata terdapat seorang putri yang masih dalam keadaan terikat. Konon putri tersebut bernama Putri Petung yang berasal dari Kerajaan Pasir. Sehingga daerah tempat ditemukannya dinamakan Balikpapan. Hari jadi kota Balikpapan adalah tanggal 10 Februari 1897. Penetapan tanggal ini merupakan hasil Seminar Sejarah Balikpapan pada tanggal 1 Desember 1984. Tanggal 10 Februari 1897 ini adalah tanggal pengeboran minyak pertama di Balikpapan yang dilakukan oleh perusahaan Mathilda sebagai realisasi dari pasal-pasal kerja sama antara J.H. Menten dengan Mr. Adams dari Firma Samuel dan Co. Kesultanan Kerajaan Kutai Daerah Balikpapan dan Balikpapan Seberang (Penajam) merupakan bagian dari wilayah negara dependen Kesultanan Kutai. Tahun 1942 Penajam termasuk dalam wilayah Balikpapan. Sejak sekitar tahun 1636, Kalimantan pada umumnya termasuk negara bagian Kutai, negara bagian Paser dan negara bagian Berau diklaim sebagai wilayah mandala negara Kesultanan Banjarmasin. Pada 1 Januari 1817, Sulaiman dari Banjar telah menyerahkan kedaulatannya atas sebagian besar Kalimantan kepada perusahaan VOC, yang kemudian diperbarui lagi pada tanggal 4 Mei 1826 pada masa Sultan Adam. Setelah itu Kalimantan pada umumnya menjadi wilayah negara Hindia Belanda. Tahun 1844, bekas negara bagian Kutai secara resmi mendapat pengakuan sebagai negara dependensi di dalam negara Hindia Belanda. Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, Kutai termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8 Tahun 1855, Kutai merupakan sebagian dari de zuid- en oosterafdeeling van Borneo yang beribu kota di Banjarmasin. Masa Hindia Belanda Dengan ditemukannya sumber-sumber minyak di daerah Balikpapan dan daerah sekitarnya (Samboja, Sanga-Sanga dan Muara Badak), pemerintah Hindia Belanda akhirnya membeli wilayah ini dari Sultan Kutai Kertanegara serta dibangun untuk mendukung usaha-usaha pertambangan khususnya perminyakan dengan mendirikan kilang minyak, kantor operasi serta perumahan pegawai (sisa-sisa usaha pembangunan Hindia Belanda dapat dilihat dari permukiman para staf Pertamina). Aktivitas perminyakan ini juga membantu perpindahan penduduk terutama para pekerja dari Jawa, serta dari berbagai daerah. Saat itu perusahaan minyak yang dikenal adalah BPM, Shell dan KPM. Wilayah Balikpapan pada tahun 1930 itu meliputi Balikpapan Seberang (Penajam). Masa Pendudukan Jepang Pada masa Perang Dunia II, Jepang mengincar wilayah ini sebagai batu loncatan mengadakan serangan ke Jawa. Pada tanggal 23 Januari 1942, armada Jepang di bawah pimpinan Shizuo Sakaguchi merebut Balikpapan dari tangan pasukan Sekutu dan Hindia Belanda. Wilayah Balikpapan saat itu meliputi Balikpapan Seberang (Penajam). Nilai strategis kota Balikpapan juga diperhitungkan tentara sekutu, pada tahun 1945 tentara sekutu di bawah komando Australia merebut kota ini dari tangan Jepang pada pertempuran 26 Juni-15 Juli 1945 dalam usaha merebut kembali wilayah yang jatuh ke tangan Jepang. Masa Republik Indonesia Berita tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia agak terlambat sampai di kota ini, sekitar tahun 1945-1946 melalui pekerja BPM yang datang dari Jawa dalam rangka rehabilitasi kilang minyak yang hancur akibat perang yang dilanjutkan dengan pernyataan rakyat di Lapangan FONI. Namun karena Belanda berniat menguasai kembali kota ini maka terjadi peperangan yang berlanjut sampai pada pertempuran Sangatta. Pada masa pengakuan kedaulatan tahun 1949, wilayah ini diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat yang berlanjut kepada Republik Indonesia. Geografi Kota Balikpapan memiliki wilayah 85% berbukit-bukit serta 12% berupa daerah datar yang sempit terutama berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sungai kecil serta pesisir pantai. Dengan kondisi tanah yang bersifat asam (gambut) serta dominan tanah merah yang kurang subur. Sebagaimana layaknya wilayah lain di Indonesia, kota ini juga beriklim tropis. Kota ini berada di pesisir timur Kalimantan yang langsung berbatasan dengan Selat Makassar, memiliki teluk yang dapat dimanfaatkan sebagai pelabuhan laut komersial dan pelabuhan minyak. Batas wilayah Letak astronomis Balikpapan berada di antara 1,0 LS–1,5 LS dan 116,5 BT–117,5 BT dengan luas sekitar 503,3 km² dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Topografi Secara umum Kota Balikpapan berada pada ketinggian 0 sampai 100 meter di atas permukaan laut. Klasifikasi terbesar yaitu berada pada ketinggian 20-100 mdpl dengan luas 20.090,57 ha atau 51,66% dari luas wilayah, ketinggian >10-20 mdpl seluas 17.260 ha atau 34,17% dari luas wilayah dan ketinggian 0-10 mdpl seluas 6.980 Ha atau 13% dari luas wilayah. Dari sisi topografis sebagian besar wilayah Kota Balikpapan berada pada kemiringan lereng antara 15-40% yaitu seluas seluas 21.305,57 Ha atau 42,33% dari luas wilayah keseluruhan. Secara morfologis Kota Balikpapan terdiri dari 85% kawasan perbukitan dengan jenis tanah podsolik merah kuning yang memiliki karakter topsoil tipis, struktur tanah mudah tererosi. Sedangkan 15% lainnya merupakan daerah dataran yang terletak di sepanjang pantai timur dan selatan wilayah Kota Balikpapan dengan jenis tanah umumnya adalah alluvial. Iklim Suhu udara di wilayah Kota Balikpapan berada pada 23°–32 °C dengan tingkat kelembapan relatif sebesar ±84%. Wilayah Kota Balikpapan sendiri beriklim tropis dengan tipe (Af). Curah hujan di wilayah Balikpapan cenderung tinggi setiap tahunnya, yaitu berkisar antara 2.300–2.900 mm per tahun dan dengan jumlah hari hujan lebih dari 130 hari hujan per tahun. Ekologi Di Hutan Lindung Sungai Wain, yang merupakan daerah resapan air utama dan habitat satwa langka Kalimantan, mulai dirambah masyarakat dengan cara tebang bakar sehingga ketika musim kemarau sebagian kawasan tersebut menjadi tandus dan mengalami kerusakan 40%. Luas area hutan Sungai Wain yang mencapai 10 ribu hektare, perlahan tetapi pasti terus berkurang, hingga menyisakan 9 ribu hektare dengan kondisi hutan yang masih baik hanya 63%. Warga sekitar banyak mencari kayu untuk memasak di hutan tersebut walaupun di sekelilingnya telah dipagari kawat. Sebelumnya antara tahun 2000 hingga 2001, pembalakan liar terjadi di 10 hingga 15 titik di hutan Sungai Wain, dan pada tahun 2009 hutan ini dilanda kebakaran bersama hutan Sungai Manggar yang membuat 15 hektare kawasan hutan terlalap api. Ancaman penambangan batu bara dari wilayah sekitar yang memberikan izin penambangan seperti Paser dan Kutai Kartanegara turut mengganggu ekosistem perbatasan hutan Sungai Wain. Hutan kota di Telagasari yang diresmikan tahun 1996 dengan luas 29,4 hektare, kini telah menyusut hingga menjadi 8 hektare saja. Hutan di tengah kota ini telah dikelilingi permukiman penduduk. Hutan lindung Sungai Manggar juga mengalami kerusakan cukup parah, yakni sekitar 60%. Waduk di hutan ini pun terancam karena lahan-lahan tambang batu bara dan pabrik bata didirikan begitu dekat sehingga terjadi pendangkalan air waduk. Mayoritas dari yang mendirikan tersebut bahkan diketahui merupakan masyarakat pendatang. Selain itu, pembangunan jalan tol Balikpapan–Samarinda yang direncanakan pemerintah Kaltim yang membelah hutan sepanjang 8 kilometer melintasi waduk bisa merusak kualitas sumber air bersih di Balikpapan tersebut. Kerusakan hutan mengakibatkan Balikpapan mudah terjadi bencana banjir dan longsor setiap dilanda hujan deras. Suplai air bersih juga semakin berkurang karena resapan air kian menyempit, erosi mudah terjadi serta sedimen dari lokasi penambangan yang mengalir ke sungai memperkeruh dan mendangkalkan waduk, ditambah dengan kondisi Balikpapan yang hanya memiliki sedikit sungai dan tanah yang kurang subur. Populasi maskot Balikpapan, beruang madu semakin sedikit yakni hanya tinggal 50 ekor. Hal ini disebabkan penambangan batu bara yang mempersempit habitat beruang madu, sehingga beruang madu enggan bereproduksi. Selain beruang madu, satwa Balikpapan lainnya yang dinyatakan terancam punah yaitu bekantan, uwa-uwa Kalimantan, orangutan Kalimantan, trenggiling dan musang air Bennet. Sedangkan satwa di Balikpapan yang telah punah ialah banteng (Bos javanicus). Kerusakan terumbu karang Tak cukup dengan penggundulan dan pengrusakan hutan maupun bakau yang masif, terumbu karang Balikpapan juga tidak luput dari pengrusakan bahkan kondisinya sangat memprihatinkan dan terancam kepunahan serius. Berdasarkan data pemkot, sebelum tahun 2007 saja tercatat 3 pihak melakukan pengrusakan terumbu karang Balikpapan, yakni proyek jalan Balikpapan-Samarinda tahun 1965, proyek Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman tahun 1996 (pengrusakan karang di Balikpapan Timur) dan para nelayan yang menggunakan bom ikan (potasium). Pada tahun 2004 di Balikpapan Timur, tercatat tutupan karang biotic hanya berkisar 4.02%-26% saja sementara tutupan karang massive dan encrusting hanya sekitar 4.02%-17.92% saja. Pengamatan juga mengungkap fakta bahwa wilayah tersebut dulunya memiliki tutupan karang yang cukup luas dengan daerah pertumbuhan 2-10 m. Berdasarkan klasifikasi status Wilkinson, terumbu karang Balikpapan Timur berstatus 'Poor' (status terendah). Teluk Balikpapan Sebelum terjadi bencana tumpahan minyak, terumbu karang Teluk Balikpapan yang merupakan terumbu karang terunik di Indonesia, kerusakannya sudah dalam kategori 'Parah'. Saat itu, teluk sudah mengalami sedimentasi tinggi karena menjadi muara sedimen daratan dari 10 buah sungai. Pada tahun 2011, laju sedimentasi Teluk Balikpapan mencapai 7 ton per hektar per tahun, sehingga dasar teluk menjadi lebih dangkal 17 meter hanya dalam kurun waktu 6 tahun saja. Pembangunan industri (sawit, termasuk Kawasan Industri Kariangau), pemukiman tepi laut yang semakin padat, aktivitas kapal dan transportasi air yang tinggi serta pertambangan batu bara semakin memperparah kerusakan terumbu karang. Akibatnya terumbu karang mati lantaran air laut berubah menjadi keruh, berwarna kecoklatan dan tercemar. Terjadinya bencana besar tumpahan minyak 2018 menjadi kerusakan lingkungan terberat bagi Balikpapan, yang mana sebanyak 4 kawasan terumbu karang seluas 10,4 hektar dipastikan telah rusak. Tragedi tersebut sangat disayangkan, mengingat pemulihan terumbu karang karena bom ikan saja membutuhkan waktu ratusan tahun lamanya. Badan Keamanan Laut menegaskan bila di luar negeri setetes minyak jatuh ke laut sudah merupakan pelanggaran berat, sementara di Indonesia penegakan hukum masih lemah. Apabila terumbu karang mati, maka berbagai biota laut teluk ikut berkurang karena terumbu karang merupakan rumah, tempat bertelur serta perawatan biota laut, sehingga dapat memicu konflik perikanan antara nelayan Balikpapan dan Penajam Paser Utara. Budi daya rumput laut Penajam Paser Utara juga turut terancam. Gelombang tinggi dengan mudahnya menerjang pesisir sebab terumbu karang berperan membantu bakau dalam meredam ombak. Pemerintahan Wali Kota Wali kota adalah pemimpin tertinggi di pemerintahan kota Balikpapan. Saat ini, wali kota yang menjabat ialah Rahmad Mas'ud. Ia menang pada pemilihan umum wali kota Balikpapan 2020. Ia berpasangan dengan calon wakil wali kota, Thohari Aziz. Namun, sebelum pelantikan jabatan, Thohari meninggal dunia pada 27 Januari 2021. Rahmad kemudian dilantik menjadi wali kota Balikpapan periode 2021-2024 oleh gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, pada 31 Mei 2021 di Pendopo Etam Kota Samarinda. Dewan Perwakilan Kecamatan Mendapatkan status kota Balikpapan adalah berstatus sebagai kota dengan wali kota sebagai kepala daerah dan DPRD sebagai legislatif serta memiliki perlengkapan pemerintahan dan aparatur pemerintah seperti Kepolisian, Kejaksaan Negeri, Rumah Tahanan dan Lembaga Permasyarakatan serta Pengadilan Negeri. Selain itu Balikpapan menjadi pusat pemerintahan untuk wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan. Tercatat di antaranya kantor Polda (Kepolisian Daerah) Kalimantan Timur dan Kejaksaan Tinggi berpusat disini. Serta markas besar Angkatan Darat, yakni Komando Daerah Militer (KODAM) VI Mulawarman yang memiliki daerah operasi wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan berpusat di kota ini. KODAM yang memiliki motto "Gawi Manuntung Waja Sampai Kaputing" merupakan satu-satunya KODAM yang berpusat di kota, bukan ibu kota provinsi. Demografi Penduduk asli Balikpapan adalah suku Balik, kemudian dari etnis pendatang yang sudah lama menetap di Balikpapan yakni berasal dari etnis Banjar, Bugis, Makassar, Jawa, serta pendatang lain yang di antaranya beretnis Manado, Gorontalo, Madura, Sunda, dan lain-lain. Di awal Juni 2014, jumlah penduduk mencapai 684.339 jiwa dengan jumlah pendatang selama tahun 2012 sebanyak 21.486 jiwa yang merupakan jumlah tertinggi selama tiga tahun terakhir. Jumlah pendatang tersebut mampu melampaui jumlah pendatang yang masuk di Singapura pada tahun yang sama yakni sebanyak 20.693 jiwa. Antara tahun 2003 hingga 2012, jumlah pendatang tercatat 170 ribu jiwa lebih, sebagian besar dari pendatang tersebut memenuhi persyaratan dan menjadi warga tetap, sedangkan sisanya dipulangkan atau pindah sendiri. Peningkatan jumlah penduduk terjadi akibat tingginya arus migrasi pendatang serta pertambahan alamiah (kelahiran), sehingga Balikpapan mulai tahun 2005 hingga saat ini menjadi kota terpadat penduduk di Kaltim. Berdasarkan asalnya, pendatang berasal dari pulau-pulau di sekitar seperti Jawa, Madura dan Sulawesi. Jumlah pendatang paling banyak berasal dari Jawa yakni sebanyak 30%, kemudian diikuti dengan Banjar dan Bugis masing-masing sebanyak 20%, Toraja sebanyak 11%, Madura sebanyak 8%, Buton sebanyak 7% dan Betawi sebanyak 4%. Tingkat pendidikan pendatang didominasi oleh lulusan SLTA sebanyak 36%, diikuti lulusan SD sebanyak 25%, tidak tamat SD sebanyak 23%, lulusan SMP sebanyak 12% dan perguruan tinggi hanya 4%. Alasan pendatang masuk ke Balikpapan beragam, paling banyak karena mencari pekerjaan (48%), kemudian karena pindah kerja (33%) dan karena ikut keluarga atau suami sebanyak 19%. Kesadaran pendatang dalam membuang sampah di Balikpapan bervariasi, ada yang membuangnya tepat di TPS hingga membuang bebas di sungai. Sekitar 50% pendatang membuang sampah di TPS, kemudian sebanyak 35% pendatang pengelolaan sampahnya dipungut oleh petugas, 11% pendatang membakar sampahnya dan sebanyak 4% membuangnya langsung ke sungai. Dengan pertumbuhan pendatang yang sangat tinggi, pada tahun 2015 jumlah penduduk diprediksi meningkat menjadi 825.275 jiwa yang mengakibatkan 5,15% (42.502 jiwa) penduduk Balikpapan saat itu tidak dapat menikmati air bersih. Jumlah penduduk pada tahun 2033 diprediksi mencapai angka 1.102.366 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.190 jiwa/km2. Jumlah penduduk miskin cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari BPS Balikpapan, pada tahun 2009 terhitung 18.440 jiwa penduduk Balikpapan merupakan penduduk miskin, kemudian pada tahun 2010 meningkat empat ribu jiwa menjadi 22.850 jiwa dan pada tahun 2011 terjadi penurunan sedikit namun belum juga berkurang dari jumlah tahun 2009 yakni sebanyak 19.820 jiwa. Suku bangsa Suku asli Balikpapan adalah suku Balik yang saat ini telah menjadi minoritas. Suku Balik biasanya dianggap sebagai sub-suku Paser karena dianggap serumpun, sehingga terkadang disebut sebagai Paser Balik. Padahal sebenarnya, menurut ketua adat suku Balik, mereka berbeda dengan suku Paser. Seperti yang terjadi di kawasan Kalimantan lainnya, suku Banjar yang datang ke Balikpapan menyerap unsur-unsur suku lokal melalui perkawinan campur dengan suku Balik dan Suku Paser sehingga memunculkan komunitas Banjar-Balik. Secara garis besar, ada lima budaya dasar suku bangsa asal Kalimantan yang disebut Rumpun Kalimantan, empat di antaranya terdapat di Kalimantan Timur, khususnya Balikpapan yaitu: Banjar, Kutai, Dayak, Paser yang biasa disingkat Komunitas BAKUDAPA atau jika ditambah etnis Tidung menjadi BAKUDAPATI (akronim Banjar, Kutai, Dayak, Paser, Tidung) jika dihitung mencapai 31,39% populasi (sensus tahun 2000). Di antara keempat suku asal Kalimantan tersebut, duku Banjar merupakan yang terbanyak sejak masa kolonial. Dalam sensus tahun 1930 suku Banjar berjumlah 7.389 jiwa (31,56%), suku Kutai/Melayu 52 jiwa, suku Dayak 32 jiwa diantara populasi Balikpapan. Selain empat suku di atas, banyak pula suku-suku asal dari pulau Sulawesi, Jawa, Sumatra, dan pulau lainnya sehingga pada awal pertumbuhan kota Balikpapan setidaknya terbentuk tiga kantung permukiman Banjar, Bugis, dan Jawa. Salah satu pakaian adat di Balikpapan, antara lain Baju Takwo. Bahasa Daerah Bahasa daerah yang sering digunakan adalah: Bahasa Paser Bahasa Kutai Bahasa Banjar Bahasa Bugis Bahasa Jawa Umumnya bahasa yang digunakan pada keseharian warga Balikpapan adalah bahasa Indonesia. Ekonomi Perekonomian kota ini bertumpu pada sektor industri yang didominasi oleh industri minyak dan gas, perdagangan dan jasa. Kota ini memiliki bandar udara berskala internasional, yakni Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan serta Pelabuhan Semayang selain pelabuhan minyak yang dimiliki Pertamina. Di sektor perdagangan, pemerintah kota melindungi pengusaha lokal Balikpapan dengan membentuk peraturan daerah yang tidak lagi menerbitkan izin kepada toko modern seperti minimarket dari luar kota untuk beroperasi di Balikpapan. Selain itu pemerintah kota juga akan mengatur jarak dan jam operasional setiap minimarket sehingga pengusaha lokal dapat bersaing di tengah kompetisi yang semakin ketat. Pendidikan Beberapa perguruan tinggi yang ada di Balikpapan yakni Universitas Balikpapan, Politeknik Negeri Balikpapan, Politeknik Borneo Medistra, STT Migas, STIE Madani Balikpapan, STIE Balikpapan (STIEPAN), STMIK Balikpapan, Akademi Sekretari dan Manajemen Indonesia, Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Universitas Tri Dharma, Universitas Mulia, Institut Kristen Borneo, STIT Balikpapan (STITBA), STAI Ibnu Khaldun Balikpapan, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur Balikpapan, dan lainnya. Kesehatan Pariwisata Kota Balikpapan memiliki daerah wisata yang cukup banyak dan beragam, di antaranya adalah: Taman Agrowisata, diresmikan tanggal 17 Desember 1997 oleh Bapak Tri Sutrisno, berlokasi di Jalan Soekarno Hatta km 23, dengan luas 100 ha dan memiliki berbagai koleksi tanaman tropis serta dilengkapi dengan tempat piknik terbuka, rumah panjang Dayak, tempat berkemah dan pemandangan alami, dilengkapi play ground, shelter, tempat parkir, mushola dan play group, dapat dikunjungi dengan angkutan kota trayek nomor 8. Wana Wisata Km 10 adalah taman arboretum yang dibangun oleh PT Inhutani I Unit Balikpapan, dengan berbagai jenis pohon hutan dan buah-buahan langka, sebagai tempat berkemah dan jogging yang sejuk dan alami, dilengkapi gedung pertemuan, pusat informasi, gazebo, play ground dan warung kaki lima, dapat ditempuh dengan angkutan kota trayek nomor 8. Karang Joang Resort, Golf dan Country Club Balikpapan, yaitu padang Golf Kariangau terletak di Kelurahan Karang Joang, tidak jauh dari sungai Wain, terdapat drive rain, hotel berbintang dengan teras dan pembakaran barbeque, club house dengan kolam renang dan activity room dengan karaoke, meja bilyard, bar dan ruangan dengan acara khusus serta tersedia menu masakan Tionghoa, Eropa dan Indonesia, dapat dipesan pada Resort & Golf Karang Joang, Jalan Soekarno Hatta Km 5,5 Balikpapan. Jembatan Ulin Kariangau merupakan jembatan ulin terpanjang dengan panjang 800 m dan lebar 2 m, terletak 11 km dari pusat kota Balikpapan, terdapat hutan bakau dengan pemandangan lepas ke teluk Balikpapan dengan aktivitas nelayan dan kapal-kapal yang melintas dari pelabuhan Somber menuju Pelabuhan Penajam. Pantai Manggar Segarasari merupakan tempat rekreasi pantai terletak 22 km dari pusat Kota Balikpapan tepatnya di kecamatan Balikpapan Timur. Di sana terdapat shelter, banana boat, speed boat, ruang informasi dan warung kaki lima. Pantai ini dapat dicapai dengan angkutan kota trayek nomor 7. Hutan Lindung Sungai Wain merupakan hutan lindung dengan luas 10.025 ha yang dilalui sungai Wain yang panjangnya 18.300 m dengan airnya yang jernih dengan hutan bakau dan habitat burung, ikan, kepiting dan orang hutan. Galeri Referensi Pranala luar Kesultanan Pasir Balikpapan Balikpapan
4206
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Berau
Kabupaten Berau
Kabupaten Berau adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Tanjung Redeb. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 36.962,37 km² dengan jumlah penduduk sekitar 276.241 orang pada pertengahan 2023 dan kepadatan penduduk 8 jiwa/km². Geografi Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Sejarah Kabupaten Berau berasal dari Kesultanan Berau yang didirikan sekitar abad ke-14. Menurut sejarah Berau, Raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Surya Nata Kesuma dan Isterinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahan kerajaan pada awalnya berkedudukan di Sungai Lati (sekarang menjadi lokasi pertambangan Batu Bara PT Berau Coal). Aji Raden Suryanata Kesuma menjalankan masa pemerintahannya tahun 1400–1432 dengan adil dan bijaksana, sehingga kesejahteraan rakyatnya meningkat. Pada masa itu dia berhasil menyatukan wilayah pemukiman masyarakat Berau yang disebut Banua, yaitu Banua Merancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung. Di samping kewibawaannya, kedudukan Aji Raden Suryanata Kesuma juga sangat berpengaruh, menjadikan dia disegani lawan maupun kawan. Untuk mengenang jasa Raja Berau yang pertama ini, Pemerintah telah mengabdikannya sebagai nama Korem 091 Aji Raden Surya Nata Kesuma yang Rayon Militer Kodam VI/TPR. Setelah dia wafat, Pemerintahan Kesultanan Berau dilanjutkan oleh putranya dan selanjutnya secara turun temurun keturunannya memerintah sampai pada sekitar abad ke-17. Kemudian awal sekitar abad XVIII datanglah penjajah Belanda memasuki kerajaan Berau dengan berkedok sebagai pedagang (VOC). Namun kegiatan itu dilakukan dengan politik De Vide Et Impera (politik adu domba). Kelicikan Belanda berhasil memecah belah Kerajaan Berau, sehingga kerajaan terpecah menjadi 2 Kesultanan yaitu Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur. Pada saat bersamaan masuk pula ajaran agama Islam ke Berau yang dibawa oleh Imam Sambuayan dengan pusat penyebarannya di sekitar Sukan. Sultan pertama di Kesultanan Sambaliung adalah Raja Alam yang bergelar Alimuddin (1800–1852). Raja Alam terkenal pimpinan yang gigih menentang penjajah belanda. Raja Alam pernah ditawan dan diasingkan ke Makassar (dahulu Ujung Pandang). Untuk mengenang jiwa Patriot Raja Alam namanya diabadikan menjadi Batalyon 613 Raja Alam yang berkedudukan di Kota Tarakan. Sedangkan Kesultanan Gunung Tabur sebagai Sultan pertamanya adalah Sultan Muhammad Zainal Abidin (1800–1833), keturunannya meneruskan pemerintahan hingga kepada Sultan Achmad Maulana Chalifatullah Djalaluddin (wafat 15 April 1951) dan Sultan terakhir adalah Aji Raden Muhammad Ayub (1951–1960). Kemudian wilayah kesultanan tersebut menjadi bagian dari Kabupaten Berau. Sultan Muhammad Amminuddin menjadi Kepala Daerah Istimewa Berau. Dia memerintah sampai dengan adanya peraturan peralihan dari Daerah Istimewa menjadi Kabupaten Dati II Berau, yaitu Undang-undang Darurat tahun 1953 Tanggal terbitnya Undang-undang tersebut dijadikan sebagai Hari jadi Kabupaten Berau. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 27 tahun 1959, Daerah Istimewa Berau berubah menjadi kabupaten Dati II Berau dan Tanjung Redeb sebagai Ibu kotanya, dengan Sultan Aji Raden Muhammad Ayub (1960–1964) menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Berau yang pertama. Penetapan Kota Tanjung Redeb sebagai pusat pemerintahan Dati II Kabupaten Berau adalah untuk mengenang pemerintahan Kerajaan (Kesultanan) di Berau. Di mana pada tahun 1810 Sultan Alimuddin (Raja Alam) memindahkan pusat pemerintahannya ke Kampung Gayam yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Bugis. Perpindahan ke Kampung Bugis pada tanggal 25 September tahun 1810 itu menjadi cikal bakal berdirinya kota Tanjung Redeb, yaitu kemudian dibadikan sebagai Hari jadi Kota Tanjung Redeb sebagaimana diterapkan dalam Perda No. 3 tanggal 2 April 1992. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati menjadi pimpinan tertinggi dalam pemerintahan kabupaten Berau. Saat ini, bupati yang menjabat di Berau ialah Sri Juniarsih Mas, merupakan bupati perempuan pertama yang memimpi Berau. Sri Juniarsih bersama Gamalis memenangi Pilkada Kabupaten Berau 2020 berdasarkan rapat pleno terbuka penetapan pasangan calon bupati-wabup Berau terpilih yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Berau. Dewan Perwakilan Kecamatan Flora dan Fauna Lebih dari 80 jenis pohon di daerah Berau yang terdaftar terancam punah dalam daftar World Conservation Union (IUCN). Teluk Berau yang merupakan bagian dari Laut Sulawesi terletak di sebuah rute migrasi utama bagi mamalia laut. Terumbu karang Berau terletak 60 kilometer dari Semenanjung Berau dianggap sebagai salah satu tempat laut yang paling penting di Indonesia dan Pulau Derawan adalah bagian dari taman laut tersebut. Di antara spesies hewan Berau terancam atau hampir punah adalah: Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) Monyet Belalai/ Bekantan (Nasalis larvatus) Beruang madu (Helarctos malayanus) Siamang (Symphalangus syndactylus) Banteng (Bos javanicus) Pariwisata Tempat Wisata Berbagai tempat wisata yang ada di Kabupaten Berau adalah: Kepulauan Derawan di Kecamatan Pulau Derawan Danau Ubur–Ubur Pulau Kakaban Labuan Cermin Kecamatan Biduk-Biduk Kolam/Pemandian Air Panas Kecamatan Biatan Taman Buru Batu Putih di Kecamatan Talisayan Bekas Istana Kesultanan Gunung Tabur di Kecamatan Gunung Tabur Keraton Kesultanan Sambaliung di Kecamatan Sambaliung Makam Raja-Raja Kesultanan Gunung Tabur di tepi Sungai Berau dan Sungai Kelay, Kecamatan Gunung Tabur Bandar Udara Kalimarau, salah satu bandara terbesar di utara Kaltim Sentosa Park, wahana rekreasi air (waterboom) terbesar di utara Kaltim Masjid Agung Baitul Hikmah di Kota Tanjung Redeb Museum Siraja di Kecamatan Teluk Bayur Referensi Pranala luar Situs resmi Pemkab Berau Situs tentang konservasi hutan di Kabupaten Berau Koran Tempo Berau, Supermarket Wisata Kalimantan Timur Berau Berau
4207
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bulungan
Kabupaten Bulungan
Kabupaten Bulungan adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Kalimantan Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Tanjung Selor, yang juga merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Utara. Luas kabupaten Bulungan yakni 13.181,92 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2022 sebanyak 157.593 jiwa. Rencana pemindahan ibu kota ke Kecamatan Tanjung Palas sebagai pusat pemerintah Kabupaten Bulungan. Sejarah Nama Bulungan berasal dari sebuah Kesultanan yang pernah ada di daerah tersebut yaitu Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas. Kabupaten ini sebelumnya merupakan wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Sejak tahun 1999, kabupaten ini telah dimekarkan menjadi tiga kabupaten dan satu kota masing-masing Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan. Pada tahun 2013, keempat wilayah otonom tersebut beserta Kabupaten Tana Tidung memisahkan diri dari Kalimantan Timur dan menjadi wilayah provinsi baru Kalimantan Utara. Pemerintahan Ibu kota Tanjung Selor sebagai ibu kota Kabupaten sendiri adalah sebuah kota pedalaman yang tenang dan nyaman. Hari berdirinya tercatat tanggal 12 Oktober 1790, sebelum sebagai ibu kota Kabupaten sampai tanggal 11 Oktober 1960 merupakan ibu kota Kerajaan Bulungan. Hanya 20 ribu penduduk tinggal di kota ini, sebagian besar berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pedagang. Untuk menuju ke Tanjung Selor pada umumnya kebanyakan orang menuju Kota Tarakan dengan pesawat udara. Lantas disambung dengan Speed boat selama satu jam perjalanan atau pesawat udara yang berjadwal selama 15 menit. Tetapi bisa juga langsung terbang dari Balikpapan atau Samarinda menuju Tanjung Selor, karena kota ini telah memiliki Bandar Udara perintis (Bandar Udara Tanjung Harapan) dengan jadwal penerbangan reguler dari Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Bupati Bupati menjadi pejabat tertinggi dalam pemerintahan kabupaten Bulungan. Bupati Bulungan saat ini dijabat oleh Syarwani, didampingi wakil bupati, Ingkong Ala. Mereka menang dalam Pemilihan umum Bupati Bulungan 2020 dan dilantik pada 26 Februari 2021 di Aula Gedung Gadis Tanjung Selor, Kalimantan Utara. Dewan Perwakilan Kecamatan Pemekaran kabupaten Pada tanggal 17 Juli 2007, dalam Sidang Paripurna DPR RI telah disetujui pembentukan kabupaten baru, yaitu Kabupaten Tana Tidung yang merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Nunukan dan Bulungan. Dari Nunukan, kecamatan Sembakung dipindahkan menjadi wilayah kabupaten baru tersebut, sedangkan dari Bulungan, dipindahkan tiga kecamatan, yaitu Sesayap, Sesayap Hilir dan Tanah Lia. Pariwisata Tempat Wisata Sungai Kayan Sungai Kayan merupakan sungai arus deras, dengan grade1/2 atau tingkat kesulitan di atas rata-rata, sehingga berpotensi sebagai objek wisata arung jeram. Sungai ini melewati lebih dari 20 desa yang memiliki sub suku yang berbeda namun bahasanya sebagian besar sama.Aktivitas masyarakat di sepanjang sungai ini adalah berburu dan bertani (bercocok tanam). Mayoritas penduduknya adalah Dayak dan Bulungan, namun di setiap desa tinggal pula bermacam suku pendatang seperti Bugis, Banjar, Toraja, Jawa dan lain-lain. Air Terjun Long Pin Di lokasi ini Anda dapat menikmati pemandangan yang indah sambil berbenah diri dengan bermandikan air jernih karena di bagian hilir membentuk danau yang indah, dikelilingi bebatuan alami sehingga menambah keasrian alamnya. Sungai Giram Sungai Giram terletak di Kecamatan Peso. Tiba di sungai Giram inilah tempat yang pas bagi Anda yang tertarik dengan olahraga arung jeram. Sungai dengan panjang 2 km dan lebar 50 m siap menantang nyali Anda. Sumber Air Panas Sajau Air Panas yang ada di sini berasal dari panas bumi, dengan panasnya kita dapat merebus telur di dalamnya. Keindahan alamnya yang masih asri sangat tepat bagi Anda untuk melakukan petualangan alam bebas. Gunung Putih Disebut gunung putih karena gunung ini merupakan gunung kapur berwarna putih yang sangat indah dengan relief-relief yang alami bak pahatan seorang seniman. Selain menikmati pemandangannya yang mengagumkan kita dapat memanjat relief-relief itu sampai ke puncaknya atau kita dapat berjalan dengan anak tangga yang tersedia. Dari puncak kita bisa nikmati pemandangan alam yang eksotis, disini juga terdapat gua burung yang dipercaya merupakan tempat tafakur/menenangkan diri Sultan Bulungan. Anda juga dapat menikmati sajian kesenian daerah di rumah panggung di lokasi wisata gunung putih ini. Air Terjun Idaman KM 18 Air terjun dengan ketinggian 15 meter ini ditempuh selama kurang lebih 45 menit dari kota Tanjung Selor. Anda diajak berpetualang menjelajahi hutan. Air Hutan Gunung Seriang KM 2 Air hutan ini tidak sepanjang tahun mengalir deras, adakalanya berkurang di musim kemarau. Jika datang musim penghujan hutan ini dialiri air yang tampak indah menyegarkan. Kondisi hutan yang masih rapat merupakan daya tarik lain yang disuguhkan di sini. Untuk sampai ke lokasi ini juga sangat mudah, dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit saja. Ekonomi Berbagai potensi ekonomi yang terdapat di wilayah Kabupaten Bulungan yang dapat dipertimbangkan guna memberdayakan ekonomi rakyat, yaitu di antaranya menyangkut berbagai sektor dan sub sektor: 1. Pertanian Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Bulungan tahun 2000 belum mencapai hasil yang optimal. Penggunana lahan sawah mengalami penurunan sampai 51,36 % yang disebabkan pemekaran Kabupaten Bulungan menjadi 3 kabupaten dan juga untuk pertanian tanaman sayur yang menurun dari 64.922 ha pada tahun 1999 menjadi 9.359 ha pada tahun 2000 yang juga dikarenakan pemekaran Kabupaten Bulungan. Sehingga ini menunjukan bahwa potensi lahan untuk Pertanian masih sangat terbuka luas. 2. Perkebunan Jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan antara lain kelapa, kopi, kakao, lada, cengkih, jambu mete dan lainnya yang merupakan budidaya campuran dari beberapa jenis perkebunan. Luas areal perkebunan yang disediakan di Kabupaten Bulungan adalah seluas 152.007 ha, sedangkan lahan yang dimanfaatkan baru sebesar 5,1% atau seluas 7.884 ha dengan produksi sebesar 2.113,57 ton. Dengan demikian potensi pengembangan perkebunan didaerah ini masih sangat besar. 3. Peternakan Di sektor peternakan, perkembangan produksinya secara kuantitatif menurun, mengingat berbagai faktor seperti iklim, bibit, teknologi dan pakan. Sampai tahun 1999 populasi ternak yang terbesar adalah ternak sapi potong yaitu sebanyak 3.526 ekor atau 37.99% dari total ternak yang terdiri dari sapi potong, kerbau, kambing dan babi. Kondisi merupakan peluang untuk mengembangkan ternak sebagai komoditas dagangan untuk mensuplai Kota Tarakan dan Kabupaten Nunukan. 4. Perikanan Potensi perikanan yang terdapat di Kabupaten Bulungan seperti budidaya laut dengan Luas potensi 242.260 hektar yang sebagian besar belum tergarap, untuk budidaya air payau dengan luas potensi lahan tambak 150.000 hektar, yang telah tergarap 100.000 hektar dan budidaya air tawar dengan luas potensi lahan 2.701,575 hektar, yang baru tergarap 50 hektar. Kegiatan usaha pengolahan hasil perikanan yang ada di Kabupaten Bulungan pada umumnya masih berkisar dalam bentuk usaha rumah tangga (Home Industry) seperti Pengeringan / Pengasinan ikan Teri, Putih dan berbagai ikan non ekonomis (rucah), sehingga hal tersebut menjadi potensi yang harus terus dikembangkan untuk kemajuan perekonomian daerah. Peristiwa Dalam kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Utara, Presiden Joko Widodo membagikan 1.422 sertifikat tanah untuk rakyat di halaman Kantor Bupati Bulungan, Kabupaten Bulungan pada Jumat, 6 Oktober 2017. Referensi Pranala luar Bulungan Bulungan
4209
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Paser
Kabupaten Paser
Paser adalah sebuah kabupaten di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Tanah Grogot. Penduduk kabupaten Paser pada tahun 2022 berjumlah 296.582 jiwa, dimana laki-laki berjumlah 153.455 jiwa dan perempuan 143.127 jiwa. Sejarah Masa Kesultanan Paser Abad XVI (1516 M), Kerajaan Sadurangas yang kemudian dinamakan Kesultanan Paser, berdiri dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Provinsi Kalimantan Selatan. 1523 M, Perkawinan Putri Di Dalam Petung dengan Abu Mansyur Indra Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari kesultanan Demak) memperoleh empat orang anak, yaitu Aji Mas Pati Indra, Aji Putri Mitir, Aji Mas Anom Indra dan Aji Putri Ratna Beranak. 1607-1644 M, pemerintahan Aji Mas Anom Indra bin Aji Mas Pati Indra. 1644-1667 M, pemerintahan Aji Anom Singa Amulana bin Aji Mas Anom Indra. 1667-1680 M, pemerintah Aji Perdana bin Aji Anom Singa Maulana, diberi gelar Penambahan Sulaiman. 1680-1730 M, pemerintahan Aji Duwo bin Aji Mas Anom Singa Maulana, diberi gelar Penambahan Adam. 1703-1738 M, pemerintahan Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana, diberi gelar Sultan Aji Muhammad Alamsyah (Sultan Paser I). 1738-1768 M, pemerintahan Aji Negara bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah, diberi gelar Sultan Sepuh Alamsyah (Sultan Paser II). 1768-1799 M, pemerintahan Aji Dipati bin Panembahan Adam, diberi gelar Sultan Dipati Anom Alamsyah (Sultan paser III). 1799-1811 M, pemerintah Aji Panji bin Ratu Agung, diberi gelar Sultan Sulaiman Alamsyah (Sultan paser IV). 1811-1815 M, pemerintah Aji Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah, diberi gelar Sultan Ibrahim Alamsyah. 1815-1843 M, pemerintah Aji Karang bin Sultan Sulaiman Alamsyah, diberi gelar Mahmud Han Alamsyah. 1843-1853 M, pemerintah Aji Adil bin Sultan Sulaiman Alamsyah, diberi gelar Sultan Adam Alamsyah. 1853-1875 M, pemerintahan Aji Tenggara bin Aji Kimas, diberi gelar Sultan Sepuh II Alamsyah. 1875-1890 M, pemerintah Aji Timur Balam, diberi gelar Sultan Abdurahman Alamsyah. 1880-1897 M, kekuasaan Sultan Muhammad Ali Alamsyah. 1897 M, pemerintahan Pangeran Nata bin Pangeran Dipati Sulaiman, diberi gelar Sultan Sulaiman Alamsyah 1898-1900 M, pemerintahan Pangeran Ratu bin Sultan Adam Alamsyah, diberi gelar Sultan Ratu Raja Besar Alamsyah. 1900-1906 M, pemerintahan Pengeran Mangku Jaya Kesuma, diberi gelar Sultan Mohamad Anom atau Sultan Ibrahim Khaliluddin (Sultan terakhir). 1906-1918 M, masa perjuangan rakyat paser melawan kolonial Belanda. Masa Kemerdekaan Indonesia Sampai dengan 1959, wilayah Paser berstatus kewedanaan di dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Undang-undang No. 27 tahun 1959 tanggal 29 Desember 1959, Wilayah Paser direstui dan diresmikan Kepala Daerah Swatantra Tingkat Kalimantan Selatan menjadi daerah otonom, meliputi sembilan kecamatan dan terdiri dari 91 desa dan ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Paser. 3 Agustus 1961, Daerah Swatantra Tingkat II Paser dimasukkan ke dalam wilayah Kalimantan Timur. PP No. 21 Tahun 1987, tanggal 13 Oktober 1987, Kabupaten Paser yang semula terdiri dari sembilan Kecamatan menjadi 10 kecamatan yaitu dengan dimasukkannya Kecamatan Balikpapan Seberang dari wilayah Kotamadya Dati II Balikpapan ke wilayah Paser, dengan nama Kecamatan Penajam. Undang-undang No. 7 Tahun 2002, Tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4182), di mana empat wilayah kecamatannya, yaitu: Kecamatan Babulu, Kecamatan Waru, Kecamatan Penajam dan Kecamatan Sepaku berpisah dari Kabupaten Paser dan menjadi Kabupaten Penajam Paser Utara. Terbentuknya Kabupaten Paser Kabupaten Paser awalnya adalah Kabupaten Pasir sebagai daerah otonomi Kalimantan Timur yang pengesahannya berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan UU Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan, dengan sebutan Daerah Swatantra Tingkat II Pasir. Sebelum UU 27 Tahun 1959 ditetapkan, daerah Pasir berbentuk kewedanaan yang berada dalam wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri yang dikeluarkan di Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1959 Nomor C-17/15/3 yang bersifat sementara, dan Penetapan Gubernur Kalimantan Timur tanggal 14 Agustus 1950 Nomor 186/OPB/92/14. Lahirnya UU Nomor 27 tahun 1959 tanggal 29 Desember 1959 memberikan momentum yang sangat penting yakni terlepasnya kewedanaan Batu Besar dari wilayah daerah Swatantra Tingkat II Pasir dan dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pada tanggal 3 Agustus 1961 Daerah Swatantra Tingkat II Pasir dimasukkan ke dalam Wilayah Kalimantan Timur. Pada tanggal 29 Desember 1961 dilaksanakanlah serah terima oleh Gubernur Kepala Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan, H. Maksid kepada Gubernur Kepala Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Timur, A.P.T. Pranoto di Departemen Dalam Negeri, Jakarta. Melalui perjuangan Bupati Paser H.M. Ridwan Suwidi dan Wakil H.M. Hatta Garit waktu itu, Kabupaten Pasir berubah nama menjadi Kabupaten Paser yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2007. Geografi Kabupaten Paser merupakan wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terletak paling selatan, tepatnya pada posisi 00 45'18,37"–20 27'20,82" LS dan 1150 36'14,5" -1660 57'35,03" BT. Kabupaten Paser terletak pada ketinggian yang berkisar antara 0-500 meter di atas permukaan laut. Batas Wilayah Batas wilayah Kabupaten Paser adalah sebagai berikut: Luas Wilayah Luas wilayah Kabupaten Paser saat ini adalah 11.603,94 km², terdiri dari 10 kecamatan dengan 125 buah desa/kelurahan (data sampai tahun 2008) dan empat buah UPT (Unit Pemukiman Transmigrasi). Jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 231.593 jiwa atau memiliki kepadatan penduduk 8 jiwa/km². Kecamatan dengan wilayah terluas di Kabupaten Paser adalah Kecamatan Long Kali, Paser, dengan luas wilayah 2.385,39 km², termasuk di dalamnya luas daerah lautan yang mencapai 20,50 persen dari luas wilayah Kabupaten Paser secara keseluruhan, sedangkan kecamatan yang luas wilayahnya terkecil adalah Kecamatan Tanah Grogot, hanya seluas 33,58 km² atau 2,89 persen. Dari segi konstelasi regional, Kabupaten Paser berada di sebelah Selatan Provinsi Kalimantan Timur. Posisinya dilintasi oleh jalan arteri primer (jalan negara/nasional) yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Timur dengan Kalimantan Selatan. Pada bagian timur Kabupaten Paser melintang selat Makassar, dimasa yang akan datang memiliki prospek dan fungsi penting sebagai jalur alternatif pelayaran internasional. Pelabuhan laut utama di Kabupaten Paser, yaitu Pelabuhan Teluk Adang terletak 12 km ke arah utara ibu kota Kabupaten (Kota Tanah Grogot), sedangkan Kota Tanah Grogot berjarak lebih kurang dari 145 km dari Balikpapan atau 260 km dari Ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda. Topografi Secara garis besar Kabupaten Paser dibagi menjadi 2 wilayah, yaitu: Bagian timur, merupakan daratan rendah, lantai hingga bergelombang. Daerah ini memenjang dari utara ke selatan dengan lebih melebar di bagian selatan yang terdiri dari rawa-rawa dan daerah aliran sungai. Jalan Negara Penajam-Kedeman-Kuaro dan Kuaro Batu Aji sebagai batas topografi. Bagian barat, merupakan daerah bergelombang hingga berbukit dan bergunung sampai ke perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, pada wilayah ini terdapat beberapa puncak gunung, yaitu: Gunung Sarumpaka (1.380 m) Gunung Lumut (1.233 m) Gunung Narujan atau Gunung Rambutan Gunung Halat Di kabupaten ini terdapat 3 buah sungai besar, antara lain: Sungai Pasir (221 km) Sungai Kandilo (191 km) Sungai Taluksari (169 km) Geologi Struktur geologi Kabupaten Paser berumur antara metozoik, tertiar dan kuartair. Penyeberangannya adalah sebagai berikut: Wilayah bagian timur, berumur kuarter dan miosen (neogen) Wilayah bagian tengah, berumur meosen bawah (paleogen) Wilayah bagian barat, berumur tersier dan pra-tersier (mesozoik) Iklim Keadaan iklim di Kabupaten Paser banyak dipengaruhi oleh lintang dan topografi wilayahnya. Suhu rata-rata tahunan adalah 25 derajat Celcius, sedangkan rata-rata curah hujan di kawasan ini adalah 222,9 milimeter. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati yang menjabat di kabupaten Paser ialah Fahmi Fadli, didampingi wakil bupati, Syarifah Masitah Assegaf. Mereka adalah pemenang pada Pemilihan umum Bupati Paser 2020, untuk masa jabatan 2021-2024. Fadli dan Syafirah dilantik oleh gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, pada 26 Februari 2021. Dewan Perwakilan Kecamatan Pariwisata Objek wisata Potensi pariwisata yang ada di Kabupaten Paser cukup layak untuk dikembangkan sebagai penopang perekonomian daerah. Bahkan, baik objek wisata alam maupun objek wisata sejarah. Beberapa objek wisata di Kabupaten Paser antara lain: Telaga Air Panas (Danum Layong) di Long Kali Gua Jurong di Long Kali Air Terjun Tiwei di Long Ikis Air Terjun Gerigu di desa Samuntai, Long Ikis Air Terjun Batu Badinding di desa Rangan, Kuaro Air Terjun Doyam Seriam di desa Modang, Kuaro Air Terjun Doyam Turu di desa Lempesu, Pasir Belengkong Air Terjun Rantau Buta di Rantau Buta Air Terjun Gunung Rambutan di Batu Sopang Gua Alam Loyang di Batu Sopang Gua Tengkorak di desa Kasungai, Batu Sopang Liang/Gua Losan di Muara Komam Liang Mangkulangit di Muara Komam Pasir Pantai di Tanjung Harapan Pulau Batu Kapal di Tanjung Harapan Kandilo Plaza, pusat perbelanjaan di Tanah Grogot Agro Wisata Trubus Sari di desa Padang Pengrapat, Tanah Grogot Taman Hutan Raya Lati Petangis, Batu Engau Taman Alam Lembayung di Tanah Grogot Taman Rigari di Tanah Grogot Museum Sadurangas di Pasir Balengkong Batu Indra Giri Meriam Portugis Kompleks makam raja-raja dari Kesultanan Paser Pantai Pasir Putih Desa. Pasir Mayang Kecamatan Kuaro Kampung Warna Warni Desa. Janju Kecamatan Tanah Grogot Lihat pula Kesultanan Pasir Referensi Pranala luar Kabupaten Paser Propinsi Kalimatan Timur Profil Kabupaten Paser Paser Paser
4210
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Samarinda
Kota Samarinda
Samarinda merupakan ibu kota dari provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Samarinda adalah kota dengan penduduk terbesar di seluruh Pulau Kalimantan, yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 835 ribu jiwa (2023). Samarinda memiliki wilayah seluas 783 km² dengan kondisi geografi daerah berbukit dengan ketinggian bervariasi dari 10 sampai 200 meter dari permukaan laut, dan berjarak sekitar 113 km dengan Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara. Kota Samarinda dibelah oleh Sungai Mahakam dan menjadi gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur melalui jalur sungai, darat maupun udara. Samarinda terkenal dengan perkembangannya yang ekspansif seperti Pelabuhan Samarinda dan Pelabuhan Palaran yang keduanya merupakan pelabuhan tersibuk se Kalimantan Timur, serta jumlah penduduk terbesar di Kalimantan Timur. Kota ini merupakan satu dari 9 kota besar terpilih dari seluruh Indonesia yang meraih penghargaan kebersihan kota Adipura (sertifikat) pada tahun 2023, setelah sebelumnya beberapa kali meraihnya pada tahun 1989, 1995 dan 2013. Tak berselang lama, kota ini juga melesat raih penghargaan Indonesia's Most Liveable City 2022 (rilis 2023) dari IAP (Indonesian Association of Urban and Regional Planners), meninggalkan Kota Balikpapan yang hanya mendapatkan nilai 69. Dengan luas wilayah yang hanya sebesar 0,56 persen dari luas Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda merupakan wilayah terkecil ketiga setelah Kota Bontang dan Kota Balikpapan. Ditinjau berdasarkan batas wilayahnya, Kota Samarinda seluruhnya merupakan enklave dari Kabupaten Kutai Kartanegara. Sejarah Samarinda yang dikenal sebagai kota seperti saat ini dulunya adalah salah satu wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Pada abad ke-13 Masehi (tahun 1201–1300), sebelum dikenalnya nama Samarinda, sudah ada perkampungan penduduk di enam lokasi yaitu Pulau Atas, Karangasan (Karang Asam), Karamumus (Karang Mumus), Luah Bakung (Loa Bakung), Sembuyutan (Sambutan) dan Mangkupelas (Mangkupalas). Penyebutan enam kampung di atas tercantum dalam manuskrip surat Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M). Pada tahun 1565, terjadi migrasi suku Banjar dari Batang Banyu ke daratan Kalimantan bagian timur. Ketika itu rombongan Banjar dari Amuntai di bawah pimpinan Aria Manau dari Kerajaan Kuripan (Hindu) merintis berdirinya Kerajaan Sadurangas (Pasir Balengkong) di daerah Paser. Selanjutnya suku Banjar juga menyebar di wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara, yang di dalamnya meliputi kawasan di daerah yang sekarang disebut Samarinda. Sejarah bermukimnya suku Banjar di Kalimantan bagian timur pada masa otoritas Kerajaan Banjar juga dinyatakan oleh tim peneliti dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1976): “Bermukimnya suku Banjar di daerah ini untuk pertama kali ialah pada waktu kerajaan Kutai Kertanegara tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Banjar.” Inilah yang melatarbelakangi terbentuknya bahasa Banjar sebagai bahasa dominan mayoritas masyarakat Samarinda di kemudian hari, walaupun telah ada beragam suku yang datang, seperti Bugis dan Jawa. Pada tahun 1730, rombongan Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona merantau ke Samarinda. Semula mereka diizinkan Raja Kutai bermukim di muara Karang Mumus, tetapi dengan pertimbangan subjektif bahwa kondisi alamnya kurang baik, mereka memilih lokasi di Samarinda Seberang. Dalam kaitan ini, lokasi di bagian Samarinda Kota sebelum kedatangan Bugis Wajo, sudah terbentuk permukiman penduduk dengan sebagian areal perladangan dan persawahan yang pada umumnya dipusatkan di sepanjang tepi Sungai Karang Mumus dan Karang Asam. Mengenai nama La Mohang Daeng Mangkona yang diklaim sebagai pendiri Samarinda Seberang, hal ini kontroversi. Namanya tidak ditemukan dalam sumber arsip dan literatur kolonial. Namanya juga tidak tercatat dalam surat perjanjian antara Bugis dan Raja Kutai. Yang tercatat dalam perjanjian beraksara Arab-Melayu dan penelitian S.W. Tromp (1881) sebagai pemimpin Bugis adalah Anakhoda Latuji. Mengenai asal-usul nama Samarinda, tradisi lisan penduduk Samarinda menyebutkan, asal-usul nama Samarendah dilatarbelakangi oleh posisi sama rendahnya permukaan Sungai Mahakam dengan pesisir daratan kota yang membentenginya. Tempo dulu, setiap kali air sungai pasang, kawasan tepian kota selalu tenggelam. Selanjutnya, tepian Mahakam mengalami pengurukan/penimbunan berkali-kali hingga kini bertambah 2 meter dari ketinggian semula. Oemar Dachlan mengungkapkan, asal kata “sama randah” dari bahasa Banjar karena permukaan tanah yang tetap rendah, tidak bergerak, bukan permukaan sungai yang airnya naik-turun. Ini disebabkan jika patokannya sungai, maka istilahnya adalah “sama tinggi”, bukan “sama rendah”. Sebutan “sama-randah” inilah yang mula-mula disematkan sebagai nama lokasi yang terletak di pinggir sungai Mahakam. Lama-kelamaan nama tersebut berkembang menjadi sebuah lafal yang melodius: “Samarinda”. Geografi Batas Wilayah Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara 00°19'02"–00°42'34" LS dan 117°03'00"–117°18'14" BT. Kota Samarinda memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Iklim Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Temperatur udara antara 20 °C – 34 °C dengan curah hujan rata-rata per tahun 1980 mm, sedangkan kelembaban udara rata-rata 85%. Bulan terdingin terjadi pada bulan Januari dan Februari, sedangkan bulan terpanas terjadi pada bulan April dan Oktober. Berikut ini adalah tabel kondisi cuaca rata-rata di wilayah kota Samarinda dan sekitarnya. Sungai-sungai Kota Samarinda memiliki banyak sungai. Ada 27 sungai alam yang mengalir di dalam Kota Samarinda dan tersebar di beberapa Kecamatan dan Kelurahan. 27 sungai alam yang ada di Samarinda itu kemudian dibuatkan Surat Keputusan Walikota Samarinda tentang Penetapan Sungai Sungai alam dalam wilayah Kota Samarinda tahun 2004, yang ditanda tangani Walikota Samarinda H. Achmad Amins. Berikut ini adalah daftar sungai alam yang mengalir di Kota Samarinda, Kalimantan Timur: </onlyinclude> Demografi Suku bangsa Kota Samarinda dihuni berbagai macam suku bangsa. Suku bangsa terbesar yaitu suku Jawa (36,70%), disusul Banjar (24,14%), Bugis (14,43%), Kutai (6,26%) dan Buton (2,13%). Kemudian ada juga suku bangsa lainnya, yaitu Dayak, Toraja, Minahasa, Batak, Tionghoa, Sunda, Madura, Mandar, Makassar, Minangkabau dan lain-lain. Ada juga penduduk Samarinda sejumlah orang Eropa, Amerika, Asia (termasuk ASEAN), Oceania dan Africa baik itu dengan ITAP maupun ITAS. Agama Masyarakat kota Samarinda memeluk berbagai macam agama, di antaranya Islam 91,36%, kemudian Kekristenan 7,53% di mana Protestan 5,06% dan Katolik 2,47%. Pemeluk agama Buddha sebanyak 0,97%, kemudian Hindu 0,10%, Konghucu 0,03% dan Kaharingan 0,01% Pemerintahan Secara yuridis Kota Samarinda terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1959. Dasar untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda adalah kesimpulan tim penyusun sejarah yang dibentuk Pemerintah Daerah Kotamadya Samarinda berdasarkan asumsi dan prediksi atau estimasi 64 hari masa pelayaran dari Wajo menuju Samarinda, sejak penandatangan Perjanjian Bongaya 18 November 1667. Akhirnya, diperoleh hasil tanggal 21 Januari 1668, yang bertepatan pula dengan hari jadi Pemerintah Daerah Samarinda, 21 Januari 1960. Telah ditetapkan pada peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi, "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 Hijriyah". Penetapan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi kota Samarinda ke-320 pada tanggal 21 Januari 1988. Tanggal 21 Januari 1668 adalah hari yang diperkirakan dari satu versi sebagai awal kedatangan orang-orang suku Bugis Wajo yang kemudian mendirikan pemukiman di Samarinda Seberang. Meskipun demikian, sebelum rombongan Bugis Wajo datang ke Samarinda, sudah ada peradaban komunitas Kutai Kuno dan Banjar di wilayah Samarinda. Daftar Wali Kota Pada tanggal 17 Februari 2021, tepat berakhirnya masa jabatan Syahrie Jaang, rencanaya akan dilakukan pelantikan Andi Harun dan Rusmadi Wongso sebagai Wali dan Wakil Wali Kota Samarinda terpilih. Namun, pelantikan ditunda karena Gubernur Kaltim merencanakan untuk melantik sekaligus para kepala daerah terpilih di Kaltim. Dewan Perwakilan Kecamatan Pemilihan Umum Kepala Daerah Pilkada Samarinda Sejak reformasi 1998 dan pemberlakuan otonomi daerah, Kota Samarinda pertama kali menggelar pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tahun 2005 dan terpilih pasangan Achmad Amins sebagai wali kota dan Syaharie Jaang sebagai wakil wali kota Samarinda. Sebelumnya, pasangan ini juga menjabat sebagai wali kota dan wakil wali kota pada tahun 2000 atas sidang DPRD Samarinda. Pada tahun 2010, pemilu kada Kota Samarinda kembali digelar dan pencoblosan dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2010 dengan 1.445 TPS di 53 kelurahan di Samarinda yang diperuntukkan bagi 509.069 pemilih yang terdaftar dalam DPT Adapun pasangan yang mengikuti Pilkada Samarinda 2010 adalah sebagai berikut: Berdasarkan hasil Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Suara KPUD Samarinda pada tanggal 16 Oktober 2010, maka pasangan Syaharie Jaang–Nusyirwan Ismail ditetapkan sebagai pemenang pemilu kada Kota Samarinda tahun 2010. Syaharie Jaang–Nusyirwan Ismail dilantik sebagai wali kota dan wakil wali kota Samarinda pada tanggal 23 November 2010 di Gedung Serbaguna Stadion Madya Sempaja oleh Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak. Lambang Daerah Pesut Mahakam adalah maskot kota Samarinda. Namun saat ini Pesut Mahakam tidak terlihat lagi di sepanjang sungai Mahakam. Pesut Mahakam terdesak oleh kemajuan kota dan pindah ke hulu sungai. Populasi Pesut Mahakam semakin menurun dari tahun ke tahun. Bahkan menurut sebuah penelitian, Pesut Mahakam sekarang tinggal 50 ekor. Jika tidak dilakukan antisipasi dan pelestarian, maka dalam waktu beberapa tahun saja Pesut Mahakam akan punah, menyusul pesut dari Sungai Irrawaddy dan Sungai Mekong yang sudah terlebih dahulu punah. Pesut Mahakam adalah pesut air tawar terakhir yang hidup di bumi Militer Korem 091/Aji Surya Natakesuma Batalyon Infanteri 611/Awang Long Pendidikan Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 125.924 siswa di Samarinda dan 685 sekolahan. Selain itu terdapat 3 perguruan tinggi negeri dan 24 perguruan tinggi swasta lainnya. Kesehatan Kota Samarinda telah memiliki beberapa pusat fasilitas kesehatan yang cukup lengkap di provinsi Kalimantan Timur. Selain memiliki beberapa rumah sakit yang juga telah didukung oleh beberapa perguruan tinggi yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie yang berafiliasi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kalimantan Timur. Guna mendukung pelayanan kesehatan kepada masyarakat tersedia sarana kesehatan yang disediakan oleh Pemkot Samarinda seperti RSKD Atma Husada dan RSUD I.A Moeis maupun oleh Swasta seperti RS Islam, RS Dirgahayu, RS H.Darjad, RS Pupuk Kaltim Siaga Ramania, RS Samarinda Medica Citra, dan lain-lain. Selain itu saat ini juga sedang dalam proses pembangunan seperti RS Universal Medical Center, dan RS Dharmawan. Pelayanan umum Air bersih Untuk melayani kebutuhan air bersih, pemerintah kota melalui PDAM Samarinda berbenah demi peningkatan pelayanan air bersih kepada pelanggannya,di antaranya dengan peningkatan kapasitas produksi di berbagai IPA (Instalasi Pengolahan Air) bersih. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Cendana dengan debit 300 lt/dt, sumber air sungai Mahakam. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tirta Kencana dengan debit 160 lt/dt, sumber air sungai Mahakam. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Samarinda Seberang dengan debit 100 lt/dt, sumber air sungai Mahakam. Instalasi Pengolahan Air (IPA) IKK desa Lempake dengan debit 2,5 lt/dt, sumber air baku waduk Lempake. Instalasi Pengolahan Air (IPA) IKK Kecamatan Palaran dengan debit 17,5 lt/dt, sumber air baku sungai Mahakam. Untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik, di kota ini telah dibangun beberapa pembangkit listrik, antara PLTD Keledang dan PLTD Karang Asam yang berafiliasi dengan jaringan listrik Sektor Mahakam. Namun, pemadaman listrik masih terjadi. Untuk jaringan telekomunikasi, hampir disetiap kawasan dalam kota ini telah terjangkau terutama untuk jaringan telepon genggam, dan pada kawasan tertentu telah tersedia layanan gratis internet tanpa kabel (Wi-Fi) atau dikenal juga dengan hotspot yang terdapat pada beberapa perguruan tinggi, pusat perbelanjaan, dan hotel. Dalam menangani masalah sampah, pemerintah kota memfungsikan lahan di kecamatan Samarinda Ulu di TPA Bukit Pinang seluas 10 hektare, yang berjarak 15 km dari pusat kota. Tidak kurang dari 1.008 m³ sampah masyarakat dari seluruh penjuru Samarinda dibuang ke TPA Bukit Pinang. Pariwisata Kota Samarinda memiliki beberapa objek wisata yang menjadi andalan dan sering dikunjungi wisatawan lokal. Wisata alam Objek wisata alam yang ada di Samarinda antara lain Air terjun Tanah Merah, Air terjun Berambai, Air terjun Pinang Seribu, Gunung Steling Selili, dan Kebun Raya Unmul Samarinda yang terdapat atraksi danau alam, kebun binatang dan panggung hiburan. Wisata budaya Untuk menikmati wisata budaya, wisatawan bisa mengunjungi Desa Budaya Pampang yang berjarak sekitar 20 km dari pusat kota. Pampang akan menampilkan atraksi budayanya dari suku Dayak Kenyah pada hari minggu. Produk budaya dari Samarinda berupa ukir-ukiran dan pernak-pernik lainnya yang bisa didapatkan di Citra Niaga. Samarinda juga mempunyai produk tekstil yang bernama Sarung Samarinda dan Batik Ampiek, batik yang bermotif ukiran Dayak. Wisata religi Beberapa tempat ibadah juga menjadi wisata religi di Samarinda seperti Masjid Shiratal Mustaqiem, masjid tertua di Samarinda. Tedapat pula Masjid Islamic Center Samarinda yang merupakan Masjid terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal di Jakarta. Objek wisata ziarah di kota ini adalah Makam La Mohang Daeng Mangkona, pendiri Kota Samarinda. Sekitar 10 km ke arah barat kota Samarinda, terdapat gua Maria di Rumah Retret Bukit Rahmat, Loa Janan. Pusat Perbelanjaan Plaza dan Mal Pusat perbelanjaan modern yang ada di kota ini antara lain: Mall Mesra Indah, mall ini terletak di jalan KH. Khalid tidak terlalu jauh dari pusat pasar tradisional pasar pagi, tenant yang terdapat di mall ini adalah Texas Chicken, Optik Melawai, Giant Express, Hawaii Departement Store. Mall Lembuswana, mall ini terletak di pusat kota Samarinda. Mall ini merupakan mall terluas di Samarinda yang ditandai dengan adanya parkir yang cukup memadai, tenant yang mengisi adalah Matahari Departement Store, Foodmart, KFC, Timezone, Optik Tunggal, X8, Roti O, Foodpoint, Levi's, Sport Station, Samsung, Jaco, Rei, Watsons Samarinda Central Plaza, merupakan mall ketiga yang dibangun di kota Samarinda sekitar tahun 1998. Mall ini terletak di Jalan Pulau Irian. Beberapa tenant yang terdapat di mall ini diantaranya McDonald's, Farmers Market, Ramayana Dept. Store,Amazone, ACE Hardware, dan Studio XXI Plaza Mulia, merupakan mall keempat yang dibangun dan dibuka pada pertengahan September 2009. Mall ini berlokasi di Jalan Bhayangkara. Samarinda Square (SS), mall kelima di Samarinda dan telah dibuka pada 12 Agustus 2010. Mal ini berlokasi di Jalan Muhammad Yamin, Gunung Kelua Big Mall, mall keenam di Samarinda ini hadir dengan konsep mixed use dan terbesar di Kalimantan Timur dibuka pada pertengahan September 2014. Mall yang menggandeng SOGO Department Store sebagai Anchor Tenant ini berlokasi di Jalan Untung Suropati, Sungai Kunjang, di dekat Jembatan Mahakam. City Centrum Mall, mall ketujuh di Samarinda yang terletak di Jalan Mulawarman ini dekat dengan SCP. City Centrum merupakan Social Mall yang memiliki lokasi sangat strategis di pusat keramaian kota dan kawasan bisnis Kota Samarinda. City Centrum juga terintegrasi dengan Hotel Mercure dan Hotel Ibis, jaringan hotel brand internasional yang sudah beroperasional sejak 22 Februari 2020. Pertokoan Pusat pertokoan yang ada di kota ini antara lain: Citra Niaga yang merupakan taman hiburan rakyat pertama yang berdiri di kota Samarinda. Citra Niaga memenangkan Penghargaan Aga Khan Award yang merupakan penghargaan bergengsi berskala internasional dalam bidang arsitektur karena rancangannya yang menyatukan antara fungsi untuk menampung pedagang kaki-lima (makanan, kerajinan, dll) dengan konsep terbuka serta pedagang menengah dengan konsep ruko yang saling mendukung. Bersama-sama dengan pemerintah daerah dan konsultan penggabungan ini berhasil dalam mendatangkan pengunjung dan konsep pemeliharaan lingkungan yang mandiri. Mahakam Square Pasar Berbagai pasar tradisional juga masih ada yang bertahan di kota Samarinda hingga saat ini, di antaranya adalah: Pasar Pagi, merupakan pasar tertua di Kota Samarinda. Pasar ini awalnya dibangun di pinggir sungai Mahakam. Namun seiring dengan perkembangan kota, maka pasar dipindahkan agak menjauh dari tepi sungai karena tepi sungai dibuat jalan. Pasar Segiri, merupakan pasar terbesar/pasar induk di kota Samarinda. Pasar Segiri mengalami kebakaran pada tahun 2009 dan sedang dibangun kembali dengan konsep pasar tradisional yang modern. Pasar Rahmat, terletak di Jalan Lambung Mangkurat, Pelita. Pasar Kedondong, terletak di Jalan Ulin, Karang Asam Ilir. Pasar Kemuning, terletak di Loa Bakung. Pasar Sei Dama, terletak di Jalan Otto Iskandardinata. Pasar Impres Baqa, terletak di Jalan Sultan Hasanudin. Pasar Laut (sore), terletak di ujung jalan HOS Cokroaminoto. Pasar Harapan Baru, terletak di Jalan Kurnia Makmur, Harapan Baru. Pasar ini pernah terbakar hebat pada tahun 2003 sehingga seluruh pasar dan sebagian rumah warga hangus. Pasar ini kembali dibangun beberapa bulan kemudian dan Jalan Kurnia Makmur dibuat menjadi dua jalur untuk mencegah kebakaran lagi yang meluas karena sebelumnya Jalan Kurnia Makmur terbilang sempit sehingga api yang berada di pasar sebelah kiri pasar dapat menyambar ke bagian pasar sebelah kanan. Palaran Trade Centre (PTC), pasar dengan konsep modern pertama di Samarinda. Pasar ini diresmikan pada tanggal 15 Mei 2010. Transportasi Infrastruktur transportasi vital di Samarinda berbeda dengan kota lainnya di Kalimantan, dimana keterlibatan swasta dan pemerintah daerah yang lebih dominan dibandingkan pemerintah pusat. Diantaranya Bandara Internasional Samarinda (Pemprov Kaltim), proyek SkyTrain rapid transit (KPBU) dan Pelabuhan Palaran (swasta). Pemerintah Indonesia juga memilih Bandara Internasional Samarinda beserta 3 bandara lainnya di Indonesia untuk dilibatkan kepemilikan (partial stake) dan pengoperasiannya kepada perusahaan mancanegara dan Astra Infra. Air Sebagai kota yang dibelah Sungai Mahakam, dalam sejarahnya sebagai kota sungai Samarinda memiliki transportasi air tradisional sejak dahulu, yakni Tambangan dan Ketinting. Tambangan biasa digunakan sebagai alat transportasi menyeberang sungai dari daerah Samarinda Seberang ke kawasan Pasar Pagi. Ketinting menjadi moda transportasi sungai utama untuk menyeberangi sungai maupun menuju wilayah tertentu yang hanya bisa dinaiki oleh manusia dan barang. Sedangkan untuk mengangkut kendaraan, kapal feri sempat beroperasi menyeberangi sungai dari pelabuhan Harapan Baru, Samarinda Seberang ke pelabuhan Samarinda Kota. Namun, sejak pembangunan dan beroperasinya Jembatan Mahakam pada tahun 1987, tambangan dan ketinting mulai berkurang penumpangnya meski tak signifikan. Tetapi, yang paling merasakan kerugian adalah kapal feri hingga akhirnya pelayaran ditutup. Selain Jembatan Mahakam, terdapat pula jembatan lain yang menjadi penghubung antara Samarinda Kota dengan Samarinda Seberang, yakni Jembatan Mahakam Ulu yang diresmikan pada tahun 2009 dan Jembatan Mahkota II yang diresmikan pada tahun 2018. Selain itu, bersebelahan dengan Jembatan Mahakam juga telah dibangun jembatan baru yang lebih tinggi yang diberi nama Jembatan Mahakam IV, yang telah diresmikan pada tahun 2020. Terdapat pelabuhan peti kemas yang berada di Jalan Yos Sudarso dan sekarang sedang dibangun pelabuhan baru yang terletak di kecamatan Palaran untuk menggantikan pelabuhan yang sekarang sudah tidak sesuai dengan kondisi kota. Pada tanggal 26 Mei 2010, pelabuhan baru tersebut selesai dibangun dan diresmikan dengan nama TPK Palaran dan saat ini dalam tahap uji coba. Darat Terdapat jalan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan Balikpapan ke selatan, kemudian Kota Bontang dan Sangatta (Kutai Timur) ke utara, jalan baru ke Tenggarong (Kutai Kartanegara) di arah barat laut serta ke Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara melalui jalan tenggara yang tembus sampai ke Muara Jawa, Samboja dan Balikpapan. Bus Terdapat 3 terminal perhubungan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan daerah-daerah lain di Kalimantan, antara lain Terminal Sungai Kunjang yang melayani rute ke Kota Balikpapan, Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, Terminal Lempake yang melayani rute Kota Bontang dan Kutai Timur, dan Terminal Samarinda Seberang yang melayani rute ke Paser hingga Kalimantan Selatan. Jalan tol Saat ini telah terbangun jalan bebas hambatan yang menghubungkan Samarinda dengan Balikpapan, dengan panjang 97 km. Jalan Tol Samarinda–Balikpapan ini merupakan jalan tol pertama di Pulau Kalimantan, dan telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada akhir 2019. Jalan tol ini membentang mulai dari Simpang Jembatan Mahkota 2 di Kota Samarinda hingga KM 13 Balikpapan, dan berlanjut hingga Kecamatan Balikpapan Timur di Kota Balikpapan. Ke depannya, direncanakan akan dibangun tol lanjutan ke arah utara menuju Kota Bontang. Udara Samarinda dapat diakses melalui Bandara Internasional APT Pranoto (NSA/Bandara Samarinda Baru) yang terletak di Sungai Siring sekitar 30 km sebelah utara Samarinda. Terletak di kawasan BIMP-EAGA, bandara ini merupakan salah satu pintu gerbang utama turis mancanegara menuju berbagai destinasi wisata Kalimantan seperti Kepulauan Derawan, Taman Nasional Kutai, Karst Sangkulirang-Mangkalihat dan sebagainya. Pada tahun 2019 (sebelum pandemi COVID19), bandara ini melayani 1,1 juta penumpang dan 206 ton kargo. Bandara ini menggantikan Bandara Temindung pada tahun 2018, dan dalam setahun langsung menduduki peringkat ke-3 bandara Kemenhub terbaik se Indonesia di majalah Bandara, juga masuk dalam 11 bandara terbaik se Indonesia versi Wonderful Indonesia. Bandara ini merupakan pusat operasi untuk Susi Air. Media Massa & Komunikasi Televisi Surat Kabar Ada beberapa surat kabar harian (SKH) yang terbit di Kaltim, yang tidak bisa dilupakan dalam perkembangan kota Samarinda dari masa ke masa. Surat Kabar yang pertama kali terbit di Samarinda adalah Persatoen dan Perasaan Kita. Kedua surat kabar ini bukan surat kabar harian. Terbit pada akhir 1922. Surat Kabar Harian baru terbit pertama kali di Samarinda pada tahun 1935. Surat Kabar Harian Pertama di Kaltim itu adalah Surat Kabar Pewarta Borneo dan Pantjaran Berita. Di masa orde baru hingga era reformasi ada dua surat kabar harian yang terbit, yaitu SKH Suara Kaltim, yang kemudian berganti nama menjadi SKH Swara Kaltim dan SKH ManuntunG yang kemudian berubah nama menjadi Kaltim Post. Selanjutnya terbit SKH Kutai Baru, yang kemudian berganti nama menjadi SKH Poskota Kaltim. Kemudian terbit SKH Matahari (grup Poskota Kaltim), lalu berubah menjadi SKH Matahari Kaltim Times,lalu nama Matahari dihilangkan menjadi Harian Umum Kaltim Times. SKH Suara Kaltim atau Swara Kaltim dan Poskota Kaltim grup adalah koran lokal yang diterbitkan orang-orang daerah dan berkantor cabang utama di Samarinda (SKH Suara Kaltim/Swara Kaltim dan SKH Poskota Kaltim, SKH Matahari Kaltim/Kaltim Times Tenggarong. SKH Suara Kaltim, SKH Poskota Kaltim, SKH Matahari Kaltim/SKH Kaltim Times selain beredar di Samarinda dan Tenggarong, juga beredar ke seluruh kota dan kabupaten di Kaltim, bahkan hingga Nunukan, Tarakan, Malinau, Bulungan sebelum dimekarkan dan bergabung dalam Provinsi Kalimantan Utara. Surat kabar harian lokal lainnya adalah KoranKaltim, Kalpost dan Express. Sementara surat kabar grup Kaltim Post di Samarinda yaitu SKH Samarinda Pos, di Balikpapan terbit Balikpapan Pos (sebelumnya namanya Post Metro Balikpapan), Berau Post terbit di Tanjung Redeb, Bontang Post terbit di Bontang. Selain koran-koran harian di Kaltim juga ada SKH Tribun Kaltim. Tribun Kaltim satu grup dengan SKH kompas. Olahraga Kota Samarinda mempunyai fasilitas pendukung untuk kegiatan olahraga, antara lain lapangan basket, panah, sepak bola, dan panjat tebing di Tepian Mahakam serta kompleks stadion di Sempaja, Segiri dan Palaran. Lapangan-lapangan umum di berbagai penjuru kota juga sering dijadikan tempat aktivitas berolahraga, di antaranya yang terbesar adalah lapangan Pemuda dan lapangan Kinabalu. Klub olahraga sepak bola yang bermarkas di Samarinda adalah Borneo FC dengan pendukungnya yang dijuluki Pusamania. Saat ini Borneo FC mengikuti Liga 1 Indonesia, dan menggunakan Stadion Segiri sebagai kandangnya. Samarinda pernah dipercaya sebagai tuan rumah kegiatan olahraga, baik dari skala nasional maupun internasional, antara lain: Indonesia Open 1990, kejuaraan bulu tangkis yang diadakan dari tanggal 18 dengan tanggal 22 Juli 1990 di GOR Segiri Pekan Olahraga Nasional XVII yang dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Juli 2008 dan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla di Stadion Utama Palaran Samarinda International Nine Ball Billiard Championship 2010 pada 29 Januari hingga 4 Februari 2010 di GOR Segiri Bankaltim Indonesia Open Grand Prix Gold Badminton Championship, yang diselenggarakan di komplek Stadion Utama Palaran pada tanggal 12 sampai 17 Oktober 2010 Tokoh terkenal asal Samarinda Abdoel Moeis Hassan, Achmad Rizky, Adi Nugroho (pemain sepak bola), Venilia Agik, Arkanata Akram, Andi Harun, Andre Sarwono, Aspar Aswin, Azrul Ananda, Budi Hardian, De Yong Adrian, Eza Gionino, Lerby Eliandry, Ardit Erwandha, Fadly, Farid Wadjdy, Selvanus Geh, Rony Gunawan, Gusti Abdul Muis, Aji Mirza Hakim, Harlinda Kuspradini, Awang Ferdian Hidayat, Inche Abdoel Moeis, Rikha Indriaswari, Intjik Abdul Muis, James Arthur Kojongian, Abdul Kahar (pemain tenis), Denny Kantono, Kemal Palevi, Nurbeta Kwanrico, Korrie Layun Rampan, Lim Gunawan Hariyanto, Muhammad Syarkawie Hassan, Hadi Mulyadi, Omar Barack, Nia Paramitha, Ferry Rachman, Iqbal Rais, Rusmadi Wongso, Mirabeth Sonia, Sultan Samma, Joko Sidik, Chelsie Monica Ignesias Sihite, Johan Silas, Syafruddin Pernyata,Yono Bakrie,Tatang Harlyansyah, Irfan Abdul Ghafur. Lihat pula Wali kota Samarinda Kalimantan Timur Daftar provinsi yang ibu kotanya bukan kota terbesar Daftar masakan dan makanan khas Kalimantan Timur Tokoh-tokoh dari Samarinda. Referensi Pranala luar Badan Pusat Statistik Kota Samarinda Berita dari Wikinews (incubator) Samarinda Samarinda Samarinda Enklave dan eksklave
4211
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bolaang%20Mongondow
Kabupaten Bolaang Mongondow
Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten dengan wilayah terluas di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Ibu kotanya adalah Lolak. Etnis Mayoritas di kabupaten ini adalah Suku Mongondow. Bahasa ibu penduduk asli di daerah ini adalah Bahasa Mongondow. Kabupaten Bolaang Mongondow ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1954, terletak pada salah satu daerah Sulawesi Utara yang secara historis geografis adalah bekas danau, serta merupakan daerah subur penghasil utama tambang dan hasil bumi lainnya. Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow telah mengalami sejumlah pemekaran. Tahun 2007 dimekarkan menjadi Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Pada tahun 2008 dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Sejarah Sejarah Federasi-Stauut (Negara serikat Federasi kerajaan)Bolaang Mongondow 1925. sebuah federasi adalah sebuah bentuk pemerintahan di mana beberapa negara bagian bekerja sama dan membentuk kesatuan yang disebut negara federal. Masing-masing negara bagian memiliki beberapa otonomi khusus dan pemerintahan pusat mengatur beberapa urusan yang dianggap nasional. Dalam sebuah federasi setiap negara bagian biasanya memiliki otonomi yang tinggi dan bisa mengatur pemerintahan dengan cukup bebas. Ini berbeda dengan sebuah negara kesatuan, di mana biasanya hanya ada provinsi saja. Kelebihan sebuah negara kesatuan, ialah adanya keseragaman antar semua provinsi. Federasi mungkin multi-etnik, atau melingkup wilayah yang luas dari sebuah wilayah, meskipun keduanya bukan suatu keharusan. Federasi biasanya ditemukan dalam sebuah persetujuan awal antara beberapa negara bagian "berdaulat". Bentuk pemerintahan atau struktur konstitusional ditemukan dalam federasi dikenal sebagai federalisme. Federasi Statuut Kerajaan Gabungan Bolaang mongondow juga membuat pengaturan pengaturan wilayah guna memaksimalkan pelayanan di tahun 1925.Kerajaan Gabungan Ini terdiri dari : Kerajaan Bolaang Mongondow Kerajaan Kaidipang Besar (Sebelumnya terdiri dari 2 kerajaan kaidipang dan Bolangitang di gabung menjadi Kerajaan Kaidipang Besar.) Kerajaan Bintauna Kerajaan Bolaang Uki Kerajaan Gabungan ini (united state) menentapkan Kotamobagu sebagai pusat ibukota dan di bentuk dewan kerajaan yang di kepalai seorang ketua dewan Raja komposisi 4 Raja, wilayah gabungan ini kemudian di bagi per zona Divisi mongondow di bagi menjadi 2 yaitu Mongondow utara (Mongondowsch Noord) dan mongondow Selatan (Mongondow Zuid) antara lain : Mongondow utara terdiri dari : 1.Kerajaan Kaidipang di kepalai Raja 2.Kerajaan Bintauna di kepalai Raja 3.Pasi di kepalai seorang Panggulu 4.Bolaang di kepalai seorang panggulu Mongondow Selatan terdiri dari : 1. Kerajaan Bolaang Uki di kepalai Raja 2. Lolayan di kepalai seorang Panggulu 3. Dumoga di kepalai seorang Panggulu 4. Kotabunan di kepalai seorang Panggulu Wilayah Kerajaan Bolaang Mongondow di bagi menjadi 5 bagian / Distrik "Pasi,Bolaang,Lolayan,Dumoga,Kotabunan", di karenakan wilayah ini sangat luas.Kerajaan Kaidipang Besar,Kerajaan Bintauna dan Kerajaan Bolaang Uki tidak di bagi perdistrik. Wilayah Federasi Kerajaan gabungan Bolaang Mongondow dipimpin langsung oleh keempat Raja dengan membentuk Dewan Kerajaan dan menunjuk satu ketua dewan raja Bolaang Mongondow.Ibukota dari Federasi Negara Bolaang Mongondow di pusatkan di kotamobagu. Wilayah ini kerajaan ini kemudian melakukan hubungan ekonomi dan politik dengan Hindia Belanda daripadanya Di tempatkan seorang pejabat Kontrolour belanda tetapi pejabat Kontrolour bukan memerintah tetapi hanya menjadi pejabat pembantu/penasihat Raja.hal ini karena Bolaang Mongondow adalah wilayah mandiri berdaulat (Zelfbestuur), di tahun 1938 Hindia Belanda menerbitkan UU pengakuan kedaulatan Kerajaan Mandiri di seluruh Nusantara,Pengakuan atas Kedaulatan kerajaan serikat (Federasi Statuut) Bolaang Mongondow melalui UU Staatblaad Zelfbestuuregelen no 256 tahun 1938 dan Ind.Stb. 1932 No. 571 Pada saat mulai terbentuknya Indonesia setelah proklamasi 17 Agustus tahun 1945, Indonesia sempat terbentuk Republik Indonesia serikat (RIS) Federasi Statuut Kerajaan Gabungan Bolaang Mongondow tetap mempertahankan gabungan ini melalui konfrensi kepututusan empat kerajaan tanggal 20 Agustus 1948 No. B 17/1/8. Yang tetap menjadi Swapraja Gabungan Bolaang Mongondow dalam wilayah Negara Indonesia Timur (NIT). Situasi politik nasional yang tidak menentu antara Pro RIS dan Pro NKRI melalui rapat bersama maka pada tanggal 1 Juli 1950 swapraja Gabungan Bolaang Mongondow menyatakan gabung ke NKRI pada tanggal 1 Juli 1950 melepaskan sistem pemerintahan kerajaan menjadi sistem pemerintahan Demokrasi NKRI menjadi Daerah Bolaang Mongondow yang di kepalai seorang kepala Daerah pertama Frans.Papanduke Mokodompit.Para Raja melepas Tahtanya bergabung ke NKRI. Kemudian Daerah Bolaang Mongondow,Gorontalo,dan Buol kembali membentuk menjadi satu gabungan menjadi Daerah Sulawesi utara dengan ibukota Gorontalo sesuai peraturan Presiden PP No 11 tahun 1953.Daerah Sulawesi Utara di bubarkan dan Daerah Bolaang Mongondow menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi dengan ibukota Makasar melalui PP No 023 Tahun 1954 dan UU No 024 Tahun 1954. Setelah pemilu di tahun 1954-1955 Daerah Bolaang Mongondow memilki utusan sebagai anggota Konstituante di jakarta yang di wakili mantan raja terakhir Henny Jusuf Cornelis Manoppo sebagai ketua partai Masjumi Bolaang Mongondow dan Utusan DPRRI/MPRRI pertama daerah Bolaang Monfondow di wakili oleh Anthon Cornelis Manoppo dari partai PNI. Karena situasi politik nasional dan daerah indonesia saat itu bergejolak maka pada tahun 1960 melalui PP No 5 dibentuklah Provinsi sulawesi utara tengah (Sulutteng) dengan komposisi wilayah : Kotapraja manado Kotaparaja Gorontalo Kab.Bolaang Mongondow Kab.Gorontalo Kab. Buol Toli toli Kab. Donggala Kab. Poso Kab.Luwuk Banggai Kab.Sangihe Kab.Minahasa Di tahun 1964 kemudian di bentuk lagi Provinsi Sulawesi Utara yang baru melalui UU No 13 Tahun 1964.Komposisi Baru Sulawesi Utara dimana wilayah eks Residen manado berubah menjadi ibukota provinsi sulawesi utara dengan komposisi : Kodya Manado Kodya Gorontalo Kodya Bitung Kab.Minahasa Kab.Bolaang Mongondow Kab.Gorontalo Kab.Boalemo Kab.Sangihe Talaud. Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Daerah Induk yang kini telah mekar menjadi 4 Kab. Dan 1 Kota. Gorontalo sebagai wilayah eks neo swapraja gorontalo telah menjadi Provinsi Gorontalo dan swapraja Buol yang telah menjadi wilayah Provinsi Sulawesi Tengah.Kini wilayah eks swapraja gabungan Bolaang mongondow menanti Terbentuknya Provinsi Bolaang Mongondow Raya. Dari sejarah ini kita dapat membedakan di mana kerajaan Bolaang mongondow dan Gabungan Bolaang Mongondow, sama halnya di Gorontalo yang terdiri dari 5 (Limo Pohalaa) yang terdiri dari Pohalaa Gorontalo,Pohalaa Suwawa,Pohalaa Bone Bolango,Pohalaa Limboto dan Pohalaa Boalemo membentuk satu gabungan Daerah Gorontalo. DI minahasa justru berbeda dari ke 9 walak tidak ada yang sepakat memakai salah satu nama walak sehingga muncul kata Minaesa (Bersatu,Kitorang satu) menjadi Minahasa di pertengahan abad ke 18. Penyatuan penyatuan seperti ini adalah lumrah terjadi dalam sejarah peradaban pemerintahan lokal di nusantara. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Lambang Daerah Bentuk: segi lima sama sisi di atas dasar bentuk jantung berukuran 16:21. Bentuk inti lambang segi lima sama sisi, ukurannya ½ dari luas jantung melambangkan dasar negara Pancasila dimana kabupaten Bolaang Mongondow adalah satu bagian organik daripadanya. Bentuk dasar jantung melambangkan sumber hidup bagi tiap makhluk di Bolaang Mongondow yang diharapkan sebagai salah satu daerah sumber kehidupan bagi daerah Sulawesi Utara terutama dibidang produksi pangan (beras, jagung, dsb). Warna biru pada bentuk dasar ( jantung ) melambangkan: Kesetiaan rakyat Bolaang Mongondow & Secara historis geografis daerah Bolaang Mongondow adalah bekas danau. Lukisan: Dua bulir padi masing-masing dengan warna hijau dan kuning melambangkan bahwa daerah Bolaang Mongondow adalah penghasil beras terutama di Sulawesi Utara. Masing-masing bulir tiga jajar dengan dua puluh tiang bulir melambangkan tanggal 23 Maret, tanggal dan bulan lahirnya kabupaten Bolaang mongondow menjadi daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri PP No.24 tahun 1954. Tombak dan perisai melambangkan patriotisme dan kesatuan kebudayaan daerah Bolaang Mongondow (Bekas 4 swapraja Bolaang Mongondow, Bolaang Uki, bintauna dan kaidipang Besar). Warna perang (merah kehitam-hitaman) Wijn Rood pada tombak dan perisai mengandung arti dinamika hidup dan keberanian. Bintang warna kuning emas melambangkan bahwa rakyat Bolaang Mongondow adalah orang-orang beragama yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa. Pita kuning bertulis: Bolaang Mongondow melambangkan keagungan dan kejayaan daerah Bolaang Mongondow. Warna: Biru muda, hijau tua, kuning emas, merah kehitaman (wijn rood) dan hitam. Warna kuning emas segi lima, melambangkan belerang dan emas sebagai hasil tambang di daerah Bolaang Mongondow. Warna hijau tua pada segi lima melambangkan kesuburan, kekayaan daerah dan hasil bumi (padi, jagung, kelapa, kopi, cengkih, kayu dan hasil-hasil hutan lainnya). Warna hitam pada nama Bolaang Mongondow melambangkan ketekunan dan ketabahan. Seluruh warna putih yang terdapat pada lambang, baik pada bingkai dasar maupun pada bentuk inti melambangkan kesucian. Penduduk Agama Sebagian besar masyarakat Kabupaten Bolaang Mongondow memeluk agama Islam (60,05%), Kristen (33,82%), Katolik (1,61%), Hindu (4,51%) dan Buddha 0,01%. Ekonomi Komoditas Unggulan Pertanian dan Perkebunan: Padi, Jagung, Kacang, Kedelai, Singkong, Ubi jalar, Kentang, Nenas, Kelapa, Cengkih. Pertambangan: Emas, Tembaga, Besi, Kaolin, Bentonit, Belerang, Gamping, Kuarsa, Mangan. Perikanan dan Kelautan: Demersal, Pelagis, Tuna, Cakalang. Budidaya: Udang, kepiting, Ikan Air Tawar. Kehutanan: Meranti, Agatis, Nyatoh, Cempaka, Rotan, Gondorukem, Damar. Kesehatan Rumah sakit Pariwisata Objek Wisata Pantai Lolan Tanjung Ompu Pantai Molosing Pantai Babo Pantai pasir Putih Pulau Tiga Air Panas Bakan Kolam Desa Tudu Aog Referensi Pranala luar Bolaang Mongondow Bolaang Mongondow
4214
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bantaeng
Kabupaten Bantaeng
Kabupaten Bantaeng (Makassar: ) adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia dan ibu kota kabupaten Bantaeng adalah kecamatan Bantaeng. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Bantaeng tahun 2021, penduduk kabupaten ini ditahun 2020 berjumlah 196.716 jiwa, dengan kepadatan 497 jiwa/km2. Bantaeng saat ini sedang dibangun Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), salah satu perusahaan yang beroperasi di wilayah ini adalah pabrik pengolahan nikel yang saat ini dikelola oleh PT Huadi Nickel Alloy Indonesia. Kawasan industri ini bertujuan untuk memajukan sektor hilirisasi nikel di Indonesia. Geografi Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada titik 5°21'23" - 5°35'26" Lintang Selatan dan 119°51'42" - 120°5'26" Bujur Timur. Kabupaten ini berada dibagian selatan provinsi Sulawesi Selatan yang berjarak 125 Km kearah selatan dari Makassar. Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Luas wilayah Kabupaten Bantaeng adalah 395.83 km2. Kabupaten Bantaeng terletak pada garis lintang antara 5°21’13’’ - 5°35’26’’ Lintang Selatan dan 119°51’42’’ - 120°05’27’’ Bujur Timur. Bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa, sedangkan bagian selatan berbatasan dengan laut Flores. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba, sedangkan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto. Wilayah Kabupaten Bantaeng terbagi menjadi pegunungan, dataran, dan pantai yang aman sebagai pelabuhan. Perkembangan wilayah Kabupaten Bantaeng merupakan akibat baik dari ketersediaan air dari pegunungan melalui sungai, terhubungnya wilayah Bantaeng dengan wilayah lain melalui laut, dan tersedianya lahan yang memadai bagi pemukiman masyarakat. Pengembangan komoditas pertanian dan perkebunan terjadi karena ruang daratan yang subur. Pada masa kerajaan di Sulawesi Selatan, wilayah Kabupaten Bantaeng menjadi daerah yang diperebutkan antara Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Topografi Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada bagian barat dan timur sepanjang 21,5 kilometer yang cukup potensial untuk perkembangan perikanan dan rumput laut. Pada bagian utara daerah ini terdapat dataran tinggi yang meliputi pegunungan Lompobattang. Sedangkan di bagian selatan membujur dari barat ke timur terdapat dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan persawahan. Penggunaan Lahan Kabupaten ini memiliki luas wilayah 395,83 km² atau 39.583 Ha yang dirinci berdasarkan Lahan Sawah mencapai 7.253 Ha (18,32%) dan Lahan Kering mencapai 32.330 Ha. Kabupaten Bantaeng yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih memiliki potensi alam untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan yang dimilikinya ± 39.583 Ha. Di Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung 2.773 Ha. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten Bantaeng sebesar 6.222 Ha (2006). Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Bantaeng adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Bantaeng, yaitu bahasa Makassar. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Bantaeng dalam dua periode terakhir. Kecamatan Penduduk Jumlah penduduk mencapai 170.057 jiwa (2008) dengan rincian laki-laki sebanyak 82.605 jiwa dan perempuan 87.452 jiwa. Dan ditahun 2020, berdasarkan data registrasi Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng 2021, penduduk Bantaeng berjumlah 196.716 jiwa. Ekonomi Bantaeng saat ini sedang dibangun Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), salah satu perusahaan yang beroperasi di wilayah ini adalah pabrik pengolahan nikel yang saat ini dikelola oleh PT Huadi Nickel Alloy Indonesia. Kawasan industri ini bertujuan untuk memajukan sektor hilirisasi nikel di Indonesia. Bijih nikel disuplai dari wilayah lain seperti Luwu Timur, Kolaka, dan Bombana. Pariwisata Tempat Wisata 1. Pemandian Eremerasa (Ermes) Ermes merupakan tempat wisata alam yang berupa kolam permandian yang airnya bersumber langsung dari mata air. Permandian yang letaknya sekitar 12 km dari kota Bantaeng ini memiliki dua kolam renang, satu untuk pengunjung dewasa dan satunya lagi diperuntukkan bagi pengunjung anak-anak. 2. Air Terjun Bissappu Letaknya sekitar 5 km dari jalan poros Bantaeng - Jeneponto merupakan air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 85 m 3. Agrowisata Loka' Loka merupakan sebuah daerah yang terletak di kaki pegunungan Lompobattang berjarak 20 km dari kota Bantaeng menyajikan pemandangan pegunungan yang indah di mana kita dapat melihat laut dari ketinggian. Dapa dijadikan sebagai tempat wisata keluarga favorit yang dapat mengajarkan kepada anak-anak tentang tanaman sayuran seperti Kubis, Wortel, Kentang, Bawang serta buah-buahan seperti Stroberi, Apel, dan Paprika. 4. Pantai Seruni Merupakan spot paling banyak dikunjungi oleh warga bantaeng menawarkan jajanan ringan seperti gorengan, minuman dingin dan panas. di sini terdapat pula lintasan joging yang mengelilingi lapangan kecil. Pantai ini akan ramai dari sore hari hingga malam oleh orang-orang yang duduk bercengkrama dengan kerabat dan keluarga. Pada pagi hari dijadikan sebagai tempat olahraga. 5. Pantai Marina Destinasi wisata yang tergolong baru ini menawarkan beberapa fasilitas seperti Rest Area yang di dalamnya terdapat Masjid, Kios-kios jajanan dan cindera mata khas bantaeng, Gasebo, dll. Pada kawasan pantainya menawarkan fasilitas penginapan dan gasebo-gasebo kecil yang dapat anda gunakan untuk keluarga. 6. Pasar Lambocca Destinasi wisata yang tergolong baru ini merupakan sebuah pasar tradisional/rakyat yang telah di revitalisasi oleh pemerintah dan salah satu perbankan nasional. wisata belanja aneka kebutuhan dan kuliner lokal bantaeng, diantaranya kue baruasa balanda, Cucuru Bayao, Biji Nangka, Kentang Rebus, serta Kaloli dan lain-lain sembari menikmati pemandangan petani rumput laut yang sedang beraktivitas. selain itu, anda bisa menikmati sensasi transportasi tradisional dokar. Saat ini pasar rakyat ini masih beroperasi dua kali seminggu yaitu Senin dan Kamis, mudah-mudahan ke depan bisa beroperasi setiap hari. Pranala luar Situs web resmi pemerintah Kabupaten Bantaeng Referensi Bantaeng Bantaeng
4215
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Barru
Kabupaten Barru
Kabupaten Barru () adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Barru. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.174,72 km² dan jumlah penduduk tahun 2022 sebanyak 186.910 jiwa, dengan kepadatan 160 km/km². Sejarah Etimologi Nama Barru berasal dari nama sejenis pohon yang oleh masyarakat Bugis Barru itu sendiri menyebutnya sebagai pohon Aju Berru. Dahulu wilayah tersebut ditumbuhi banyak pohon Aju Berru, bahkan raja pertama di wilayah Barru yang bernama Lasarewo dilantik menjadi raja di atas sebuah batu yang masyarakat menyebutnya Batu Allantireng, di sebelah batu tersebut terdapat pohon Aju Berru yang kemudian digunakan sebagai nama Kerajaan Berru dan Lasarewo sebagai raja pertamanya. Itulah asal muasal penamaan Kabupaten Barru, dari sebuah nama pohon, kemudian dijadikan sebagai nama kerajaan, hingga berganti menjadi kabupaten. Masa Kerajaan dan Pendudukan Belanda Kabupaten Barru dahulu sebelum terbentuk adalah sebuah kerajaan kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja, yaitu: Kerajaan Berru (Barru), Kerajaan Tanete, Kerajaan Soppeng Riaja dan Kerajaan Mallusetasi. Pada masa pemerintahan Belanda dibentuk Pemerintahan Sipil Belanda di mana wilayah Kerajaan Barru, Tanete dan Soppeng Riaja dimasukkan dalam wilayah Onder Afdelling Barru yang bernaung di bawah Afdelling Parepare. Sebagai kepala Pemerintahan Onder Afdelling diangkat seorang control Belanda yang berkedudukan di Barru, sedangkan ketiga bekas kerajaan tersebut diberi status sebagai Self Bestuur (Pemerintahan Kerajaan Sendiri) yang mempunyai hak otonom untuk menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari baik terhadap eksekutif maupun dibidang yudikatif. Masa Awal Kemerdekaan Indonesia Dari sejarahnya, sebelum menjadi daerah-daerah Swapraja pada permulaan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, keempat wilayah Swapraja ini merupakan 4 bekas Self bestuur di dalam Afdelling Parepare, yaitu: Bekas Self bestuur Mallusetasi yang daerahnya sekarang menjadi kecamatan Mallusetasi dengan Ibu Kota Palanro, adalah penggabungan bekas-bekas Kerajaan Lili di bawah kekuasan Kerajaan Ajattapareng yang oleh Belanda diakui sebagai Self bestuur, ialah Kerajaan Lili Bojo dan Lili Nepo. Bekas Self bestuur Soppeng Riaja yang merupakan penggabungan 4 Kerajaan Lili di bawah bekas Kerajaan Soppeng (Sekarang Kabupaten Soppeng) Sebagai Satu Self bestuur, ialah bekas Kerajaan Lili Siddo, Lili Kiru-Kiru, Lili Ajakkang dan Lili Balusu. Bekas Self bestuur Barru yang sekarang menjadi Kecamatan Barru dengan lbu Kotanya Sumpang Binangae yang sejak semula memang merupakan suatu bekas kerajaan kecil yang berdiri sendiri. Bekas Self bestuur Tanete dengan pusat pemerintahannya di Pancana, daerahnya sekarang menjadi 3 Kecamatan, masing-masing Kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Tanete Riaja dan Kecamatan Pujananting. Kelahiran Kabupaten Barru Seiring dengan perjalanan waktu, maka pada tanggal 20 Februari 1960 merupakan tonggak sejarah yang menandai awal kelahiran Kabupaten Daerah Tingkat II Barru dengan ibu kota Barru, berdasarkan Undang-Undang Nomor 229 tahun 1959 tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan. Kabupaten Barru terbagi dalam 7 Kecamatan yang memiliki 40 Desa dan 14 Kelurahan, berada ± 102 Km di sebelah Utara Kota Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan. Sebelum dibentuk sebagai suatu Daerah Otonom berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959, pada tahun 1961 daerah ini terdiri dari 4 wilayah Swapraja di dalam kewedanaan Barru, Kabupaten Parepare lama, masing-masing Swapraja Barru, Swapraja Tanete, Swapraja Soppeng Riaja dan bekas Swapraja Mallusetasi. Ibu kota Kabupaten Barru sekarang bertempat di bekas ibu kota Kewedanaan Barru. Geografi Secara geografis, Kabupaten Barru terletak pada 4°00' - 5°35' Lintang Selatan dan 199°35' - 119°49' Bujur Timur. Wilayahnya berada di bagian barat daratan Pulau Sulawesi sekitar kurang lebih 102 Km sebelah utara Kota Makassar Ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Barru mempunyai ketinggian antara 0-1.700 meter di atas permukaan laut dengan bentuk permukaan sebahagian besar daerah kemiringan berbukit hingga bergunung-gunung. Wilayah bertopografi perbukitan hingga pegunungan berada di sebahagian besar wilayah tengah hingga timur dan selatan yang sebagiannya juga merupakan kawasan karst. Sebahagian lainnya merupakan daerah datar, landai hingga pesisir. Kabupaten Barru merupakan daerah pesisir pantai yang cukup panjang. Garis pantai mencapai 87 Km sehingga merupakan kabupaten dengan pesisir pantai terpanjang di Sulawesi Selatan. Hidrologi dan Iklim Di Kabupaten Barru terdapat 21 sungai yang tersebar di 7 kecamatan. Sungai Jampue di Kecamatan Mallusetasi merupakan sungai terpanjang di Kabupaten Barru dengan panjang sungai 45,55 Km kemudian sungai Sumpang Binangae di Kecamatan Barru dengan panjang 44,95 Km. Di Kabupaten Barru terdapat seluas 71,79 % wilayah ( 84.340 Ha) dengan tipe iklim C yakni mempunyai bulan basah berturut-turut 5-6 bulan (Oktober - Maret) dan bulan Kering berturut-turut kurang dari 2 bulan (April - September). Total hujan selama setahun di Kabupaten Barru sebanyak 113 hari dengan jumlah curah hujan sebesar 5.252 mm.Curah hujan di kabupaten Barru berdasarkan hari hujan terbanyak pada bulan Desember - Januari dengan jumlah curah hujan 1.335 mm dan 1.138 mm sedangkan hari hujan masing-masing 2 hari dengan jumlah curah hujan masing- masing 104 mm dan 17 mm. Batas Wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Barru adalah bahasa Indonesia. Menurut Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Barru, yaitu bahasa Bugis. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Barru dalam dua periode terakhir. </onlyinclude> Kecamatan Pariwisata Adapun pariwisata dari Kabupaten Barru adalah: Kecamatan Tanete Riaja Batu Mallopie Air Terjun Waesai Wae Nunge Lembah Harapan Celebes Canyon (Watu) Lappa laona Kecamatan Tanete Rilau Sungai Bottoe Pulau Puteanging Tanjung Butung Makam wae Tenri Leleang Makam Petta Pallaselasee Masjid Tua Lalabata Makam We Pancai Tana Makam Lamaddusila Makam Karaeng Lipukasi Pantai LAGUNA Sungai Pancana Salo Libbo Dermaga Polejiwa Pantai Laguna Kecamatan Barru Lajulo Indah Air Panas Kalompie Pantai Ujung Batu Taman Wisata Padongko Makam H.M. Fudail Monumen Garongkong Pantai Lembae Air Terjun Tanjung Asap Desa Palakka Kecamatan Soppeng Riaja Pantai Awerange Monumen Paccekke Permandian manuba Kecamatan Mallusetasi Bujung Mattimboe Pulau Dutungan Pulau Bakki Pulau Batu Kalasi Pantai Kupa Pantai Lapakaka Pantai Labuange Taman Laut Mallusetasi Komp. Makam Arung Komp. Makam Labongo Kecamatan Balusu Permandian Waempubbu Gua Togenra Pulau Pannikiang Saoraja Lapinceng Air Terjun To Magellie Kecamatan Pujananting Air terjun gattareng Referensi Pranala luar We Tenri Olle, Ratu Cendikia dari Tanete BPS Kabupaten Barru Profil Kabupaten Barru (Kementerian Dalam Negeri) Barru Barru
4216
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bone
Kabupaten Bone
Kabupaten Bone (Bugis: ) adalah salah satu Daerah otonom di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia yang pada awalnya Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Watampone. Berdasarkan data Kabupaten Bone Dalam Angka Tahun 2021 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone, jumlah penduduk kabupaten Bone tahun 2021 adalah 801.775 jiwa, terdiri atas 391.682 laki‐laki dan 410.093 perempuan. Dengan luas wilayah Kabupaten Bone sekitar 4.559,00 km2, rata‐rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bone adalah 162 jiwa/km2. Daftar Kecamatan di Kabupaten Bone (Update 25 Desember 2019): Kecamatan Ajangale Kecamatan Amali Kecamatan Awangpone Kecamatan Barebbo Kecamatan Bengo Kecamatan Bonto Cani Kecamatan Cenrana Kecamatan Cina Kecamatan Dua Boccoe Kecamatan Kahu Kecamatan Kajuara Kecamatan Lamuru Kecamatan Lappariaja Kecamatan Libureng Kecamatan Mare Kecamatan Palakka Kecamatan Ponre Kecamatan Patimpeng Kecamatan Salomekko Kecamatan Sibulue Kecamatan Tanete Riattang Kecamatan Tanete Riattang Barat Kecamatan Tanete Riattang Timur Kecamatan Tellu Limpoe Kecamatan Tellu Siattinge Kecamatan Tonra Kecamatan Ulaweng Geografi Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten yang berada di pesisir timur Sulawesi Selatan. Lokasinya memiliki posisi strategis dalam perdagangan barang dan jasa di Kawasan Timur Indonesia yang secara administratif terdiri dari 27 kecamatan, 328 desa dan 44 kelurahan. Wilayah Kabupaten Bone berada di arah timur Kota Makassar dengan jarak sejauh 174 km. Posisinya berada pada posisi 4°13'- 5°6' LS dan antara 119°42'-120°30' BT. Luas wilayah Kabupaten Bone 4.559 km² dengan rincian lahan sebagai berikut Persawahan: 88.449 Ha Tegalan/Ladang: 120.524 Ha Tambak/Empang: 11.148 Ha Perkebunan Negara/Swasta: 43.052,97 Ha Hutan: 145.073 Ha Padang rumput dan lainnya: 10.503,48 Ha Batas Wilayah Iklim Wilayah Kabupaten Bone termasuk daerah beriklim sedang. Kelembaban udara berkisar antara 95%-99% dengan temperatur berkisar 26 °C – 34 °C. Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah peralihan, yaitu: Kecamatan Bontocani dan kecamatan Libureng yang sebagian mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi wilayah timur. Rata-rata curah hujan tahunan di wilayah Bone bervariasi, yaitu: rata-rata < 1.750 mm; 1750 – 2000 mm; 2000 – 2500 mm dan 2500 – 3000 mm. Pada wilayah Kabupatan Bone terdapat juga pengunungan dan perbukitan yang dari celah-celahnya terdapat aliran sungai. Disekitarnya terdapat lembah yang cukup dalam. Kondisinya sebagian ada yang berair pada musim hujan yang berjumlah sekitar 90 buah. Namun pada musim kemarau sebagian mengalami kekeringan, kecuali sungai yang cukup besar, seperti sungai Walenae, Cenrana, Palakka, Jaling, Bulu-bulu, Salomekko, Tobunne dan Lekoballo. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Bone dalam dua periode terakhir. Kecamatan Demografi Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone, jumlah penduduk Kabupaten Bone Tahun 2021 adalah 801.775 jiwa, terdiri atas 391.682 laki‐laki dan 410.093 perempuan. Dengan luas wilayah Kabupaten Bone sekitar 4.559 km2 persegi, rata‐rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bone adalah 175,87 jiwa per km2.. Kabupaten Bone tergolong kabupaten yang besar dan luas di Sulawesi Selatan. Rata-rata jumlah penduduk per km2 adalah 175,87 jiwa. Terkait dengan perannya sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, dan fasilitas publik lain, maka mayoritas penduduk tinggal terpusat di ibu kota kabupaten. Kepadatan penduduknya mencapai 1.111,78 jiwa per km2. Keberadaan penduduk dalam jumlah yang besar,sering kali dianggap sebagai pemicu masalah-masalah kependudukan seperti kemiskinan dan pengangguran. Namun, dalam tinjauan demografi, penting untuk melihat struktur umur penduduk. Penduduk usia produktif yang besar dan berkualitas dapat berperan positif dalam pembangunan ekonomi. Penduduk Kabupaten Bone didominasi oleh penduduk muda dan usia produktif. Penduduk usia produktif memiliki jumlah terbesar yaitu 64,50 persen dari keseluruhan populasi dengan rasio ketergantungan sebesar 55,03 persen. Artinya, setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sebanyak 55 hingga 56 penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Hal lain yang menarik diamati pada piramida penduduk adalah adanya perubahan arah perkembangan penduduk yang ditandai dengan penduduk usia 0-4 tahun yang jumlahnya lebih kecil dari kelompok penduduk usia yang lebih tua yaitu 5-9 tahun. Kondisi tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kelahiran penduduk pada beberapa tahun ini. Indikasi turunnya tingkat kelahiran, terkait dengan peningkatan penggunaan alat kontrasepsi. Jumlah akseptor KB aktif di Kabupaten Bone tahun 2014 tercatat 87.220 orang meningkat dari tahun 2013. Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah suntikan (33,40 persen), pil ( 28,76 persen), dan implant (25,61 persen). Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Bone adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat dua bahasa daerah di Kabupaten Bone, yaitu bahasa Bugis (khususnya dialek Bone) dan bahasa Bajo. Bahasa Bajo digunakan di Kelurahan Bajoe, Kecamatan Tanete Riattang Timur. Budaya Musik, tarian, dan pakaian Salah satu tarian khas dari kabupaten Bone yakni Pajoge Angkong. Etimologi atau nama tarian ini berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata yaitu Pajoge dan Angkong. Pajoge itu sendiri kata dasarnya adalah joge yang mendapat imbuhan berfungsi sebagai awal pa. Imbuhan pa dalam bahasa Bugis berarti pelaku atau subjek yang melakukannya, sedangkan kata joge merupakan kata kerja berarti sere yang dalam bahasa indonesia menari, jadi kata Pajoge berarti penari atau orang yang menari. Sedangkan kata Angkong adalah calabai atau waria. Jadi Pajoge Angkong adalah tari tradisional dari dari daerah Bone yang penarinya adalah komunitas waria (laki-laki berpenampilan perempuan). Pajoge Angkong lahir dari pemikiran para calabai (waria) pada masa itu, pemikiran untuk menciptakan tarian Pajoge Angkong mulanya disebabkan ketika mereka sering menyaksikan pertunjukan Sere Bissu, akan tetapi mereka mengembangkan gerakan tari Sere Bissu, dikatakanlah gerakan mereka sebagai gerakan Mallebbang Sere berarti memperluas (mengembangkan) gerakan. Penari Pajoge Angkong sebenarnya menari umtuk merayu penonton yang datang. Adapun jumlah penari juga tidak menentu yang pasti berjumlah genap Media massa Berikut ini adalah media massa di Kabupaten Bone yang tersedia baik dalam bentuk media daring, media cetak, radio, maupun televisi Media daring Bonepos Online Radar Bone Bone Satu Kabar Bone Tribun Bone Tribun Timur Bone Bugis Warta Media cetak Harian Tribun Bone Radar Bone Radio RRI Pro 1 Bone (91.0 FM) Radio Suara Bone Beradat FM (97.7 FM) Eljaya (105.2 FM) Suci (91.8 FM) SDI (104,4 FM) Televisi Di Kabupaten Bone juga terdapat beberapa TV swasta lokal yang beroperasi, yaitu Matajang TV, dan SMK TV. Referensi Pranala luar Bone Bone
4217
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bulukumba
Kabupaten Bulukumba
Kabupaten Bulukumba (Lontara Bugis: ᨀᨅᨘᨄᨈᨛᨅᨘᨒᨘᨀᨘᨅ) adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Ujung Bulu. Berdasarkan data BPS Kabupaten Bulukumba tahun 2021, Kabupaten Bulukumba memiliki luas wilayah 1.154,58 km² dan berpenduduk 437.610 jiwa. Kabupaten Bulukumba terdiri atas 10 kecamatan, 27 kelurahan, serta 109 desa. Geografi Secara wilayah, Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng – Lompobattang, dataran rendah, pantai, dan laut lepas. Kabupaten Bulukumba terletak di ujung bagian selatan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, terkenal dengan industri perahu pinisi yang banyak memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah. Luas wilayah Kabupaten Bulukumba 1.154,58 km² dengan jarak tempuh dari Kota Makassar sekitar 153 km. Batas Wilayah Wilayah Kabupaten Bulukumba terletak pada koordinat antara 5°20” sampai 5°40” Lintang Selatan dan 119°50” sampai 120°28” Bujur Timur. Batas-batas wilayahnya adalah: Sebelah Utara: Kabupaten Sinjai Sebelah Selatan: Kabupaten Kepulauan Selayar Sebelah Timur: Teluk Bone Sebelah Barat: Kabupaten Bantaeng. Topografi Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 25 meter di atas permukaan laut meliputi tujuh kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang. Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 s/d 100 meter dari permukaan laut, meliputi bagian dari Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kindang, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Herlang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale. Daerah perbukitan di Kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke utara dengan ketinggian 100 s/d di atas 500 meter dari permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan Kindang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale. Ketinggian Wilayah Kabupaten Bulukumba lebih didominasi dengan keadaan topografi dataran rendah sampai bergelombang. Luas dataran rendah sampai bergelombang dan dataran tinggi hampir berimbang, yaitu jika dataran rendah sampai bergelombang mencapai sekitar 50,28% maka dataran tinggi mencapai 49,72%. Klimatologi Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82 °C – 27,68 °C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Berdasarkan analisis Smith – Ferguson (tipe iklim diukur menurut bulan basah dan bulan kering) maka klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembap atau agak basah. Kabupaten Bulukumb berada di sektor timur, musim gadu antara Oktober – Maret dan musim rendengan antara April – September. Terdapat 8 buah stasiun penakar hujan yang tersebar di beberapa kecamatan, yakni: stasiun Bettu, stasiun Bontonyeleng, stasiun Kajang, stasiun Batukaropa, stasiun Tanah Kongkong, stasiun Bonto Bahari, stasiun Bulo–bulo dan stasiun Herlang. Daerah dengan curah hujan tertinggi terdapat pada wilayah barat laut dan timur sedangkan pada daerah tengah memiliki curah hujan sedang sedangkan pada bagian selatan curah hujannya rendah. Curah hujan di Kabupaten Bulukumba sebagai berikut: •Curah hujan antara 800 – 1000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Ujungbulu, sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian besar Bonto Bahari. •Curah hujan antara 1000 – 1500 mm/tahun, meliputi sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian Bontotiro. •Curah hujan antara 1500 – 2000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Gantarang, sebagian Rilau Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian Bulukumpa, sebagian Bontotiro, sebagian Herlang dan Kecamatan Kajang. •Curah hujan di atas 2000 mm/tahun meliputi Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Herlang. Jenis tanah Tanah di Kabupaten Bulukumba didominasi jenis tanah latosol dan mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah alluvial hidromorf coklat kelabu dengan bahan induk endapan liat pasir terdapat dipesisir pantai dan sebagian di daratan bagian utara. Sedangkan tanah regosol dan mediteran terdapat pada daerah-daerah bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat. Hidrologi Sungai di Kabupaten Bulukumba ada 32 aliran yang terdiri dari sungai besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang 603,50 km dan yang terpanjang adalah sungai Sangkala yakni 65,30 km, sedangkan yang terpendek adalah sungai Biroro yakni 1,50 km. Sungai-sungai ini mampu mengairi lahan sawah seluas 23.365 Ha. Sejarah Mitologi penamaan "Bulukumba", konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu "Bulu’ku" dan "Mupa" yang dalam bahasa Indonesia berarti "masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya". Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke–17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Di pesisir pantai yang bernama "Tana Kongkong", di situlah utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing. Bangkeng Buki' (dalam bahasa Makassar berarti kaki bukit) yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompobattang diklaim oleh pihak Kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak Kerajaan Bone berkeras memertahankan Bangkeng Buki' sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan. Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis "Bulu'kumupa" yang kemudian pada tingkatan dialek tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi "Bulukumba". Konon sejak itulah nama Bulukumba mulai ada dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten. Peresmian Bulukumba menjadi sebuah nama kabupaten dimulai dari terbitnya Undang–Undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah–daerah Tingkat II di Sulawesi yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 5 Tahun 1978, tentang Lambang Daerah. Akhirnya setelah dilakukan seminar sehari pada tanggal 28 Maret 1994 dengan narasumber Prof. Dr. H. Ahmad Mattulada (ahli sejarah dan budaya), maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Bulukumba, yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1994. Secara yuridis formal Kabupaten Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat II setelah ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba oleh DPRD Kabupaten Bulukumba pada tanggal 4 Februari 1960 dan selanjutnya dilakukan pelantikan bupati pertama, yaitu Andi Patarai pada tanggal 12 Februari 1960. Slogan Kabupaten Bulukumba Paradigma kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan memberikan nuansa moralitas dalam sistem pemerintahan yang pada tatanan tertentu menjadi etika bagi struktur kehidupan masyarakat melalui satu prinsip "Mali’ siparappe, Tallang sipahua." Ungkapan yang mencerminkan perpaduan dari dua dialek bahasa Bugis – Makassar Konjo tersebut merupakan gambaran sikap batin masyarakat Bulukumba untuk mengemban amanat persatuan di dalam mewujudkan keselamatan bersama demi terciptanya tujuan pembangunan lahir dan batin, material dan spiritual, dunia dan akhirat. Nuansa moralitas ini pula yang mendasari lahirnya slogan pembangunan "Bulukumba Berlayar" yang mulai disosialisasikan pada bulan September 1994 dan disepakati penggunaannya pada tahun 1996. Konsepsi "Berlayar" sebagai moral pembangunan lahir batin mengandung filosofi yang cukup dalam serta memiliki kaitan kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan dengan masyarakat Bulukumba. "Berlayar", merupakan sebuah akronim dari kalimat kausalitas yang berbunyi "Bersih Lingkungan, Alam Yang Ramah". Filosofi yang terkandung dalam slogan tersebut dilihat dari tiga sisi pijakan, yaitu sejarah, kebudayaan dan keagamaan. Pijakan Sejarah Bulukumba lahir dari suatu proses perjuangan panjang yang mengorbankan harta, darah dan nyawa. Perlawanan rakyat Bulukumba terhadap kolonial Belanda dan Jepang menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 diawali dengan terbentuknya "barisan merah putih" dan "laskar brigade pemberontakan Bulukumba angkatan rakyat". Organisasi yang terkenal dalam sejarah perjuangan ini, melahirkan pejuang yang berani mati menerjang gelombang dan badai untuk merebut cita–cita kemerdekaan sebagai wujud tuntutan hak asasi manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara. Pijakan Kebudayaan Dari sisi budaya, Bulukumba telah tampil menjadi sebuah "legenda modern" dalam kancah percaturan kebudayaan nasional, melalui industri budaya dalam bentuk perahu, baik itu perahu jenis Pinisi, padewakkang, lambo, pajala, maupun jenis lepa–lepa yang telah berhasil mencuatkan nama Bulukumba di dunia internasional. Kata layar memiliki pemahaman terhadap adanya subjek yang bernama perahu sebagai suatu refleksi kreativitas masyarakat Bulukumba. Pijakan Keagamaan Masyarakat Bulukumba telah bersentuhan dengan ajaran agama Islam sejak awal abad ke–17 Masehi yang diperkirakan tahun 1605 M. Ajaran agama Islam ini dibawa oleh tiga ulama besar (waliyullah) dari Pulau Sumatra yang masing–masing bergelar Dato Tiro (Bulukumba), Dato Ribandang (Makassar) dan Dato Pattimang (Luwu). Ajaran agama Islam yang berintikan tasawwuf ini menumbuhkan kesadaran religius bagi penganutnya dan menggerakkan sikap keyakinan mereka untuk berlaku zuhud, suci lahir batin, selamat dunia dan akhirat dalam kerangka tauhid "appasewang" (meng-Esa-kan Allah SWT). Selain itu Terdapat Mesjid tertua ketiga di Sulawesi Selatan yang dinamakan Masjid Nurul Hilal Dato Tiro yang terletak di Kecamatan Bontotiro. Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Bulukumba adalah bahasa Indonesia. Terdapat dua bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten Bulukumba, yaitu Bahasa Bugis dialek Bulukumba. Kemudian ada juga Bahasa Konjo, yang terbagi menjadi Bahasa Konjo pesisir dan Bahasa Konjo pegunungan yang merupakan sub bahasa Makassar yang secara pengucapan/dialek dan kata-kata sebagiannya berbeda dengan Bahasa Makassar yang umum dituturkan, namun justru beberapa kata-kata banyak yang kognitif dengan Bahasa Bugis. Secara Budaya dan Bahasa Kabupaten Bulukumba bisa dikatakan peralihan atau pertemuan dari Bugis maupun Makassar, Dimana masyarakatnya menuturkan dua bahasa daerah yang lazim digunakan di Sulawesi Selatan. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Bulukumba dalam dua periode terakhir. Kecamatan Awal terbentuknya, Kabupaten Bulukumba hanya terdiri atas tujuh kecamatan (Ujungbulu, Gangking, Bulukumpa, Bonto Bahari, Bontotiro, Kajang, Hero Lange-Lange), kemudian beberapa kecamatan dimekarkan menjadi 10 kecamatan. Dari 10 kecamatan tersebut, tujuh di antaranya merupakan daerah pesisir sebagai sentra pengembangan pariwisata dan perikanan yaitu Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bonto Bahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang. Tiga kecamatan lainnya tergolong sentra pengembangan pertanian dan perkebunan, yaitu Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa. Lambang Daerah Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bulukumba Nomor: 13 Tahun 1987, maka ditetapkanlah Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba dengan makna sebagai berikut: 1. Perisai Persegi Lima Melambangkan sikap batin masyarakat Bulukumba yang teguh memertahankan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. 2. Padi dan Jagung Melambangkan mata pencaharian utama dan merupakan makanan pokok masyarakat Bulukumba. Bulir padi sejumlah 17 bulir melambangkan tanggal 17 sebagai tanggal kemerdekaan RI. Daun jagung sejumlah 8 menandakan bulan Agustus sebagai bulan kemerdekaan RI. Kelopak buah jagung berjumlah 4 dan bunga buah jagung berjumlah 5 menandakan tahun 1945 sebagai tahun kemerdekaan RI. 3. Perahu Pinisi Sebagai salah satu mahakarya ciri khas masyarakat Bulukumba, yang dikenal sebagai "Butta Panrita Lopi" atau daerah bermukimnya orang yang ahli dalam membuat perahu. 4. Layar perahu Pinisi berjumlah 7 buah. Melambangkan jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Bulukumba, tetapi sekarang sudah dimekarkan dari tujuh menjadi 10 kecamatan. 5. Tulisan aksara lontara di sisi perahu "Mali Siparappe, Tallang Sipahua". Mencerminkan perpaduan dari dua dialek Bugis dan Makassar Konjo yang melambangkan persatuan dan kesatuan dua suku besar yang ada di Kabupaten Bulukumba. 6. Dasar Biru Mencerminkan bahwa Kabupaten Bulukumba merupakan daerah maritim. Pariwisata Pariwisata di Kabupaten Bulukumba sangat beragam, misalnya: Wisata Bahari Pantai Tanjung Bira Pantai Lemo-lemo Pantai Batu Tallasa Pantai Kalukubodo Pantai Butung keke Tebing Apparalang Pantai Bara Pantai Mandala Ria Pantai Kasuso Pantai Samboang Pantai Ujung Tiro Pantai Marumasa Pantai Panrang Luhu Pulau Kambing Pulau Liukang Loe Wisata Alam Permandian Alam Sungai Sempit Air Terjun Bravo Bukit Kahayya Gua Passohara Goa Passea Permandian Alam Hila-Hila Permandian Alam Limbua Perkebunan Karet Balombessie Puncak Pua Janggo Bukit Bulupadido Wisata Sejarah, Budaya dan Religi Tempat Pembuatan Perahu Tradisional Pinisi Kawasan Adat Ammatoa Kajang Makam penyiar Agama Islam Dato Tiro Masjid Nurul Hilal Dato Tiro Islamic Center Dato' Tiro Eko Wisata Taman Cekkeng Nursery Pinisi park Hutan kota Taman kota Referensi Pranala luar http://kabupatenbulukumba.blogspot.com http://www.bulukumbakab.go.id http://panwaslu-sulsel.com/bulukumba/96-sekilas-kabupaten-bulukumba http://www.sulsel.go.id/indonesia/media.php?module=detailberita&id=75 Bulukumba Bulukumba
4218
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Enrekang
Kabupaten Enrekang
Kabupaten Enrekang adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Enrekang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.786,01 km² dan jumlah penduduk tahun 2021 sebanyak 225.172 jiwa. Sejarah Sejak abad XIV, daerah ini disebut Massenrempulu yang artinya meminggir gunung atau menyusur gunung, sedangkan sebutan Enrekang dari Endeg yang artinya Naik Dari atau Panjat dan dari sinilah asal mulanya sebutan Endekan. Masih ada arti versi lain yang dalam pengertian umum sampai saat ini bahkan dalam Adminsitrasi Pemerintahan telah dikenal dengan nama “ENREKANG” versi Bugis sehingga jika dikatakan bahwa Daerah Kabupaten Enrekang adalah daerah pegunungan sudah mendekati kepastian, sebab jelas bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit sambung-menyambung mengambil ± 85% dari seluruh luas wilayah sekitar 1.786.01 Km². Pada mulanya Kabupaten Enrekang merupakan suatu kerajaan besar bernama Malepong Bulan. Kerajaan ini kemudian bersifat Manurung (terdiri dari kerajaan-kerajaan yang lebih kecil) dengan sebuah federasi yang menggabungkan 7 kawasan/kerajaan yang lebih dikenal dengan federasi "Pitue Massenrempulu", yaitu: Kerajaan Endekan yang dipimpin oleh Arung/Puang Endekan Kerajaan Kassa yang dipimpin oleh Arung Kassa' Kerajaan Batulappa' yang dipimpin oleh Arung Batulappa' Kerajaan Tallu Batu Papan (Duri) yang merupakan gabungan dari Buntu Batu, Malua, Alla'. Buntu Batu dipimpin oleh Arung/Puang Buntu Batu, Malua oleh Arung/Puang Malua, Alla' oleh Arung Alla' Kerajaan Maiwa yang dipimpin oleh Arung Maiwa Kerajaan Letta' yang dipimpin oleh Arung Letta' Kerajaan Baringin (Baringeng) yang dipimpin oleh Arung Baringin Pitu (7) Massenrempulu' ini terjadi kira-kira dalam abad ke XIV M. Tetapi sekitar pada abad ke XVII M, Pitu (7) Massenrempulu' berubah nama menjadi Lima Massenrempulu' karena Kerajaan Baringin dan Kerajaan Letta' tidak bergabung lagi ke dalam federasi Massenrempulu'. Akibat dari politik Devide et Impera, Pemerintah Belanda lalu memecah daerah ini dengan adanya Surat Keputusan dari Pemerintah Kerajaan Belanda (Korte Verklaring), dimana Kerajaan Kassa dan kerajaan Batu Lappa' dimasukkan ke Sawitto. Ini terjadi sekitar 1905 sehingga untuk tetap pada keadaan Lima Massenrempulu' tersebut, maka kerajaan-kerajaan yang ada didalamnya yang dipecah. Beberapa bentuk pemerintahan di wilayah Massenrempulu' pada masa itu, yakni: 1. Kerajaan-kerajaan di Massenrempulu' pada Zaman penjajahan Belanda secara administrasi Belanda berubah menjadi Landshcap. Tiap Landschap dipimpin oleh seorang Arung (Zelftbesteur) dan dibantu oleh Sulewatang dan Pabbicara /Arung Lili, tetapi kebijaksanaan tetap ditangan Belanda sebagai Kontroleur. Federasi Lima Massenrempulu' kemudian menjadi: Buntu Batu, Malua, Alla'(Tallu Batu Papan/Duri), Enrekang (Endekan) dan Maiwa. Pada tahun 1912 sampai dengan 1941 berubah lagi menjadi Onder Afdeling Enrekang yang dikepalai oleh seorang Kontroleur (Tuan Petoro). 2. Pada zaman pendudukan Jepang (1941–1945), Onder Afdeling Enrekang berubah nama menjadi Kanrikan. Pemerintahan dikepalai oleh seorang Bunkem Kanrikan. 3. Dalam zaman NICA (NIT, 1946–27 Desember 1949), kawasan Massenrempulu' kembali menjadi Onder Afdeling Enrekang. 4. Kemudian sejak tanggal 27 Desember 1949 sampai 1960, Kawasan Massenrempulu' berubah menjadi Kewedanaan Enrekang dengan pucuk pimpinan pemerintahan disebut Kepala Pemerintahan Negeri Enrekang (KPN Enrekang) yang meliputi 5 (lima) SWAPRAJA, yakni: SWAPRAJA ENREKANG SWAPRAJA ALLA SWAPRAJA BUNTU BATU SWAPRAJA MALUA SWAPRAJA MAIWA Yang menjadi catatan atau lembaran sejarah yang tak dapat dilupakan bahwa dalam perjuangan atau pembentukan Kewadanaan Enrekang (5 SWAPRAJA) menjadi DASWATI II / DAERAH SWANTARA TINGKAT II ENREKANG atau KABUPATEN MASSENREMPULU'. (Perlu ingat bahwa yang disetujui kelak dengan nama Kabupaten Dati II Enrekang mungkin karena latar belakang historisnya). Adapun pernyataan resolusi tesebut antara lain: Pernyataan Partai/Ormas Massenrempulu' di Enrekang pada tanggal 27 Agustus 1956. Resolusi Panitia Penuntut Kabupaten Massenrempulu di Makassar pada tanggal 18 Nopember 1956 yang diketuai oleh almarhum Drs. H.M. RISA Resolusi HIKMA di Parepare pada tanggal 29 Nopember 1956 Resolusi Raja-raja (ARUM PARPOL/ORMAS MASSENREMPULU') di Kalosi pada tanggal 14 Desember 1956 Geografi Kabupaten Enrekang dengan Ibukota Enrekang terletak ± 235 Km sebelah utara Makassar. Secara geografi Kabupaten Enrekang terletak pada koordinat antara 3°14'36" sampai 3°50'00" Lintang Selatan dan 119°40'53" sampai 120°06'33" Bujur Timur, dengan luas wilayah sebesar 1.786,01 Km² atau sebesar 2,83 persen dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Batas Wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Topografi Topografi Wilayah Kabupaten Enrekang ini pada umumnya mempunyai wilayah topografi yang bervariasi berupa perbukitan,pegunungan, lembah dan sungai dengan ketinggian 47–3.293 meter dari permukaan laut serta tidak mempunyai wilayah pantai. Secara umum keadaan topografi wilayah Enrekang didominasi oleh bukit-bukit/gunung-gunung yaitu sekitar 84,96% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang sedangkan yang datar hanya 15,04%. Kabupaten Enrekang memiliki topografi wilayah bergunung dan berbukit serta memiliki beberapa puncak gunung seperti Gunung Bambapuang, Gunung Latimojong, Gunung Sinaji, dan lain-lain. Iklim Wilayah Kabupaten Enrekang beriklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 21°–32 °C. Tingkat kelembapan nisbi di wilayah ini berkisar antara 77%–83%. Curah hujan di wilayah Kabupaten Enrekang cenderung tinggi sepanjang tahun dan curah hujan tahunan di wilayah ini berkisar antara 2.300–2.900 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 160 hingga 220 hari hujan per tahun. Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Enrekang adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat dua bahasa daerah di Kabupaten Enrekang, yaitu bahasa Bugis (khususnya dialek Maiwa dan dialek Maroangin) dan bahasa Duri (Massenrengpulu). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Enrekang dalam dua periode terakhir. Kecamatan Berdasarkan PP No. 34 Tahun 1962 dan Undang-Undang NIT Nomor 44 Tahun 1960 Sulawesi terpecah dan sebagai pecahannya meliputi Administrasi Parepare yang lebih dikenal dengan nama Kabupaten Parepare lama, di mana kewedanaan Kabupaten Enrekang adalah merupakan salah satu daerah di antara 5 (lima) Kewedanaan lainnya. Selanjutnya dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 74 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi) atau daerah Swatantra Tingkat II (DASWATI II), maka Kabupaten Parepare lama terpecah menjadi 5 (lima) DASWATI II, yaitu: DASWATI II ENREKANG DASWATI II SIDENRENG RAPPANG DASWATI II BARRU DASWATI II PINRANG DASWATI II PARE PARE Kelima gabungan daerah tersebut dari dulu dikenal dengan nama Afdeling Parepare. Dengan terbentuknya DASWATI II Enrekang berdasarkan Undang-Undang Nomor: 29 Tahun 1959 tentang Pemerintahan Daerah, maka sebagai tindak lanjutnya pada tanggal 19 Februari 1960, H. ANDI BABBA MANGOPO dilantik sebagai Bupati yang pertama dan ditetapkan sebagai hari terbentuknya DASWATI II Enrekang atau Kabupaten Enrekang. Sehubungan dengan ditetapkannya Perda Nomor: 4, 5, 6 dan 7 tahun 2002 pada tanggal 20 Agustus 2002 tentang pembentukan 4 (empat) Kecamatan Definitif dan Perda Nomor 5 dan 6 Tahun 2006 tentang pembentukan 2 kecamatan sehingga memiliki 12 (dua belas) kecamatan yang definitif. Selanjutnya dari 12 kecamatan defenitif terdapat 112 desa/kelurahan, yang terdiri dari 17 kelurahan dan 95 desa. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Enrekang pada tahun 2008 berjumlah sekitar 186.810 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 93.939 jiwa dan perempuan sebanyak 92.871 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 43.062. Daftar Kepala Pemerintahan Negeri Berikut ini adalah mantan Kepala Pemerintahan Negeri Enrekang (KPN), yaitu: Abdul Hakim Abdul Rahman, BA Abdul Madjid Pattaropura Nuhung Atjo Daftar Tokoh Masyarakat Sesepuh yang mempelopori terbentuknya Kabupaten Enrekang. Antara lain: H. Abd. Manan Mappasanda Drs. H.M. Risa Drs. H.M. Thala H. Andi Santo Andi Palisuri H.M. Yasin Andi Maraintang Andi Baso Nur Rasyid Andi Tambone Bompeng Rilangi Anri Enreng Abdul Rahman, BA Prof. Dr. H.M. Syukur Abdullah Penduduk Ditinjau dari segi sosial budaya, masyarakat Kabupaten Enrekang memiliki kekhasan tersendiri. Hal tersebut disebabkan karena kebudayaan Enrekang (Massenrempulu') berada diantara kebudayaan Bugis, Mandar dan Toraja. Bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten Enrekang secara garis besar terbagi atas 3 bahasa dari 3 rumpun etnik yang berbeda di Massenrempulu', yaitu bahasa Duri, Enrekang dan Maiwa. Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Alla', Baraka, Malua, Buntu Batu, Masalle, Baroko, Curio dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Enrekang dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Enrekang, Cendana dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Maiwa dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Bungin. Melihat dari kondisi sosial budaya tersebut, maka beberapa masyarakat menganggap perlu adanya penggantian nama Kabupaten Enrekang menjadi Kabupaten Massenrempulu', sehingga terjadi keterwakilan dari sisi sosial budaya. Seluruh masyarakat Massenrempulu' dimana saja berada diharapkan tetap menjaga budaya Massenrempulu' sebagai modal dasar pembangunan dalam melaksanakan otonomi daerah untuk mewujudkan predikat atau gelar yang pernah diberikan oleh raja-raja dari Bugis yang diungkapkan dalam Bahasa Bugis, bahwa NAIYYA ENREKANG TANA RIGALLA, LIPU RIONGKO TANA RIABBUSUNGI. NAIYYA TANAH MAKKA TANAH MAPACCING MASSENREMPULU. NAIYYA TANAH ENREKANG TANAH SALAMA Referensi Lihat juga Pulu Mandoti Pranala luar Kabupaten di Sulawesi Selatan Kabupaten di Indonesia
4219
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Gowa
Kabupaten Gowa
Kabupaten Gowa (, ) adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. ibu kota kabupaten ini terletak di kelurahan Sungguminasa, kecamatan Sombaopu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.883,33 km² dan jumlah penduduk sebanyak 768.682 jiwa ditahun 2021. Kabupaten Gowa, merupakan daerah yang sebelum kemerdekaan merupakan Kesultanan Gowa yang dipimpin oleh Sultan. Salah satu Raja nya yang paling terkenal adalah Sultan Hasanuddin. Kabupaten Gowa dengan Benteng Somba Opu sebagai ibukota Kesultanan Gowa di abad ke-16 hingga 17, sebagai ibu kota sudah dikenal oleh bangsa asing dari Eropa yang menetap di ibukota Somba Opu seperti Portugis, Inggris, Belanda, Denmark dan Prancis. Dari Asia Timur seperti China, bangsa Moor dari Afrika utara dan Yaman dari Timur Tengah. Komunitas Suku Melayu di Asia Tenggara seperti Pattani dari Thailand, Champa dari Vietnam, Minangkabau dari Sumatera barat, Johor dan Pahang dari Malaysia, Suku Aborigin dari Australia utara serta berbagai suku bangsa di Nusantara. Ibu kota Somba Opu menjadi kota paling Kosmopolitan di Asia Tenggara pada abad ke-XVII. Sejarah Dalam khasanah sejarah nasional, nama Gowa sudah tidak asing lagi. Mulai abad ke-14 (1320), Kerajaan Gowa merupakan kerajaan maritim yang besar pengaruhnya di perairan Nusantara. Bahkan dari kerajaan ini juga muncul nama pahlawan nasional yang bergelar Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI yang berani melawan VOC Belanda pada tahun-tahun awal kolonialisasinya di Indonesia. Kerajaan Gowa memang akhirnya takluk kepada Belanda lewat Perjanjian Bungaya. Namun meskipun sebagai kerajaan, Gowa tidak lagi berjaya, kerajaan ini mampu memberi warisan terbesarnya, yaitu Pelabuhan Makassar. Pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi Kota Makassar ini dapat disebut anak kandungnya, sedangkan Kerajaan Gowa sendiri merupakan cikal bakal Kabupaten Gowa sekarang. Kota Makassar lebih dikenal khalayak dibandingkan dengan Kabupaten Gowa. Padahal kenyataannya sampai sekarang Kabupaten Gowa ibaratnya masih menjadi ibu bagi kota ini. Kabupaten yang hanya berjarak tempuh sekitar 10 menit dari Kota Makassar ini memasok sebagian besar kebutuhan dasar kehidupan kota. Mulai dari bahan material untuk pembangunan fisik, bahan pangan, terutama sayur-mayur, sampai aliran air bersih dari Waduk Bili-bili. Kemampuan Kabupaten Gowa menyuplai kebutuhan bagi daerah sekitarnya dikarenakan keadaan alamnya. Kabupaten seluas 1.883,32 kilometer persegi ini memiliki enam gunung, di mana yang tertinggi adalah Gunung Bawakaraeng. Daerah ini juga dilalui Sungai Jeneberang yang di daerah pertemuannya dengan Sungai Jenelata dibangun Waduk Bili-bili. Keuntungan alam ini menjadikan tanah Gowa kaya akan bahan galian, di samping tanahnya subur. Warisan sejarah Gowa Pelabuhan Paotere Fort Rotterdam Benteng Somba Opu Patorani Baju bodo Perahu Palari Masjid Katangka Ballaʼ Lompoa Makam raja-raja Tallo Aksara Lontara Lipa' Sabbe Geografi Secara geografis, Kabupaten Gowa terletak pada 5°33' - 5°34' Lintang Selatan dan 120°38' - 120°33' Bujur Timur. Luas wilayah kabupaten Gowa adalah ±1.883,33 km². Topografi Kabupaten Gowa terdiri dari wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi dengan ketinggian antara 10-2800 meter di atas permukaan air laut. Namun demikian wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar merupakan dataran tinggi yaitu sekitar 72,26% terutama di bagian timur hingga selatan karena merupakan Pegunungan Tinggimoncong, Pegunungan Bawakaraeng-Lompobattang dan Pegunungan Batureppe-Cindako. Dari total luas Kabupaten Gowa 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya dan Tompobulu. Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang cukup besar yaitu ada 15 sungai. Sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar adalah Sungai Jeneberang yaitu seluas 881 km² dengan panjang sungai utama 90 Km. Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Iklim Wilayah kabupaten Gowa menurut klasifikasi iklim Koppen beriklim muson tropis (Am) dengan dua musim yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di wilayah Gowa disebabkan oleh hembusan angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan tidak banyak membawa uap air dan terjadi pada periode Mei hingga Oktober. Sementara itu, musim penghujan di wilayah kabupaten ini diakibatkan oleh hembusan angin muson barat laut–barat daya yang bersifat basah dan lembab. Musim penghujan di wilayah Gowa berlangsung pada periode November hingga April dengan bulan terbasah adalah Januari yang curah hujan bulanannya lebih dari 500 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah kabupaten Gowa berkisar pada angka 2.000–3.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 100–180 hari hujan per tahun. Suhu udara di wilayah kabupaten Gowa berkisar pada angka 22°–33 °C dengan tingkat kelembapan nisbi ±81%. Demografi Bahasa Bahasa yang digunakan masyarakat Gowa selain bahasa resmi nasional bahasa Indonesia adalah Bahasa Makassar. Bahasa makassar dialek lakiyung digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam acara adat. Bahasa makassar dialek lakiyung lebih lembut dibanding bahasa makassar dialek lainnya. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Gowa, yaitu bahasa Makassar, khususnya dialek Lakiung, dialek Turatea, dan dialek Makassar Konjo. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Gowa dalam dua periode terakhir. Kecamatan Ekonomi Pertambangan Bahan-bahan galian golongan C di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Jenebarang, seperti pasir, batu kali dan kerikil secara turun-temurun mampu memberikan nafkah bagi penduduk sekitarnya. Kontribusi sektor ini dalam kegiatan ekonomi tahun 2000 nilainya mencapai Rp. 105,4 miliar atau 9,13 persen, tetapi sumbangan sektor ini terhadap kas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) cukup signifikan. Pada tahun anggaran 2001, Pemkab menargetkan Rp. 2,03 miliar dari pajak bahan galian golongan C untuk mengisi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kegiatan penggalian memang cukup besar karena selain tersedianya material dari DAS, juga ada batu gunung dan tanah liat. Truk-truk lalu-lalang mengangkut material ini di sepanjang jalan protokol yang menghubungkan Kabupaten Gowa dengan Kota Makassar. Bahan galian memang mampu memberikan pemasukan yang besar bagi kas Pemkab Gowa. Pos pajak ini mendominasi pendapatan hingga mencapai 65 persen dalam PAD tahun anggaran 2001 yang besarnya Rp. 3,11 miliar. Pertanian Potensi Kabupaten Gowa yang sesungguhnya adalah sektor pertanian. Pekerjaan utama penduduk kabupaten yang pada tahun 2000 lalu berpendapatan per kapita Rp. 2,09 juta ini adalah bercocok tanam, dengan sub sektor pertanian tanaman pangan sebagai andalan. Sektor pertanian memberi kontribusi sebesar 45 persen atau senilai Rp. 515,2 miliar. Lahan persawahan yang tidak sampai 20 persen (3,640 hektare) dari total lahan kabupaten mampu memberikan hasil yang memadai. Dari berbagai produksi tanaman pertanian seperti padi dan palawija, tanaman hortikultura menjadi primadona. Kecamatan-kecamatan yang berada di dataran tinggi seperti Parangloe, Bungaya dan terutama Tinggimoncong merupakan sentra penghasil sayur-mayur. Sayuran yang paling banyak dibudidayakan adalah kentang, kubis, sawi, bawang daun dan buncis. Per tahunnya hasil panen sayur-sayuran melebihi 5.000 ton. Sayuran dari Kabupaten Gowa mampu memenuhi pasar Kota Makassar dan sekitarnya, bahkan sampai ke Pulau Kalimantan dan Maluku melalui Pelabuhan Parepare dan Pelabuhan Mamuju. Selain bertani sayur yang memiliki masa tanam pendek, petani Gowa juga banyak yang bertani tanaman umur panjang. Salah satunya adalah tanaman markisa (Fassifora sp). Mengunjungi Makassar kurang afdal rasanya kalau tidak membawa buah tangan sirup atau juice markisa. Jika kita melihat pemandangan di bandara atau pelabuhan, kebanyakan para calon penumpang yang akan meninggalkan Makassar membawa sari buah beraroma segar ini. Tanaman yang berasal dari daratan Amerika Selatan ini identik dengan Sulawesi Selatan. Desa Kanreapia, Kecamatan Tinggimoncong merupakan salah satu daerah penghasil markisa di Kabupaten Gowa. Sayangnya markisa yang rasa buahnya manis asam dan mampu menggerakkan industri kecil makanan dan minuman ini kini mulai kurang diminati petani. Menanam markisa memang tidak mudah, kecuali karena masa tanamnya panjang dan memerlukan perawatan khusus, seperti tinggi permukaan tanah, pupuk dan obat-obatan yang cukup mahal. Selain itu harga markisa juga tidak stabil dan cenderung terus menurun. Tanaman merambat ini memiliki satu masa panen per tahun (November-Januari) dengan produksi sekitar 300.000 buah per hektare. Jika harga pada masa panen raya, satu kilo (kurang lebih 25 buah) hanya Rp. 500,- sampai Rp. 800,- sehingga para petani hanya menerima Rp 6,0 juta sampai Rp 9,6 juta per hektarenya. Keadaan ini yang mendorong luas tanam markisa terus menurun. Pada tahun 1996 terdapat 1.241 hektare dengan produksi 21.861 ton. Empat tahun kemudian luas tanam menjadi 854 hektare dengan produksi 7.189 ton. Petani banyak beralih tanam dari markisa ke sayuran karena lebih pendek masa tanamnya. Olahraga Sarana Olahraga Lapangan Golf Padivalley Syech Yusuf Discovery Stadion Kalegowa Lapangan Sepak Takrow di Bontorikong, Desa Bontolangkasa, Kecamatan Bontonompo Klub olahraga Persigowa Lihat pula Kesultanan Gowa Daftar tokoh Makassar Referensi Pranala luar Gowa Gowa
4220
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Jeneponto
Kabupaten Jeneponto
Kabupaten Jeneponto (, ) adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota Kabupaten Jeneponto berada di desa Bontosunggu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 749,79 km² dan berpenduduk sebanyak 415.462 jiwa (2021). Pembagian administratif di Kabupaten Jeneponto meliputi 32 kelurahan dan 82 desa yang tersebar ke 11 kecamatan. Sejarah Masa kerajaan Sebelum kedatangan bangsa Belanda di Sulawesi Selatan, wilayah di Kabupaten Jeneponto merupakan kerajaan-kerajaan kecil yang dihuni oleh suku Makassar. Wilayah Kabupaten Jeneponto dikuasai oleh kerajaan-kerajaan yang kekuasaannya berada dalam pengaruh Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Kabupaten Jeneponto pada masa kerajaan di Sulawesi Selatan terbagi-bagi menjadi 6 kerajaan, yaitu Kerajaan Garassi, Kerajaan Bangkala, Kerajaan Binamu, Kerajaan Tarowang, Kerajaan Sapanang, dan Kerajaan Arungkeke. Masa kolonial Kerajaan Bangkala dan Kerajaan Binamu memisahkan diri dari Kerajaan Laikang pada bulan November 1863. Pada masa tersebut, wilayah Kerajaan Laikang berada dalam pemerintahan Hindia Belanda. Kedua kerajaan ini mengadakan perlawanan politik dengan Hindia Belanda. Pada tanggal 29 Mei 1929, Kerajaan Binamu memilih seorang raja baru yang dipilih oleh rakyatnya melalui lembaga adat bernama Toddo' Appaka. Tanggal 20 Mei 1946, adalah simbol patriotisme Raja Binamu (Mattewakkang Dg Raja) yang meletakkan jabatan sebagai raja yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda . Dengan Demikian penetapan Hari Jadi Jeneponto yang disepakati oleh pakar pemerhati sejarah, peneliti, sesepuh dan tokoh masyarakat Jeneponto, dari seminar Hari jadi Jeneponto yang berlangsung pada hari Rabu, tanggal 21 Agustus 2002 di Gedung Sipitangarri, dianggap sangat tepat, dan merupakan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Masa kemerdekaan Indonesia Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di Sulawesi kemudian menetapkan Kabupaten Jeneponto sebagai Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan pada tanggal 1 Mei 1959. Penetapan ini bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Takalar yang memperoleh pemekaran wilayah dari Kabupaten Jeneponto. Geografi Secara geografis, Kabupaten Jeneponto terletak di 5°23'- 5°42' Lintang Selatan dan 119°29' - 119°56' Bujur Timur. Kabupaten ini berjarak sekitar 91 Km dari Makassar. Luas wilayahnya 749,79 km2 dengan kecamatan Bangkala Barat sebagai kecamatan paling luas yaitu 152,96 km2 atau setara 20,4 persen luas wilayah Kabupaten Jeneponto. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Arungkeke yakni seluas 29,91 km2. Topografi Kondisi topografi Kabupaten Jeneponto pada bagian utara terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 500 sampai dengan 1400 meter di atas permukaan air laut (mdpl) yang merupakan lereng pegunungan Gunung Baturape - Gunung Lompobattang. Sedangkan bagian tengah berada di ketinggian 100 sampai dengan 500 mdpl dan pada bagian selatan merupakan pesisir serta dataran rendah dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 100 mdpl. Karena perbatasan dengan Laut Flores maka Kabupaten Jeneponto memiliki pelabuhan cukup besar yang terletak di desa Bungeng. Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, wilayah Kabupaten Jeneponto beriklim tropis basah dan kering (Aw) dengan dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di wilayah Kabupaten Jeneponto berlangsung pada periode Mei hingga Oktober dengan rata-rata curah hujan bulanan kurang dari 100 mm per bulan dan bulan terkering adalah bulan Agustus dan September. Sementara itu, musim hujan di wilayah Kabupaten Jeneponto berlangsung pada periode November hingga April dengan rata-rata curah hujan bulanan lebih dari 120 mm per bulan dan bulan terbasah adalah bulan Januari dengan curah hujan bulanan lebih dari 250 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Kabupaten Jeneponto berkisar antara 1.000–2.500 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 60–150 hari hujan per tahun. Suhu udara di wilayah Kabupaten Jeneponto berkisar antara 21°–34 °C dengan tingkat kelembapan nisbi ±76%. Pemerintahan Kepala daerah Bupati Jeneponto adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Jeneponto. Bupati Jeneponto bertanggungjawab atas wilayah Kabupaten Jeneponto kepada gubernur provinsi Sulawesi Selatan. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Jeneponto ialah Iksan Iskandar, dengan wakil bupati Paris Yasir. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Jeneponto 2018. Iksan merupakan bupati Jeneponto ke-12, sejak kabupaten ini dibentuk. Iksan dan Paris dilantik oleh gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, pada 31 Desember 2018 di Ruang Pola Kantor Gubernur Kota Makassar, untuk masa jabatan 2018-2023. Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Jeneponto dalam dua periode terakhir. Kecamatan Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Jeneponto adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Jeneponto, yaitu bahasa Makassar, khususnya dialek Lakiung dan dialek Turatea. Agama Masyarakat Jeneponto termasuk sebagai penganut agama Islam. Meski demikian, peninggalan leluhur masih menjadi pengaruh yang kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jeneponto. Disatu sisi, masyarakat Jeneponto sangat menunjung tinggi nilai-nilai agama Islam, tetapi sebagian lagi dari masyarakatnya masih memercayai kekuatan supranatural dan benda-benda serta tempat keramat. Indonesia secara resmi mengakui enam agama, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu, sehingga dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia, hanya bisa menyantumkan enam agama tersebut, sementara di luar itu tidak masuk dalam KTP, melainkan kolom agama dikosongkan apabila tidak menganut salah satu agama tersebut. Pada tahun 2016, penganut agama leluhur atau penghayat kepercayaan, yakni Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim, melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Administrasi Kependudukan Pasal 61 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan. Kemudian pada 3 Mei 2017, Mahkamah Konstitusi mengadakan sidang rapat pembuktian terakhir. Lalu pada 17 November 2017, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan para penganut penghayat kepercayaan. Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Arief Hidayat, mengatakan bahwa pembatasan hak "a quo" menyebabkan adanya perlakuan yang tidak adil terhadap warga negara penganut penghayat kepercayaan. Tahun 2019, pendistribusian KTP dengan menyantumkan agama Penghayat di kolom agama mulai dilaksanakan, termasuk di provinsi Sulawesi Selatan. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) provinsi Sulawesi Selatan, Sukarniaty Kondokelele, mengatakan bahwa KTP bagi penganut penghayat kepercayaan mulai disediakan di Sulawesi Selatan. Dari seluruh kabupaten dan kota, Kabupaten Jeneponto merupakan kabupaten di Sulawesi Selatan yang memiliki penganut kepercayaan terbanyak. Pada Sensus Penduduk Indonesia 2010, penghayat kepercayaan di Kabupaten Jeneponto belum dimasukkan dalam catatan sipil kependudukan, sehingga data pada saat itu, mencatat bahwa hampir keseluruhan warga Jeneponto menganut agama Islam. Setelah gugatan penghayat kepercayaan dikabulkan Mahkamah Konstitusi, data penduduk Jeneponto berdasarkan agama yang dianut mengalami perubahan. Data dari Kementerian Dalam Negeri melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil per 31 Desember 2021, adapun banyaknya penduduk Jeneponto berdasarkan agama yang dianut yakni Islam sebanyak 93,91%, kemudian Penghayat Kepercayaan sebanyak 6,05%, dan sebagian kecil menganut agama Kekristenan yakni sebanyak 0,04%, dimana Protestan sebanyak 0,03% dan Katolik 0,01%. Ekonomi Pasar Pasar Gantinga Pasar Baru Karisa Pasar Boyong Pasar Allu Pasar Tarowang Pasar Togo-togo Pariwisata Pantai Ujung Timur Pantai Karsut Wisata Boyong Birtaria Kassi Lembah Hijau Rumbia Air Terjun Bossolo Pantai Tamarunang Pranala luar Profil Kabupaten Jeneponto (Kementerian Dalam Negeri RI) BPS Kabupaten Jeneponto Referensi Catatan kaki Daftar pustaka Pranala luar Jeneponto Jeneponto
4221
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Luwu
Kabupaten Luwu
Kabupaten Luwu adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo, merupakan hasil pemekaran wilayah Kabupaten Luwu Raya. Saat ini, luas wilayah Kabupaten Luwu dalam data Badan Pusat Statistik 2021, yakni 2.909,08 km², dan berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2021 jumlah penduduk Kabupaten Luwu sebanyak 365.608 jiwa, dengan kepadatan 126 jiwa/km². Kabupaten Luwu memindahkan pusat pemerintahan dari Kota Palopo ke Kecamatan Belopa, sejak tahun 2006, seiring ditetapkannya Belopa sebagai ibu kota Kabupaten Luwu berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 80 Tahun 2005, dan diresmikan menjadi ibu kota sejak 13 Februari 2006. Pemekaran Palopo membuat Luwu menjadi salah satu kabupaten/kota di Sulawesi Selatan yang wilayahnya tidak menyatu. Geografi Secara geografi Kabupaten Luwu terletak pada koordinat antara 2°3’45” sampai 3°37’30” LS dan 119°15” sampai 121°43’11” BB. Kabupaten Luwu memiliki wilayah geografis yang unik karena wilayahnya terbagi dua yang dipisahkan oleh sebuah daerah otonom yakni Kota Palopo, ada pun daerah yang terpisah tersebut adalah wilayah Walenrang dan Lamasi atau yang juga dikenal dengan sebutan WALMAS. Batas wilayah Batas wilayah kabupaten Luwu antara lain; Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Luwu adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Luwu, yaitu bahasa Luwu (Tae). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Luwu dalam dua periode terakhir. Kecamatan Referensi Lihat pula Kesultanan Luwu Sejarah Tanah Luwu Sawerigading I La Galigo Pranala luar Luwu Luwu
4222
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Majene
Kabupaten Majene
Kabupaten Majene adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Banggae. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 947,84 km² dan berpenduduk sebanyak 173.844 jiwa (2020). Geografi Secara geografis, Kabupaten Majene terletak pada 2°38' - 3°38' Lintang Selatan dan 118°45' - 119°4' Bujur Timur. Kabupaten Majene berada di pesisir barat Pulau Sulawesi yang berjarak sekitar 143 km dari ibu kota provinsi Sulawesi Barat, kota Mamuju dan sejauh 378 km berkendara dari Kota Makassar, provinsi Sulawesi Selatan. Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Topografi Kabupaten Majene memiliki topografi bervariasi yaitu dataran rendah, perbukitan dan dataran tinggi. Wilayah dataran rendah di Kabupaten Majene mencapai persentase sebesar 25%. Persentase dataran tinggi di Kabupaten Majene sebesar 60%. Sementara perbukitan memiliki persentase sebesar 15%. Ketinggian wilayah Kabupaten Majene antara 0-1.600 meter di atas permukaan air laut (mdpl). Namun sebagian besar wilayah Kabupaten Majene berupa perbukitan hingga pegunungan yang membentang dari utara ke selatan. Pesisir yang terletak di sepanjang batas barat wilayah ini cenderung datar dan sempit. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Majene dalam dua periode terakhir. Kecamatan Demografi Jumlah penduduk Penduduk Kabupaten Majene pada tahun 2017 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat 169.072 jiwa, mengalami pertumbuhan sebesar 1,6% dari tahun sebelumnya, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 34.939 rumah tangga. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 82.618 jiwa dan perempuan sebanyak 86.454 jiwa, sehingga sex-ratio-nya sebesar 100. Kepadatan penduduk Kabupaten Majene sebesar 178 jiwa/km², dengan Kecamatan Banggae merupakan daerah terpadat penduduknya dengan 1.675 jiwa/km² dan Kecamatan Ulumanda merupakan daerah terjarang penduduknya dengan 20 jiwa/km². Suku dan bahasa Penduduk Kabupaten Majene sebagian besar berasal dari Suku Mandar yang merupakan suku asli di Sulawesi Barat. Umumnya mereka berbahasa dengan menggunakan Bahasa Mandar. Bahasa ini bagian dari kelompok Utara dalam rumpun bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Mandar yang digunakan oleh mereka memiliki dialek bahasa bervariasi, tetapi sebagian besar menggunakan Dialek Majene atau Banggae dan sisanya menggunakan dialek Pamboang yang umum digunakan di wilayah pesisir Pamboang sedangkan dialek Awo diucapkan di Desa Awo, Desa Onang, Kecamatan Tubo Sendana, Ulumanda dan rata-rata penduduk yang tinggal di daerah perbukitan, khususnya untuk kecamatan Tammero'do Sendana dan Kecamatan Sendana. Peristiwa Gempa 15 Januari 2021 Pada tanggal 15 Januari 2021, terjadi gempa bumi dini hari sekitar pukul 1.30 Waktu Indonesia Tengah di kabupaten Majene. Menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa ini berpusat sekitar 6 kilometer arah Timur Laut kota Majene. Gempa ini tergolong sangat dangkal dengan hiposenter di kedalaman 10 kilometer. Dan gempa berpusat sekitar 6 kilometer timur laut kota Majene. Gempa ini tergolong sangat dangkal dengan hiposenter di kedalaman 10 kilometer. Dampak gempa, menurut analisis BMKG, menunjukkan guncangan dengan skala IV-V MMI (Modified Mercalli Intensity) di Majene, III MMI di Palu, Sulawesi Tengah, dan II MMI di Makassar, Sulawesi Selatan. Skala V MMI menunjukkan getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, banyak warga terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, dan bandul lonceng dapat berhenti. Berdasarkan peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Rahma Hanifa, berdasarkan laporan sejumlah sejawat di lokasi kejadian, gempa ini menimbulkan banyak kerusakan bangunan, termasuk di antaranya Kantor Gubernur Sulawesi Barat, rumah sakit, dan hotel. Beberapa video warga juga menunjukkan sejumlah tembok berbagai bangunan, termasuk perumahan warga atau perkampungan, mengalami roboh total. Akibat gempa ini, banyak warga yang mengungsi dan menjauh dari kawasan pantai sekitar pemukiman warga, dan beberapa korban meninggal dunia juga telah dilaporkan menimpa warga kabupaten Majene. Transportasi Kabupaten Majene mempunyai posisi wilayah yang strategis, terletak sekitar 302 km sebelah utara Kota Makassar. Kabupaten ini dilengkapi dengan terminal induk dan terminal pembantu, sarana pelabuhan seperti pelabuhan Majene di kecamatan Banggae, Pelabuhan Palipi di kecamatan Sendana serta Pelabuhan Laut yang ada di kecamatan Pamboang dan kecamatan Malunda. Perekonomian Kabupaten Majene juga didukung dengan keberadaan sarana perdagangan berupa pasar permanen dan pasar darurat. Sebagian perekonomian majene berasal dari sektor perikanan dikarenakan letaknya berada di pesisir selat makassar. Pendidikan Di Kabupaten Majene, terdapat beberapa sekolah, mulai dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, sampai perguruan tinggi negeri maupun swasta. Berikut ini daftar sekolah yg ada di Kabupaten Majene. SMP/MTs SMP Negeri 1 Majene SMP Negeri 2 Majene SMP Negeri 3 Majene SMP Negeri 4 Majene SMP Negeri 5 Majene SMP Negeri 6 Majene SMP Negeri 7 Satap Majene SMP Negeri 8 Satap Majene SMP Negeri 1 Pamboang SMP Negeri 2 Pamboang SMP Negeri 3 Pamboang SMP Negeri 4 Pamboang SMP Negeri 5 Pamboang SMP Negeri 6 Satap Pamboang SMP Negeri 7 Satap Pamboang SMP Negeri 8 Satap Pamboang SMP Negeri 1 Sendana SMP Negeri 2 Sendana SMP Negeri 3 Sendana SMP Negeri 4 Sendana SMP Negeri 5 Sendana SMP Negeri 6 Sendana SMP Negeri 7 Satap Sendana SMP Negeri 8 Satap Sendana SMP Negeri 1 Malunda SMP Negeri 2 Malunda SMP Negeri 3 Malunda SMP Negeri 4 Malunda SMP Negeri 5 Malunda SMP Negeri 6 Malunda SMP Negeri 7 Malunda SMP Negeri 8 Satap Malunda SMP Negeri 9 Satap Malunda SMP Negeri 10 Ulumanda SMA/SMK/MA MA Negeri 1 Majene SMA Negeri 1 Majene SMA Negeri 2 Majene SMA Negeri 3 Majene SMA Negeri 1 Pamboang SMA Negeri 1 Sendana SMA Negeri 1 Malunda SMK Negeri 1 Majene SMK Negeri 2 Majene SMK Negeri 3 Majene SMK Negeri 4 Majene SMK Negeri 5 Majene SMK Negeri 6 Majene SMK Negeri 7 Majene SMK Negeri 8 Majene SMK Mega Link Majene SMKS Islam DDI Poniang SMK Keperawatan Sulbar Cerdas SMK Harapan Bangsa Malunda MA Negeri 1 Majene MA Guppi Majene MA DDI Majene Perguruan Tinggi Universitas Sulawesi Barat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene Universitas Tomakaka Universitas Terbuka Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YAPMAN Majene Sekolah Tinggu Ilmu Kesehatan Marendeng Majene Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Bangsa Majene AMIK Tomakaka Pariwisata Mangrove dan Pantai Rewataa, Pamboang Pantai Dato Pantai Baluno Pantai Barane Air terjun Baruga Air terjun Salutakaang Pemandian Air Panas Makula Museum Mandar Permandian Puncak Raja Bunga Baruga Pantai Munu Vila Andatama Buttu Pattumea Bukit Teletubbies Tubo Pantai Taraujung, Pamboang Makam Raja-Raja dan Hadat Banggae Masjid Purbakala Syech Abdul Mannan Salabose Pantai Banaburebe Referensi Pranala luar Profil Kabupaten Majene (Kementerian Dalam Negeri RI) Kabupaten Majene Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Majene Daftar Objek Wisata di Kabupaten Majene Majene Majene
4223
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Mamuju
Kabupaten Mamuju
Mamuju adalah sebuah kabupaten dan juga merupakan ibu kota dari provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Suku asli wilayah ini adalah Suku Mandar yang tersebar di pesisir Sulawesi Barat. Wilayah pedalaman Kabupaten Mamuju dihuni oleh Suku Kalumpang yang wilayahnya terdapat salah satu situs neolitik tertua di Indonesia dan merupakan peninggalan Orang Austronesia yang disebut sebagai nenek moyang Bangsa Indonesia. Kabupaten Mamuju juga memiliki wilayah kepulauan yaitu Kepulauan Balabalakang yang secara geografis lebih dekat dengan Pulau Kalimantan sehingga pernah diklaim oleh Kalimantan Timur. Mamuju menjadi satu dari tujuh ibu kota provinsi di Indonesia yang belum bersatus kota otonom, selain Manokwari di Papua Barat, Sofifi di Maluku Utara, Merauke di Papua Selatan, Nabire di Papua Tengah, Tanjung Selor di Kalimantan Utara, dan Wamena di Papua Pegunungan. Geografis Secara geografi Kota Mamuju berada ditepi barat Pulau Sulawesi. Di utara terdapat Teluk Mamuju dan di selatan ada Teluk Lebani. Secara astronomis, wilayah Mamuju berada di antara 2°8'24" LS – 2°57'46" LS dan 118°45'26" BT – 119°47'48" BT. Topografi Topografi wilayah Kota Mamuju berupa pesisir hingga pegunungan. Ketinggian wilayah Kota Mamuju antara 0 sampai >1500 meter di atas permukaan air laut (Mdpl) dengan titik tertinggi berada di Gunung Adang Batambalo. Sungai-sungai besar yang ada di Kota Mamuju di antaranya Sungai Mamuju, Sungai Karema, Sungai Simboro, Sungai Anung, Sungai Taparia, Sungai Anusu, Sungai Tampala dan Sungai Malunda. Secara geologi, wilayah Kota Mamuju tersusun oleh batuan Formasi Gunung Api Adang berupa tuf lapili, breksi bersisipan lava, batupasir dan batu lempung. Sedangkan wilayah lembah yang dialiri Sungai Taparia serta Sungai Karema terusun atas Formasi Mamuju berupa Napal, kalkerenit dan batugamping koral bersisipkan tuf dan batupasir. Kota Mamuju yang beriklim tropis dengan dua musim dalam satu tahunnya yaitu musim kemarau dan penghujan, dengan suhu udara pada siang hari berkisar antara 24 - 34 derajat Celcius. Batas Wilayah Batas Wilayah Kota Mamuju antara lain; Iklim Wilayah Mamuju berdasarkan klasifikasi iklim Koppen memiliki iklim hutan hujan tropis (Af). Curah hujan di wilayah Mamuju cenderung tinggi sepanjang tahun dengan curah hujan tahunan berkisar antara 2.000–3.000 mm per tahun. Jumlah hari hujan di wilayah ini berkisar antara 120–180 hari hujan per tahun. Suhu udara di wilayah Mamuju berkisar pada 22°–33 °C. Tingkat kelembapan relatif di Mamuju adalah ±82%. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Mamuju dalam dua periode terakhir. Kecamatan Demografi Kabupaten Mamuju merupakan potret dari tiga wilayah tersebut karena penduduknya yang dominan etnis Mandar, Mamasa, dan Kalumpang dengan beberapa sub-etnik kecil, seperti Bugis, Toraja, Makassar, dan Jawa. Peristiwa Gempa 15 Januari 2021 Pada tanggal 15 Januari 2021, sekitar pukul 1.30 WITA dini hari, terjadi gempa di provinsi Sulawesi Barat, dengan kekuatan Magnitudo 6,2. Gempa berpusat sekitar 6 kilometer arah Timur Laut kabupaten Majene, 2.98 LS-118.94 BT pada kedalaman 10 kilometer. Dua kabupaten yang terdampak paling parah dari gempa ini ialah kabupaten Majene dan kabupaten Mamuju. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi Sulawesi Barat, Darno Majid, mengatakan bahwa korban meninggal dunia akibat gempa di Mamuju dan Majene, pada tanggal 15 Januari 2021 mencapai 27 orang, dimana 18 korban di Mamuju dan 9 korban di Majene. Gempa tersebut merobohkan banyak bangunan, termasuk kantor Gubernur Sulawesi Barat, dan ada dua petugas keamanan yang menjaga kantor, menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Bangunan lain yang roboh seperti Maleo Town Square, berbagai toko dan swalayan, dan Rumah Sakit Mitra Manakarra, hotel, dan banyak rumah warga juga rusak berat dan ringan akibat diguncang gempa tersebut. Referensi Pranala luar Tempo, 18 Desember 2006. Mamuju
4224
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Maros
Kabupaten Maros
Kabupaten Maros (; ) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Jauh dari sebelumnya Kabupaten Maros adalah salah satu bekas daerah kerajaan di Sulawesi Selatan. Di daerah ini pernah berdiri Kerajaan Marusu' dengan raja pertama bergelar Karaeng Loe Ri Pakere. Maros memperoleh status sebagai kabupaten pada tanggal 4 Juli 1959 berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959. Pada tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Maros berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 3 Tahun 2012. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Turikale. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.619,12 km² dan berpenduduk sebanyak 353.121 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 218,09 jiwa/km² pada tahun 2019. Bersama Kabupaten Takalar dan Kabupaten Gowa, Kabupaten Maros dikenal sebagai kabupaten penyangga Kota Makassar. Karena Kabupaten Maros merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan tersebut dengan jarak kedua kota tersebut berkisar 30 km dan sekaligus terintegrasi dalam pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata. Dalam kedudukannya, Kabupaten Maros memegang peranan penting terhadap pembangunan Kota Makassar karena sebagai daerah perlintasan yang sekaligus sebagai pintu gerbang Kawasan Mamminasata bagian utara yang dengan sendirinya memberikan peluang yang sangat besar terhadap pembangunan di Kabupaten Maros. Di daerah ini juga terdapat banyak tempat wisata andalan bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Makassar dan Sulawesi Selatan, yaitu Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung dan objek wisata batu karst terbesar kedua di dunia Rammang-Rammang, selain itu Kabupaten Maros juga memiliki potensi ekonomi karena Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin berada di Kabupaten Maros. Kondisi geografis Kabupaten Maros terletak di bagian barat daya Sulawesi Selatan antara 40°45'–50°07' Lintang Selatan dan 109°205'–129°12' Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Pangkep sebelah Utara, Kota Makassar dan Kabupaten Gowa sebelah Selatan, Kabupaten Bone dan Kabupaten Gowa di sebelah Timur, dan Selat Makassar di sebelah Barat. Kabupaten Maros berada pada rentang ketinggian antara 0 meter sampai dengan 1.363 meter di atas permukaan laut. Ketinggian 0 meter berada di pesisir barat Kabupaten Maros yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar sedangkan puncak tertinggi berada di Gunung Saringan sebelah timur Kabupaten Maros yang berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Di wilayah Kabupaten Maros terdapat beberapa gunung dengan jenis gunung yang tidak aktif dan tidak begitu tinggi, seperti Gunung Barro-Barro, Saringan, Rammang-Rammang, Samaenre, dan Bulu Saukang. Dilihat dari lokasi geografi dan topografinya, dari 103 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Maros, 10 desa berada pada wilayah pantai, 5 desa berada pada wilayah lembah, 28 desa berada pada wilayah perbukitan, dan sisanya 60 desa/kelurahan berada pada wilayah dataran/landai. Kecamatan Tompobulu merupakan kecamatan yang memiliki wilayah paling luas, sedangkan kecamatan yang wilayahnya paling kecil adalah kecamatan Turikale. Kondisi Topografi Kabupaten Maros sangat bervariasi mulai dari wilayah datar sampai bergunung-gunung. Hampir semua di kecamatan terdapat daerah pedataran yang luas keseluruhan sekitar 70.882 ha atau 43,8% dari luas wilayah Kabupaten Maros. Sedangkan daerah yang mempunyai kemiringan lereng di atas dari 40% atau wilayah yang bergunung-gunung mempunyai luas 49.869 ha atau 30,8 dari luas wilayah Kabupaten Maros. Iklim Berdasarkan pencatatan Badan Stasiun Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) rata-rata Suhu udara bulanan di Kabupaten Maros adalah 27,20 °C tiap bulannya. Suhu bulanan paling rendah adalah 23,7 °C (terjadi pada bulan Agustus 2017) sedangkan paling tinggi adalah 33,2 °C (terjadi pada bulan September 2017). Iklim Kabupaten Maros tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata sekitar 297 mm setiap bulannya, dengan jumlah hari hujan berkisar 204 hari selama tahun 2017, dengan rata-rata suhu udara minimum 24,4 °C dan rata-rata suhu udara maksimum 31,2 °C. Penyinaran matahari selama tahun 2017 rata-rata berkisar 58 %. Secara geografis daerah ini terdiri dari 10 % (10 desa) adalah pantai, 5 % (5 desa) adalah kawasan lembah, 27 % (28 desa) adalah lereng/ bukit dan 58 % (60 desa) adalah dataran. Suhu dan Kelembaban Udara Rata-rata Suhu dan Kelembaban Udara Menurut Bulan di Kabupaten Maros Tahun 2018 Tekanan Udara, Kecepatan Angin dan Penyinaran Matahari Rata-Rata Tekanan Udara, Kecepatan Angin dan Penyinaran Matahari Menurut Bulan di Kabupaten Maros Tahun 2018 Curah Hujan dan Hari Hujan Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di Kabupaten Maros Tahun 2018 Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Geologi Aspek geologi merupakan aspek yang mempunyai kaitan yang erat hubungannya dengan potensi sumberdaya tanah. Struktur geologi tertentu berasosiasi dengan ketersediaan air tanah, minyak bumi, dan lain-lain. Selain itu struktur geologi selalu dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan suatu wilayah, misal pengembangan daerah dengan pembangunan jalan, permukiman, bendungan, selalu menghindari daerah yang berstruktur sesar, kekar, struktur yang miring dengan lapisan yang kedap air dan tidak kedap air. Di Kabupaten Maros terdapat beberapa jenis batuan, seperti batu pasir, batu bara, lava, breksi, batu gamping, batu sedimen. Keadaan geologi secara umum menggambarkan jenis, kedudukan, sebaran, proses dan waktu pembentukan batuan induk, serta kemampuan morfologi tanah seperti sesar tebing kaldera dan lain-lain. Sedangkan Jenis tanah berdasarkan hasil identifikasi yang pernah dilakukan di Kabupaten Maros terdapat lima jenis tanah yang tersebar di beberapa wilayah seperti jenis tanah aluvial, litosol, latosol, mediteran, dan podsolik. Jenis tanah aluvial biasanya berwarna kelabu, coklat, atau hitam. Jenis tanah ini tidak peka terhadap erosi karena terbentuk dari endapan laut, sungai atau danau dan jenis tanah ini terdapat di sepanjang pantai sebelah barat Kabupaten Maros, luas penyebarannya 56.053 ha atau 34%. Jenis tanah litosol terbentuk dari batu endapan, batuan beku, jenis tanah ini mempunyai sifat beraneka ragam dan sangat peka terhadap erosi serta kurang baik untuk tanah pertanian, luas penyebarannya 51.498 ha atau 31%. Jenis tanah mediteran terbentuk dari batu endapan berkapur, batuan baku basis, intermedion dan metamorf, jenis tanah ini berwarna merah sampai coklat dan kurang peka terhadap erosi, luas persebarannya 45.632 ha atau 28%. Jenis podsolik terbentuk dari batuan endapan dan bekuan berwarna kuning sampai merah mempunyai sifat asam dan peka terhadap erosi. Jenis tanah ini dapat dijadikan tanah pertanian dan perkebunan. Jenis tanah ini terdapat di daerah berbukit sampai bergunung, luas persebarannya 8.729 ha atau 5% dan jenis tanah latosol mempunyai luas persebaran 17.862 ha atau 11%. Demografi Suku bangsa Sebagian besar penduduk Kabupaten Maros adalah suku Bugis dan Makassar yang merupakan suku asli. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, orang Bugis di Kabupaten Maros sebanyak 149.030 jiwa (54,77%) dan orang Makassar di Kabupaten Maros sebanyak 107.721 jiwa (39,59%) dari total penduduk 272.089 jiwa yang terdata. Sementara penduduk dari suku lainnya sebagian besar adalah orang Jawa, diikuti orang Toraja, Mandar, Luwu, Duri, kemudian Selayar, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Maros berdasarkan suku bangsa menurut data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000: Mata pencaharian Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Maros, yaitu bekerja sebagai petani sawah/tambak, peternak, pedagang, sopir, guru, pegawai pemerintahan, buruh pabrik/bangunan, dan lain-lain. Dari sekian banyak bidang pekerjaan tersebut, petani sawah/tambak dan pedagang adalah yang mayoritas di Kabupaten Maros. Jumlah penduduk Kabupaten Maros memiliki luas 1.619,12 km² dan penduduk berjumlah 403.774 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 249,38 jiwa/km² pada tahun 2022. Adapun rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Maros pada tahun tersebut adalah 101. Artinya, tiap 101 penduduk perempuan ada sebanyak 100 penduduk laki-laki. Berikut ini adalah data jumlah penduduk Kabupaten Maros dari tahun ke tahun: Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Maros termasuk kategori daerah yang memiliki IPM yang sedang dengan capaian 68,94 (2018). Untuk melihat capaian IPM dapat dilihat melalui pengelompokan IPM ke dalam 4 kategori, yaitu: IPM < 60 = IPM rendah, 60 ≤ IPM < 70 = IPM sedang, 70 ≤ IPM < 80 = IPM tinggi, dan IPM ≥ 80 = IPM sangat tinggi. Walaupun belum beranjak dari IPM kategori sedang, IPM Kabupaten Maros terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sejak tahun 2010. Perkembangan Pembangunan Manusia Kabupaten Maros Keterangan Posisi IPM Kabupaten Maros di Sulawesi Selatan Capaian pembangunan manusia Kabupaten Maros pada tahun 2022 ditandai dengan angka IPM sebesar 71,00 yang dikategorikan tinggi. Perolehan ini membuat Kabupaten Maros tetap mempertahankan peringkat sepuluh IPM tertinggi di antara kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Sembilan kabupaten/kota dengan peringkat di atas Kabupaten Maros secara berurutan dari peringkat pertama adalah: Makassar, Palopo, Parepare, Luwu Timur, Enrekang, Sidenreng Rappang, Pinrang, Barru, dan Luwu. Di tingkat provinsi, pembangunan manusia Provinsi Sulawesi Selatan mencatatkan nilai IPM sebesar 72,82. Terlihat bahwa pada tahun 2022, terdapat lima kabupaten/kota dengan nilai IPM di atas IPM provinsi. Sementara itu, IPM Kabupaten Maros masih di bawah IPM Provinsi Sulawesi Selatan, terpaut 1,82 poin. Terdapat satu kota yang bertetangga (berbatasan langsung) dengan Kabupaten Maros yang memiliki IPM di atas IPM provinsi, yakni Kota Makassar, dengan IPM yang lebih tinggi 12,12 poin dibandingkan dengan IPM Kabupaten Maros. Kabupaten Maros berbatasan langsung secara geografis dengan empat kabupaten/kota, yaitu Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Pangkep. Dan kesemuanya mudah diakses dari Kabupaten Maros. Posisi geografis antar regional dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan penduduknya. Misalnya, penduduk di perbatasan terkadang lebih mudah mengakses fasilitas publik di kota tetangga. Fenomena ini dapat menyumbang nilai pembangunan manusia, namun proporsinya tidak signifikan. Seperti yang terlihat pada tabel peringkat, antara Kabupaten Maros dan daerah di sekitarnya, ternyata terlihat memiliki capaian IPM yang cenderung heterogen satu sama lain. Posisi IPM Kabupaten Maros di tingkat nasional Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Maros adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat dua bahasa daerah di Kabupaten Maros, yaitu bahasa Makassar dan bahasa Bugis (khususnya dialek Dentong). Indeks desa membangun kabupaten Indeks Desa Membangun (IDM) merupakan Indeks Komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu Indeks Ketahanan Sosial (IKS), Indeks Ketahanan Ekonomi (IKE), dan Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan (IKL). Perangkat indikator yang dikembangkan dalam Indeks Desa Membangun dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju desa maju dan mandiri perlu kerangka kerja pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan desa untuk mensejahterakan kehidupan desa. Kebijakan dan aktivitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa harus menghasilkan pemerataan dan keadilan, didasarkan dan memperkuat nilai-nilai lokal dan budaya, serta ramah lingkungan dengan mengelola potensi sumber daya alam secara baik dan berkelanjutan. Dalam konteks ini ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi bekerja sebagai dimensi yang memperkuat gerak proses dan pencapaian tujuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Indeks Desa Membangun memotret perkembangan kemandirian desa berdasarkan implementasi Undang-Undang Desa dengan dukungan dana desa serta pendamping desa. Indeks Desa Membangun mengarahkan ketepatan intervensi dalam kebijakan dengan korelasi intervensi pembangunan yang tepat dari Pemerintah sesuai dengan partisipasi masyarakat yang berkorelasi dengan karakteristik wilayah desa, yaitu tipologi dan modal sosial. Pemerintahan Kepala daerah Bupati merupakan jabatan tertinggi dalam pemerintahan kabupaten Maros. Saat ini, bupati Maros dijabat oleh Chaidir Syam, dan didampingi oleh wakil bupati, Suhartina Bohari. Chaidir dan Suhartina menang pada Pemilihan umum Bupati Maros 2020, untuk masa jabatan 2021–2024. Mereka dilantik bersamaan dengan 10 pasangan bupati-wakil bupati/wali kota-wakil wali kota lainnya hasil pemenang Pilkada 2020 oleh gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, pada 26 Februari 2021 di Gedung Baruga Karaeng Pattingalloang, Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan di Jl. Jenderal Sudirman, Kota Makassar. Proses pelantikan ini dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat di masa pandemi Covid-19. Dewan perwakilan DPRD Kabupaten Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Maros adalah lembaga perwakilan rakyat daerah kabupaten yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di Kabupaten Maros. DPRD Kabupaten Maros sebagai lembaga legislatif unikameral yang menjadi mitra kerja Pemerintah Kabupaten Maros berkedudukan di Kecamatan Turikale. Saat ini DPRD Maros memiliki 35 anggota yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali dan tersebar di 10 partai politik, dengan perolehan mayoritas diraih oleh Partai Golongan Karya dengan 7 kursi, kemudian disusul oleh Partai Amanat Nasional (6 kursi), dan Partai NasDem (5 kursi). Pimpinan DPRD Kabupaten Maros terdiri dari 1 Ketua dan 2 Wakil Ketua yang berasal dari peraih kursi terbanyak pertama, kedua, dan ketiga. Pimpinan dewan Komposisi anggota Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Maros dalam dua periode terakhir: Alokasi kursi Berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia di Jakarta untuk Pileg 2024, Pemilihan umum legislatif DPRD Kabupaten Maros dialokasikan jumlah kursi sebanyak 35 kursi dan dibagi ke dalam 6 daerah pemilihan (dapil) dengan rincian sebagai berikut: DPRD Provinsi Daerah pemilihan Berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia di Jakarta untuk Pileg 2024, Kabupaten Maros pada Pemilihan umum legislatif DPRD Provinsi Sulawesi Selatan berada di daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Selatan VI sebagai berikut: DPR RI Daerah pemilihan Berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia di Jakarta untuk Pileg 2024, Kabupaten Maros pada Pemilihan umum legislatif DPR RI berada di daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Selatan II sebagai berikut: DPD RI Kecamatan Ekonomi Pada tahun 2018, tercatat sebanyak 43 pasar yang tersebar di 14 kecamatan di Kabupaten Maros. Sedangkan jumlah pedagang menurut skalanya 147 pedagang menengah, 3.629 pedagang kecil, dan 17.462 pedagang mikro. Proyek investasi Kawasan Industri Maros (KIMAS) Pada periode beberapa tahun terakhir, terjadi perbedaan perkembangan sektor industri antara Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Dimana untuk Kota Makassar ada kecenderungan tingkat persentase pertumbuhannya menurun, sementara Kabupaten Maros cenderung semakin naik, sehingga perkembangan industri di Kabupaten Maros sangat memungkinkan untuk berkembang lebih pesat di masa yang akan datang. Rencana Kawasan Industri Maros terletak di bagian selatan Kabupaten Maros meliputi wilayah Desa Bonto Mate'ne, Kecamatan Marusu dan Kelurahan Pallantikang, Kecamatan Maros Baru. Kawasan akan didirikan di atas lahan seluas 200 Ha. KIMAS berada dijalur utama Trans-Sulawesi lebih mudah diakses oleh transportasi pengangkut bahan baku yang bersumber dari sejumlah daerah di Sulawesi Selatan. Terutama bahan baku untuk barang atau komoditi bernilai ekspor seperti kakao, kopi, cengkih, merica, kopi, rumput laut, hasil-hasil pertanian, peternakan dan berbagai komoditi lain yang banyak dihasilkan di daerah kabupaten bagian dalam pulau Sulawesi. Selain transportasi darat, KIMAS memiliki akses yang terbuka melalui transportasi laut. Dibanding dengan daerah lain di Sulawesi Selatan, jarak Kabupaten Maros dengan Pelabuhan Internasional Soekarno–Hatta Makassar terbilang lebih dekat. Pesisir Kabupaten Maros yang masuk dalam perairan Makassar juga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kota pelabuhan. Begitu pula untuk transportasi udara, dari KIMAS ke Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin hanya ditempuh kurang lebih 30 sampai 40 menit. Kawasan Industri Kecamatan Marusu Lokasi pengembagan Kawasan Industri Kabupaten Maros pada lokasi yang tersedia saat ini, yakni Desa Pa'bentengang di Kecamatan Marusu dengan luas ± 100 Ha, di lokasi ini telah berdiri beberapa industri, namun sebagian besar masih kosong. Lokasi ini sebagian merupakan lahan milik masyarakat yang merupakan bekas sawah atau ladang yang tidak digunakan lagi. Posisi lokasi investasi ini berada pada 50°3'04.05" Lintang Selatan dan 119°30'48.26" Bujur Timur dan berjarak 7,2 Km dari Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin yang dapat ditempuh dalam waktu 14 menit. Sementara lokasi pengembangan kawasan industri yang baru berlokasi di Desa A'bulosibatang, Desa Tellumpoccoe, dan Desa Bonto Mate'ne dengan luas mencapai ± 800 Ha. Lahan ini masih bersifat bruto dan belum dilakukan pengukuran di lapangan. Peluang/kegiatan investasi pengembangan Kawasan Industri Maros lokasi Desa A'bulosibatang, Desa Tellumpoccoe, dan Desa Bonto Mate'ne di Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros dengan nilai perkiraan investasi sebesar Rp 770 miliar. Pengembangan Kawasan Industri Maros yang terdiri dari beberapa kegiatan investasi antara lain: a. Pembebasan lahan seluas 100 Ha b. Pembuatan jalan dan drainase c. Pembangunan jaringan listrik dan infrastruktur pendukung lainnya. Sistem kepercayaan Masyarakat Bugis di Kabupaten Maros menganut agama Islam. Masyarakat Bugis juga masih percaya dengan satu dewa tunggal yang mempunyai nama-nama sebagai berikut: Patoto-e : dewa penentu nasib Dewata Seuwa-e : dewa tunggal Turie a'rana : kehendak tertinggi Masyarakat Bugis Maros menganggap bahwa budaya (adat) itu keramat. Budaya (adat) tersebut didasarkan atas lima unsur pokok panngaderreng (aturan adat yang keramat dan sakral), yaitu sebagai berikut: Ade (ada dalam bahasa Makassar) Bicara Rapang Wari' Sara' Perkembangan pembangunan di bidang spiritual dapat dilihat dari besarnya sarana peribadatan masing-masing agama. Tempat peribadatan umat islam yang berupa masjid, langgar/musholla pada tahun 2012 masing-masing berjumlah 728 dan 50. Tempat peribadatan untuk umat kristiani dan katolik sebanyak 22 yang terdapat di 9 kecamatan. Jumlah jamaah haji yang diberangkatkan dari Kabupaten Maros setiap tahunnya mengalami peningkatan, pada Tahun 2012 jumlah Jamaah Haji perempuan sebanyak 209 orang dan laki-laki sebanyak 104 orang. Agama yang Dianut Tabel penduduk Kabupaten Maros menurut agama yang dianutnya tahun 2017 sebagai berikut: Pertanian Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil tanaman pangan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Predikat sebagai lumbung padi nasional mengukuhkan posisi Sulawesi Selatan sebagai produsen tanaman pangan yang cukup potensial. Selain padi sebagai komoditas tanaman pangan andalan, tanaman pangan lainnya yang dihasilkan Sulawesi Selatan adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang-kacangan. Kabupaten Maros merupakan salah satu daerah lumbung padi di Sulawesi Selatan. Luasnya area persawahan dan juga iklim yang mendukung menjadikan Kabupaten Maros setiap tahun selalu swasembada beras. Produksi padi Kabupaten Maros tahun 2018 sebesar 3.278.113,56 kwintal yang dipanen dari areal seluas 50.523 ha. Sebagian besar produksi padi di Kabupaten Maros dihasilkan oleh jenis padi sawah. Jenis padi ini menyumbang 98,99 % dari seluruh produksi padi. Sedangkan 1,01 % dihasilkan oleh padi ladang. Produksi jagung Kabupaten Maros pada tahun 2018 sebesar 488.101.029 kwintal dengan luas panen 9.556 ha. Produksi Tanaman Pangan Produksi padi sawah dan padi ladang tahun 2018 menurut kecamatan di Kabupaten Maros sebagai berikut: Tanaman Andalan Daerah Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedelai Kacang Tanah Ubi Kayu Ubi Jalar Bawang Merah Cabai Petsai Kemiri Mangga Durian Jeruk Pisang Pepaya Nanas Semangka Kelapa Hibrida Kopi Robusta Lada Kakao Jambu Mete Aren Kapuk Pala Cengkeh Kelapa Dalam Vanili Padi Varietas Padi Banda (Varietas Lokal) Padi Varietas Padi Lapang (Varietas Lokal) Perkebunan dan kehutanan Luas dan total produksi tanaman perkebunan, yang terdiri dari kelapa seluas 526 Ha dan total produksi 125 ton, kakao seluas 1.730 Ha dan total produksi 586,80 ton. Sedangkan kemiri seluas 6.300 Ha dengan total produksi 2.099,8 ton. Menurut fungsinya, kawasan hutan di Kabupaten Maros terdiri atas 3 jenis, yakni hutan lindung, suaka alam/taman nasional/pelestarian alam, dan hutan produksi terbatas/biasa. Luas total kawasan hutan di Kabupaten Maros tahun 2015 adalah 65.022 Ha, yang terdiri atas 14.611 Ha hutan lindung, 15.365 Ha hutan produksi biasa, 6.434 Ha hutan produksi terbatas, dan 28.610 Ha taman nasional. Wilayah kecamatan yang memiliki kawasan hutan adalah sebanyak 9 kecamatan. Luas kawasan hutan yang terbanyak di Kabupaten Maros adalah Kecamatan Tompobulu dan Mallawa. Kabupaten Maros memiliki potensi kehutanan berupa tegakan pinus yang terdapat di 4 kecamatan, yakni Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Cenrana, Kecamatan Camba, dan Kecamatan Mallawa. Persebaran hutan di Kabupaten Maros antara lain hutan mangrove di Desa Bonto Bahari, hutan mangrove di Kuri Caddi dan Kuri Lompo, Desa Nisombalia, Hutan Pinus Pendidikan Unhas di Bengo-Bengo Kecamatan Cenrana, Hutan Pinus Cenrana, Hutan Pinus di Desa Bonto Manurung, Hutan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Hutan Tanralili, dan lain-lain. Perikanan Usaha perikanan di Kabupaten Maros terdiri atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi perikanan tangkap yang terdiri dari perikanan laut 15.259,6 ton, perikanan sungai/danau/rawa 523,2 ton dengan total produksi 15.782,8 ton. Untuk perikanan budidaya, produksinya masing-masing adalah budidaya laut 7,4 ton dan sawah 39,7 ton dengan total produksi sebesar 14.378,7 ton. Komoditas Andalan Daerah Udang Sitto Bale Bolu (Ikan Bandeng) Kepiting Dato Sunu (Ikan Kerapu) Ikan Mujair Salamata (Ikan Barramundi/Kakap putih) Sumberdaya Perikanan Lainnya Ikan Kandea (Ikan tawas) Ikan Oseng Ikan Mas Sungai Ikan Gabus Ikan Samelang Ikan Sidat/Massapi Belut Sawah/Lenrong Ceda-Ceda (sejenis kerang) Biri-biri (sejenis kerang) Bakaleng (sejenis kerang) Baja Salo (sejenis kerang pasir sungai) Rambo-Rambo (sejenis kerang hijau) Kepiting Sungai Ikan Binisi Kepiting Bakau Rajungan Pertambangan Pertambangan di Kabupaten Maros memiliki potensi cukup besar. Potensi bahan galian di Kabupaten Maros terdiri dari bahan galian golongan A dan golongan C. Sektor pertambangan dan bahan galian dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan angka pertumbuhan secara signifikan. Melihat peningkatan potensi hasil pertambangan dan bahan galian di Kabupaten Maros yang beraneka ragam dan tersebar sehingga menuntut kemampuan daerah untuk pengelolaan melalui kemudahan investasi di sektor pertambangan dan penggalian. Potensi sumber daya mineral di Kabupaten Maros menurut jenisnya, meliputi lempung, batu gamping, marmer, pasir kuarsa, oker, basal, andesit, diorit, granodiorit, trakit, batu pasir formasi camba, kerikil dan batu sungai, serta pasir sungai. Potensi pertambangan galian di Kabupaten Maros telah terinvestasi melalui kegiatan penambangan. Salah satu perusahaan tambang yang memiliki pengaruh cukup besar adalah Bosowa Group yang memiliki dua perusahaan bahan galian besar di Maros yang memproduksi semen dengan produksi 1,8 juta ton/tahun dan marmer 0,1 juta ton/tahun dengan perkiraan terdapat kapasitas 2,6 miliar cadangan marmer di Maros. Beberapa jenis tambang yang dapat dikembangkan di Kabupaten Maros, seperti potensi tambang batu bara di Kecamatan Mallawa, bahan baku semen yang ada di Kecamatan Bantimurung dan Bontoa, bahan baku marmer dan beberapa jenis potensi tambang lainnya. Potensi tambang saat ini yang telah dieksplorasi adalah semen yang dikelola oleh investor dalam negeri (PT. Semen Bosowa) yang berada di Desa Baruga, Kecamatan Bantimurung. Potensi tambang ini memiliki prospek pengembangan dan pangsa pasar yang luas baik pasar lokal, regional, nasional maupun ekspor. Prospek inilah yang memiliki nilai strategis sehingga diperlukan suatu penetapan fungsi kawasan pertambangan di Kabupaten Maros. Saat ini kawasan pertambangan di Kabupaten Maros terkonsentrasi di beberapa titik, seperti tambang batu kapur di Desa Tukamasea dan Desa Baruga di Kecamatan Bantimurung, tambang pasir di Sungai Maros Kelurahan Boribellaya Kecamatan Turikale, tambang pasir di Sungai Bukkamata Kecamatan Simbang, tambang tanah merah di Kecamatan Tanralili dan Moncongloe. Daftar hari penting 17 Januari: Hari Bersejarah Kepahlawanan (17 Januari 1946) 9 Mei: Kota Turikale Ditetapkan Sebagai Ibu Kota Kabupaten Maros (9 Mei 2011) 21 Mei: Berdirinya Persekutuan Adat Lima Kerajaan yang disebut “Toddolimaya ri Marusu” (21 Mei 1977) 4 Juli: Hari Jadi Kabupaten Maros (4 Juli 1959) 3 Agustus: Pembentukan Kecamatan Lau, Kecamatan Moncongloe, dan Perubahan Nama Kecamatan Maros Utara Menjadi Kecamatan Bontoa (3 Agustus 2001) 4 Oktober: Hari Bersejarah Keagamaan (4 Oktober 1834) 17 Oktober: Hari Jadi Maros (17 Oktober 1471) Lihat pula Daftar tempat wisata di Kabupaten Maros Sejarah Kabupaten Maros Seni Budaya dan Sastra di Kabupaten Maros Flora dan Fauna di Kabupaten Maros Daftar sungai di Kabupaten Maros Daftar gunung di Kabupaten Maros Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kabupaten Maros Profil Kabupaten Maros BPS Kabupaten Maros Maros Maros
4225
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Pangkajene%20dan%20Kepulauan
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
Pangkajene dan Kepulauan (, disingkat Pangkep) adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kabupaten yang sebelumnya disebut Pangkajene Kepulauan ini beribu kota di Pangkajene. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 12.362,73 km² dengan luas wilayah daratan 898,29 km² dan wilayah laut 11.464,44 km². Kabupaten Pangkep adalah pusat dari PT Semen Tonasa yang merupakan salah satu produsen semen terbesar di Indonesia timur. Kabupaten Pangkep mencakup wilayah utama di Pulau Sulawesi dan kepulauan yang tersebar luas, bahkan beberapa pulau lebih dekat secara geografis dengan Nusa Tenggara Barat dibandingkan Pulau Sulawesi. Beberapa kecamatan di wilayah kepulauan antara lain Liukang Kalmas, Liukang Tangaya, dan Liukang Tupabbiring. Etimologi Asal kata Pangkajene dipercaya berasal dari sungai besar yang membelah kota Pangkep. Pangka berarti cabang, dan Jeʼneʼ berarti air. Ini mengacu pada sungai yang membelah kota Pangkep yang membentuk cabang air. Geografi Berdasarkan letak astronomis, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan berada pada 11.00’ bujur timur, dan 040. 40’ – 080. 00’ lintang selatan. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki wilayah administratif seluas 12.311,43 km2. Wilayahnya terbagi menjadi daratan seluas 898,29 Km2 dan kepulauan seluas 11.464,44 km2. Panjang garis pantai di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah 250 km yang membentang dari barat ke timur. Di mana Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan terdiri dari 13 kecamatan, di mana 9 kecamatan terletak pada wilayah daratan, dan 4 kecamatan terletak di wilayah kepulauan. Batas wilayah Batas administrasi, dan batas fisik Kabupaten Pangkajene, dan Kepulauan adalah sebagai berikut: Topografi Kabupaten Pangkajene, dan Kepulauan merupakan kabupaten yang struktur wilayah terdiri atas 2 bagian utama yang membentuk kabupaten ini yaitu wilayah daratan dan wilayah lauran. Secara garis besar wilayah daratan Kabupaten Pangkajene, dan Kepulauan ditandai dengan bentang alam wilayah dari daerah dataran rendah sampai pegunungan, di mana potensi cukup besar juga terdapat pada wilayah daratan Kabupaten Pangkajene, dan Kepulauan yaitu ditandai dengan terdapatnya sumber daya alam berupa hasil tambang, seperti batu bara, marmer, dan semen. Disamping itu potensi pariwisata alam yang mampu menembah pendapatan daerah. Kecamatan yang terletak pada wilayah daratan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yaitu terdiri dari : Kecamatan Pangkajene, Kecamatan Balocci, Kecamatan Bungoro, Kecamatan Labakkang, Kecamatan Ma’rang, Kecamatan Segeri, Kecamatan Minasa Te’ne, Kecamatan Tondong Tallasa, dan Kecamatan Mandalle. Wilayah kepulauan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, kecamatan yang terletak di wilayah ini yakni kecamatan Liukang Tupabiring, kecamatan Liukang Tupabiring Utara, kecamatan Liukang Kalmas, dan kecamatan Liukang Tangaya Pulau Terdapat lebih dari setidaknya 50 pulau yang berada di wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Pulau-pulau tersebut sebagian besar berada di kecamatan Liukang Tupabbiring, Liukang Tangaya, dan Liukang Kalmas. Iklim Menurut klasifikasi iklim Koppen, wilayah Kabupaten Pangkajene beriklim muson tropis (Am) dengan dua musim yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson, yaitu musim penghujan yang disebabkan oleh angin muson baratan yang bersifat basah dan lembab serta musim kemarau yang diakibatkan oleh angin muson timuran yang bersifat kering dan sedikit membawa uap air. Musim kemarau di wilayah Kabupaten Pangkajene berlangsung cukup singkat pada periode Juni hingga Oktober dengan rata-rata curah hujan kurang dari 120 mm per bulannya. Sementara itu, musim hujan di wilayah Kabupaten Pangkajene berlangsung cukup panjang pada periode November hingga Mei dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm per bulannya dan dengan bulan terbasah yakni Januari yang curah hujan bulanannya lebih dari 560 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Kabupaten Pangkajene berkisar pada angka 2.300–3.500 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 100–220 hari hujan per tahun. Suhu udara di wilayah Kabupaten Pangkajene bervariasi antara 21°–33 °C dengan tingkat kelembapan nisbi ±81%. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam dua periode terakhir. Kecamatan Demografi Penduduk Pada hasil Sensus tahun 2010 menyatakan penduduk Kabupaten Pangkajene, dan Kepulauan sekitar 305.737 Jiwa yang terdiri atas 147.229 Laki-Laki, dan 158.508 Jiwa Perempuan. Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat dua bahasa daerah di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, yaitu bahasa Makassar dan bahasa Bugis (khususnya dialek Pangkajene dan Kepulauan). Namun di wilayah kepulauannya menggunakan bahasa mandar pada kecamatan liukang kalmas dan liukang tangaya. Tempat bersejarah Museum Karst dan Budaya terletak di Jalan Andi Mandacingi, Kecamatan Pangkajene. Referensi Pranala luar Kabupaten di Indonesia Kabupaten di Sulawesi Selatan
4226
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Parepare
Kota Parepare
Kota Parepare (Bugis: ) adalah sebuah kota di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 99,33 km² dan berpenduduk sebanyak 154.854 jiwa (2022). Kota Parepare merupakan tempat kelahiran Presiden Republik Indonesia ke-3 yaitu B.J. Habibie. Letak Kota Parepare berada di dalam kawasan Selat Makassar yang menghubungkan jalur lalu lintas transportasi dan perdagangan laut dari Jawa, Makassar, Kalimantan Timur, dan Kepulauan Maluku di bagian utara Nusantara. Parepare merupakan daerah yang aman dari ombak laut karena berada di kawasan teluk. Parepare berada di dalam garis lintang 30o57’39” - 40o04’49” Lintang Selatan dan 119o36’24” - 1190 43’ 40” Bujur Timur. Kota pantai Parepare memiliki empat kecamatan, yakni Bacukiki, Bacukiki Barat, Ujung, dan Soreang. Jumlah total kelurahannya adalah 22. Wilayah administratif Parepare berbatasan dengan Kabupaten Pinrang di utara, Kabupaten Sidenreng Rappang di timur, Kabupaten Barru di selatan, dan Selat Makassar di barat. Sejarah Pada awal perkembangannya, perbukitan yang sekarang ini disebut Kota Parepare, dahulunya adalah merupakan semak-semak belukar yang diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring sebagai tempat yang pada keseluruhannya tumbuh secara liar tidak teratur, mulai dari utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan selatan kota. Kemudian dengan melalui proses perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran itu dinamakan Kota Parepare. Lontara Kerajaan Suppa menyebutkan, sekitar abad XIV seorang anak Raja Suppa meninggalkan istana dan pergi ke selatan mendirikan wilayah tersendiri pada tepian pantai karena memiliki hobi memancing. Wilayah itu kemudian dikenal sebagai Kerajaan Soreang, kemudian satu lagi kerajaan berdiri sekitar abad XV yakni Kerajaan Bacukiki. Kata Parepare ditengarai sebagian orang berasal dari kisah Raja Gowa, dalam satu kunjungan persahabatan Raja Gowa XI, Manrigau Dg. Bonto Karaeng Tunipallangga (1547-1566) berjalan-jalan dari kerajaan Bacukiki ke Kerajaan Soreang. Sebagai seorang raja yang dikenal sebagai ahli strategi dan pelopor pembangunan, Kerajaan Gowa tertarik dengan pemandangan yang indah pada hamparan ini dan spontan menyebut “Bajiki Ni Pare” artinya “(Pelabuhan di kawasan ini) di buat dengan baik”. Parepare ramai dikunjungi termasuk orang-orang Melayu yang datang berdagang ke kawasan Suppa. Kata Parepare punya arti tersendiri dalam bahasa Bugis, kata Parepare bermakna " Kain Penghias " yg digunakan diacara semisal pernikahan, hal ini dapat kita lihat dalam buku sastra lontara La Galigo yang disusun oleh Arung Pancana Toa Naskah NBG 188 yang terdiri dari 12 jilid yang jumlah halamannya 2851, kata Parepare terdapat dibeberapa tempat di antaranya pada jilid 2 hal [62] baris no. 30 yang berbunyi " pura makkenna linro langkana PAREPARE" (KAIN PENGHIAS depan istana sudah dipasang). Melihat posisi yang strategis sebagai pelabuhan yang terlindungi oleh tanjung di depannya, serta memang sudah ramai dikunjungi orang-orang, maka Belanda pertama kali merebut tempat ini kemudian menjadikannya kota penting di wilayah bagian tengah Sulawesi Selatan. Di sinilah Belanda bermarkas untuk melebarkan sayapnya dan merambah seluruh dataran timur dan utara Sulawesi Selatan. Hal ini yang berpusat di Parepare untuk wilayah Ajatappareng. Pada zaman Hindia Belanda, di Kota Parepare, berkedudukan seorang Asisten Residen dan seorang Controlur atau Gezag Hebber sebagai Pimpinan Pemerintah (Hindia Belanda) dengan status wilayah pemerintah yang dinamakan “Afdeling Parepare” yang meliputi, Onder Afdeling Barru (Zelfbestuur Barru, Balusu, Tanete, dan Mallusetasi), Onder Afdeling Sidenreng Rappang (Zelfbestuur Sidenreng dan Zelfbestuur Rappang), Onder Afdeling Enrekang (Zelfbestuur Enrekang, Maiwa, Malua, Buntu Batu, dan Alla), Onder Afdeling Pinrang (Zelfbestuur Batulappa, Suppa, Sawitto dan Zelfbestuur Alitta) dan Onder Afdeling Parepare. Pada setiap wilayah/Onder Afdeling berkedudukan Controlur atau Gezag Hebber. Disamping adanya aparat pemerintah Hindia Belanda tersebut, struktur Pemerintahan Hindia Belanda ini terdapat pula para penguasa lokal & pemerintah raja-raja bugis yang memiliki otonomi dalam melaksanakan pemerintahan di dalam Negerinya masing-masing para Arung dan Datu yang berkuasa tersebut terdapat pada Konfederasi Ajatappareng dan Konfederasi Massenrempulu pada masa Afdeling Parepare yakni: Addatuang Sidenreng La Sadapotto di Pangkadjene, Arung Batulappa Andi Tanri Manggabarani Petta ArungE Karaeng Lolo di Bungi, Arung Rappang Andi Tenri Fatimah di Rappang merangkap Addatuang Sawitto, Arung Enrekang Andi Ahmad di Enrekang, Addatung Sawitto (Andi Calo Sullewatang Sawitto) di Pinrang, Arung Alitta Andi Isa Lapananrang di Kariango, Datu Suppa Andi Makkasau Parenrengi-Manggabarani di Majennang, Arung Barru Andi Djonjo Kalimullah Karaeng Mangeppe di Barru, Arung Maiwa Andi Sassu di Maroanging, Arung Malua Andi Tambone di Malua, Arung Buntu Batu Andi Jalante di Pasui, Arung Alla Andi Patanrangi di Kalosi, Arung Mallusetasi Andi Tjalo di Palanro, Arung Balusu Andi Yusuf di Balusu, dan Arung Tanete Andi Baso Padippung di Tanete. sedangkan Parepare merupakan bagian dari Kedatuan Suppa yang Datu Suppa berkedudukan di Majennang. Tetapi setelah berdirinya Kerajaan Mallusetasi pada tahun 1905, maka wilayah Parepare yang terdiri dari negeri kecil, Kerajaan Soreang dan Kerajaan Bacukiki tergabung dalam Kerajaan Mallusetasi (meliputi Nepo, Bojo, Bacukiki, dan Soreang). Sejak saat itu wilayah Parepare merupakan bagian dari Kerajaan Mallusetasi. Keempat kerajaan ini tergabung dalam satu ikatan atau konfederasi yang disebut Lilipassiajing. Lili artinya kelompok, Passiajing artinya hubungan kekerabatan. Lilipassiajing adalah suatu ikatan kesatuan berdasarkan hubungan darah atau turunan. Hal ini dapat dilihat bahwa raja yang berkuasa pada keempat kerajaan tersebut mempunyai garis turunan yang berasal dari Addatuang Sidenreng. Struktur pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang Dunia II yaitu pada saat terhapusnya Pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1942. Pada zaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, struktur pemerintahan disesuaikan dengan undang-undang no. 1 tahun 1945 (Komite Nasional Indonesia). Dan selanjutnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948, di mana struktur pemerintahannya juga mengalami perubahan, yaitu di daerah hanya ada Kepala Daerah atau Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) dan tidak ada lagi semacam Asisten Residen atau Ken Karikan. Pada waktu status Parepare tetap menjadi Afdeling yang wilayahnya tetap meliputi 5 Daerah seperti yang disebutkan sebelumnya. Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan dan pembagian Daerah-daerah tingkat II dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, maka ke empat Onder Afdeling tersebut menjadi Kabupaten Tingkat II, yaitu masing-masing Kabupaten Tingkat II Barru, Sidenreng Rappang, Enrekang dan Pinrang, sedangkan Parepare sendiri berstatus Kota Praja Tingkat II Parepare. Kemudian pada tahun 1963 istilah Kota Praja diganti menjadi Kotamadya dan setelah keluarnya UU No. 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi, maka status Kotamadya berganti menjadi “KOTA” sampai sekarang ini. Didasarkan pada tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Wali Kotamadya Pertama H. Andi Mannaungi pada tanggal 17 Februari 1960, maka dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah No. 3 Tahun 1970 ditetapkan hari kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari 1960. Geografis Kota Parepare terletak di sebuah teluk yang menghadap ke Selat Makassar. Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan di bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru. Meskipun terletak di tepi laut tetapi sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit. Iklim Berdasarkan catatan stasiun klimatologi, rata-rata temperatur Kota Parepare sekitar 28,5 °C dengan suhu minimum 25,6 °C dan suhu maksimum 31,5 °C. Kota Parepare beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau pada bulan Maret sampai bulan September dan musim hujan pada bulan Oktober sampai bulan Februari. Hasil Pertanian Hasil pertanian dari daerah pertanian Parepare adalah biji kacang mete, biji kakao, dan palawija lainnya serta padi. Wilayah pertanian Parepare tergolong sempit, karena lahannya sebagian besar berupa bebatuan bukit cadas yang banyak dan mudah tumbuh rerumputan. Daerah ini sebenarnya sangat cocok untuk peternakan. Hasil lainnya Banyak penduduk di daerah perbukitan beternak ayam potong dan ayam petelur, padang rumput juga dimanfaatkan penduduk setempat untuk menggembala kambing dan sapi. Sedangkan penduduk di sepanjang pantai banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Ikan yang dihasilkan dari menangkap ikan atau memancing masih sangat berlimpah dan segar. Biasanya selain dilelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), para nelayan menjualnya ikan -ikan yang masih segar di pasar malam 'pasar senggol' yang menjual aneka macam buah - buahan, ikan, sayuran, pakaian sampai pernak-pernik aksesoris. Pemerintahan Wali Kota Wali Kota Parepare memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD Kota Parepare. Jabatan pertama dipegang oleh Andi Mannaungi pada tahun 1960. Didasarkan pada tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Wali Kotamadya Pertama pada tanggal 17 Februari 1960, maka dengan SK. DPRD Kotamadya Parepare No. 3 Tahun 1970 ditetapkan hari kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari 1960. Penamaan wali kota Parepare berganti beberapa kali: Wali Kota KDH Parepare (1960-1972) Wali Kotamadya KDH Parepare (1972-1998) Wali Kota Parepare (1998-sekarang) Sebelum tahun 2005, Wali Kota Parepare dipilih melalui mekanisme yang diatur oleh DPRD Kota Parepare. Setelah itu, Wali Kota Parepare bersama Wakil Wali Kota Parepare dipilih secara langsung oleh warga kota melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk pertama kalinya pada tanggal 28 Agustus 2008. Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kota Parepare dalam dua periode terakhir. Kecamatan Demografi Penduduk Berdasarkan data BPS pada tahun 2022, jumlah penduduk Parepare ada 154.854 jiwa yang terdiri dari etnis Bugis, Makassar, Mandar, Toraja, Tionghoa, dan lainnya. Agama Keragaman budaya dan suku bangsa memengaruhi keragaman agama yng dianut masyarakat Parepare. Data Badan Pusat Statistik Parepare mencatat bahwa mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Adapun banyaknya penduduk Parepare menurut agama yang dianut, yakni Islam sebanyak 94,29%, kemudian Kekristenan sebanyak 4,71% dengan rincian Protestan sebanyak 3,37% dan Katolik sebanyak 1,34%. Agama lainnya yang dianut yakni Hindu sebanyak 0,51%, dan Buddha sebanyak 0,48%. Untuk sarana rumah ibadah, terdapat 203 masjid, 37 musholah, 22 gereja Protestan, 2 gereja Katolik, dan 4 vihara.A Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kota Parepare adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kota Parepare, yaitu bahasa Bugis (khususnya dialek Parepare). Pendidikan Data Badan Pusat Statistik tahun 2020 mencatat jumlah Sekolah Dasar yang ada di Parepare sebanyak 92 sekolah. Sementara untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama sebanyak 23 sekolah, dan Sekolah Menengah Atas sederajat sebanyak 23 sekolah. Untuk tingkat perguruan tinggi, beberapa yang ada di kota Parepare seperti Institut Teknologi BJ Habibie, Institut Agama Islam Negeri Parepare, Universitas Muhammadiyah Parepare, Universitas Negeri Makassar kampus Parepare, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Amsir, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Amsir (STIH), Akademi Sekretari Manajemen Amsir, Akademi Keperawatan Fatima, dan Akademi Kebidanan Andi Makkasau. Transportasi Kota Parepare bisa dicapai dengan transportasi darat atau laut. Parepare terletak di jalur utama lalu lintas ke Sulawesi Barat, Tana Toraja dan Palopo. Pelabuhan Nusantara menghubungkan Parepare dengan kota-kota di pesisir Kalimantan, Surabaya dan kota-kota pelabuhan di Indonesia bagian timur. Parepare juga merupakan pelabuhan bagi orang - orang di daerah Ajatappareng. Parepare mempunyai akses transportasi darat yang terdiri dari Pete-Pete, Bus, Taksi, Becak dan Kereta. Pete-Pete merupakan sebutan umum penduduk Sulawesi Selatan untuk angkutan umum dan angkutan kota. Ada 5 trayek pete-pete Parepare di antaranya Jalur Soreang, Jalur Lapadde, Jalur Lumpue, Jalur Tipe-C dan Jalur Lemoe. Kereta Api yang menghubungkan Kota Parepare dan Kota Makassar, saat ini masih dalam proyek. Proyek kereta api jalur lintas Makassar-Parepare yang merupakan pembangunan tahap pertama Trans Sulawesi diestimasi akan menelan anggaran hingga Rp9,65 triliun dengan panjang trase sekitar 145 km. Menteri Koordinator Perkonomian Chairul Tanjung dan Menteri Perhubungan Evert Erenst Mangindaan meletakkan batu pertama untuk proyek tersebut di Desa Fiaung KM 104, Kabupaten Barru pada 12 Agustus 2014. Jalur laut, terdapat 4 pelabuhan di Parepare, yakni Pelabuhan Nusantara, Pelabuhan Cappa Ujung, Pelabuhan Lontange, dan Pelabuhan Cempae. Pariwisata Pantai yang sering dijadikan pusat rekreasi oleh masyarakat Parepare, yaitu pantai Lumpue. Pantai ini berada di Kecamatan Bacukiki Barat Lokasinya dekat dengan fasilitas umum seperti masjid dan puskesmas. Kebun Raya Jompie, hutan kota Parepare yang dijadikan tempat pariwisata, yang dibangun sejak tahun 1920, dengan luas 13,5 hektar. Jarak dari pusat Kota Parepare yakni sekitar 3,5 km. Kebun Jompie juga sangat strategis karena mudah dijangkau, baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Keaneragaman tumbuhan di Kebun Raya Jompie menurut analisis dari Tim Analisis Vegetasi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdiri dari 90 jenis yang berasal dari 81 marga tumbuhan. Sebanyak 7 jenis di antaranya telah teridentifikasi secara lengkap. Sepuluh jenis baru diketahui marganya, dan tiga jenis baru teridentifikasi sampai pada tingkat suku. Beberapa di antaranya diketahui sebagai tumbuhan langka. Pantai Mattirotasi, terletak di Jalan Mattirotasi mengarah ke Teluk Parepare. Pantai ini dapat dimanfaatkan warga untuk berolahraga. Terumbu Karang Tonrangeng, tempat wisata pelestarian terumbu karang di Parepare. River Ladoma, wisata alam Sungai Ladoma yang terletak di kecamatan Bacukiki. Tempat wisata lainnya di Parepare yakni Sumur Jodoh Soreang, Goa Tompangeng, desa Wisata Wattang Bacukiki, Salo Karajae, Museum Gandaria, Bendungan Lappa Angin, dan Pantai Torangeng .[16] Kesehatan Fasilitas rumah sakit Beberapa rumah sakit yang ada di Parepare yakni Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau, Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Sumantri, Rumah Sakit Fatima, Rumah Sakit Ibu dan Anak Ananda Trifa, dan Rumah Sakit Regional dr. Hasri Ainun Habibie. Tokoh Berikut adalah beberapa tokoh nasional dari Kota Parepare: Prof. Dr.-Ing H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia Andi Makkasau Parenrengi Lawawo, Datu Kerajaan Suppa Letnan Jendral TNI Andi Abdullah Bau Massepe, Pahlawan Nasional Indonesia Alwi Abdul Jalil Habibie, Tokoh Pertanian Indonesia Timur Widya Purnama, MBA, Direktur PT Pertamina (2004–2006) dan Direktur PT Indosat Tbk Periode (2002–2004). Hamid Awaluddin, Ph.D, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ke–27, Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia Kapten TNI (Purn.) Junus Effendi Habibie, Duta Besar Indonesia Untuk Belanda (2006–2010), Kerajaan Inggris dan Irlandia (1993–1997), Direktur Jenderal Perhubungan Laut Hatta Ali, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia 2012–202 Prof. Dr. Salim Said. MA., Penulis dan Pengamat Politik dan Militer Indonesia Kota Kembar Tawau, Malaysia Kulim, Malaysia Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kota Parepare Situs web berita Kota Parepare Parepare Parepare
4227
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Pinrang
Kabupaten Pinrang
Kabupaten Pinrang (Bugis: ) adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kabupaten ini terletak 185 km dari Kota Makassar arah utara yang berbatasan dengan kabupaten Polewali Mandar, provinsi Sulawesi Barat. Luas wilayah kabupaten Pinrang yakni 1.961,77 km² dan terbagi ke dalam 12 kecamatan, yang meliputi 68 desa dan 36 kelurahan serta terdiri dari 86 lingkungan dan 189 dusun. Pada tahun 2022, jumlah penduduk kabupaten Pinrang sebanyak 411.795 jiwa, dengan kepadatan 210 jiwa/km2. Sejarah Asal mula nama Pinrang Ada versi mengenai asal pemberian nama Pinrang yang berkembang di masyarakat Pinrang sendiri. Versi pertama menyebut Pinrang berasal dari bahasa Bugis yaitu kata "benrang" yang berarti "air genangan" bisa juga berarti "rawa-rawa". Hal ini disebabkan pada awal pembukaan daerah Pinrang masih berupa daerah rendah yang sering tergenang dan berawa. Versi kedua menyebutkan bahwa ketika Raja Sawitto bernama La Dorommeng La Paleteange, bebas dari pengasingan dari kerajaan Gowa. Kedatangan disambut gembira namun mereka terheran karena wajah raja berubah dan mereka berkata "Pinra bawangngi tappana puatta pole Gowa", yang artinya berubah saja mukanya Tuan Kita dari Gowa. Setelah itu rakyat menyebut daerah tersebut sebagai Pinra yang artinya berubah, kemudian lambat laun menjadi Pinrang. Sumber lain mengatakan pemukiman Pinrang yang dahulu rawa selalu tergenang air membuat masyarakat berpindah-pindah mencari pemukiman bebas genangan air, dalam bahasa Bugis disebut "Pinra-Pinra Onroang". Setelah menemukan pemukiman yang baik, maka tempat tersebut diberi nama: Pinra-pinra. Masa penjajahan Cikal bakal Kabupaten Pinrang berasal dari Onder Afdeling Pinrang yang berada di bawah afdeling Pare-Pare, yang merupakan gabungan empat kerajaan yang kemudian menjadi self bestuur atau swapraja, yaitu Kassa, Batulappa, Sawitto dan Suppa yang sebelumnya adalah anggota konfederasi kerajaan Massenrengpulu (Kassa dan Batulappa) dan Ajatappareng (Suppa dan Sawitto). Selanjutnya Onder Afdeling Pinrang pada zaman pendudukan Jepang menjadi Bunken Kanrikan Pinrang dan pada zaman kemerdekaan akhirnya menjadi Kabupaten Pinrang. Masa kemerdekaan Kemudian setelah proklamasi Republik Indonesia bersama dengan kerajaan kerajaan di Sulawesi Selatan Kerajaan Batulappa, Kerajaan Sawitto, Kerajaan Suppa, dan Kerajaan Kassa dan juga 4 kerajaan-kerajaan ini merupakan kerajaan utama (Arung Tungke/Pemerintahan Tunggal) di wilayah Pinrang kemudian menyatakan bergabung kedalam Republik Indonesia, dan daerah-daerah di indonesia yang masih berbentuk monarki menjadi dan diteruskan status sebagai daerah swapraja atau pemerintahan sendiri dari tahun 1945-1960. Kawedanaan Pinrang meliputi 4 Swapraja yakni Swapraja Batulappa berpusat di Bungi, Swapraja Sawitto berpusat di Sawitto, Swapraja Suppa berpusat di Majennang, Swapraja Kassa berpusat di Bilajeng. Pada masing-masing Arung & Penguasa Swapraja merupakan keturunan bangsawan kasta tinggi (Arung/Datu) dari Dinasti yang memerintah kerajaannya masing-masing menggunakan gelar raja yang berbeda beda seperti Arung/Datu (Raja/Ratu) dan Addatuang (Yang Dipertuan), sedangkan Penguasa sebelum tahun 1945 (Masa proklamasi) dari masing masing kerajaan adalah: •J.m Padoeka Toean Andi Tanri Petta ArungE Karaeng Lolo Petta MatinroE Ri Bungi, Arung Batulappa (1941-1945) dan Penguasa Swapraja Batulappa. Menggantikan Nenek beliau (I Tjoma Arung Batulappa 1875-1941) dari pihak ibundanya (Andi Unga) sebagai Arung Batulappa, kakek dari pihak ibundanya adalah La Naki Arung Maiwa. Andi Tanri Merupakan cucu langsung dari Padoeka Jang Moelia Toean Ishak Manggabarani Karaeng Mangeppe, Karaeng Pabbicara Butta Ri Gowa, KaraengTa Bontoala, Arung Tellu Latte Sidenreng, Petta Djenderala' Ri Bone, Datu Pammana & Arung Matoa Wajo/Raja Wajo masa 1900-1916. Yang langsung dari pihak ayahanda Andi Tanri yakni, Andi Kiti Manggabarani Petta Lolo KaraengTa Ballapangka (Pangeran Gowa & Wajo). •Jm Padoeka Datu Andi Tenri Fatimah putri dari La Saddapotto Addatuang Sidenreng, Datu Tenri adalah Addatuang (Yang Dipertuan) negeri Sawitto dan Penguasa Swapraja Sawitto (1942-1951), menggantikan ibundanya sebagai Addatuang Sawitto hingga 1951. •Jm Padoeka Toean Andi Makkasau Parenrengi Datu Suppa Toa (1926-1938) putra kedua La Parenrengi Manggabarani Daeng Pabeso Karaeng Tinggimae Arung Malolo Sidenreng & Datu Suppa-Datu Ajatappareng, merupakan cucu PJM Toean La Ishak Manggabarani Karaeng Mangeppe Datu Pammana Arung Matoa Wajo dari pihak ayahandanya, dan kakaknya yang berlainan ibu yakni Andi Mappangile Karaeng Tinggimae (Bangsawan besar Sidenreng, Parepare & Suppa, pengusaha kaya raya dari pangkadjene sidenreng) . Andi Makkasau kemudian digantikan oleh Andi Abdullah Bau Massepe (Datu Suppa Lolo) merupakan Pahlawan Nasional dan Datu Suppa (1938-1947). Menggantikan Datu Suppa sebelumnya Andi Makkasau Parenrengi yang terhitung Pamannya, ayahanda dari Bau Massepe adalah Pahlawan Nasional dan Arumpone Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim. •Padoeka Toean Andi Tjoppo Puatta To Sappewali Arung Kassa (1936-1952) menggantikan ibundanya Andi Buabara Arung Kassa dan ayahnya merupakan La Sappewali Arung Maiwa. Pada Masa Selanjutnya, pemerintahan Monarki/Kerajaan (Swapraja) dilanjutkan hingga di tahun 1960 pembentukan Kabupaten Pinrang, dan para Raja/Ratu yang memerintah selanjutnya yaitu: •Padoeka Toean Hadji Andi Mangga Petta MatinroE Ri Boengi Arung Batulappa dan Penguasa Swapraja Batulappa, beliau menggantikan ayahandanya yang wafat yakni J.m Padoeka Toean Arung Andi Tanri Petta ArungE Karaeng Lolo Matinroe Ri Boengi Arung Batulappa sebelumnya. •Padoeka Datu Andi Bau Rakiyah, Addatuang (Yang Dipertuan) dan Penguasa Swapraja Sawitto terakhir dan istri dari H. Andi Makkulau Bupati Pinrang Pertama. Datu Rakiyah juga merupakan putri Pahlawan Nasional dan sekaligus Raja Bone Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim. •Padoeka Andi Soji Datu Kanjenne (Putri Andi Mappangile Parenrengi Karaeng TinggiMae Addatuang Sidenreng, dan cucu Andi Perenrengi Manggabarani Daeng Pabeso Karaeng TinggiMae Datu Suppa). Datu Kanjenne adalah Datu Suppa dan Penguasa Swapraja Suppa terakhir, menggantikan suami beliau yang juga merupakan Pahlawan Nasional Andi Abdullah Bau Massepe Datu Suppa sebelumnya. •Padoeka Toean Andi Dirman Toro Puang Larung, (Swapraja Kassa). Pada tahun 1952 terjadi perubahan daerah di Sulawesi Selatan, pembagian wilayahnya menjadi daerah swatantra. Daerah swantantra yang dibentuk adalah sama dengan wilayah afdeling. Perubahan adalah kata afdeling menjadi swatantra dan Onder Afdeling menjadi kewedaan. Dengan perubahan tersebut maka Onder Afdeling Pinrang berubah menjadi kewedanaan Pinrang yang membawahi empat swapraja dan beberapa distrik. Pada tahun 1959 keluarlah undang-undang nomor 29/1959 yang berlaku pada tanggal 4 Juli 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi termasuk membentuk Daerah Tingkat II Pinrang. Pada tanggal 28 Januari 1960, keluar surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP-7/3/5-392 yang menunjuk H.A. Makkoelaoe menjadi Kepala Daerah Tingkat II Pinrang, karena pada saat itu unsur atau organ sebagai perangkat daerah otonomi telah terpenuhi maka tanggal tersebut dianggap sebagai tanggal berdirinya Kabupaten Pinrang. Geografi Kabupaten Pinrang dengan ibu kota Pinrang terletak disebelah 185 km utara ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, berada pada posisi 3°19’13” sampai 4°10’30” lintang selatan dan 119°26’30” sampai 119°47’20” bujur timur. Secara administratif, Kabupaten Pinrang terdiri atas 12 kecamatan, 39 kelurahan dan 65 desa. Batas wilayah kabupaten ini adalah sebelah Utara dengan Kabupaten Tana Toraja, sebelah Timur dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Enrekang, sebelah Barat Kabupaten Polmas Provinsi Sulawesi Barat dan Selat Makassar, sebelah Selatan dengan Kota Parepare. Luas wilayah Kabupaten mencapai 1.961,77 km². Kabupaten Pinrang memiliki garis pantai sepanjang 93 Km sehingga terdapat areal pertambakan sepanjang pantai, pada dataran rendah didominasi oleh areal persawahan, bahkan sampai perbukitan dan pegunungan. Kondisi ini mendukung Kabupaten Pinrang sebagai daerah Potensial untuk sektor pertanian dan memungkinkan berbagai komoditas pertanian (Tanaman Pangan, perikanan, perkebunan dan Peternakan) untuk dikembangkan. Ketinggian wilayah 0–500 mdpl ( 60,41%), ketinggian 500–1000 mdpl ( 19,69% ) dan ketinggian 1000 mdpl (9,90%) Demografi Jumlah penduduk pada tahun 2021 sebesar 407.882 jiwa yang terdiri atas 203.389 jiwa laki-laki dan 206.493 jiwa perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 208 jiwa/km². Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Pinrang adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat beberapa bahasa daerah di Kabupaten Pinrang, yaitu bahasa Bugis (khususnya dialek Pinrang), bahasa Pattinjo dan bahasa Mandar. Bahasa Mandar yang sebagian besar penuturnya berada di Sulawesi Barat juga dituturkan di Kabupaten Pinrang, khususnya di Desa Lero, Kecamatan Suppa. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Pinrang dalam dua periode terakhir. Kecamatan Pariwisata Tempat Wisata Pantai Salopi Pantai Salopi adalah salah objek wisata yang berada di bagian Utara kabupaten Pinrang dengan jarak perjalan skitar 42 Km dari pusat kota Pinrang. Pantai Salopi dikenal dengan destinasi wisata pantai yang mudah di jangkau skitar 200 m dari jalan poros trans Sulawesi. Letaknya di dusun Salopi, Desa Binanga Karaeng Kabupaten Pinrang. Bukan hanya itu pantai Salopi jg dikenal memiliki Pantai terindah yang ada di kabupaten Pinrang, dengan pohon kelapa secara horizontal berjejer di sekitar bibir pantai. Permandian Air Panas Sulili Ada dua sumber air yang mendukung suplai air untuk pemandian air panas Sulili, salah satunya yaitu sumber air panas yang terletak tidak jauh dari kolam utama tempat berendam, keunikanya ialah sumber air panas ini seolah-olah muncul dari perut bumi dan bukan berasal dari gunung berapi seperti sumber-sumber air panas lainnya yang lazim ditemui. Terletak di lingkungan Sulili, Kelurahan Mamminasae, Kecamatan Paleteang, bagian selatan Kabupaten Pinrang. Pemandian Air Panas Lemo Susu Udara di sini cukup sejuk sehingga cocok bagi wisatawan yang mendambakan udara pedesaan yang segar dengan suasana yang tenang jauh dari polusi dan kebisingan kota besar. Terletak di Kelurahan Betteng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang. Air Terjun Kali Jodoh Air terjun kali jodoh memiliki empat sumber air, berada pada kawasan yang luasnya sekitar 2 Ha. Lokasi air terjun berada sekitar 3 Km dari ruas jalan poros Bakaru yang harus ditempuh melalui jalanan menanjak. Konon bagi pasangan yang mengunjungi tempat ini akan sejodoh, dan bagi mereka yang belum memiliki pasangan akan menemukan pasangannya seperti yang diinginkan. Terletak di Kelurahan Betteng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang. Pantai Ujung Tape Salah satu objek wisata bahari yang terletak di kelurahan Langnga, Kecamatan Mattirosompe, Pinrang ± 25 km arah barat kota Pinrang, Untuk mencapai tempat ini diperlukan waktu perjalanan ± 20 menit melalui jalan darat dan beraspal. Kawasan ini memiliki daya tarik tersendiri, pada sore hari kita dapat menikmati angin pantai yang sejuk. Pantai Ujung Tape ramai dikunjungi masyarakat utamanya pada hari libur dan hari raya. Karomba Pinrang Tempat wisata Pinrang Puncak Karomba ini lokasinya berada di Desa Sali-sali, Kecamatan Lembang dan baru dibuka sekitar 2016 lalu. Kini tak sedikit orang sudah mulai mengabadikan keberadaan mereka di tempat ini. Tentunya, selain disuguhi keindahan panorama di tempat wisata ini. Pengunjung juga bisa merasakan sensasi berjalan kaki di atas jembatan gantung yang nyaris setiap harinya diselimuti awan. Referensi Pranala luar Pinrang Pinrang
4229
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kepulauan%20Selayar
Kabupaten Kepulauan Selayar
Kabupaten Kepulauan Selayar (Selayar: ) (sebelumnya bernama Kabupaten Selayar, perubahan nama berdasarkan PP. No. 59 Tahun 2008) adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota dari kabupaten Kepulauan Selayar adalah kecamatan Benteng. Kabupaten ini memiliki luas sebesar 1.357,03 km² dan memiliki penduduk sebanyak 137.071 jiwa, dengan kepadatan 101 jiwa/km². Kabupaten Kepulauan Selayar terdiri dari 2 sub area wilayah pemerintahan yaitu wilayah daratan yang meliputi kecamatan Benteng, Bontoharu, Bontomanai, Buki, Bontomatene, dan Bontosikuyu serta wilayah kepulauan yang meliputi kecamatan Pasimasunggu, Pasimasunggu Timur, Takabonerate, Pasimarannu, dan Pasilambena. Sejarah Kabupaten Kepulauan Selayar pernah menjadi rute dagang menuju pusat rempah-rempah di Moluccan (Maluku) pada abad ke-14. Di Pulau Selayar, para pedagang singgah untuk mengisi perbekalan sambil menunggu musim yang baik untuk berlayar. Dari aktivitas pelayaran ini pula muncul nama Selayar. Nama Selayar berasal dari kata cedaya (bahasa Sanskerta) yang berarti satu layar, karena konon banyak perahu satu layar yang singgah di pulau ini. Kata cedaya telah diabadikan namanya dalam Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada abad 14. Ditulis bahwa pada pertengahan abad 14, ketika Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanegara, Selayar digolongkan dalam Nusantara, yaitu pulau-pulau lain di luar Jawa yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Ini berarti bahwa armada Gajah Mada atau Laksamana Nala pernah singgah di pulau ini. Selain nama Selayar, pulau ini dinamakan pula dengan nama Tana Doang yang berarti tanah tempat berdoa. Pada masa lalu, Pulau Selayar menjadi tempat berdoa bagi para pelaut yang hendak melanjutkan perjalanan baik ke barat maupun ke timur untuk keselamatan pelayaran mereka. Dalam kitab hukum pelayaran dan perdagangan Amanna Gappa (abad 17), Selayar disebut sebagai salah satu daerah tujuan niaga karena letaknya yang strategis sebagai tempat transit baik untuk pelayaran menuju ke timur dan ke barat. Disebutkan dalam naskah itu bahwa bagi orang yang berlayar dari Makassar ke Selayar, Malaka, dan Johor, sewanya 6 rial dari tiap seratus orang. Jejak-jejak keberadaan orang Cina (Tiongkok) bermula pada tahun 1235 M, Raja Tallo I Makkadae Daeng Mangrangka melakukan perjalanan ke negeri Tiongkok dan menikah seorang Putri Penguasa setempat yang bernama Nio Tekeng Bin Sie Djin Kui. Sepulang dari Negeri Tiongkok Raja Tallo mampir dan bermukim Kampung Bonto Bangun Selayar. Selama di Selayar Raja Tallo melahirkan putra dan purti di antaranya Sin Seng (Putra), Tian Lay (Putra) dan Shui Lie Putri dan menjadi cikal bakan nenek moyang orang Tionghoa di Selayar. Masa pemerintahan Hindia Belanda Belanda mulai memerintah Selayar setelah mengambil alih kekuasaan politik dan ekonominya dari Kesultanan Gowa. Pengalihan kekuasaan ini merupakan akibat dari Perjanjian Bongaya. Selayar kemudian ditetapkan sebagai sebuah keresidenan dengan nama Residentie Salaier. Jabatan sebagai Residen Selayar pertama kali diberikan kepada W. Coutsier. Masa jabatannya berlangsung sejak tahun 1737 hingga 1743. Setelah itu, berturut-turut Selayar diperintah oleh orang Belanda sebanyak 87 residen atau yang setara dengan residen seperti Asisten Resident, Gesagherbber, WD Resident, atau Controleur. Barulah Kepala pemerintahan ke 88 dijabat oleh orang Selayar, yakni Moehammad Oepoe Patta Boendoe. Saat itu telah masuk penjajahan Jepang sehingga jabatan residen telah berganti menjadi Guntjo Sodai, pada tahun 1942. Di zaman Kolonial Belanda, jabatan pemerintahan di bawah keresidenan adalah Reganschappen. Reganschappen saat itu adalah wilayah setingkat kecamatan yang dikepalai oleh pribumi bergelar "Opu". Dan kalau memang demikian, maka setidak-tidaknya ada sepuluh Reganschappen di Selayar kala itu, antara lain: Reganschappen Gantarang, Reganschappen Tanete, Reganschappen Buki, Reganschappen Laiyolo, Reganschappen Barang-Barang dan Reganschappen Bontobangun. Di bawah Regaschappen ada kepala pemerintahan dengan gelar Opu Lolo, Balegau dan Gallarang. Pada tanggal 29 November 1945 (19 Hari setelah Insiden Hotel Yamato di Surabaya) pukul 06.45 sekumpulan pemuda dari beberapa kelompok dengan jumlah sekitar 200 orang yang dipimpin oleh seorang pemuda bekas Heiho bernama Rauf Rahman memasuki kantor polisi kolonial (sekarang kantor PD. Berdikari). Para pemuda ini mengambil alih kekuasaan dari tangan Belanda yang di kemudian hari tanggal ini dijadikan tanggal Hari Jadi Kabupaten Kepulauan Selayar. Tahun Hari Jadi diambil dari tahun masuknya Agama Islam di Kabupaten Kepulauan Selayar yang dibawa oleh Datuk Ribandang, yang ditandai dengan masuk Islamnya Raja Gantarang, Pangali Patta Radja, yang kemudian bernama Sultan Alauddin, pemberian Datuk Ribandang. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1605, sehingga ditetapkan Hari Jadi Kabupaten Kepulauan Selayar adalah 29 November 1605. Geografi Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan salah satu di antara 24 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang letaknya di ujung selatan Pulau Sulawesi dan memanjang dari Utara ke Selatan. Daerah ini memiliki kekhususan yakni satu-satunya Kabupaten di Sulawesi Selatan yang seluruh wilayahnya terpisah dari daratan Sulawesi dan terdiri dari gugusan beberapa pulau sehingga membentuk suatu wilayah kepulauan. Gugusan pulau di Kabupaten Kepulauan Selayar secara keseluruhan berjumlah 130 buah, 7 di antaranya kadang tidak terlihat (tenggelam) pada saat air pasang. Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar meliputi 1.357,03 km² wilayah daratan (12,91%) dan 9.146,66 km² wilayah lautan (87,09%). Batas Wilayah Secara geografis, Kabupaten Kepulauan Selayar berada pada koordinat (letak astronomi) 5°42' - 7°35' Lintang Selatan dan 120°15' - 122°30' bujur timur yang berbatasan dengan: Berdasarkan letak sebagaimana dikatakan oleh Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Kebudayaan Kepulauan Selayar bahwa Selat Selayar dilintasi pelayaran nusantara baik ke timur maupun ke barat, bahkan sudah menjadi pelayaran internasional. Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan "kepulauan" yang berada di antara jalur alternatif perdagangan internasional yang menjadikan daerah ini secara geografis sangat strategis sebagai pusat perdagangan dan distribusi baik secara nasional untuk melayani Kawasan Timur Indonesia maupun pada skala internasional guna melayani negara-negara di kawasan Asia. Iklim Tipe iklim di wilayah ini termasuk tipe B dan C, musim hujan terjadi pada bulan November hingga Juni dan sebaliknya musim kemarau pada bulan Agustus hingga September. Secara umum curah hujan yang terjadi cukup tinggi dan sangat dipengaruhi oleh angin musiman. Topografi Dipandang dari sudut tofografinya Kabupaten Kepulauan Selayar yang mempunyai luas kurang lebih 1.357,03 Km² (wilayah daratan) dan terdiri dari kepulauan besar dan kecil serta secara administrative terdiri dari 11 kecamatan, 81 desa dan 7 kelurahan adalah variatif dari yang datar hingga agak miring. Karakteristik daerah atau Topografi Kabupaten Selayar terdiri dari: Batuan Induk Vulkanik Terbentuk dari pertemuan jalur pegunungan muda sirkum mediterania dan sirkum pasifik, yang membentuk daratan Selayar adalah batuan yang cukup mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman, oleh tenaga oksigen yang berlangsung lama, batuan itu lapuk membentuk tanah yang subur ini oleh pengaruh tenaga oksigen dapat berubah menjadi tanah karang seperti tanah laterit. Sebab itu perlu tindakan-tindakan konservasi, seperti sengkedan pada tanah-tanah miring, penggiliran tanah, pemupukan dan lain-lain. Bentang Alam (Natural Landscape) Dataran Selayar yang terjadi karena tenaga endogen (pengangkatan dan pelipatan) kemudian kemudian disususl dengan tenaga oksigen, membentuk betang alam (natural landscape) yang beraneka ragam seperti: Pegunungan dengan ketinggian rata-rata 800 meter sehingga tidak cukup untuk terjadinya hujan orografis pegunungan, di punggungnya hutan tutupan dan di lerengnya perkebunan tanaman pohon kerea yang berakar panjang serta berumur panjang. Tanaman dengan pohon lunak seperti vanili, merica, kentang, kol dan lain-lain diperlukan sengkedan untuk mencegah erosi dan longsor. Daerah curam, aspek geografisnya adalah kawasan hutan (hutan tutupan) untuk mencegah longsor Daratan tinggi, aspek geografisnya, adalah: Baik untuk pemukiman, karena udara sejuk dan drainasenya mudah diatur dan tidak tergenang Perkebunan bagi tanaman budi-daya yang memerlukan udara sejuk, seperti cengkih, jagung Meksiko dan lain-lain Horti kultura, seperti sayur mayur, kentang bunga-bunga dan bonsai Pusat-pusat kesehatan seperti sanatorium Pusat-pusat pelatihan, kantor-kantor, hotel-hotel, tempat rekreasi dan lain-lain Daerah-daerah ledok dan lembah, aspek geografisnya adalah: Tempat akumulasi/persedian air untuk daerah sekitarnya. Dengan pompanisasi dapat dialirkan ke daerah-daerah ketinggian. Daerah pertanian tanaman pangan, seperti sayur mayur kangkung, bayam jagung lokal, kaca-kacangan dan lain-lain Tanah daratan rendah, aspek geografisnya adalah: Untuk perkebunan, seperti kelapa dan coklat Untuk pertanian menetap, seperti sawah dan huma. Tanah rawa-rawa, aspek geografisnya adalah: Kawasan pohon nipa, tempat ikan tempat bertelur, bahan baku gula merah dan atap tradisional yang indah dan sejuk Empang dan pembuatan garam Kawasan bakau, tempat ikan bertelur dan berlindung, serta mencegah abrasi Daerah berbukit-bukit dan tanah bergelombang, aspek geografisnya adalah: Baik untuk pemukiman, sebab udara sejuk, drainasenya mudah diatur, diwaktu malam tampak indah bagai pelaut yang menuju ke Selayar Perkebunan, tanaman budi daya seperti cengkih, coklat dan kelapa. Pertanian tanaman pangan seperti jagung dan padi, tetapi harus bertaras supaya tidak terjadi erosi. Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai (DAS), aspek geografis satu-satunya adalah kawasan hutan hidrologi (hutan tata air) Daerah berbatu-batu Daerah yang berbatu-batu di bagian utara, aspek geografisnya hutan tutupan. Baik juga untuk hutan produksi, seperti jati dan holasa (kayu bitti). Hanya eksploitasinya tebang pilih dan tebang ganti serta rerumputan untuk pakan ternak. Geologi Kondisi geologi pulau Selayar merupakan kelanjutan dari wilayah geologi Sulawesi Selatan bagian Timur yang tersusun oleh jenis batuan sediment. Struktur geologi Kepulauan Selayar menunjukkan struktur-struktur dan penyebaran batuan berarah Utara - Selatan dan miring melandai kearah Barat. Sedangkan pantai Timur umumnya terjal dan langsung dibatasi oleh laut dalam yang cenderung merupakan jalur sesar. Statigrafi batuan di Kabupaten Kepulauan Selayar terdiri dari: Endapan rasa manis alluvial dan endapan pantai terdiri atas kerikil pasir, lempung Lumpur dan batu gamping cral (Qac). Satuan formasi Kepulauan Selayar walanae mencakup batu gamping, batu pasir, batu lempung, konglomerat dan tufa (Tmps) yang terdapat di sisi Barat hingga ujung Pulau Selayar. Satuan formasi batuan gunung api camba, meliputi breksi, lava, konglomerat dan tufa yang terdapat pada bagian Selatan Pulau Selayar. Formasi camba, terdiri dari batuan sediment laut berseling dengan batuan gunung api (Tmc) terdapat pada sepanjang pantai Timur Pulau Selayar. Formasi walanae, terdiri dari batu pasir, konglomerat, tufa, batu danau, batu gamping dan napal (Tmpv) terdapat pada ujung bawah pantai Barat Pulau Selayar. Demografi Pada tahun 2000 jumlah penduduk kabupaten Kepulauan Selayar tercatat sebanyak 103.473 ribu jiwa. Dalam waktu 3 tahun kemudian (tahun 2003) jumlah peduduk tersebut telah mengalami pertambahan sebanyak 6.506 jiwa. Dengan dasar tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata pertambahan penduduk di kabupaten Kepulauan Selayar masih sebesar 1,95 persen setiap tahunnya. Penduduk kabupaten Kepulauan Selayar menurut data BPS tahun 2009 berjumlah sebanyak 121.749 jiwa terdiri dari 57.685 jiwa laki-laki dan 64.064 jiwa perempuan. Data tentang komposisi penduduk menurut jenis kelamin tersebut menunjukkan bahwa secara umum jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 90,04 (setiap 100 perempuan terdapat 90 laki-laki). Komposisi penduduk Kepulauan Selayar menurut kelompok umur terdiri dari: Penduduk usia 0 - 14 tahun sebanyak 36.093 jiwa Penduduk usia 15 - 64 tahun berjumlah 77.486 jiwa Penduduk usia 65 tahun ke atas sebanyak 8.170 jiwa Menurut hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2009, jumlah angkatan kerja di kabupaten Kepulauan Selayar pada tahun 2009 sebesar 54.996 orang, yaitu yang bekerja sebanyak 49.478 orang dan jumlah pengangguran sebanyak 5.518 orang. Jumlah bukan angkatan kerja sebanyak 32.651 orang dengan rincian 6.503 orang sekolah, 22.162 orang mengurus rumah tangga dan lainnya sebanyak 3.986 orang. Penyebaran penduduk berdasarkan wilayah Kecamatan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Selayar adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat empat bahasa daerah di Kabupaten Kepulauan Selayar, yaitu bahasa Makassar dialek silajara', bahasa Bajo, bahasa Bonerate, dan bahasa Laiyolo. Bahasa Bajo dituturkan khususnya di Desa Rajuni, Kecamatan Taka Bonerate. Bahasa Bonerate dituturkan khususnya di Desa Bonerate, Kecamatan Pasimarannu. Bahasa Laiyolo dituturkan khususnya di Desa Laiyolo, Kecamatan Bontosikuyu. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar dalam dua periode terakhir. Kecamatan Pemekaran Daerah Wacana Pembentukan menjadi Provinsi Bugis Selatan menjadi Provinsi Baru Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung yang meliputi : Kabupaten Kepulauan Selayar Kabupaten Bulukumba Kabupaten Bantaeng Kabupaten Jeneponto Pariwisata & Kebudayaan Potensi Wisata di Kabupaten Kepulauan Selayar cukup banyak meliputi wisata sejarah, wisata budaya, wisata alam dan wisata bahari. Salah satu yang terkenal adalah Taman Nasional Taka Bonerate yang terletak di kecamatan Takabonerate. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Taman Nasional Taka Bonerate pada tahun 2009 mencapai 576 orang. Kawasan ini terdiri dari 21 buah pulau serta puluhan taka dan bungin, umumnya terbentuk dari endapan pasir dan biosfer. Taman Nasional Taka Bonerate memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia (terbesar di Asia Tenggara) yaitu setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Kepulauan Maladewa. Luas atol tersebut sekitar 220.000 hektare, dengan terumbu karang yang tersebar datar seluas 500 km². Dalam rangkaian Hari jadi Kepulauan Selayar di lokasi ini setiap tahunnya diadakan festival yang bertajuk Takabonerate Island Expedition (TIE). Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa kegiatan ini sudah masuk dalam kalender kegiatan pariwisata nasional dan rencananya pada tahun 2012 akan ditingkatkan menjadi "Sail Taka Bonerate". Seperti penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya, Takabonerate Island Expedition akan diisi kegiatan lomba rutin seperti Takabonerate International Fishing Tournament, menyelam, lomba foto di bawah air dan lomba renang antar pulau terbuka dengan jarak antara lima hingga enam kilometer. Selain objek wisata bahari Taman Nasional Taka Bonerate terdapat pula tempat-tempat wisata yang menyebar hampir di seluruh Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Selayar. Berikut ini beberapa Objek Wisata / tempat yang menarik untuk dikunjungi: Kecamatan Benteng: Tari Pakarena, Gedung Lembaga Pemasyarakatan Selayar, Kantor Dinas Pariwisata Selayar, Plaza Marina, Rumah Jabatan Bupati Selayar Kecamatan Bontoharu: Pantai Jeneiya, Jangkar Selayar, Gong Nekara, Benteng Bontobangun, Perkampungan Tua Bitombang Kecamatan Bontomanai: Permandian alam Eremata, Air terjun Suttia, Pusat Bumi (To'do), Puncak, Kompleks Perkampungan Tua Gantarang Kecamatan Bontomatene: Pantai Pa'badilang, Gua Ereposo, Sumur Tua Tajuiya, Makam Bulaenna Parangia, Rumah Adat Batangmata Kecamatan Bontosikuyu: Pantai Baloiya, Wisata Jammeng, Gua Bonetappalang, Pantai Batu Etang, Air Terjun Patikore', Air terjun Ohe Gonggong, Pantai Sunari Kecamatan Buki: Kuburan Tua Silolo, Pantai karang Indah, Benteng Pertahanan, Istana Lalaki Buki Kecamatan Pasilambena: Pantai Pulau Madu, Pantai Karumpa, Pulau Kakabia, Perkampungan Tua, Gua Buranga Kecamatan Pasimarannu: Tari Pangaru, Tari Batanda, Gua Majapahit, Rumah Adat Opu Bonerate, Pembuatan Perahu, Pantai Larafu Kecamatan Pasimasunggu: Tari Kondo Buleng, Pusaka Jampea, Pulau Tanamalala, Pulau Jai Lamu, Pulau Batu Kecamatan Pasimasunggu Timur: Perairan Batu So'bolo, Pulau Bembe, Makam Ali Kabar, Pantai Doda Kecamatan Takabonerate: Pantai Bone Lambere, Pulau Kauna, Buhung Tuma, Pulau Tinabo, Pulau Kayuadi Transportasi Bandar Udara H. Aroeppala, Desa Bontosunggu, Kecamatan Bontoharu Komunikasi Radio Selayar juga memiliki rencana untuk membangun stasiun radio daerah Indonesia, seperti: Referensi Pranala luar Situs Web Resmi Pariwisata Selayar Trip & Travel Wonderful Selayar Situs web komunitas warga Selayar Kabupaten di Indonesia Kabupaten di Sulawesi Selatan Selayar Kepulauan Selayar
4230
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Sidenreng%20Rappang
Kabupaten Sidenreng Rappang
Kabupaten Sidenreng Rappang (Bugis: ) adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pangkajene Sidenreng. Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki luas wilayah 1.102,10 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 301.972 jiwa (2022). Sejarah Legenda Berdasarkan Lontara’ Mula Ri Timpakenna Tana’e Ri Sidenreng, dikisahkan tentang seorang raja bernama Sangalla. Ia adalah seorang raja di Tana Toraja. Konon, Sangalla memiliki sembilan orang anak yaitu La Maddarammeng, La Wewanriru, La Togellipu, La Pasampoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mampasessu, dan La Mappatunru. Sebagai saudara sulung, La Maddaremmeng selalu menekan dan mengintimidasi kedelapan adik-adiknya, bahkan daerah kerajaan adik-adiknya ia rampas semua. Karena semua adiknya tidak tahan lagi dengan perlakuan kakaknya, mereka pun sepakat meninggalkan Tana Toraja. Karena perjalanan yang melelahkan, mereka kehausan lalu mencari jalan ke tepi genangan air di pinggir danau. Namun, danau itu ternyata berada di hutan yang lebat, sehingga sulit bagi mereka untuk mencapainya. Karena harus menembus semak belukar yang lebat, mereka pun sirenreng-renreng (saling berpegangan tangan).Sesampainya di sana, mereka minum sepuas-puasnya dan duduk beristirahat kemudian mandi. Setelah itu, mereka berdiskusi bertukar pikiran tentang nasib yang mereka jalani. Akhirnya, mereka sepakat untuk bermukim di tempat itu. Di sanalah mereka memulai kehidupan baru untuk bertani, berkebun, menangkap ikan, dan beternak. Semakin hari, pengikut-pengikutnya pun semakin banyak. Tempat itulah yang kemudian dikenal “Sidenreng“, yang berasal dari kata sirenreng-renreng mencari jalan ke tepi danau, dan danau itulah yang sekarang dikenal dengan danau Sidenreng. Dari situ, terbentuk kerajaan Sidenreng. Menurut sejarah, Sidenreng Rappang awalnya terdiri dari dua kerajaan, masing-masing Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Kedua kerajaan ini sangat akrab. Begitu akrabnya, sehingga sulit ditemukan batas pemisah. Bahkan dalam urusan pergantian kursi kerajaan, keduanya dapat saling mengisi. Seringkali pemangku adat Sidenreng justru mengisi kursi kerajaan dengan memilih dari komunitas orang Rappang. Begitu pula sebaliknya, bila kursi Kerajaan Rappang kosong, mereka dapat memilih dari kerajaan Sidenreng. Itu pula sebabnya, sulit untuk mencari garis pembeda dari dua kerajaan tersebut. Dialek bahasanya sama, bentuk fisiknya tidak beda, bahasa sehari-harinya juga mirip. Kalaupun ada perbedaan yang menonjol, hanya dari posisi geografisnya saja. Wilayah Rappang menempati posisi sebelah Utara, sedangkan kerajaan Sidenreng berada di bagian Selatan. Kedua kerajaan tersebut masing-masing memiliki sistem pemerintahan sendiri. Di kerajaan Sidenreng kepala pemerintahannya bergelar Addatuang. Pada pemerintahan Addatuang, keputusan berasal dari tiga sumber yaitu, raja, pemangku adat dan rakyat. Sedangkan di Kerajaan Rappang rajanya bergelar Arung Rappang dan menyandarkan sendi pemerintahanya pada aspirasi rakyat. Demokrasi sudah terlaksana pada setiap pengambilan kebijakan. Demokrasi bagi kerajaan Rappang adalah sesuatu yang sangat penting, salah satu bentuk demokrasinya adalah penolakan diskriminasi gender. Perbedaan gender tidak menjadi masalah, khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karier sebagaimana layaknya kaum pria. Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan yang menjadi rajanya, yaitu Raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas, jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda pemerintahan di zamannya. Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia Pada saat pengakuan kedaulatan republik Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949, berakhirlah dinasti Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Setelah kemerdekaan, kerajaan Sidenreng lebih awal menunjukkan watak nasionalismenya dengan bersedia melepaskan sistem kerajaan mereka meskipun sistem itu sudah berlangsung lama, sampai 21 kali pergantian pemimpin. Mereka memilih berubah dan menyatu dengan pola ketatanegaraan Indonesia. Kerajaan akhirnya melebur menjadi Kabupaten Sidenreng Rappang, dengan bupati pertamanya H. Andi Sapada Mapangile dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Sidenreng Rappang dilakukan pemilihan umum untuk memilih bupati secara langsung pada tanggal 29 Oktober 2008 lalu. Geografi Batas Wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Topografi Kabupaten Sidenreng Rappang terletak di diantara 30°43’ – 40°09’ Lintang Selatan dan 119°041’ – 120°010’ Bujur Timur. Kabupaten Sidenreng Rappang terletak pada ketinggian antara 10 m – 3.000 m dari permukaan laut (Mdpl) dengan puncak tertinggi berada di Gunung Botto Tallu (3.086 Mdpl). Keadaan Topografi wilayah di daerah ini sangat bervariasi berupa wilayah datar seluas 879.85 km² (46.72%), berbukit seluas 290.17 km² (15.43%) dan bergunung seluas 712.81 km2 (37.85%). Wilayah datar berada di bagian selatan dan barat. Wilayah perbukitan berada di bagian utara dan timur terutama di Kecamatan Pitu Riawa dan Kecamatan Pitu Riase. Di wilayah dataran rendah terdapat dua danau yaitu Danau Tempe dan Danau Sidenreng. Hidrologi Pada wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang, terdapat 38 sungai yang mengaliri berbagai Kecamatan. Di Kecamatan Panca Lautang terdapat 6 (enam) aliran sungai sepanjang 33,75 Km, Kecamatan Tellu Limpoe dengan panjang 18 Km, Kecamatan Watang Pulu dengan panjang 39 Km, Kecamatan Baranti dengan panjang 15 Km, Kecamatan Panca Rijang dengan panjang 19,55 Km, Kecamatan Kulo dengan panjang 25,7 Km, Kecamatan Maritengngae dengan panjang 5 Km, Kecamatan Dua Pitue dengan panjang 68,46 Km sehingga merupakan Kecamatan yang memiliki aliran sungai terpanjang di Kabupaten Sidenreng Rappang. Sedangkan di Kecamatan Pitu Riawa dengan panjang 7,5 Km. Sejumlah sungai besar yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang antara lain Sungai Bila, Sungai Bulucenrana, Sungai Betao, Sungai Sidenreng, Sungai Bulete dan lainnnya. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati yang menjabat saat ini di Sidenreng Rappang ialah Dollah Mando, bersama wakil bupati, Mahfud Yusuf. Mereka menjadi pasangan bupati dan wakil bupati terpilih pada pemilihan umum Bupati Sidenreng Rappang 2018. Kemudian dilantik oleh gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, pada 31 Desember 2018 di Kota Makassar. Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang dalam dua periode terakhir. Kecamatan Demografi Agama Jumlah penduduk Kabupaten Sidenreng Rappang sebanyak 321.615 jiwa pada tahun 2022. Penduduk asli Kabupaten Sidenreng Rappang adalah Bugis. Sebelum masuknya agama Islam, masyarakat Sidenreng Rappang telah mengenal kepercayaan leluhur yang disebut Tolotang. Agama ini merupakan kepercayaan yang sudah turun temurun dianut oleh masyarakat setempat. Pada masa orde lama, karena pemerintah Indonesia hanya mengakui enam agama resmi, sedangkan agama lokal dikategorikan sebagai Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan penganut agama Tolotang tidak mau disebut sebagai aliran kepercayaan, akhirnya mereka menggabungkan diri dengan Agama Hindu. Sejak itu, kepercayaan ini juga dikenal dengan nama Hindu Tolotang. Sama halnya dengan agama Kaharingan suku Dayak yang juga bergabung dengan Hindu, sehingga dikenal dengan Hindu Kaharingan. Saat ini, mayoritas penduduk Sidenreng Rappang menganut agama Islam. Penganut agama Hindu menjadi agama terbesar kedua. Sebagian kecil lainnya menganut agama Kristen. Data dari Kementerian Dalam Negeri per 31 Desember 2022, penduduk yang beragama Islam sebanyak 91,25%. Kemudian penganut agama Hindu sebanyak 8,48%, dan selebihnya penduduk yang beragama Kekristenan sebanyak 0,27%, Protestan sebanyak 0,21% dan Katolik sebanyak 0,06%. Kurang dari 0,01% sebagain kecil menganut agama Buddha. Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Sidenreng Rappang adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Sidenreng Rappang, yaitu bahasa Bugis (khususnya dialek Sidenreng Rappang). Pertanian Kabupaten Sidenreng Rappang merupakan salah satu sentra penghasil beras di Sulawesi Selatan. Hal ini terutama didukung oleh jaringan irigasi teknis yang mampu mengairi sawah sepanjang tahun. Beberapa jaringan irigasi yang ada di Sidenreng Rappang antara lain: Jaringan Irigasi Bulu Cenrana, mengairi 6000 hektare sawah Jaringan Irigasi Bila, mengairi 5400 hektare sawah Jaringan Irigasi Bulu Timoreng, mengairi 5400 hektare sawah Selain penghasil utama beras di Indonesia Bagian Timur, daerah ini juga merupakan penghasil utama telur ayam dan telur itik di luar Pulau Jawa. Komoditas pertanian lainnya adalah kakao, kopra, mete dan kemiri serta hasil hutan berupa kayu dan rotan. Pariwisata Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki beberapa tempat wisata antara lain: Taman Wisata Puncak Bila: Merupakan sebuah Taman wisata air dengan wahana sepeda air, perahu kano, aqua bikes, flying fox, Motor ATV, pemancingan, waterboom, dan lain-lain. Cekdang: Adalah salah satu tempat rekreasi yang baik untuk keluarga karena memiliki tempat memancing ikan, kafe-kafe, tempat untuk memberi makan ikan di Kelurahan Batu, Kecamatan Pituriase. Danau Sidenreng Mojong Transportasi Kabupaten Sidenreng Rappang berjarak ± 200 km dari Makassar dan terletak di persimpangan antara jalur ke Palopo dan Toraja. Untuk menuju daerah ini bisa menggunakan bus jurusan Palopo atau Toraja, mobil penumpang umum (Toyota Kijang, Suzuki APV, Isuzu Panther) dan minibus. Lihat pula Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Sidrap Referensi Pranala luar Situs Resmi Pemkab Sidenreng Rappang BPS Kabupaten Sidenreng Rappang Sidenreng Rappang Sidenreng Rappang
4231
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Sinjai
Kabupaten Sinjai
Kabupaten Sinjai (Makassar: ) adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sinjai Utara yang berjarak sekitar 220 km dari Kota Makassar. Kabupaten Sinjai memiliki luas wilayah 819,96 km2 dan memiliki penduduk sebanyak 259.478 jiwa berdasarkan sensus penduduk tahun 2020. Geografi Secara geografis Kabupaten Sinjai terletak pada titik 5°2'56" - 5°21'16" Lintang Selatan dan 119°56'30" - 120°25'33" Bujur Timur. Kabupaten Sinjai terletak di bagian pantai timur Provinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 223 km dari Kota Makassar. Luas wilayahnya berdasarkan data yang ada sekitar 819,96 km2 (81.996 ha). Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Topografi Kabupaten Sinjai secara geografis terdiri atas wilayah pesisir, dataran rendah dan dataran tinggi dengan ketinggian antara 0–2.871 meter di atas permukaan air laut (mdpl). Wilayahnya termasuk 9 pulau-pulau kecil di Teluk bone yang masuk ke wilayah Kecamatan Pulau Sembilan. Pesisir di Kabupaten Sinjai berada di sepanjang batas sebelah timur dan tergolong sempit meliputi Kecamatan Sinjai Timur, Kecamatan Sinjai Utara dan Kecamatan Tellu Limpoe. Selanjutnya daerah dataran tinggi yang merupakan lereng timur Gunung Lompobattang-Gunung Bawakaraeng meliputi kecamatan Sinjai Barat dan Sinjai Borong. Serta dataran tinggi Pegunungan Bohonglangi meliputi sebagian wilayah Kecamatan Bulupoddo. Iklim Sepanjang tahun, Kabupaten Sinjai termasuk daerah beriklim sub tropis, yang mengenal dua musim, yaitu musim hujan pada periode April–Oktober, dan musim kemarau yang berlangsung pada periode Oktober–April. Selain itu, menurut Schmidt dan Fergusson ada tiga tipe iklim yang terjadi dan berlangsung di wilayah ini, yaitu iklim tipe B2, C2, D2 dan tipe D3. Zona dengan iklim tipe B2 di mana bulan basah berlangsung selama 7 - 9 bulan berturut – turut, sedangkan bulan kering berlangsung 2–4 bulan sepanjang tahun. Penyebarannya meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Sinjai Timur & Sinjai Selatan . Zona dengan iklim tipe C2, dicirikan dengan adanya bulan basah yang berlangsung antara 5–6 bulan, sedangkan bulan keringnya berlangsung selama 3–5 bulan sepanjang tahun. Penyebarannya meliputi sebagian kecil wilayah Kecamatan. Sinjai Timur, Sinjai Selatan dan Sinjai Tengah. Zona dengan iklim tipe D2, mengalami bulan basah selama 3 – 4 bulan & bulan keringnya berlangsung selama 2 – 3 bulan. Penyebarannya meliputi wilayah bag. Tengah Kabupaten Sinjai, yaitu sebagian kecil wilayah Kecamatan Sinjai Tengah, Sinjai Selatan dan Sinjai Barat. Zona dengan iklim tipe D3, bercirikan dengan berlangsungnya bulan basah antara 3–4 bulan, dan bulan kering berlangsung antara 3–5 bulan. Penyebarannya meliputi sebagian wilayah Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai Tengah dan Sinjai Selatan. Dari keseluruhan type iklim yang ada tersebut, Kabu paten Sinjai mempunyai curah hujan berkisar antara 2.000 - 4.000 mm / tahun, dengan hari hujan yang bervariasi antara 100 – 160 hari hujan / tahun. Kelembaban udara rata-rata, tercatat berkisar antara 64 - 87 persen, dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 21,1oC - 32,4oC. Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Sinjai adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, mayoritas penduduk di Kabupaten Sinjai menggunakan bahasa Bugis (khususnya dialek Sinjai). Bahasa Makassar dialek Konjo dituturkan di Kecamatan Sinjai Barat dan sebagian Sinjai Tengah.https://core.ac.uk/download/pdf/11735285.pdf Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Sinjai dalam dua periode terakhir. Kecamatan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Sinjai tahun 2014 sebanyak 236.497 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 3,3 persen dari hasil Sensus Penduduk 2010 yang berjumlah 228.879 jiwa. Sedangkan kepadatan penduduknya 288 jiwa/km² dengan Kecamatan Sinjai Utara merupakan daerah terpadat penduduknya dengan 1.471 jiwa/km² dan Kecamatan Bulupoddo merupakan daerah terjarang penduduknya dengan 158 jiwa/km². Sebanyak 99% penduduk Kabupaten Sinjai memeluk agama Islam. Berikut adalah penduduk Kabupaten Sinjai, per Kecamatan Tahun 2014: Ekonomi Pertanian Pertanian yang menonjol dari kabupaten Sinjai adalah lada dan coklat. Lada tumbuh hampir di semua kecamatan kecuali di kecamatan Pulau Sembilan. Luas areal tanamnya mencapai 3.249 hektare dengan jumlah produksi 2.380 per tahun. Sedangkan coklat atau kakao tumbuh hampir di semua kecamatan dengan luas area tanam 4.178 hektare dan hasil panen per tahun mencapai 2.129 ton. Sinjai mengkespor coklat-coklat ini ke Eropa. Pariwisata Pulau Sembilan Pantai Ujung Kupang Pantai Karampuang Air terjun Baruttungge Air terjun Lembang Saukang Air terjun Batu Barae Air terjun Barania Air terjun Pincuni Hutan Mangrove Tongke-tongke Benteng Oval Balangnipa Kampung galung Taman Hutan Raya Abd. Latief Media Massa Sinjai TV Radio Suara Bersatu Referensi Pranala luar Profil Kabupaten Sinjai Sinjai Sinjai
4232
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Soppeng
Kabupaten Soppeng
Kabupaten Soppeng adalah salah satu Kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Watansoppeng. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.500,00 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 223.826 jiwa (2010). Sejarah Soppeng adalah sebuah kota kecil di mana dalam buku-buku lontara terdapat catatan tentang raja-raja yang pernah memerintah sampai berakhirnya status daerah Swapraja, satu hal menarik sekali dalam lontara tersebut bahwa jauh sebelum terbentuknya kerajaan Soppeng, telah ada kekuasaan yg mengatur daerah Soppeng, yaitu sebuah pemerintahan berbentuk demokrasi karena berdasar atas kesepakatan 60 pemukan masyarakat, tetapi saat itu Soppeng masih merupakan daerah yang terpecah-pecah sebagai suatu kerajaan-kerajaan kecil. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Arung,Sulewatang, dan Paddanreng serta Pabbicara yang mempunyai kekuasaan tersendiri. Setelah kerajaan Soppeng terbentuk maka dikoordinasi oleh Lili-lili yang kemudian disebut Distrikvdi Zaman Pemerintahan Belanda. Literatur yang ditulis tentang sejarah Soppeng masih sangat sedikit. Sebagaimana tentang daerah-daerah di Limae Ajattappareng, juga Mandar dan Toraja, Soppeng hanyalah daerah “kecil” dan mungkin “kurang signifikan” untuk diperebutkan oleh dominasi dua kekuatan di Sulawesi Selatan yakni Luwu dan Siang sebelum abad ke-16. Namun, seperti disebutkan oleh sebuah kronik Soppeng, dulunya Soppeng bersama Wajo, sangat bergantung kepada kerajaan Luwu. Seiring menguatnya kekuatan persekutuan Goa-Tallo di Makassar; untuk mengimbanginya, Bone sempat mengajak Wajo dan Soppeng membentuk persekutuan Tellumpocco pada perjanjian Timurung tahun 1582. Akan tetapi, masuknya Islam di Sulawesi Selatan di paruh akhir abad ke-16, ditandai dengan masuknya Karaeng Tallo I Mallingkang yang lebih dikenal sebagai Karaeng Matoaya serta penguasa Goa I Manga’rangi yang kemudian bergelar Sultan Alauddin, telah mengubah peta politik di Sulawesi Selatan. Untuk sementara, kekuatan Bugis Makassar menjadi satu kekuatan baru untuk melawan orang kafir ketika Soppeng dan Sidenreng memeluk Islam tahun 1609, Wajo 1610 dan akhirnya Bone pada tahun 1611. Perkembangan berikutnya sepanjang abad ke-17, menempatkan Soppeng pada beberapa perubahan keputusan politik ketika persaingan Bone dan Goa semakin menguat. Jauh sebelum perjanjian Timurung yang melahirkan persekutuan Tellumpocco, sebenarnya Soppeng sudah berada di pihak kerajaan Goa dan terikat dengan perjanjian Lamogo antara Goa dan Soppeng. Persekutuan Tellumpocco sendiri lahir atas “restu” Goa. Namun, ketika terjadi gejolak politik antara Bugis dan Makassar disebabkan oleh gerakan yang dipelopori oleh Arung Palakka dari Bone, Soppeng sempat terpecah dua ketika Datu Soppeng, Arung Mampu, dan Arung Bila bersekutu dengan Bone pada tahun 1660 sementara sebagian besar bangsawan Soppeng yang lain menolak perjanjian di atas rakit di Atappang itu. Geografi Soppeng terletak pada depresiasi sungai Walanae yang terdiri dari daratan dan perbukitan dengan luas daratan ± 700 km² serta berada pada ketinggian rata-rata antara 100-200 m di atas permukaan laut. Batas wilayah Batas wilayah kabupaten ini adalah sebagai berikut: Topografi Luas daerah perbukitan Soppeng kurang lebih 800 km² dan berada pada ketinggian rata-rata 200 m di atas permukaan laut. Ibu kota Kabupaten Soppeng adalah kota Watansoppeng yang berada pada ketinggian 120 m di atas permukaan laut. Kabupaten Soppeng tidak memiliki wilayah pantai. Wilayah perairan hanya sebagian dari Danau Tempe. Gunung-gunung yang ada di wilayah Kabupaten Soppeng menurut ketinggiannya adalah sebagai berikut: Gunung Nene Conang 1.463 m Gunung Laposo 1000 m Gunung Sewo 860 m Gunung Lapancu 850 m Gunung Bulu Dua 800 m Gunung Paowengeng 760 m Kabupaten Soppeng memiliki tempat-tempat wisata berupa permandian air panas alami yang bernama "LEJJA", permandian mata air "OMPO" dan permandian alam "CITTA". Lejja berjarak ± 40 Kilometer dari pusat kota, terletak di desa Batu-batu, Kecamatan Marioriawa. Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Soppeng adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Soppeng, yaitu bahasa Bugis (khususnya dialek Soppeng). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Soppeng dalam dua periode terakhir. Kecamatan Tokoh Andi Mesyara Jerni Maswara, atlet karate Asraf(Boy),Komedian Mohammad Istiqamah Djamad, Musisi Referensi Pranala luar Soppeng Soppeng
4233
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Takalar
Kabupaten Takalar
Kabupaten Takalar (, ) adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kotanya terletak di Pattallassang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 566,51 km² dan berpenduduk sebanyak 304.856 jiwa (2021). Sejarah Kabupaten Takalar yang hari jadinya pada tanggal 10 Februari 1960. Sebelumnya, Takalar sebagai Onder afdeling yang tergabung dalam daerah Swatantra MAKASSAR bersama-sama dengan Onder afdeling Makassar, Gowa, Maros, Pangkadjene dan Djeneponto. Onder afdeling Takalar, membawahi beberapa district (adat gemen chap) yaitu: District Polombangkeng, District Galesong, District Topedjawa, District Takalar, District Laikang, District Sanrobone. Setiap District diperintah oleh seorang Kepala Pemerintahan yang bergelar Karaeng, kecuali District Topedjawa diperintah oleh Kepala Pemerintahan yang bergelar Lo’mo. Setelah terbentuknya Kabupaten Takalar, maka Districk Polombangkeng dijadikan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Polombangkeng Selatan dan Polombangkeng Utara, Districk Galesong dijadikan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Galesong Selatan dan Kecamatan Galesong Utara, Districk Topejawa, Districk Takalar, Districk Laikang dan Districk Sanrobone menjadi Kecamatan TOTALLASA (Singkatan dari Topejawa, Takalar, Laikang dan Sanrobone) yang selanjutnya berubah menjadi Kecamatan Mangarabombang dan Kecamatan Mappakasunggu. Perkembangan selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001 terbentuk lagi sebuah Kecamatan yaitu Kecamatan Pattallassang (Kecamatan Ibu kota) dan terakhir dengan Perda Nomor 3 Tahun 2007 tanggal 27 April 2007 dan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tanggal 27 April 2007, dua kecamatan baru terbentuk lagi yaitu Kecamatan Sanrobone (Pemekaran dari Kecamatan Mappakasunggu) dan Kecamatan Galesong (Pemekaran dari Kecamatan Galesong Selatan dan Kecamatan Galesong Utara).Kepulauan Tanakeke adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kemudian, Kecamatan Kepulauan Tanakeke dibentuk dari pemekaran dari Kecamatan Mappakasunggu berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Takalar Nomor 3 tahun 2019, sehingga saat ini Kabupaten Takalar telah mempunyai 10 (sepuluh) Kecamatan dengan 76 Desa dan 24 Kelurahan. Geografi Batas Wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Topografi Keadaan Geografi wilayah Kabupaten Takalar terdiri dari pantai, daratan dan perbukitan. Di bagian barat adalah daerah pantai dan dataran rendah dengan kemiringan 0-3 derajat sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0–25 m, dengan batuan penyusun geomorfologi dataran didominasi endapan alluvial, endapan rawa pantai, batu gamping, terumbu dan tufa serta beberapa tempat batuan lelehan basal. Sebagian dari wilayah Kabupaten Takalar merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang 74 Km meliputi Kecamatan Mangarabombang, Kecamatan Mappakasunggu, Kecamatan SandraBone, Kecamatan Galesong Selatan, Kecamatan Galesong Kota dan Kecamatan Galesong Utara. Kabupaten Takalar dilewati oleh 4 buah sungai,yaitu Sungai Jeneberang, Sungai Jenetallasa, Sungai Pamakkulu dan Sungai Jenemarrung. Pada keempat sungai tersebut telah dibuat bendungan untuk irigasi sawah seluas 13.183 Ha. Penggunaan Lahan Kabupaten Takalar terletak antara 5°031' sampai 5°0381' Lintang Selatan dan antara 199°0221' sampai 199°0391' Bujur Timur dengan luas wilayah 566,51 Km2, yang terdiri dari kawasan hutan seluas 8.254. Ha (14,57%), sawah seluas 16.436, 22 Ha (29,01%), perkebunan tebu PT. XXXII seluas 5.333,45 Ha (9,41%), tambak seluas 4.233,20 Ha (7,47%), tegalan seluas 3.639,90 Ha (6,47%), kebun campuran seluas 8.932,11 Ha (15,77%), pekarangan seluas 1,929,90 Ha (3,41%) dan lain-lain seluas 7.892,22 Ha (13,93%). Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, wilayah kabupaten Takalar beriklim muson tropis (Am) dengan dua musim yang dipengaruhi oleh pergerakan angi muson, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di wilayah kabupaten ini dipengaruhi oleh angin muson timur–tenggara yang bersifat kering serta dingin dan periode angin muson ini berlangsung pada bulan Mei hingga bulan Oktober dengan bulan terkering adalah Agustus yang curah hujan bulanannya bernilai kurang dari 15 mm per bulan. Sementara itu, musim penghujan di wilayah kabupaten Takalar diakibatkan oleh angin muson barat laut–barat daya yang bersifat lembab dan basah dan periode angin muson ini terjadi pada bulan November hingga bulan April dengan bulan terbasah adalah Januari yang curah hujan bulanannya lebih dari 600 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Takalar berkisar antara 2.300–3.100 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 100–180 hari hujan per tahun. Suhu udara di wilayah Takalar berada pada angka 21°–33 °C dengan tingkat kelembapan nisbi sebesar ±81%. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Takalar dalam dua periode terakhir. Kecamatan Referensi Pranala luar Takalar Takalar
4234
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tana%20Toraja
Kabupaten Tana Toraja
Tana Toraja adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota dari kabupaten ini ada di kecamatan Makale. Tana Toraja memiliki luas wilayah 2.054,30 km² dan pada tahun 2022 memiliki penduduk sebanyak 291.046 jiwa dengan kepadatan 142 jiwa/km². Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya suku Batak Toba dan Nias yang ada di provinsi Sumatera Utara. Daerah ini merupakan salah satu objek wisata unggulan di provinsi Sulawesi Selatan. Sejarah Pemerintahan Di Toraja telah diawali sejak masa pemerintah Hindia Belanda. Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1957 yang diperjuangkan oleh W. L. Tambing di DPR RI akhirnya dibentuk Kabupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja yang peresmiannya dilakuan pada tanggal 31 Agustus 1957 dengan Bupati Kepala Daerah yang pertama bernama Lakitta. Surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 954/XI/1998 tanggal 14 Desember 1998, wilayah kabupaten Tana Toraja terdiri dari 9 kecamatan defenitif, 6 perwakilan kecamatan, 22 kelurahan, dan 63 desa. Kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan ditindaklanjuti dengan menerbitkan Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2000 tanggal 29 Desember 2000, 6 perwakilan kecamatan diubah menjadi kecamatan defenitif, sehingga jumlah kecamatan seluruhnya menjadi 15 kecamatan, 22 kelurahan dan 63 desa. Pada tahun 2001, dikeluarkan Peraturan daerah No. 2 Tahun 2001 tanggal 11 april 2001, dimana keseluruhan nama "desa" yang ada berubah nama menjadi "lembang". Setelah ditetapkannya Peraturan Daerah No. 2 tahun 2001 tentang perubahan Pertama Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2000, Peraturan Daerah Kabupaten Tana-Toraja Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan Kedua Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2000, serta peraturan daerah nomor 6 Tahun 2005 tentang perubahan Ketiga peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2000, wilayah kabupaten Tana Toraja berkembang menjadi 40 kecamatan, 87 kelurahan dan 223 lembang (desa). Selanjutnya muncul wacana pemekaran wilayah, yakni Kabupaten Toraja Utara. Wacana pemekaran ini menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat Toraja sendiri. Pembentukan kabupaten Toraja Utara akhirnya ditetapkan melalui sidang paripurna DPR-RI pada tanggal 24 Juni 2008. Akan tetapi, peresmian Kabupaten Toraja Utara dilakukan dua bulan kemudian, yang dirangkaikan dengan peringatan hari ulang tahun kabupaten Tana Toraja yang ke-51, yaitu pada tanggal 31 Agustus 2008. Beberapa waktu lalu, muncul wacana pemekaran Provinsi Tana Toraja yang meliputi Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Jika hal itu terwujud, maka Kabupaten Tana Toraja akan dibagi menjadi beberapa daerah otonomi baru. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati Tana Toraja adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Tana Toraja. Bupati Tana Toraja bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Sulawesi Selatan. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Tana Toraja ialah Theofilus Allorerung, dengan wakil bupati Zadrak Tombeg. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Tana Toraja 2020, sebagai bupati dan wakil bupati untuk periode 2021-2026. Theofilus dan Zadrak dilantik oleh gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, di Baruga Karaeng Pattingaloang, Rujab Gubernur Sulawesi Selatan, Kota Makassar, pada 26 Februari 2021. Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Tana Toraja dalam dua periode terakhir. Kecamatan Pemekaran Daerah Pada tahun 1957, daerah Toraja menjadi Dati II Tana Toraja berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 tahun 1957 dan UU Nomor 29 tahun 1959. Willem Linggi Tambing (WL Tambing), seorang anggota DPR, bersama tokoh masyarakat Kristen dan adat tradisional mempelopori berdirinya Kabupaten Tana Toraja (TK.II) tersebut yang secara resmi kemudian berdiri pada 31 Agustus 1957. Pada tahun 2008, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2008, bagian utara wilayah Kabupaten Tana Toraja dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Toraja Utara dengan ibu kota Rantepao. Demografi Suku bangsa Suku asli yang mendiami Tana Toraja ialah suku Toraja. Orang Toraja adalah suku yang menetap di kawasan pegunungan bagian Utara provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasi orang Toraja diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dan 500.000 jiwa diantaranya berada di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Sebagian besar orang Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian lagi menganut agama Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk Todolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari agama Hindu Dharma. Kata Toraja sendiri berasal dari bahasa Bugis, yakni "to riaja" yang artinya adalah "orang yang berdiam di negeri atas". Pada tahun 1909, pemerintah kolonial Belanda menyebut suku ini dengan nama Toraja. Suku Toraja terkenal dengan ritual pemakaman, rumah adat Tongkonan dan juga berbagai jenis ukiran kayu khas Toraja. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebelum abad ke-20, suku Toraja masih tinggal di desa-desa otonom. Mereka sebelumnya masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan mulai menyebarkan agama Kristen. Kemudian, sekitar tahun 1970-an, orang Toraja mulai terbuka dengan dunia luar, dan kabupaten Tana Toraja (sebelum dimekarkan) menjadi lambang pariwisata Indonesia. Kemudian terjadi perkembangan pariwisata Tana Toraja, dan dipelajari oleh ahli antropolog. Sehingga pada tahun 1990-1n, masyarakat Toraja mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan sektor pariwisata di kawasan Tana Toraja terus mengalami peningkatan. Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Tana Toraja adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Tana Toraja, yaitu bahasa Toraja (khususnya dialek Toraja Karadeng, dialek Toraja Mangkendek, dialek Toraja Saluputi, dialek Toraja Makale, dan dialek Toraja Sangalla). Agama Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2022 mencatat bahwa mayoritas penduduk Tana Toraja menganut agama Kristen yakni 86,08%, dimana Protestan sebanyak 70,19% dan Katolik 15,89%. Sebagian besar lainnya beragama Islam yakni 12,11%, kemudian Hindu 1,67%, Buddha 0,13% dan Kepercayaan 0,01%. Ekonomi Kebanyakan masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditas andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran, kopi, cengkih, cokelat dan vanili. Perkenonomian di Tana Toraja digerakkan oleh 6 pasar tradisional dengan sistem perputaran setiap 6 hari. Keenam pasar yang ada ialah: Pasar Makale Pasar Ge'tengan Pasar Sangalla' Pasar Rembon Pasar Salubarani Pariwisata Tempat wisata Tana Toraja menjadi salah satu tujuan wisata atau destinasi wisata berlatar budaya di Indonesia, secara khusus di provinsi Sulawesi Selatan. Kehidupan masyarakat suku asli yakni suku Toraja, juga budaya yang unik, menjadikan kawasan dataran tinggi di Sulawesi Selatan ini dipilih wisatawan untuk melihat dan belajar budaya Toraja. Pada tahun 1974, Tongkonan Siguntu' (Keluarga Sampetoding) dirara (diupacarakan secara adat / Rambu Tuka') dihadiri oleh para delegasi 60 negara asing yang mengikuti konferensi PATA di Jakarta tahun 1974. Sejak itulah Toraja mulai dikenal sebagai daerah tujuan wisata budaya di Indonesia. Buntu Kalando Tongkonan/rumah tempat Puang Sangalla' (Raja Sangalla') berdiam. Sebagai tempat peristirahatan Puang Sangala' dan juga merupakan Istana tempat mengelola pemerintahan kerajaan Sangalla' pada waktu itu, Tongkonan Buntu Kalando bergelar "tando tananan langi' lantangna Kaero tongkonan layuk". Saat ini Tongkonan Buntu Kalando dijadikan Museum Tempat meyimpan benda-benda prasejarah dan peninggalan kerajaan Sangalla'. Kambira Kuburan bayi yang belum tumbuh giginya (umur 6 bulan kebawah) yang diletakkan di dalam pohon hidup yang dilubangi. Pallawa Tongkonan Pallawa adalah salah satu tongkonan atau rumah adat yang sangat menarik dan berada di antara pohon-pohon bambu di puncak bukit. Tongkonan tersebut didekorasi dengan sejumlah tanduk kerbau yang ditancapkan di bagian depan rumah adat. Terletak sekitar 12 km ke arah utara dari Rantepao. Lemo Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman Lemo kita dapat melihat mayat yanng disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma' Nene. Bertempat di Bukit Burake, Tana Toraja telah dibangun Patung Yesus Kristus Memberkati yang diklaim sebagai patung Yesus tertinggi di dunia. Maksudnya letak patung tersebut berada pada ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut atau letak patungnya tertinggi di dunia, sementara ukuran patungnya sendiri bukan yang tertinggi di dunia. Usaha konservasi Tana Toraja adalah salah satu tempat konservasi peradaban budaya PROTO MELAYU AUSTRONESIA yang masih terawat hingga kini. Kebudayaan adat istiadat, seni musik, seni tari, seni sastra lisan, bahasa, rumah, ukiran, tenunan dan kuliner yang masih sangat Tradisional, membuat Pemerintah Indonesia mengupayakan agar Tana Toraja bisa dikenal di dunia Internasional, salah satunya adalah mencalonkan Tana Toraja ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2009. Hal tersebut didukung oleh Jepang untuk menjadikan Tana Toraja sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, Jepang sendiri akan ikut dalam upaya konservasi tersebut, khususnya terkait dengan rumah adat di daerah itu. Dukungan ini disampaikan dalam pertemuan antara delegasi Indonesia dan Jepang di Poznan, Polandia, Sabtu (11/9/2010), Pertemuan dilakukan setelah usainya Pertemuan Para Menteri Kebudayaan Asia dan Eropa (Asia-Europa Culture Minister Meeting/ASEM) yang keempat pada 9-10 September di Poznan yang dihadiri oleh perwakilan dari sekitar 40 negara di Asia dan Eropa. Referensi Pranala luar Situs web resmi pemerintah Kabupaten Tana Toraja Portal Informasi Toraja, Wisata Events dan Ensiklopedia Informasi Wisata tanah toraja Galeri foto Tana Toraja Situs informasi Tana Toraja Kabupaten di Sulawesi Selatan Kabupaten di Indonesia
4235
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Makassar
Kota Makassar
Makassar (Lontara Makassar: ᨀᨚᨈ ᨆᨀᨔᨑ, transliterasi: Kota Mangkasara' , Lontara Makassar: ᨀᨚᨈ ᨍᨘᨄᨉ, transliterasi: Kota Jumpandang; Lontara Bugis: ᨀᨚᨈ ᨆᨃᨔ, transliterasi: Kota Mangkasa' , Lontara Bugis: ᨀᨚᨈ ᨍᨘᨄᨉ, transliterasi: Kota Juppandang) adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Sebelumnya, kota yang sejak 1971 hingga 1999 dikenal secara resmi sebagai Ujung Pandang ini merupakan kota terbesar di wilayah Indonesia Timur dan pusat kota terbesar ketujuh di Indonesia dari jumlah penduduk setelah Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan Palembang. Kota ini terletak di pesisir barat daya pulau Sulawesi, menghadap Selat Makassar. Sebagian besar penduduk yang mendiami kota ini adalah suku Makassar atau Tu MANGKASARAK (paling dominan) dan pendatang dari orang-orang Bugis, Jawa, Mandar, Toraja, Sunda, Tionghoa dan lain-lain. Menurut Bappenas, Makassar adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Medan, Jakarta, dan Surabaya. Dengan memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan jumlah penduduk lebih dari 1,4 juta jiwa, kota ini berada di urutan ketujuh kota terbesar di Indonesia dari jumlah penduduk setelah Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan Palembang. Makanan khas Makassar yang umum dijumpai di pelosok kota adalah Coto Makassar, Roti Maros, Jalangkote, Bassang, Kue Tori, Pallu butung, Pisang Ijo, Sop Saudara dan Sop Konro. Sejarah Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar. Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan. Pada abad ke-16 hingga abad ke-17, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan di sana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut. Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun Islam semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu yang bekerja dalam perdagangan di Kepulauan Maluku dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab. Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu (Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awwalul Islam, Raja Tallo). Kontrol penguasa Makassar semakin menurun seiring semakin kuatnya pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun 1669, Belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda Melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap sebagai Batu Penghalang terbesar untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia timur. Setelah berperang habis-habisan mempertahankan kerajaan melawan beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa menanda tangani Perjanjian Bongaya. Meningkatnya penghuni kota di Indonesia, maka timbul kebutuhan untuk menerapkan pembentukan Kotapraja seperti yang berlaku di Negeri Belanda. Kebutuhan nampak dalam peraturan desentralisasi tahun 1903 yang memungkinkan terbentuknya Kotapraja (Gemeente) setelah tahun 1905. Realisasi dari keinginan pembentukan pemerintahan Kotapraja itu akhirnya berhasil diwujudkan. Makassar pada waktu itu merupakan pelabuhan terpenting di kawasan timur Indonesia yang juga ibu kota Gouvernement Celebes en Onderhoorigheden dan akhirnya mendapat kedudukan sebagai daerah Kotapraja (gemeente) pada tahun 1906. Menurut catatan sejarah, cikal bakal lahirnya Kota Makassar berawal dari 1 April 1906. Saat itu pemerintah Hindia Belanda membentuk dewan pemerintahan Gemeentee di Kampung Baru, yang terletak di kawasan Pantai Losari dan Benteng Fort Rotterdam. Kawasan ini yang berkembang menjadi kota Makassar hingga kini disebut hari kebudayaan makassar, sebelumnya merupakan hari jadi Kotamadya Ujung Pandang. Nama Makassar sendiri sempat diganti menjadi Ujung Pandang di masa pemerintahan Orde Baru, tepatnya pada 31 Agustus 1971. Meski begitu, sebutan Ujung Pandang sudah dikenal sejak tahun 1950-an. Usaha perluasan wilayah pemerintahan Kotamadya Makassar akhirnya berhasil dapat diwujudkan pada tahun 1971, dari luas wilayah 21 km² menjadi 175 km² berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tanggal 1 September 1971. Perluasan wilayah ini diikuti pula dengan perubahan nama Kotamadya Makassar menjadi Kotamadya Ujung Pandang. Perlu diketahui bahwa perubahan nama Kotamadya, Makassar menjadi Kotamadya Ujung Pandang yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 itu, sesungguhnya pada tahun 1964 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kotapraja Makassar telah disetujui pergantian nama Kotapraja Makassar menjadi Kotapraja Ujung Pandang yang dituangkan dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kotapraja Makassar Nomor 29/DPRD-GR tanggal 24 September 1964. Nama Kota Ujung Pandang yang diresmikan pemakaiannya pada tanggal 14 September 1971, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 1971 yang dinyatakan berlaku tanggal 1 September 1971, merupakan perubahan nama dari Kota Makassar yang telah diperluas. Dengan perubahan nama Makassar menjadi Ujung Pandang telah mendapat tanggapan dari berbagai tokoh tokoh masyarakat di Sulawesi Selatan. Salah satu tanggapan mengenai pengembalian nama Makassar, pada tanggal 17 Juli 1976 diajukan petisi yang ditandatangani oleh Prof. Dr. A. Zainal Abidin Farid S. H., Dr. Mattulada, dan Drs. H. Dg Mangemba, tiga budayawan terkemuka Makassar menuntut pengembalian nama Makassar. Usaha-usaha pengembalian nama Makassar terus bergulir, pada tanggal 21 Agustus 1995, Walikotamadya Ujung Pandang, H. Malik B. Masry, SE, MS mengadakan seminar yang hasil rekomendasi untuk pengembalian nama Kota Makassar. Selanjutnya pada tanggal 21 Agustus 1999 diterbitkan Keputusan Pimpinan Dewan perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Ujung Pandang Nomor 05/Pim/DPRD/VIII/1999 yang memuat persetujuan DPRD Kotamadya Ujung Pandang atas rencana perubahan nama Ujung Pandang menjadi Makassar yang diusulkan oleh Walikota Drs. H. Baso Amiruddin Maula, S.H, M.Si. Akhirnya pada tanggal 13 Oktober 1999, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 yang menetapkan pengembalian nama Kotamadya Ujung Pandang menjadi Kota Makassar dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Geografi Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian Selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan sebelah Utara dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Kecamatan Liukang Tupabiring), sebelah Timur Kabupaten Maros (Kecamatan Mocongloe) dan Kabupaten Gowa (Kecamatan Pattallassang), sebelah selatan Kabupaten Gowa (Kecamatan Somba Opu dan Barombong) dan Kabupaten Takalar (Kecamatan Galesong Utara), serta sebelah Barat dengan Selat Makassar. Kota Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan kemiringan lahan 3-15° (bergelombang). Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi. Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai “Waterfront City” yang di dalamnya mengalir beberapa sungai seperti Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam kota. Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang berada pada ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut. Batas wilayah Secara administratif, batas wilayah Kota Makassar adalah sebagai berikut: Letak Kota Makassar adalah di bagian selatan dari Pulau Sulawesi. Perkembangan wilayah Kota Makassar dimulai di sepanjang pesisir pantai yang berada di antara dua sungai besar, yaitu sungai Jeneberang dan sungai Tallo. Perbatasan Makassar bagian utara merupakan pedalaman yang didiami suku Bugis sedangkan perbatasan selatan didiami oleh suku Makassar. Perkembangan kota Makassar sebagai kota perdagangan dan kota pelabuhan ditunjang oleh wilayah utara. Wilayah pedalaman membawa komoditas sumber daya alam ke Makassar untuk dijual ke pasar. Bagian barat dari kota Makassar adalah selat Makassar dan terdapat sejumlah pulau kecil. Pulau-pulau ini digunakan sebagai penunjang perkembangan kota, yakni sebagai pelindung dan memenuhi kebutuhan kota Makassar. Keberadaan pulau-pulau kecil digunakan sebagai pencegah gangguan badai dan ombak yang mengganggu perahu atau kapal-kapal yang melakukan perdagangan di pelabuhan Makassar. Masyarakat kota Makassar di pulau-pulau kecil ini sebagian besar dihuni oleh orang-orang suku Makassar yang mata pencahariannya berhubungan dengan laut. Iklim Kota Makassar memiliki kondisi iklim tropis yang bertipe iklim tropis muson (Am), hal tersebut ditandai dengan kontrasnya jumlah rata-rata curah hujan di musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya berlangsung sejak bulan November hingga bulan Maret dan musim kemarau berlangsung dari bulan Mei hingga bulan September. Wilayah Kota Makassar memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26,°C sampai dengan 29 °C. Rata-rata curah hujan per tahun di wilayah ini berkisar antara 2700–3200 milimeter. Pemerintahan Wali Kota Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kota Makassar dalam dua periode terakhir. Kecamatan Demografi Penduduk Makassar merupakan kota yang multi etnis Penduduk Makassar kebanyakan dari Suku Makassar dan Suku Bugis, sisanya berasal dari Toraja, Mandar, Buton, Tionghoa, Jawa dan sebagainya. Agama Masyarakat kota Makassar menganut agama yang beragam, dengan mayoritas bergama Islam. Data pada Sensus Penduduk Indonesia 2010 mencatat, penduduk Makassar yang beragama Islam sebanyak 87,19%. Selanjutnya penduduk yang menganut agama Kekristenan sebanyak 11%, dengan rincian Protestan sebanyak 8,17%, dan katolik sebanyak 2,83%. Penganut agama Buddha sebanyak 1,27%, kemudian Hindu sebanyak 0,14%. Selebihnya sebanyak 0,40%, termasuk agama Konghucu, dan aliran kepercayaan. Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kota Makassar adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat tiga bahasa daerah di Kota Makassar, yaitu bahasa Makassar, bahasa Bugis, dan bahasa Toraja. Bahasa mayoritas yang dituturkan oleh masyarakat di kota Makassar adalah Bahasa Melayu Makassar yang banyak menyerap unsur-unsur bahasa Sulawesi Selatan yang dituturkan oleh sebagian besar masyarakat kota ini. Bisa dikatakan bahasa Melayu Makassar ini menjadi bahasa ibu bagi generasi yang lahir diatas tahun 1990-an, yang umum digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Bahasa ini juga dituturkan diseluruh wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan sebagian wilayah Sulawesi tengah. Ciri khas bahasa ini adalah dengan adanya penggunaan kata ji, mi, ko, ja atau beberapa tambahan kata yang lain pada kalimat yang digunakan yang mana spesifik menujukkan kalimat perintah atau kata kerja yang hanya dipahami oleh orang di kota Makassar atau pendatang yang sudah menetap lama di kota ini. Transportasi Udara Kota Makassar mempunyai sebuah bandara internasional, Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin yang pada tanggal 26 September 2008 diresmikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang menandakan mulai pada saat itu Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin beroperasi secara penuh di mana sebelumnya telah beroperasi tetapi hanya sebagian. Bandara Hasanuddin juga memiliki taksi khusus Bandara dengan harga yang bervariasi sesuai dengan region dari daerah yang dituju serta shuttle bus khusus yang melayani jalur dari dan ke bandara baru. Bahkan banyak taksi-taksi yang gelap yang juga menawarkan jasa kepada penumpang yang baru tiba di Makassar. Pada tahun 2009 diharapkan landasan pacu yang baru telah rampung dan bisa digunakan. Darat Pete-pete adalah sebutan angkot di Makassar dan sekitarnya. Pete-pete merah adalah angkot yang berasal dari Kabupaten Gowa dan melayani pengangkutan antar kota, sedangkan pete-pete biru adalah angkot yang berasal dari Kota Makassar itu sendiri dan hanya melayani pengangkutan di wilayah Makassar saja. Sarana transportasi darat lain seperti bus, taksi, becak, bentor, dan ojek online juga tersedia di Makassar. Laut Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, Soekarno-Hatta menjadi nama pelabuhan, khususnya pelabuhan untuk kapal penumpang dan terminal penumpang. Pelabuhan ini dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia IV (Pelindo IV). Di area pelabuhan penumpang ini terdapat Masjid Babussalam. Masjid ini diresmikan Presiden Megawati, berbarengan dengan peresmian Terminal Petikemas Makassar, pada 21 Juli 2001. Sementara di kawasan ujung utara pelabuhan, atau ujung jalan Nusantara, terdapat awal Jalan Tol Reformasi (tol lingkar Makassar) yang menghubungkan kawasan pelabuhan dengan pusat kota. Jalan tol yang hanya sepanjang 3,1 km ini dikelola oleh PT Nusantara Infrastructure Tbk. Perusahaan milik Bosowa Group ini juga jadi pengelola jalan tol Bintaro-Bumi Serpong Damai (Jakarta/Tangerang). Paotere adalah suatu pelabuhan perahu yang terletak di Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. Pelabuhan yang berjarak ± 5 km (± 30 menit) dari pusat Kota Makassar ini merupakan salah satu pelabuhan rakyat warisan tempo doeloe yang masih bertahan dan merupakan bukti peninggalan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo sejak abad ke-14 sewaktu memberangkatkan sekitar 200 armada Perahu Pinisi ke Malaka. Pelabuhan Paotere sekarang ini masih dipakai sebagai pelabuhan perahu-perahu rakyat seperti Pinisi dan Lambo dan juga menjadi pusat niaga nelayan. Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Kota Makassar berada di peringkat paling tinggi di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Makassar di atas 9%. Bahkan pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Kota Makassar mencapai angka 10,83%. Pesatnya pertumbuhan ekonomi saat itu, bersamaan dengan gencarnya pembangunan infrastruktur yang mendorong perputaran ekonomi, seperti pembangunan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, jalan tol dan sarana bermain kelas dunia Trans Studio di Kawasan Kota Mandiri Tanjung Bunga. Pada triwulan II tahun 2019 saja, Makassar mendapatkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) masing-masing sebesar Rp601,1 Miliar dan Rp 1 Trilliun. Penanaman Modal ini diserap 5 sektor yaitu sektor pertambangan dengan nilai paling besar yaitu Rp484,3 Miliar diikuti oleh sektor industri mineral non logal sebesar Rp377,1 Miliar, jasa lainnya sebesar Rp169,2 Miliar, sektor listrik, gas & air sebesar Rp164,7 Miliar dan sektor industri makanan sebesar Rp100,7 Miliar. Selain investasi yang relatif besar, Makassar juga berhasil menciptakan usaha-usaha yang mengharumkan nama bangsa seperti PT CEPAT DAN BERSIH INDONESIA (QnC Laundry) yang berhasil membawa nama Indonesia ke panggung internasional melalui sebuah kompetisi laundry internasional di Milan pada tahun 2018 yang diadakan CINET, sebuah komite internasional untuk pemeliharaan tekstil. Ada juga produk terkenal dari Makassar yang banyak orang tidak tahu berasal dari Makassar yaitu Minyak Tawon yang bisa dijadikan minyak gosok, pijat dan urut. Minyak tawon ini dapat ditemukan di pusat oleh-oleh seperti Jalan Somba Opu. Ada juga Bugis Waterpark yang telah buka sejak tahun 2012 dan Jamesons Hardware Supermarket yang sudah menjamur ke seluruh Indonesia juga berasal dari Makassar. Pendidikan Data Badan Pusat Statistik Makassar mencatat jumlah Sekolah Dasar di kota ini sebanyak 473, kemudian jenjang Sekolah Menengah Pertama sebanyak 225, dan Sekolah Menengah Atas sederajat sebanyak 134. Sementara, Angka Partisipasi Murni (APM) siswa setiap jenjang pada tahun 2022, tingkat SD sebanyak 99,62%, tingkat SMP sebanyak 83,05%,dan tingkat SMA sebanyak 59,64%, jumlah partisipasi SMA menurun dibanding tahun 2021, yakni 60%. Untuk jenjang perguruan tinggi, beberapa diantaranya yakni: Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Muslim Indonesia, Universitas Fajar, Universitas Cokroaminoto, Universitas Atma Jaya Makassar, Universitas Kristen Indonesia Paulus, Universitas Bosowa Makassar, Universitas Pancasakti, Universitas Islam Makassar, Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar, Politeknik Kesehatan Makassar, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Politeknik ATI Makassar, STKIP YPUP Makassar, Universitas Patria Artha, Universitas Pejuang Republik Indonesia, Universitas Sawerigading, Universitas Indonesia Timur Makassar, Universitas Teknologi Sulawesi, Universitas Karya Dharma, Universitas Pepabri, Universitas Terbuka Makassar dan lainnya. Kesehatan Pariwisata Tempat wisata Makassar modern memiliki banyak tempat wisata yang digunakan untuk keperluan hiburan masyarakat Makassar maupun bagi wisatawan yang berasal dari kota maupun negara lain. Beberapa di antaranya yang paling digemari maayarakat makassar adalah: Pantai Losari Fort Rotterdam, merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Benteng ini merupakan peninggalan sejarah Kesultanan Gowa, Kesultanan ini pernah berjaya sekitar abad ke-17 dengan ibu kota Makassar. Kesultanan ini sebenarnya memiliki 17 buah benteng yang mengitari seluruh ibu kota. Hanya saja, Benteng Fort Rotterdam merupakan benteng paling megah di antara benteng benteng lainnya dan keasliannya masih terpelihara hingga kini. Pantai Akarena Pulau Lae-Lae Pulau Khayangan Pulau Samalona Pantai Barombong Makam Raja-Raja Tallo Pelabuhan Paotere Taman Makam Pahlawan Trans Studio Mall (Indoor Theme Park terbesar di Indonesia) Desa Wisata Delta Lakkang Benteng Panyua, Dinding benteng ini kukuh menjulang setinggi 5 meter dengan tebal dinding sekitar 2 meter, dengan pintu utama berukuran kecil. Jika dilihat dari udara benteng ini berbentuk segi lima seperti penyu yang hendak masuk ke dalam pantai. Karena benteng ini bentuknya mirip penyu, kadang juga benteng ini juga dinamakan Benteng Panynyua (Penyu). Benteng ini mempunyai 5 Bastion, yaitu bangunan yang lebih kukuh dan posisinya lebih tinggi di setiap sudut benteng yang biasanya ditempatkan kanon atau meriam di atasnya. Seni Budaya Atraksi permainan tradisional "Ma'raga", Adalah pertunjukan permainan bola raga yang dipindahkan dari kaki ke kaki atau ke tangan, pertunjukan ini dimainkan dengan suka cita. Para pemain menggunakan pakaian adat seperti passapu dan sarung, biasanya dimainkan oleh 6 orang pemain. Pertunjukan ini akan semakin menarik ketika para pemain mulai saling menopang hingga semakin tinggi dan tetap lihai memainkan bola dan tidak terjatuh ke tanah. Atraksi permainan rakyat "Mappadendang". Tarian magis "Pepe-pepeki ri Makka". Tarian ritual Bissu "Ma'giri". Pemain gendang "Gandrang Bulo". Tarian-tarian tradisional seperti Tari Pakarena. Kota Kembar Lismore, Australia - Mobile, Alabama, Amerika Serikat Peshawar, Pakistan Constanța, Romania Banjarmasin, Indonesia Samarinda, Indonesia Balikpapan,Indonesia Tawau, Malaysia Lihat Pula Bahasa Makassar Daftar Daerah Tingkat II Daftar Perguruan Tinggi Negeri di Makassar Referensi Bacaan Lanjutan Reid, Anthony. 1999. Charting the shape of early modern Southeast Asia. Chiang Mai: Silkworm Books. ISBN 974-7551-06-3. hal. 100-154. (sejarah awal Makassar) Pranala luar Makassar Informasi Turis Situs web informasi "Semua tentang Makassar" Situs web Tanjung Bunga Makassar Makassar Makassar
4236
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Wajo
Kabupaten Wajo
Kabupaten Wajo (Bugis: ) adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sengkang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 379.396 jiwa pada tahun 2021. Sejarah Pembentukan Kerajaan Wajo Wajo berarti bayangan atau bayang-bayang (wajo-wajo). Kata Wajo dipergunakan sebagai identitas masyarakat sekitar 605 tahun yang lalu yang menunjukkan kawasan merdeka dan berdaulat dari kerajaan-kerajaan besar pada saat itu. Di bawah bayang-bayang (wajo-wajo, bahasa Bugis, artinya pohon bajo) diadakan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin adat dan bersepakat membentuk Kerajaan Wajo. Perjanjian itu diadakan di sebuah tempat yang bernama Tosora yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan Wajo. Ada versi lain tentang terbentuknya Wajo, yaitu kisah We Tadampali, seorang putri dari Kerajaan Luwu yang diasingkan karena menderita penyakit kusta. Dia dihanyutkan hingga masuk daerah Tosora. Kawasan itu kemudian disebut Majauleng, berasal dari kata maja (jelek/sakit) oli' (kulit). Konon kabarnya dia dijilati kerbau belang di tempat yang kemudian dikenal sebagai Sakkoli (sakke'=pulih; oli=kulit) sehingga dia sembuh. Saat dia sembuh, beserta pengikutnya yang setia ia membangun masyarakat baru, hingga suatu saat datang seorang pangeran dari Bone (ada juga yang mengatakan Soppeng) yang beristirahat di dekat perkampungan We Tadampali. Singkat kata mereka kemudian menikah dan menurunkan raja-raja Wajo. Wajo adalah sebuah kerajaan yang tidak mengenal sistem to manurung sebagaimana kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan pada umumnya. Tipe Kerajaan Wajo bukanlah feodal murni, tetapi kerajaan elektif atau demokrasi terbatas. Perkembangan Kerajaan Wajo Dalam sejarah perkembangan Kerajaan Wajo, kawasan ini mengalami masa keemasan pada zaman La Tadampare Puang Ri Maggalatung Arung Matowa, yaitu raja Wajo ke-6 pada abad ke-15. Islam diterima sebagai agama resmi pada tahun 1610 saat Arung Matowa Lasangkuru Patau Mula Jaji Sultan Abdurrahman memerintah. Hal itu terjadi setelah Gowa, Luwu dan Soppeng terlebih dahulu memeluk agama Islam. Pada abad ke-16 dan 17 terjadi persaingan antara Kerajaan Makassar (Gowa Tallo) dengan Kerajaan Bugis (Bone, Wajo dan Soppeng) yang membentuk aliansi Tellumpoccoe untuk membendung ekspansi Gowa. Aliansi ini kemudian pecah saat Wajo berpihak ke Gowa dengan alasan Bone dan Soppeng berpihak ke Belanda. Saat Gowa dikalahkan oleh armada gabungan Bone, Soppeng, VOC dan Buton, Arung Matowa Wajo pada saat itu, La Tenri Lai To Sengngeng tidak ingin menandatangani Perjanjian Bungaya. Akibatnya pertempuran dilanjutkan dengan drama pengepungan Wajo, tepatnya Benteng Tosora selama 3 bulan oleh armada gabungan Bone, di bawah pimpinan Arung Palakka. Setelah Wajo ditaklukkan, tibalah Wajo pada titik nadirnya. Banyak orang Wajo yang merantau meninggalkan tanah kelahirannya karena tidak sudi dijajah. Hingga saat datangnya La Maddukkelleng Arung Matowa Wajo, Arung Peneki, Arung Sengkang, Sultan Pasir, dialah yang memerdekakan Wajo sehingga mendapat gelar Petta Pamaradekangngi Wajo (Tuan yang memerdekakan Wajo). Masa Hindia Belanda Politik pasifikasi, yang dilancarkan Belanda. memaksa semua kerajaan di Sulawesi Selatan untuk tunduk. Dua sasaran utama Belanda, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Saat itu Kerajaan Wajo bersekutu dengan Kerajaan Bone. Wajo mengirim pasukan yang dipimpin oleh Jenerala Cakunu dan La Mappa Daeng Jeppu untuk membantu Kerajaan Bone. Pasukan gabungan berbagai kerajaan sekutu Bone dan Bone akhirnya kalah. Belanda kemudian berperang melawan Ranreng Tuwa. Arung Matowa saat itu, Ishak Manggabarani dipaksa oleh Belanda untuk membayar Sebbu Kati yaitu denda perang dan menandatangani perjanjian pendek. Isi dari Perjanjian pendek tersebut (korte veklaring) adalah tunduknya kerajaan lokal (Kerajaan Wajo) pada pemerintah Belanda. Belanda kemudian menjadikan Wajo sebagai onderafdeling dengan ibu kota Sengkang. Saat itu, terjadi pemindahan ibu kota dari Tosora ke Sengkang. onderafdeling Wajo (ibu kota Sengkang) bersama onderafdeling Bone (ibu kota Watampone) dan onderafdeling Soppeng (ibu kota Watangsoppeng) dibawahi oleh afdeling Bone (ibu kota Pompanua). Sedang afdeling Bone merupakan salah satu dari beberapa afdeling (Makassar, Gowa, Bonthain, Pare-pare, Palopo) yang dibawahi oleh Provinsi Groote Oost. Sedang Provinsi Groote Oost dibawahi oleh pemerintah Hindia Belanda. Adapun onderafdeling Wajo, membawahi 4 distrik yaitu, Distrik Majauleng, Distrik Sabbamparu, Distrik Takkalalla, dan Distrik Pitumpanua. Tiap Distrik membawahi Wanua. Kontroversi Arung Matowa Wajo masih kontroversi, yaitu: Versi pertama, pemegang jabatan Arung Matowa adalah Andi Mangkona Datu Soppeng sebagai Arung Matowa Wajo ke-45, setelah dia terjadi kekosongan pemegang jabatan hingga Wajo melebur ke Republik Indonesia. Versi kedua hampir sama dengan yang pertama, tetapi Ranreng Bettempola sebagai legislatif mengambil alih jabatan Arung Matowa (jabatan eksekutif) hingga melebur ke Republik Indonesia. Versi ketiga, setelah lowongnya jabatan Arung Matowa maka Ranreng Tuwa (H.A. Ninnong) sempat dilantik menjadi pejabat Arung Matowa dan memerintah selama 40 hari sebelum kedaulatan Wajo diserahkan kepada Gubernur Sulawesi saat itu, yaitu Bapak Ratulangi. Geografi Secara geografis, Kabupaten Wajo terletak pada 3°39' - 4°16' Lintang Selatan dan 119°53' - 120°27' Bujur Timur. Sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah hingga dataran rendah bergelombang dengan ketinggian wilayah 0-520 Mdpl. Hanya sebagian kecil yang berupa perbukitan di bagian utara. Bagian timur berupa dataran rendah dan pesisir Teluk Bone, termasuk pulau-pulau pasir di perairan Teluk Bone. Sedangkan bagian barat merupakan dataran aluvial Danau Tempe-Danau Sidenreng. Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Demografi Bahasa Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Wajo adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Wajo, yaitu bahasa Bugis (khususnya dialek Wajo). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Wajo dalam dua periode terakhir. Kecamatan Kabupaten Wajo dulunya terdiri dari 10 kecamatan, akan tetapi sejak tahun 2000 terjadi pemekaran hingga saat ini terdapat 14 kecamatan. Referensi Pranala luar Wajo Wajo
4238
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Buton
Kabupaten Buton
Kabupaten Buton adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kabupaten Buton terletak di Pulau Buton yang merupakan pulau terbesar di luar pulau induk Sulawesi, yang menjadikannya pulau ke-130 terbesar di dunia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Pasarwajo. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.213,00 km² dan pada tahun 2020 berpenduduk sebanyak 119.185 jiwa. Kabupaten Buton terkenal sebagai penghasil aspal terbesar di Indonesia. Asal-usul Nama Nama Buton berasal dari nama sejenis pohon, yaitu pohon butun (Barringtonia asiatica). Pohon butun tumbuh secara bebas di kawasan pelabuhan, pelayaran dan perdagangan yang berada di pesisir selatan Pulau Buton. Pohon butun banyak digunakan oleh masyarakat Buton pada tradisi membuat upacara yang dikenal sebagai kaepeta. Masyarakat setempat menggunakan daun pohon butun sebagai pengganti piring untuk makan dalam upacara tersebut. Daun pohon butun digunakan pula sebagai bahan dasar membuat ketupat yang seukuran buah butun oleh masyarakat setempat. Penamaan Buton merupakan penyerapan bahasa Melayu dari kosakata butun. Sumber-sumber historiografi lokal Buton mendukung asal-usul nama Buton dengan menyatakan bahwa Kerajaan Buton didirikan oleh empat orang imigran yang berasal dari kawasan Johor yang merupakan wilayah suku Melayu. Sejarah Pada awalnya Kabupaten Buton dengan ibu kota Baubau memiliki wilayah pemerintahan adalah bekas kerajaan Buton atau Kesultanan Buton, yaitu meliputi sebagian wilayah pulau Buton, sebagian wilayah pulau Muna, sedikit bagian pulau Sulawesi serta pulau-pulau yang ada di bagian selatan pulau Buton. Sekarang dengan adanya pemekaran daerah, wilayah itu terbagi menjadi beberapa wilayah kabupaten, yaitu: Kabupaten Buton Kota Baubau Kabupaten Wakatobi Kabupaten Bombana Kabupaten Buton Selatan Kabupaten Buton Tengah Dari keenam kabupaten/kota tersebut, yang berada pada pulau Buton adalah Kabupaten Buton, Kota Baubau, dan sebagian besar wilayah Kabupaten Buton Selatan. Kabupaten Buton Tengah terletak di sebagian besar selatan Pulau Muna dan sebagian kecil Pulau Kabaena. Untuk Kabupaten Wakatobi adalah merupakan pulau yang berada pada bagian tenggara Pulau Buton, sedangkan kabupaten Bombana terletak di barat daya daratan Sulawesi dan sebagian besar Pulau Kabaena. Geografi Batas Wilayah Kabupaten Buton memiliki wilayah daratan seluas ± 2.488,71 km² atau 248.871 ha dan wilayah perairan laut diperkirakan seluas ± 21.054 km², berbatasan dengan: Topografi dan Hidrologi Kabupaten Buton memiliki sungai–sungai, yaitu: Sungai Sampolawa di Kecamatan Sampolawa, Sungai Winto dan Tondo di Kecamata Pasar Wajo, Sungai Malaoge, Tokulo dan Sungai Wolowa di Kecamatan Lasalimu. Permukaan tanah pegunungan yang relatif rendah ada juga yang bisa digunakan untuk usaha yang sebagian besar berada pada ketinggian 100–500 m di atas permukaan laut, kemiringan tanahnya mencapai 40º. Dari sudut oceanagrafi memiliki perairan laut yang masih luas, yaitu diperkirakan sekitar 21.054.69 km² setelah berpisah dengan Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana. Wilayah perairan tersebut sangat potensial untuk pengembangan usaha perikanan dan pengembangan wisata bahari, karena disamping hasil ikan dan hasil laut lainnya, juga memiliki panorama laut yang sangat indah yang tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia. Iklim Keadaan iklim di Wilayah Kabupaten Buton hampir tidak berbeda dengan iklim yang ada di Kota Baubau, pengukuran iklim yang ada hanya di Stasion Meteorologi Kls III Betoambari. Musim hujan terjadi di antara bulan Desember sampai dengan bulan April. Pada saat tersebut, angin barat betiup dari Benua Asia serta Lautan Pasifik banyak mengandung uap air. Musim kemarau terjadi antara bulan Juli dan September, pada bulan-bulan tersebut angin timur yang bertiup dari Benua Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air. Khusus pada bulan April dan Mei di Daerah Kabupaten Buton arah angin tidak menentu, demikian pula dengan curah hujan, sehingga pada bulan-bulan ini dikenal sebagai musim pancaroba. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati hasil Pilkada Buton tahun 2012 adalah Samsu Umar Abdul Samiun,SH dan Wakil Bupati adalah Drs. La Bakrie, M.si menggantikan Ir. L.M Syafe'i Kahar. Dewan Perwakilan Komposisi perolehan kursi di DPRD Kabupaten Buton hasil Pemilu 2004 berdasarkan partai peserta pemilu dan daerah pemilihan di mana Partai Golkar mendapat kursi terbanyak dengan 6 kursi disusul oleh PBB, PPP, PAN, PNBK dan PDIP dengan 3 kursi, selanjutnya PK Sejahtera dan PBR masing-masing dengan 2 kursi dan PKPI, PKPB, P. Indonesia, PDK dan PKB masing-masing 1 kursi dari total 30 kursi di DPRD Kabupaten Buton. Kecamatan Pemekaran daerah Pada tanggal 24 Juni 2014, sesuai UU no.15 tahun 2014, Kabupaten Buton dimekarkan menjadi tiga kabupaten yakni; kabupaten Buton, Buton Selatan dan Buton Tengah. Kabupaten Buton Selatan terdiri dari kecamatan-kecamatan berikut: Batauga, Sampolawa, Siompu, Siompu Barat, Kadatua, Batu Atas dan Lapandewa. Ibu kota kabupaten ini yaitu Batauga. Kabupaten Buton Tengah terdiri dari kecamatan-kecamatan berikut: Lakudo, Gu, Sangiawambulu, Mawasangka, Mawasangka Tengah, Mawasangka Timur dan Talaga Raya. Ibu kota kabupaten ini yaitu Labungkari. Pemerintahan desa Jumlah desa/kelurahan keadaan tahun 2004 adalah 207 desa/kelurahan yang terdiri dari 183 desa dan 24 kelurahan. Menurut klasifikasi desa/kelurahan, dari 183 desa/kelurahan di Kabupaten Buton pada tahun 2004 ada sebanyak 144 desa (87,27%) merupakan desa swadaya dan sisanya 21 desa (12,73%) merupakan desa swakarya. Penduduk Jumlah penduduk Penduduk Kabupaten Buton menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2020 berjumlah 119.185 jiwa, di mana penduduk laki-laki berjumlah 60.348 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 58.837 jiwa. Struktur Umur Keadaan struktur umur penduduk menujukkan bahwa pada tahun 2004 sebesar 41,04% atau sebesar 109.045 jiwa, penduduk adalah tergolong usia muda yang berusia 15 tahun ke bawah. Ketenagakerjaan Di Kabupaten Buton pada tahun 2004 tercatat sebanyak 192.426 jiwa penduduk yang termasuk dalam penduduk usia kerja yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 94,196 jiwa atau 48,94% dan penduduk perempuan sebanyak 98.266 jiwa atau 51,06%. Jumlah penduduk yang kerja ada sebanyak 102.090 jiwa atau sebesar 88,16% dari total penduduk angkatan kerja, dapat juga dikatakan sebesar 53,04% terhadap penduduk usia kerja, sedangkan penduduk yang sedang mencari pekerjaan sebanyak 13.710 jiwa atau sebesar 11,84% dari total angkatan kerja dan 7,12% terhadap penduduk usia kerja. Sosial Pendidikan Pada tahun 2003 jumlah sekolah TK ada sebanyak 57 unit dan tahun 2004 meningkat menjadi sebanyak 69 unit sekolah. Jumlah guru juga mengalami peningkatan, tahun 2003 sebanyak 155 orang dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 197 orang. Jumlah murid tahun 2003 sebanyak 2.402 orang dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 3.007 murid. Perkembangan jumlah Sekolah Dasar dari tahun 2003 hingga tahun 2004 terus mengalami kenaikan, yaitu dari 224 unit sekolah. Walaupun demikian jumlah guru dan murid tidak selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, jumlah guru dan murid masing-masing 1.745 orang dan 45.935 orang. Namun pada tahun 2004 jumlah guru dan murid SD menurun menjadi masing-masing 1.518 orang dan 41.758 orang. ( Kec. Batauga 13 SD, Kec. Batuatas 5 SD, Kec. Lapandewa 7 SD, Kec. Sampolawa 16 SD, Kec Siompu 10 SD, Kec. Siompu Barat 7 SD dan Kec. Kadatua 8 SD ) Untuk jenjang Pendidikan SLTP pada tahun 2003 jumlah SLTP ada sebanyak 43 unit, namun pada tahun 2004 menurun menjadi 35 buah sekolah. Untuk jumlah guru pada tahun 2003 sebanyak 860 orang, namun pada tahun 2004, menurun menjadi hanya sebanyak 688 orang. Jumlah murid juga mengalami hal serupa, pada tahun 2003 sebanyak 13.062 orang, namun pada tahun 2004 menurun menjadi hanya sebesar 11.635 orang. Dari jenjang SLTA tahun 2003 jumlah sekolah ada sebanyak 12 unit sekolah, pada tahun 2004 meningkat menjadi 15 unit sekolah. Jumlah guru tahun 2003 sebanyak 260 orang dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 308 orang. Jumlah murid tahun 2003 sebanyak 3.693 orang sedangkan tahun 2004 meningkat menjadi 4.121 orang. Rasio guru terhadap sekolah pada tahun 2004 sebanyak 21 orang. Angka ini menurun jika dibandingkan tahun 2003 yang rata-rata sebanyak 22 orang. Rasio murid terhadap sekolah tahun 2004 sebanyak 308 orang dan rasio murid terhadap guru sebanyak 13 orang. Agama MBerdasarkan data DUKCAPIL tahun 2020, mayoritas penduduk di kabupaten Buton memeluk agama Islam, yaitu sebanyak 117.234 jiwa atau 98,36%. Selebihnya memeluk agama Hindu sebanyak 1.554 jiwa atau sebesar 1,30%, kemudian Kristen 0,34%, dimana Protestan 0,24% dan Katolik 0,10%. Pada tahun 2004 terdapat 260 unit masjid, 22 langgar/mushola, 8 unit gereja dan 11 unit pura. Ekonomi Mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2010. Pertanian, perkebunan, dan kehutanan Dari seluruh lahan yang ada di Kabupaten Buton, 42,08% digunakan untuk usaha pertanian. Paling luas ditanami jagung, yaitu seluas 7.453 ha, kemudian ubi kayu seluas 4.206 ha dan padi ladang seluas 2.732 ha. Sedangkan luas tanaman yang paling kecil adalah tanaman kacang kedelai. Pada tahun 2004 produksi buah-buahan yang terbanyak dihasilkan oleh mangga, yaitu sebanyak 13.721 kw diikuti pepaya sebanyak 7.619 kw dan nenas sebanyak 5.329 kw. Produksi sayur-sayuran yang terbanyak adalah labu sebanyak 2.411 kw, menyusul bawang merah sebanyak 2.294 kw, kacang panjang sebanyak 2.074 kw, kangkung sebanyak 2.003 kw, sedangkan yang terkecil produksinya adalah tanaman kacang merah dan buncis masing-masing sebanyak 149 kw dan 179 kw. Pada tahun 2004 produksi perkebunan rakyat yang terbanyak adalah jambu mete yaitu sebanyak 5.778,01 ton, menyusul kelapa dalam 1.284,17 ton, coklat/kakao 678,70 ton, kapuk 194,72 ton, kopi 174,52 ton, kemiri, 103,26 ton dan kelapa hibrida 94,78 ton. Hutan produksi pada tahun 2004 seluas 35.675 ha atau 22,58% dari jumlah hutan secara keseluruhan, menyusul hutan wisata/PPA seluas 55.458 ha (35,10%), hutan produksi terbatas seluas 27.745 ha (17,56%), hutan lindung seluas 25.100 ha (15,88%) dan hutan produksi yang dapat dikonversi 14.039 ha (8,88%). Peternakan Populasi ternak besar yang terdiri dari sapi, kerbau dan kuda pada tahun 2004 secara berturut-turut adalah 3.842 ekor, sedangkan kuda tidak ada. Pada tahun 2003 populasi sapi mengalami peningkatan sebesar 9,12% di mana tahun 2003 mencapai 3.521 ekor dan tahun 2004 meningkat menjadi 3.842 ekor. Populasi ternak kerbau jika dibandingkan dengan tahun 2003 juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 25.00% di mana tahun 2003 terdapat 4 ekor dan tahun 2004 menurun mencapai 3 ekor. Populasi ternak kecil tahun 2004 terdiri dari kambing sebanyak 13.722 ekor, babi 303 ekor dan domba tidak ada. Bila dibandingkan dengan tahun 2003 kambing mengalami peningkatan 12,06% di mana tahun 2003 sebanyak 12.245 ekor dan tahun 2004 mencapai 13,722 ekor. Sedangkan ternak babi bila dibanding tahun 2003 juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 9,39% di mana tahun 2003 terdapat 277 ekor dan tahun 2004 meningkat menjadi 303 ekor. Populasi ternak unggas seperti ayam buras tahun 2003 berjumlah 364.742 ekor, meningkat menjadi 379.639 ekor pada tahun 2004 (4,08%), populasi ternak itik/bebek tahun 2004 sebanyak 39.248 ekor meningkat sebesar 24,28% bila dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya mencapai 31.581 ekor. Perikanan Peningkatan produksi perikanan selama tahun 2004 berjumlah 124.155,40 ton yang terdiri dari perikanan laut 43,439,90 ton, hasil budidaya laut mabe sebanyak 65.640 ekor, rumput laut 15.265,50 ton yang terbanyak berada di Kecamatan Kapontori berjumlah 71.320,96 ton, menyusul Kecamatan Lasalimu 8.278,10 ton, Kecamatan Sampolawa 8.158,84 ton dan Kecamatan Mawasangka 5.945,85 ton. Industri, pertambangan, dan energi Untuk industri besar dan sedang tidak mengalami perubahan jumlah bila dibandingkan dengan tahun 2003 di mana hanya ada satu industri besar dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 105 orang dan 24 industri sedang dengan 739 orang tenaga kerja. Jumlah industri kecil pada tahun 2004 mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2003, yakni dari 61 industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 363 orang menjadi 76 industri dengan 474 orang tenaga kerja. Sedangkan untuk industri kerajinan rumah tangga meningkat jumlahnya dari 5.812 industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 9.222 orang pada tahun 2003 menjadi 5.819 industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 9.273 orang pada tahun 2004. Kabupaten Buton sebenarnya memiliki potensi pertambangan yang cukup kaya namun pada umumnya yang baru diolah secara ekonomis adalah tambang aspal. Produksi aspal Buton pada tahun 2004 adalah sebesar 21.500 ton, meningkat 77,73% bila dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya mencapai 12.096,66 ton. Jumlah pelanggan listrik negara pada tahun 2004 ada sebanyak 16.169 pelanggan dengan daya terpasang sebesar 12.322.950 VA. Sedangkan produksi listrik sebesar 9.156.633 kwh dengan tenaga listrik terjual sebesar 9.575.548 kwh serta nilai penjualan sebesar 6.070.273 ribu rupiah. Perdagangan Untuk tahun 2004 total volume komoditas yang diperdagangkan adalah sebesar 9.208,009 ton dengan nilai Rp. 432.947.969.000,- di mana komoditas perkebunan merupakan komoditas tertinggi yang diperdagangkan, yaitu sebesar 5.638,020 ton dengan nilai sebesar Rp. 24.328.624.000,- menyusul komoditas hasil perikanan sebesar 2.303 ton dengan nilai sebesar Rp. 28.336.787.000,- rupiah, sedangkan yang terendah adalah komoditas pertanian tanaman pangan yang hanya mencapai 7,30 ton dengan nilai sebesar Rp. 24.400.000,- menyusul peternakan sebesar 12.748 ton dengan nilai sebesar Rp. 10.200.000,- Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kabupaten Buton (belum ada) Situs web resmi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Buton Buton
4239
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Kendari
Kota Kendari
Kendari adalah nama kotamadya dan juga sebagai ibukota dari provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kendari diresmikan sebagai kotamadya (kini kota) dengan UU RI No. 6 Tahun 1995 tanggal 27 September 1995. Kota ini memiliki luas 271,8 km² (26.847 Ha) dan berpenduduk sebanyak 356.747 jiwa (2022). Sejarah Sejak dahulu Teluk Kendari telah dikenal oleh pelaut-pelaut nusantara maupun eropa sebagai jalur persinggahan perdagangan laut dari dan menuju Ternate atau Maluku. Pada Kartografi Portugis kuno awal abad ke-15 telah menunjukkan adanya perkampungan di Pantai Timur Celebes atau Sulawesi yang dinamakan Citta dela Baia di pesisir teluk bernama Baia du Tivorayang identik dengan Teluk Kendari. Dalam sastra lisan tua suku Tolaki, wilayah Teluk Kendari disebut dengan nama Lipu I Pambandahi, Wonua I Pambandokooha yang merupakan salah satu daerah di pesisir timur Kerajaan Konawe. Penemu, penulis dan pembuat peta pertama tentang Kendari adalah Vosmaer (berkebangsaan Belanda) tahun 1831. Pada tanggal 9 Mei 1831 Vosmaer membangun istana raja Suku Tolaki bernama TEBAU di sekitar pelabuhan Kendari dan setiap tanggal 9 Mei pada waktu itu dan sekarang dirayakan sebagai hari jadi Kota Kendari. Pada zaman kolonial Belanda Kendari adalah Ibukota Kewedanan dan Ibu kota Onder Afdeling Laiwoi. Kota Kendari pertama kali tumbuh sebagai Ibukota Kecamatan dan selanjutnya berkembang menjadi Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959, dengan perkembangannya sebagai daerah permukiman, pusat perdagangan dan pelabuhan laut antar pulau. Luas kota pada saat itu ± 31.400 km². Dengan terbitnya Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Jo. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, Kota Kendari ditetapkan sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari 2 (dua) wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga dengan luas Wilayah ± 75,76 Km². Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1978, Kendari menjadi Kota Administratif yang meliputi tiga wilayah kecamatan yakni Kecamatan Kendari, Mandonga dan Poasia dengan 26 kelurahan dan luas wilayah ± 18.790 Ha. Mengingat pertumbuhan dan perkembangan Kota Kendari, maka dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1995 Kota Kendari ditetapkan menjadi Kota Madya Daerah Tingkat II Kendari, dengan luas wilayah mengalami perubahan menjadi 296 Km². Wilayah Luas wilayah dan topografi Kota Kendari memiliki luas ± 271,8 km² atau 0,70 persen dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan dataran yang berbukit dan dilewati oleh sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Kendari sehingga teluk ini kaya akan hasil lautnya. Letak geografis Kota Kendari terletak di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Wilayah daratannya sebagian besar terdapat di daratan, mengelilingi Teluk Kendari dan terdapat satu pulau, yaitu Pulau Bungkutoko, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, berada di antara 3º54’30” - 4º3’11” Lintang Selatan dan 122º23’ - 122º39’ Bujur Timur. Wilayah Kota Kendari berbatasan dengan: Sebelah Utara: Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe Sebelah Timur: Laut Banda Sebelah Selatan: Kecamatan Moramo dan Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan Sebelah Barat: Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan dan Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe Keadaan Iklim Sekitar bulan Juni dan bulan November, arus angin selalu tidak menentu dengan curah hujan yang tidak merata. Musim ini dikenal sebagai musim pancaroba atau peralihan antara musim hujan dan musim kemarau. Pada bulan Juli sampai dengan bulan November, angin bertiup dari arah timur berasal dari benua Australia yang kurang mengandung uap air. Hal ini mengakibatkan kurangnya curah hujan di daerah ini, sehingga terjadi musim kemarau. Pada bulan Desember sampai dengan bulan April, angin bertiup banyak mengandung uap air yang berasal dari benua Asia dan Samudera Pasifik, setelah melewati beberapa lautan. Pada bulan-bulan tersebut di wilayah Kota Kendari dan sekitarnya biasanya terjadi musim hujan. Kota Kendari memiliki curah hujan yang berkisar antara 1.200–2.400 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 120–180 hari hujan per tahun. Suhu Udara Menurut data yang diperoleh dari Pangkalan Udara Wolter Mongisidi (kini Pangkalan Udara Halu Oleo) Kendari, selama tahun 2005 suhu udara maksimum 32,83 °C dan minimum 19,58 °C atau dengan rata-rata 26,20 °C. Tekanan Udara rata-rata 1.010,5 millibar dengan kelembaban udara rata-rata 87,67 persen. Kecepatan angin di Kota Kendari selama tahun 2005 pada umumnya berjalan normal, mencapai 12,75 m/detik. Pemerintahan Pemerintahan Daerah Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari berubah menjadi Kota Kendari. Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2003 telah dimekarkan menjadi 10 kecamatan dengan jumlah kelurahan setelah pemekaran pada bulan Oktober 2006 sebanyak 64 kelurahan. Kota Kendari dikepalai oleh seorang Wali kota, dalam melaksanakan tugasnya Wali kota Kendari dibantu oleh Sekretaris Wilayah Kota yang membawahi beberapa Asisten, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Inspektorat Wilayah Daerah serta dibantu oleh berbagai Instansi Dinas/Vertikal yang masing-masing mempunyai lingkup tugas yang berbeda-beda. Di setiap kecamatan dan kelurahan, Wali kota Kendari mendudukkan masing-masing seorang Camat dan seorang Lurah dalam upaya untuk membantu kelancaran pelaksanaan pembangunan dan kemasyarakatan sampai ke bawah. Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Kendari pada tahun 2003 sebanyak 221.723 jiwa meningkat menjadi 222.955 jiwa pada tahun 2004. Lalu pada tahun 2005 penduduk Kota Kendari telah mencapai 226.056 jiwa, dan tahun 2020 penduduk Kota Kendari mencapai angka 345.107 jiwa. Untuk jumlah penduduk metropolitan, Kota Kendari memiliki jumlah penduduk sebanyak 540.202 jiwa (sebagian mencakup wilayah ranomeeto dan sekitarnya). Berdasarkan data tersebut di atas, terlihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Kota selama kurun waktu tahun 2003-2005 sebesar 0,97 persen per tahun. Untuk laju pertumbuhan penduduk menurut kecamatan, laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Poasia, Kecamatan Abeli dan Kecamatan Baruga berada di atas laju pertumbuhan penduduk rata-rata Kota Kendari, yaitu masing-masing 7,00 persen 1,89 dan 1 persen. Sedangkan tiga kecamatan lainnya berada di bawah laju pertumbuhan penduduk rata-rata Kota Kendari, yaitu Kecamatan Kendari tercatat mengalami pertumbuhan negatif -3,33 persen, Kecamatan Kendari Barat -1,04 persen dan Kecamatan Mandonga sebesar 0,17 persen. Persebaran Persebaran penduduk Kota Kendari terpusat di Kecamatan Baruga berkisar 57.421 jiwa, menyusul Kecamatan Mandonga 53.605 jiwa. Hal ini tidak mengherankan karena terjadi pergeseran kegiatan perekonomian Kota Kendari dengan semakin banyaknya sarana perekonomian yang dibangun di dua Kecamatan ini. Untuk Kecamatan Poasia pada tahun sebelumnya berjumlah 33.524 jiwa, pada tahun 2005 naik menjadi 36.623 jiwa, penduduk Kecamatan Abeli menjadi 18.685 jiwa bertambah 297 jiwa dari tahun sebelumnya. Kecamatan Abeli merupakan pemekaran dari Kecamatan Poasia. Adapun penduduk Kecamatan Kendari Barat berjumlah 38.566 jiwa dan untuk penduduk Kecamatan Kendari berjumlah 21.156 jiwa. Kecamatan Kendari Barat merupakan pemekaran dari Kecamatan Kendari. Struktur Umur dan Jenis Kelamin Keadaan struktur umur penduduk di Kota Kendari menunjukkan bahwa pada tahun 2005 sepertiga jumlah penduduk, yaitu 33,06 persen dari jumlah penduduk atau sebanyak 74.735 jiwa adalah penduduk usia muda yang berumur di bawah 15 tahun. Menurut jenis kelamin, jumlah penduduk dari hasil Registrasi Penduduk 2005 adalah sejumlah 226.056 jiwa, terdiri dari 110.615 jiwa (48,93 persen) adalah laki-laki dan 115.441 jiwa (51,11 persen) adalah perempuan. Sosial Pendidikan Pada tahun pelajaran 2005/2006 jumlah TK tidak mengalami peningkatan dibanding tahun pelajaran 2004/2005, yakni berjumlah 70 unit. Namun jumlah gurunya bertambah 15 orang, yaitu dari 235 orang tahun pelajaran 2004/2005 menjadi 250 orang. Demikian pula dengan jumlah muridnya mengalami kenaikan, yaitu dari 2.589 orang tahun 2004/2005 menjadi 2.874 orang, sedangkan rasio antara murid terhadap guru sebesar 11 tetap saja bila dibandingkan dengan tahun pelajaran 2004/2005. Jumlah Sekolah Dasar pada tahun pelajaran 2005/2006 mengalami kenaikan sebesar 1 unit, yaitu pada tahun pelajaran 2004/2005 sebanyak 122 unit menjadi 123, jumlah murid mengalami kenaikan dari 34.775 orang tahun pelajaran 2004/2005 menjadi 35.275 dan jumlah guru mengalami peningkatan dari 1.405 orang tahun pelajaran 2004/2005 menjadi 1.424 orang pada tahun pelajaran 2005/2006. Rasio antara murid terhadap guru sebesar 24. Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) pada tahun pelajaran 2005/2006 terdapat 26 unit, berkurang 1 unit jika dibandingkan dengan tahun pelajaran 2004/2005 sebanyak 27 unit. Jumlah guru menurun 53 orang yakni dari 730 orang pada tahun 2004/2005 menjadi 677 orang pada tahun 2005/2006, demikian pula jumlah murid juga mengalami penurunan dari 10.776 orang pada tahun 2004/2005 menjadi 9.154 orang. Rasio antara murid terhadap guru rata-rata 13 orang pada tahun pelajaran 2005/2006. Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) pada tahun pelajaran 2005/2006 terdapat 23 unit, meningkat 3 unit bila dibandingkan dengan tahun 2004/2005 yang berjumlah 20 unit. Jumlah guru mengalami penurunan 196 orang, yakni dari 710 orang pada tahun 2004/2005 menjadi 514 orang. Jumlah murid meningkat 2.908 orang yakni dari 7.780 tahun 2004/2005 menjadi 10.688 orang. Pada tahun 2005/2006 rasio murid terhadap guru rata-rata sebanyak 21. Jumlah Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta pada tahun pelajaran 2005/2006 sebanyak 6 unit dan menampung mahasiswa sebanyak 14.628 orang pada semester ganjil dan 14.020 pada semester genap dengan tenaga dosen tetap dan tidak tetap sebanyak 1.386 orang pengajar. Kesehatan Tenaga kesehatan pada tahun 2005 terdiri dari dokter umum 35 orang, dokter gigi 17 orang dan apoteker 7 orang. Tenaga perawat mengalami kenaikan dari 122 orang pada tahun 2004 menjadi 140 orang pada tahun 2005. Adapun tenaga kesehatan lainnya meningkat dari 83 orang pada tahun 2004 menjadi 94 orang pada tahun 2005. Data bayi yang di imunisasi menurut jenis vaksin, dari 9 jenis vaksin masing-masing terdiri dari BCG 1.987 orang, DPT I sebanyak 5.738 orang, DPT II sebanyak 5.623 orang, DPT III sebanyak 5.361 orang, Polio I sebanyak 6.485 orang, Polio II sebanyak 5.533 orang, Polio III sebanyak 5.779 orang dan Campak sebanyak 5.853 orang. Data penderita penyakit terhadap 26 jenis penyakit terlihat bahwa penderita penyakit yang terbanyak pada tahun 2005 adalah penyakit ISPA sebanyak 17.769 orang, Diare sebanyak 4.053 orang, Bronchitis sebanyak 1.295 orang, Malaria Klinis sebanyak 1.283 orang dan Pneumomia sebanyak 407 orang. Peradilan Gambaran bidang keamanan di Kota Kendari terlihat pada jumlah terdakwa yang diajukan ke sidang pengadilan pada tahun 2005 sebanyak 417 orang. Jumlah tersebut terdiri dari laki-laki sebanyak 386 orang dan perempuan sebanyak 31 orang dan jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2004 laki-laki sebanyak 432 orang dan perempuan 9 orang. Jumlah kejahatan yang dilaporkan kepada pihak kepolisian selama tahun 2005 sebesar 462 kasus dan jika dibandingkan dengan jumlah kejahatan yang terjadi pada tahun 2004, berarti menurun 282 kasus. Sementara itu jumlah kejahatan yang diselesaikan oleh kepolisian sebanyak 208 kasus. Agama Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Kendari tahun 2019 mencatat jumlah pemeluk agama Islam sebanyak 318.771 orang (93,16%), kemudian pemeluk agama Kristen sebanyak 20.118 orang (5,88%) dimana Protestan sebanyak 12.699 orang (3,71%) dan Katolik 7.419 orang (2,17%). Kemudian pemeluk agama Hindu sebanyak 2.276 orang (0,67%) dan pemeluk agama Buddha 993 orang (0,29%). Jumlah tempat peribadatan di Kota Kendari hingga akhir tahun 2019 yakni Masjid sebanyak 473 bangunan, Musholla sebanyak 62 bangunan, kemudian Gereja terdapat 44 bangunan (Protestan sebanyak 39 bangunan dan Katolik sebanyak 15 bangunan), kemudian Pura sebanyak 2 bangunan dan Vihara sebanyak 5 bangunan. Sosial Lainnya Data indikator kegiatan di bidang sosial lainnya di Kota Kendari tahun 2005 jumlah penyandang cacat tercatat sebanyak 610 orang dan jompo sebanyak 862 orang. Jumlah panti asuhan tercatat sebanyak 14 buah yang menampung anak asuh sebanyak 719 orang. Perekonomian PDRB per kapita Kota Kendari tahun 2004 adalah sebesar Rp 6.920.188,- atau mengalami peningkatan sekitar 15,96 persen dari angka tahun sebelumnya sebesar Rp 5.967.486,-. Peningkatan yang dicapai tahun 2004 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan PDRB per kapita Kota Kendari yang dicapai tahun 2003, sebesar 6,35 persen. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2004 PDRB Kota Kendari setiap tahunnya memberikan sumbangan sekitar 15 persen terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara. Laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu 2001 hingga 2004 rata-rata sebesar 7,36 persen per tahun, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2004 mencapai 9,37 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 5,61 persen. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi ini masih sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu yang sama yang tercatat hanya sekitar 5,38 persen. Pertanian Rincian penggunaan tanah tersebut yang terluas adalah bangunan dan halaman sekitarnya seluas 5.493 ha atau 16,39 persen dari luas tanah di Kota Kendari. Kedua lahan yang sementara tidak diusahakan seluas 5.256 ha atau 15,43 persen dan ketiga terbesar tegal/kebun seluas 5.173 ha atau 15,43 persen. Di samping itu terdapat hutan negara seluas 4.321 ha atau 12,89 persen. Luas panen tanaman bahan makanan tahun 2005 tercatat 10.739 ton atau naik 16,88 persen dibanding tahun 2004, yang tertinggi adalah ubi kayu mencapai 8.253 ton, menunjukkan peningkatan sekitar 13,55 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 7.268 ton. Produksi jagung sebesar 932 ton yang meningkat 27,15 persen dari tahun sebelumnya sebesar 733 ton. Produksi ubi jalar sebesar 867 ton mengalami peningkatan 46,95 persen dibanding dengan tahun sebelumnya sebesar 590 ton. Produksi padi sawah 542 ton, mengalami peningkatan 3,44 persen dibanding dengan tahun sebelumnya. Data produksi buah-buahan pada tahun 2005 tercatat 16.110 kw atau naik 184,33 persen dibanding tahun 2004. Jenis buah-buahan yang mempunyai produksi tertinggi pada tahun 2005 adalah pisang sebanyak 7.576 kw, kemudian kedua pepaya sebanyak 2.572 kw dan ketiga adalah nangka sebanyak 1.374 kw. Produksi tanaman sayur-sayuran tahun 2005 menurut Kecamatan tercatat 7.320 kw atau turun sebesar 39,14 persen dibanding tahun 2004. Jenis sayuran yang produksinya paling tinggi adalah kacang panjang mencapai 6.326 kw terdapat di semua kecamatan, sedangkan produksi terendah tanaman sayur-sayuran adalah ketimun sebesar 236 kw atau 0,94 persen. Perkebunan Pada tahun 2005 untuk jenis tanaman perkebunan rakyat yang dikembangkan di Kota Kendari semua jenis tanaman mengalami peningkatan dari tahun 2004, 3 komoditas yang paling meningkat yaitu kopi dari 39,35 ton menjadi 140,70 ton pada tahun 2005 atau naik sebesar 257,56 persen, jambu mete dari 144,58 ton menjadi 641,79 ton atau naik sebesar 344 persen dan kemiri dari 21,95 ton menjadi 67,00 ton atau naik sebesar 205 persen. Peternakan Selama kurun waktu 2004-2005 populasi ternak sapi meningkat dari 2.226 ekor menjadi 2.249 ekor atau naik 1,03 persen, ternak kerbau naik dari 23 ekor menjadi 31 ekor atau naik 34,78 persen. Populasi ternak kecil menurut kecamatan selama kurun waktu 2004-2005 adalah ternak kambing meningkat dari 2.204 ekor menjadi 2.471 ekor atau naik 12,11 persen per tahun. Perkembangan populasi ternak unggas selama kurun waktu tahun 2004-2005 naik dari 639.520 ekor menjadi 657.525 ekor atau naik 2,82 persen per tahun. Jumlah ternak besar yang dipotong dan produksi daging pada tahun 2005 sebanyak 6.149 ekor atau naik sebesar 0,87 persen dari tahun 2004. Jumlah ternak kecil yang dipotong dan hasil produksi daging pada tahun 2005 sebanyak 782 ekor atau naik 13,83 persen dari tahun 2004. Jumlah ternak unggas yang dipotong dan hasil produksi pada tahun 2005 sebanyak 810.833 ekor atau naik sebesar 13,81 persen dibanding tahun 2004. Produksi telur unggas pada tahun 2005 tercatat 1.158.135 butir atau naik sebesar 10,33 persen dibanding tahun 2004. Perikanan Perkembangan perikanan di Kota Kendari meliputi perikanan laut (perairan) dan perikanan darat (tambak dan kolam). Pada tahun 2005 luas areal tambak yang terolah tercatat 197 ha atau 74,90 persen dari luas areal potensi tambak, sedangkan luas areal kolam yang terolah tercatat 56.25 ha atau 11,25 persen dari luas areal potensi kolam. Hasil produksi ikan pada tahun 2005 tercatat 93.98 ton atau naik 4,92 persen dibanding tahun 2004. Hasil produksi ikan tersebut terdiri dari produksi perikanan laut 25.487.74 ton (99,63 persen) dan perikanan darat 93.98 ton (0,37 persen), sedangkan nilai jual hasil produksi perikanan darat pada tahun 2005 sebesar Rp 1.829.1 juta atau naik sebesar 5,99 persen dibanding tahun 2004. Kontribusi nilai hasil tambak 100 persen dari total nilai produksi perikanan darat. Industri Dari hasil Survei Industri menunjukkan bahwa jumlah perusahaan industri besar/sedang di Kota Kendari tahun 2004 sebanyak 18 buah perusahaan dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.123 orang. Menurut status pekerjaan mereka, terdapat sebanyak 1.680 orang atau 79,13 persen adalah tenaga kerja produksi dan sebanyak 443 orang atau 20,87 persen adalah tenaga kerja lainnya. Pengeluaran perusahaan industri besar/sedang untuk tenaga kerja tahun 2004 sebesar Rp 13.468,7 juta. Nilai output dan input perusahaan industri besar/sedang dapat dilihat bahwa nilai output perusahaan industri besar/sedang tahun 2004 sebesar Rp. 202.454.503 juta, sedangkan biaya inputnya sebesar Rp. 131.139.016 juta. Nilai tambah atas dasar harga pasar tahun 2004 adalah sebesar Rp 71.315,5 juta dan nilai tambah atas biaya faktor sebesar Rp 71.155,0 juta. Listrik Pada tahun 2005 tercatat jumlah langganan sebanyak 119.541 pelanggan, dan tenaga listrik yang terjual sebanyak 168.702.775 Kwh, dengan nilai penjualan naik sebesar Rp. 100.709 juta. Dibandingkan dengan tahun 2004 maka jumlah pelanggan naik sebesar 94,11 persen dari 35.361 pelanggan pada tahun tersebut. Sementara itu jumlah tenaga listrik yang terjual mengalami peningkatan yakni sekitar 98,50 persen, yaitu dari 84.988.092 Kwh pada tahun 2004 menjadi 168.702.775 Kwh pada tahun 2005, di sisi lain nilai penjualan meningkat sebesar 94,11 persen, yaitu dari Rp. 51.881,1 juta pada tahun 2004 menjadi Rp. 100.709 juta pada tahun 2005. Perkembangan daya terpasang mengalami peningkatan sebesar 57,82 % per tahun, yaitu dari 40.580 ribu Kwh tahun 2004 naik menjadi 64.044 ribu Kwh tahun 2005. Sementara itu produksi listrik juga mengalami peningkatan sebesar 12,85 persen, yaitu dari 170.955.905 Kwh tahun 2004 naik menjadi 192.927.811 Kwh pada tahun 2005. Air Minum Jumlah pelanggan air minum pada tahun 2005 terdiri dari Rumah Tangga sebanyak 15.629 pelanggan (94,02 persen), Badan Sosial dan Rumah Sakit 111 pelanggan (0,68 persen), toko, perusahaan dan industri 555 pelanggan (3,42 persen) serta instansi pemerintah 305 pelanggan (1,88 persen). Jumlah pelanggan air minum pada tahun 2005 mengalami peningkatan dibanding pada tahun 2004, yaitu bertambah sebanyak 356 pelanggan atau naik 2,24 persen. Volume air minum yang disalurkan pada tahun 2005 tercatat 3,8 juta m3 dengan nilai Rp. 8.344,98 juta. Jika dibandingkan dengan tahun 2004 berarti nilai air minum yang disalurkan naik Rp. 1.957.860 juta atau turun 19 persen. Kesehatan Perdagangan Ekspor Volume ekspor menurun sekitar 93,73 persen dari sebanyak 9.294,82 ton pada tahun 2004 turun menjadi 582,73 ton pada tahun 2005. Bersamaan dengan itu nilai ekspor juga mengalami penurunan sebesar 79,22 persen dari nilai ekspor sebesar US$ 13.224,37 juta pada tahun 2004 menurun menjadi US$ 2.747,29 juta pada tahun 2005. Impor dan neraca perdagangan Impor Kota Kendari tahun 2005 bernilai US$ 6.815,837 ribu suatu nilai yang relatif jauh lebih tinggi jika dibanding nilai impor tahun sebelumnya yang mencapai US$ 480,34 ribu atau meningkat sepuluh kali lipat lebih. Dari informasi nilai ekspor dan impor yang telah disebutkan di atas, ternyata pada tahun 2005 Kota Kendari mempunyai defisit perdagangan relatif besar mencapai US$ 2,7 juta dan cukup memprihatinkan. Perdagangan antarpulau Volume perdagangan antar pulau hasil bumi dan laut di Kota Kendari tahun 2005 sebanyak 24.297,90 ton, mengalami peningkatan jika dibanding dengan tahun 2004 yang mencapai sebanyak 19.495 ton atau naik sebesar 24,64 persen. Untuk nilai perdagangan antar pulau pada tahun 2005 menunjukkan peningkatan, yakni naik 69,67 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp. 77.096,42 juta. Berdasarkan tujuan pelabuhan bongkar, pelabuhan Surabaya merupakan tujuan utama perdagangan antar pulau keluar dari pelabuhan Kota Kendari dalam tahun 2005 baik dari segi volume maupun nilainya. Volume perdagangan yang dibongkar pada pelabuhan tersebut 21.100,40 ton dan 34.435,20 m3 atau sekitar 86,74% dari total volume perdagangan antar pulau keluar dengan nilai mencapai Rp. 128.504.827 juta atau sekitar 87,53% dari total nilai perdagangan antar pulau keluar. Transportasi dan komunikasi Panjang jalan Panjang jalan di Kota Kendari menurut klasifikasi dan statusnya dalam tahun 2005 tercatat sepanjang 508,20 km, mengalami peningkatan sebesar 7,61 persen dibanding panjang jalan tahun 2004. Berdasarkan jenis permukaan terdapat sekitar 74,80 persen beraspal sedangkan jalan yang berkondisi rusak sekitar 22,68 persen. Angkutan darat Pada tahun 2005, jenis sarana angkutan darat umum seperti sedan taksi berjumlah 773 buah, truk barang 1.218 buah dan mobil penumpang jenis mikrolet (mini bus/12-32 seat) sebanyak 3.999 buah. Angkutan laut Pada tahun 2005 total call kapal pelayaran yang masuk di Pelabuhan Kota Kendari baik pelayaran dalam negeri maupun pelayaran luar negeri sebanyak 4.308 kali, berarti mengalami penurunan sebesar 6,81 persen dibanding tahun 2004. Penurunan total call kapal tersebut di atas, mengakibatkan arus barang yang dibongkar menurun, tetapi barang yang dimuat di Pelabuhan Kendari justru mengalami peningkatan, dari 148.449 ton barang yang dimuat pada tahun 2004 menjadi 157.391 ton pada tahun 2005 atau naik 6,02 persen. Juimlah penumpang turun di Pelabuhan Kendari tampak juga mengalami penurunan sebesar 24,25 persen, dari jumlah 178.733 penumpang turun pada tahun 2004, menjadi 135.376 penumpang pada tahun 2005. Demikian pula penumpang yang naik pada tahun 2004 menjadi 134.163 penumpang naik pada tahun 2005. Angkutan udara Bandar Udara Haluoleo Lihat juga Daftar Wali Kota Kendari Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kota Kendari Situs Berita Kendari Situs web resmi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Portal Berita Sulawesi Tenggara Kendari Kota di Indonesia
4241
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kolaka
Kabupaten Kolaka
Kabupaten Kolaka adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Ibu kota kabupaten Kolaka berada di kecamatan Kolaka. Kabupaten Kolaka (induk) telah dua kali mengalami pemekaran, yakni Kabupaten Kolaka Utara, dan yang terbaru adalah Kabupaten Kolaka Timur yang telah disahkan pada akhir tahun 2012. Pasca pemekaran, kabupaten Kolaka mencakup daratan dan kepulauan yang memiliki wilayah seluas 3.283,59 Km2, dan wilayah perairan (laut) diperkirakan seluas ± 15.000 Km². Jumlah penduduk kabupaten ini pada tahun 2021 berjumlah 238.352 jiwa, dengan kepadatan 73 jiwa/km2. Dari luas wilayah tersebut Kabupaten Kolaka dibagi dalam 12 (dua belas) Kecamatan. Bupati Kolaka saat ini adalah H. Ahmad Safei yang mana sebelumnya telah di dahului oleh DR. H. Buhari Matta, SE., M.Si. yaitu pada periode sebelumnya yaitu (periode 2009-2014). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kolaka tahun 2011 atas dasar harga konstan 2011 adalah Rp. 3,312,711.080.000,- dengan pertumbuhan PDRB dalam kurun waktu 2007–2011, yaitu tahun 2007 sebesar 9,23% dan tahun 2011 sebesar 13,07%. Berdasarkan harga berlaku tahun dasar 2007 PDRB Perkapita pada tahun 2008 adalah sebesar Rp. 17,008,316.14,- sedangkan tahun 2011 sebesar Rp. 22,604,244.21,- sehingga dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 mengalami kenaikan. Geografi Luas dan Batas Wilayah Kabupaten Kolaka mencakup jazirah daratan dan kepulauan yang memiliki wilayah daratan seluas 3.283,64 km² dan wilayah perairan/laut diperkirakan seluas ± 15.000 km², berbatasan dengan: Topografi dan Hidrologi Keadaan permukaan wilayah Kabupaten Kolaka umumnya terdiri dari gunung dan bukit yang memanjang dari utara ke selatan, memiliki beberapa sungai yang memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga, kebutuhan industri, kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan irigasi serta pariwisata. Kabupaten Kolaka dipandang dari sudut oseanografi memiliki perairan (laut) yang sangat luas, yaitu diperkirakan mencapai ± 15.000 km2. Iklim Wilayah daratan Kabupaten Kolaka mempunyai ketinggian umumnya di bawah 1.000 meter dari permukaan laut dan berada di sekitar daerah khatulistiwa maka daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara minimum sekitar 10 °C dan maksimum 31 °C atau rata-rata antara 24 °C - 28 °C. Pemerintahan Bupati Bupati yang menjabat saat ini di Kolaka ialah Ahmad Safei, didampingi wakil bupati, Muhammad Jayadin. Dewan Perwakilan Jumlah anggota DPRD tahun 2019 sebanyak 30 orang yang berasal dari 11 Partai Politik. Produk hukum yang dihasilkan pada tahun 2010 sebanyak 65 produk hukum, yaitu 15 Perda, 28 Keputusan DPRD, 5 Keputusan Pimpinan dan Keputusan Panitia Musyawarah sebanyak 17 buah. Kecamatan Demografi Jumlah Penduduk Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Kolaka sebanyak 314.812 jiwa yang terdiri dari 161.679 laki-laki dan 153.133 perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk pada kurun waktu tahun 2000–2010 rata-rata sebesar 2,79% per tahun. Semnentara pasca terjadinya pemekaran wilayah, pada tahun 2021 jumlah penduduk kabupaten Kolaka sebanyak 241.366 jiwa. Persebaran Penduduk Persentase persebaran penduduk yang berada di bawah 5% adalah Kecamatan Tanggetada, Kecamatan Baula, dan Kecamatan Uluiwoi. Keadaan struktur umur penduduk pada tahun 2005 menunjukan bahwa penduduk usia muda atau berumur di bawah 15 tahun sekitar 35,15%. Beberapa tahun terakhir angka rasio jenis kelamin cenderung stabil pada angka 105 yang berarti setiap ada 100 perempuan ada sebanyak 105 laki-laki. Ketenagakerjaan Pada tahun 2005 secara keseluruhan TPAK Kabupaten Kolaka sebesar 116.405 orang di mana sebelumnya pada tahun 2004 terdapat sebanyak 156.617 orang. Angka tersebut belum dapat dijadikan sebagai pedoman karena angkatan kerja pada tahun 2004 masih menyatu dengan Kabupaten Kolaka Utara. Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Kolaka, terlihat bahwa sektor pertanian masih paling banyak menyerap tenaga kerja, yaitu sebesar 71.415 orang. Sosial Pendidikan Dilihat dari ratio murid terhadap guru pada tahun 2005/2006, yaitu untuk SD sebesar 23, SLTP sebesar 20 dan SLTA sebesar 13 sebenarnya sudah cukup ideal. Hanya yang menjadi masalah bahwa seorang guru tidak mengajar/tatap muka secara terus-menerus, sehingga sebuah kelas tetap memiliki jumlah siswa lebih dari 30 orang dengan seorang guru yang sedang mengajarnya. Kesehatan Tenaga kesehatan pada tahun 2004 sebanyak 320 orang dan pada tahun 2005 naik menjadi 906 orang, sehingga tenaga kesehatan yang tersebar sudah cukup memadai untuk menangani pasien yang ada. Ekonomi Pertanian dan Perkebunan Pada tahun 2005 tanaman padi mengalami penurunan luas panen dari semula tahun 2004 sebanyak 22.120 ha menjadi 22.093 ha pada tahun 2005. Cengkih pada tahun 2004 luas arealnya 1.610,89 ha sedangkan tahun 2005 meningkat menjadi 1.635,34 ha. Komoditas jambu mete luasnya mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2004 seluas 4.706,88 ha dan tahun 2005 menjadi 4.441,38 ha, namun produksinya justru mengalami peningkatan. Produksi Kakao terus mengalami penurunan akibat serangan hama, petani lokal beralih dan menanam Lada Putih, Pala, Nilam, dan Cabe. Peternakan dan Perikanan Populasi ternak sapi pada tahun 2004 sebanyak 33.705 ekor mengalami kenaikan pada tahun 2005 menjadi 34.738 ekor. Kecamatan Watubangga selama ini dikenal sebagai pusat ternak di Kabupaten Kolaka seperti sapi, kerbau dan kambing. Populasi ternak unggas ayam ras terbanyak terdapat di Kecamatan Baula sebesar 351.404 ekor pada tahun 2005. Pada tahun 2005 produksi ikan tercatat sebesar 25.373,20 ton yang terdiri dari produksi ikan laut sebesar 19.253,30 ton dan ikan darat sebanyak 6.119,90 ton. Industri dan Pertambangan Perusahaan industri besar/sedang yang sangat menonjol adalah Pabrik Fero Nikel PT. Aneka Tambang di Kecamatan Pomalaa. Pada tahun 2004 pabrik Feni 3 dan sudah beroperasi pada tahun 2005. Jumlah perusahaan industri kimia selama 5 tahun mengalami kenaikan dari 291 perusahaan tahun 2001 menjadi 304 perusahaan pada tahun 2005, dengan nilai investasi sebesar Rp. 1.169.366.000,- pada tahun 2001 menjadi Rp.1.950.846.000,- tahun 2005 serta nilai produksi naik dari Rp.734.351.000,- pada tahun 2001 menjadi Rp. 1.394.855.000,- tahun 2005. Perusahaan industri logam dan mesin tahun 2005 sebanyak 168 perusahaan, kenaikan tersebut diikuti kenaikan jumlah tenaga kerja dari 1.177 orang tahun 2001 menjadi 1.256 orang tahun 2005, investasi Rp. 2.205.069.000,- tahun 2001 menjadi Rp. 3.051.561.000,- tahun 2005 dan produksi perusahaan menjadi Rp. 4.119.607.000,- tahun 2005. Di Kabupaten Kolaka terdapat pertambangan Nikel dan dengan keunggulan tersebut diharapkan mampu memanfaatkan potensi yang ada semaksimal mungkin untuk menunjang perkembangan perekonomian. Nilai produksi hasil pertambangan pada tahun 2005 mengalami kenaikan produksi bijih nikel, yaitu pada tahun 2004 sebesar 1.312.411 ton dan pada tahun 2005 meningkat sebesar 1.577.602 ton. Dengan kenaikan produksi tersebut, nilai produksi juga mengalami kenaikan dari Rp. 108.237 juta pada tahun 2004 naik menjadi Rp. 148.958 juta pada tahun 2005. Perdagangan Nilai jual produksi nikel juga mengalami peningkatan, pada tahun 2004 senilai US $ 16.407.171,31,- dan tahun 2005 meningkat menjadi US $ 41.501.542,73. Namun pada ekspor ferro nikel mengalami penurunan apabila pada tahun 2004 sebesar 30.807,52 ton dan tahun 2005 sebesar 28.680,17 ton. Seiring dengan penurunan nilai ekspor, maka nilainya juga mengalami penurunan dari US $ 87.014.875,99,- pada tahun 2004 menjadi US $ 82.623.725,80,- pada tahun 2005. Nilai ekspor barang melalui Pelabuhan Pomalaa terjadi peningkatan, jika pada tahun 2004 senilai US $110.505.250.300,- pada tahun 2005 meningkat menjadi US $ 136.935.300.540.- Transportasi Panjang jalan pada tahun 2010 tercatat sepanjang 1.348,81 km yang terdiri dari jalan Negara sepanjang 8,17 km, jalan Provinsi sepanjang 162,73 km dan jalan Kabupaten sepanjang 1.168,61 km. Sarana transportasi udara tersedia di kabupaten Kolaka, yakni Bandar Udara Sangia Nibandera, yang terletak di kecamatan Tanggetada, Kolaka. Kegiatan usaha pelayaran selama tahun 2005, seperti kunjungan kapal, arus barang dan penumpang sebanyak 2.296 kunjungan kapal yang terdiri dari 2.262 pelayaran dalam negeri dan 34 pelayaran luar negeri. Dari 2.262 pelayaran dalam negeri tersebut terjadi bongkar barang sebesar 269.360 ton dan muat 87.630 ton serta penumpang turun sebesar 141.116 orang dan naik 155.887 orang. Kemudian dari pelayran luar negeri tidak terdapat arus naik turun penumpang tetapi terdapat bongkar barang sebesar 25.652 ton dan muat 892.263 ton. Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kabupaten Kolaka Situs web resmi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Kolaka Kolaka
4242
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Muna
Kabupaten Muna
Kabupaten Muna adalah salah satu Daerah Tingkat II atau kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia, dengan Ibu kota di Raha. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.057,69 km² atau ± 205.769 ha. dan berpenduduk sebanyak 223.991 jiwa pada tahun 2021. Sejarah Perjuangan Pembentukan Kabupaten Muna seiring dengan perjuangan pembentukan propinsi Sulawesi tengara. Dalam perjuangan ini dilakukan secara sinergis antara tokoh muda dan tokoh tua baik yang ada di muna ataupun yang ada diperantauan, baik perorangan maupun organisasi. Tokoh Muda seperti Idrus Efendi, Halim Tobulu, La Ode Enda dan La Ode Taeda Ahmad dikenal sangat gigih memperjuangkan pembentukan Kabupaten Muna. dan Propinsi Sulawesi Tenggara. Dengan oraganisasi para militer yang dibentuknya seperti Batalyon SADAR ( Sarekat Djasa Rahasia) dan Barisan 20 mereka terus menggalang dukungan guna perwujudan pembentukan kabupaten Muna dan Propinsi Sulawesi Tenggara. Bataliyon SADAR dan Barisan 20 pada awalnya dibentuk untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan sekutu ( NICA ) yang diboncengi Belanda yang mencoba kembali untuk melakukan penjajaahan terhadap Indonesia yang telah memproklamirkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945. Dengan Jiwa patriotism yang tinggi Tokoh-Tokoh Muna tersebut melakukan perlawanan melalui gerakan bawah tanah dan perang terbuka. Tujuannya adalah mengusir colonial tersebut dari bumi Indonesia dalam hal ini termasuk di Muna. Fase I (Pertama), Pemerintahan Swapraja Pemerintahan Muna pada fase ini berstatus Swapraja dengan raja yang terakhir Laode Pandu yang dilantik oleh pemangku adat menjadi Raja Muna tanggal 24 Februari 1947 di Kota Wuna. Pada fase ini tidak dapat dilepaskan dengan perjuangan mempertahankan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Para pejuang Muna dengan dipelopori tokoh-tokoh Muna melakukannya dengan cara-cara yang lebih cerdik. Para tokoh dan rakyat pejuang daerah Muna baik perorangan maupun organisasi perjuangan antara lain Batalyon Sadar (Serikat Djasa Rahasia), Barisan 20 dan lain-lain. Mereka dipimpin oleh para tokoh dianataranya, Laode Muh Idrus Efendy dengan nama samaran Sitti Goladria, Laode Enda Anwar dengan nama samaran Soneangka, Laode Taeda Ahmad dan Halim Toboeloe. S Fase II (Kedua), Pemerintahan Kewedanan Pada fase ini ditandai dengan dibubarkan Daerah Afdeling Buton dan Laiwoi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Tenggara Nomor 18 Tahun 1951 tanggal 20 Oktober 1951. Ini didasarkan Peraturan Pemerintah (Permen) Nomor 34 Tahun 1952 tentang pembentukan 7 (tujuh) Daerah Administratif Sulawesi Tenggara, pemerintahan Muna beralih status menjadi Kewedanan bersama-sama dengan Kewedanan Buton, Kendari, dan Kolaka. Masing-masing Kewedanan dipimpin oleh seorang KPN (Kepala Pemerintahan Negeri). Dan dalam sejarahnya Kewedanan Muna dipimpin, oleh : Abdul Razak, Ngitung, Andi Pawilloi, H Lethe, H Suphu Yusuf, Andi Jamuddin, F Latana. Fase III (Ketiga), Perjuangan Pembentukan Kabupaten Muna Bupati Sulawesi Tenggara yang kelima adalah Drs Laode Manarfa, tanggal 26 Juni S/D 31 Juli 1954 mengadakan sidang DPRD-SGR Sulawesi Tenggara di Raha, dengan menghasilkan ketetapan-ketetapan antara lain, Kabupaten Sulawesi Tenggara meliputi Kewedanan Kendari, Kolaka, dan Boea Pinang. Hasil keputusan tersebut harus mendapat persetujuan Pemerintah Pusat, sehingga untuk kepentingan perjuangan tersebut, anggota DPRD-SGR Sulawesi Tenggara berangkat ke Jakarta. Delegasi Muna diwakili oleh Laode Ado dan Supphu Yusuf. Hasil perjuangan tersebut disetujui oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 3 Januari 1955. Berdasarkan ketetapan Menteri Dalam Negeri tentang pembentukan dan pemekaran kabupaten Sulawesi Tenggara menjadi dua Kewedanan, maka terjadilah polemik dan protes dari para tokoh masyarakat dan pemuda baik di Muna maupun di Makassar. Karena tujuan akhir terbentuknya Kewedanan Muna belum terwujud. Protes dan unjuk rasa dilakukan oleh para pemuda Muna baik yang ada di Muna maupun yang ada di Makassar. Unjuk rasa tesebut selalu ditujukan kepada Laode Ado sebagai delegasi Muna yang menghadap kepada Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan kenyataan tersebut, Raja Muna, Laode Pandu mengadakan rapat pada hari Senin, tanggal 12 September 1955 di Raha yang dihadiri tiga Kepala Distrik, yaitu Kepala Distrik Katobu, Kepala Distrik Kabawo, Kepala Distrik Tongkuno, dan Kepala Distrik Lawa tidak hadir. Selain itu turut pula hadir para Kepala Kampung, Ketua-ketua Partai/Organisasi, Pemuka Masyarakat, dan Pihak Kepolisian. Agenda rapat yakni mendengarkan delegasi DPRD-SGR SULTRA pada bulan Januari 1955, membicarakan tentang status daerah-daerah otonom dan status swapraja. Dan keputusannya antara lain, Muna diperjuangkan untuk menjadi daerah Swatantra dengan otonomi penuh. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka hasil rapat memutuskan memberikan mandat kepada Laode Rasjid dan Laode Ado untuk melaksanakan tugas menyusun program dan menetapkan langkah perjuangan untuk terbentuknya daerah Swatantra Muna, dan membentuk daerah persiapan pembentukan Kabupaten Muna. Pemberi mandat untuk melaksanakan tugas-tugas dimaksud ditanda tangani oleh sebanyak 102 orang. Selanjutnya, pada tanggal 5 Agustus 1956, para tokoh masyarakat Muna di Makassar yang tergabung dalam PRIM (Persatuan Rakyat Indonesia Muna), membentuk panitia pembentukan kabupaten Muna yang ditanda tangani oleh Laode Walanda sebagai Ketua dan Laode Hatali sebagai sekretaris yang ditujukan kepada MENDAGRI di Jakarta dan Gubernur Sulawesi Selatan di Makassar dan 13 alamat lainnya Tanggal 2 September 1956 dibentuk Panitia Dewan Penuntut Kabupaten Muna di Raha dengan Ketua dan Sektretarisnya masing-masing Laode Hibi dan Laode Tuga dan disetujui oleh Raja Muna. Gelombang penuntutan pembentukan daerah setingkat Kabupaten juga muncul dari generasi muda Muna yang ada di Makassar. Pada tanggal 8 Februari 1958 terbentuk panitiaa penuntutan percepatan pembentukan Kabupaten Muna Muna dengan Ketua La Ode Walanda dan sekretaris Ando Arifin. Panitia ini kemudian mengutus delegasinya untuk mengahadap MENDAGRI di Jakarta. Delegasi ini dipimpin oleh La Ode Muh. Idrus Efendi. Tanggal 20 Maret 1958 Pemerintah Swapraja Buton mengeluarkan Surat Pernyataan yang ditanda tangani Sultan Buton Laode Falihi, yang intinya menyetujui terbentuknya Kabupaten Muna. Mengenai batas-batas akan ditetapkan pada perundingan-perundingan yang akan datang. Sebagai realisasi pernyataan Sultan Buton tersebut maka diadakan rapat bertempat di Pendopo Sri Sultan Buton, yang hadir pada rapat tersebut ialah, Drs Laode Manarfa, Kepala Daerah Sulawesi Tenggara, Laode Falihi, Sultan Buton, Laode Pandu, Raja Muna, Laode A Salam dan Laode Hude masing-masing Kepala Distrik yang diperbantukan pada Kantor Swapraja Buton, sebagai yang mewakili Buton. Hadir juga Laode Muh Shalihin, Kepala Distrik Katobu dan Laode Rianse sebagai Distrik Lawa, mewakili Muna. Wujud dari pertemuan diatas yang disertai pernyataan-pernyatan Panitia dari tiap tingkat pejabat pemerintah, maka pada tanggal 6 Desember 1958 diutuslah empat orang Delegasi Muna untuk menghadap pemerintah pusat yakni Laode Muh Idrus Efendi, La Sipala, Laode Muh Badia Rere dan Laode Ado. Adapun penyandang dana keberangkatan Delegasi adalah Ham Ahing, Darwis Tungguno dan Wahid Kuntarati Hasil perjuangan tersebut oleh Mendagri menetapkan, Pulau Sulawesi dibagi 4 (empat) propinsi yaitu Sulawesi utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Pemerintah Pusat mengajukan para delegasi agar dipenuhi syarat-syarat berdirinya propinsi Sulawesi Selatan Tenggara, antara lain Sulawesi Selatan dibagi 4 (empat) Kabupaten, yaitu KPN Kolaka, KPN Kendari, KPN Buton, dan KPN Muna. Pada tanggal 20 hingga 22 Juli 1959 diadakan rapat raksasa yang dihadiri utusan Buton, Muna, Kendari, Kolaka masing-masing 15 orang, lima orang dari staf Kepala Daerah, empat KPN, dan empat Swapraja. Musyawarah itu dipimpin langsung Laode Manarfa dan dihadiri pula oleh unsur TNI, Abdul Kahar (Kuasa Perang), H Abdul Halik (Buton), Abdul Rahim Daeng Muntu (Muna), H L Lethe (Kendari), Abdul Wahab (Kolaka). Fase IV (Empat), Terbentuknya Kabupaten Muna Setelah melalui perjuangan yang panjang oleh para tokoh pejuang Muna, dan dilakukan tanpa pamrih dalam menghadapi berbagai tantangan, maka berdasarkan berbagai pertimbangan yang logis dan pertimbangan strategis, oleh pemerintah pusat menindaklanjuti yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi, termasuk didalamnya Kabupaten Muna dengan ibukotanya Raha. Pada awal pengusulan Kabupaten Muna terdiri dari empat Ghoerah (distrik, red) yaitu distrik Katobu, Distrik Lawa, Distrik Kabawo, dan Distrik Tongkuno. Dari empat distrik itu belum memenuhi kriteria untuk membentuk suatu kabupaten, maka diadakan pendekatan dengan beberapa tokoh pada saat itu yaitu tokoh Masyarakat Kulisusu, tokoh Masyarakat Wakorumba, dan tokoh Masyarakat Tiworo Kepulauan, yang pada saat itu ketiga distrik tersebut adalah distrik Kulisusu diwakili oleh Laode Ganiru dan Laode Ago, Distrik Wakorumba diwakili oleh Laode Hami dan Laode Haju, Distrik Tiworo diwakili oleh La Baranti. Berdasarkan kesepakatan yang utuh dan bulat dari tokoh – tokoh tersebut untuk bergabung dalam pemerintahan Kabupaten Muna, maka doktrin untuk terbentuknya Kabupaten Muna sudah tidak ada masalah lagi. [] Geografi Kabupaten Muna terletak di jazirah sulawesi bagian tenggara, meliputi bagian utara pulau muna, serta pulau-pulau kecil yang tersebar di sekitar kawasan tersebut, Secara astronomis, Kabupaten Muna terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dariutara ke selatan di antara 4015’ – 5015’ Lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur di antara 122030’ – 123015’ Bujur Timur. Luas dan Batas Wilayah Luas daratan Kabupaten Muna seluas 2.057,69 km² atau 205.769 ha, berbatasan dengan: Topografi dan Hidrologi Kabupaten Muna, setelah dimekar dengan Kabupaten Muna Barat, memiliki luas wilayah daratan ± 2.057,69 km2 atau ± 205.769 ha. Secara garis besar, ketinggian daratan Kabupaten Muna bervariasi antara 0->1000 m di atas permukaan laut (dpl). Namun, sebagian besar dari luas daratan Kabupaten Muna berada pada ketinggian 25–100 m dpl, yaitu sebesar 33,13% dari luas daratan Kabupaten Muna. Sedangkan luas daratan yang mempunyai ketinggian >1000 m dpl hanya sekitar 0,02% dari luas keseluruhan daratan Kabupaten Muna. Secara geologis, Kabupaten Muna terdiri dari beberapa batuan. wilayah muna bagian selatan terdiri dari tanah podsolik merah dan kuning. Iklim Kabupaten Muna mempunyai iklim tropis seperti sebagian besar daerah di Indonesia, dengan suhu rata-rata sekitar 26–30 °C. Demikian juga dengan musim, Kabupaten Muna mengalami dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada umumnya musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai dengan Juni dimana angin yang mengandung banyak uap air bertiup dari Benua Asia dan Samudra Pasifik sehingga menyebabkan hujan. Sedangkan musim kemarau terjadi antara Juli sampai November, pada bulan ini angin bertiup dari Benua Australia yang sifatnya kering dan sedikit mengandung uap air. Secara rata-rata, banyaknya hari hujan tiap bulan pada tahun 2016 adalah 16 hari dengan rata-rata curah hujan 172,00 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 432,50 mm dengan jumlah hari hujan sebesar 21 hari hujan. Pemerintahan Kabupaten Muna merupakan kabupaten yang berada di bawah administrasi pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara. Ibukota Kabupaten Muna adalah Raha yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Muna. Susunan pemerintahan Kabupaten Muna adalah Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Dinas, Badan, Kantor, serta Sekretariat Kecamatan, dan Desa. Pemerintahan daerah juga berkoordinasi pula dengan kantor kementrian di daerah, lembaga negara setingkat kementrian di daerah, lembaga pemerintahan non kementrian di daerah. Daftar Bupati Bupati Kabupaten Muna hasil pemilihan kepala daerah tahun 2016 adalah Rusman Emba, ST. Dewan Perwakilan Komposisi jumlah anggota DPRD Kabupaten Muna yang merupakan hasil pemilu tahun 2019 sebanyak 30 orang, terdiri dari Hanura 5 orang, Demokrat 4 orang, Golkar 4 orang, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 4 orang, PKB 4 orang, Gerindra 3 orang, Nasdem 2 orang, PKS 2 orang, PAN 1 orang dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1 orang. Jumlah anggota DPRD kab. Muna adalah 30 orang yang terdiri dari 4 perempuan dan 26 laki-laki. Jumlah keputusan DPRD yang dihasilkan selama tahun 2019 adalah 63 buah. Kecamatan Pemekaran Daerah Langkah pembentukan dua wilayah otonomi baru Kota Raha dan Muna Timur masih menunggu keran moratorium terbuka. Masyarakat Muna Timur dan Kota Raha, dipastikan harus bersabar dan terus bekerja untuk mewujudkan keinginan mandiri dari Kabupaten Muna.[] Penduduk Jumlah Penduduk Penduduk Kabupaten Muna berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2020 sebanyak 223.991 jiwa yang terdiri atas 110.326 jiwa penduduk laki-laki dan 113.665 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 66.562 rumah tangga. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2016 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 92,62. Kepadatan penduduk di Kabupaten Muna tahun 2016 mencapai 105 jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga adalah 5 orang. Kepadatan Penduduk di 22 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Katobu dengan kepadatan sebesar 2.413 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Tongkuno dan Batukara masing-masing sebesar 36 jiwa/km2. Ketenagakerjaan Jumlah Pencari Kerja Terdaftar di Kabupaten Muna Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Muna pada Tahun 2015 sebesar 1.899 pekerja yang terdiri dari 874 laki-laki dan 1.027 perempuan. Proporsi terbesar pencari kerja yang mendaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berpendidikan terakhir S1 yaitu sebesar 32,23 persen (612 pekerja). Sosial Pendidikan Pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kabupaten Muna selama ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Indikator yang dapat mengukur tingkat perkembangan pembangunan pendidikan di Kabupaten Muna seperti banyaknya sekolah, guru dan murid. Pada tahun 2016 jumlah sekolah Taman Kanak-kanak (TK) yaitu 233 unit, jumlah guru pada tahun 2016/2017 yaitu 739 orang . Demikian pula jumlah murid pada tahun 2016/2017 menjadi 5.011 orang. Rasio antara guru terhadap sekolah TK adalah 47 orang, rasio murid terhadap sekolah rata-rata 47 orang dan murid terhadap guru rata-rata 20 orang. Rasio murid terhadap sekolah rata-rata 3 orang dan murid terhadap guru rata-rata 20 orang. Jumlah Sekolah Dasar pada tahun ajaran 2016 berjumlah 232 unit, jumlah guru sebanyak 2.567 orang, sedangkan jumlah murid sebanyak 52.137 orang. Rasio guru terhadap sekolah pada tahun ajaran 2005/2006 rata-rata 7 orang setiap sekolah, rasio murid terhadap sekolah rata-rata 144 orang, sedangkan rasio murid terhadap guru rata-rata 20 orang. Pada tahun ajaran 2016 jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) berjumlah 74 unit, guru berjumlah 1.324 orang dan murid sebanyak 16,934. Rasio antara guru dan sekolah rata-rata 20 orang per sekolah, rasio murid terhadap sekolah rata-rata 261 orang dan rasio murid terhadap guru rata-rata 13 orang. Jumlah Sekolah Tanjutan Tingkat Atas (SLTA) pada tahun ajaran 2016 berjumlah 55 unit, jumlah guru 857 orang dan murid sebanyak 11.976 orang. Rasio guru per sekolah pada tahun ajaran 2005/2006 rata-rata 24 orang, rasio murid terhadap sekolah rata-rata 24 orang, rasio murid sekolah rata-rata 292 orang dan murid terhadap guru rata-rata 14 orang. Jumlah perguruan tinggi tahun ajaran 20016 sebanyak 3 (tiga) unit dengan jumlah mahasiswa sebanyak 1.265 orang dan tenaga pengajar/dosen tetap dan tidak tetap sebanyak 159 orang. Kesehatan Jumlah fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Plus) pada tahun 2004 berjumlah 127 unit . Fasilitas kesehatan tersebut terdiri dari Rumah Sakit sebanyak 1 unit, Puskesmas 19 unit, Puskesmas Pembantu 100 unit dan Puskemas Plus 7 unit. Tenaga kesehatan (tenaga medis dan paramedis) tahun 2005 berjumlah 554 orang yang terdiri atas tenaga dokter 33 orang, bidan 73 orang, perawat 325 orang, SKM/Apoteker 15 orang dan tenaga kesehatan lainnya 94 orang. Agama Pada tahun 2005 terlihat bahwa jumlah sarana peribadatan sebanyak 493 buah yang terdiri atas masjid 350 buah, langgar/surau/mushallah 97 buah, gereja 24 buah dan pura/vihara 22 buah. Ekonomi Keuangan Daerah Kelancaran kegiatan pemerintah dan pembangunan sangat tergantung tersedianya biaya, baik untuk administrasi maupun kegiatan lainnya. Dana pembangunan daerah berasal dari bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pendapatan Transfer. Pada tahun anggaran 2017, realisasi pendapatan daerah otonom Kabupaten Muna, mencapai angka sebesar Rp.1106,34 miliar. Sementara itu realisasi belanja tahun 2017 berjumlah Rp.1123,65 miliar. Jumlah realisasi pendapatan daerah otonom Kabupaten Muna tahun 2017 sebesar Rp. 1106,34 miliar berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp.80,53 miliar dan pendapatan transfer Rp.1025,81 miliar. Sementara itu jumlah belanja daerah Kabupaten Muna tahun anggaran 2017 sebesar Rp.1123,65 miliar terdiri dari belanja tidak langsung sebesar Rp.666,65 miliar, belanja modal Rp.292,19 miliar, belanja tidak terduga Rp.194,55 juta, dan belanja transfer Rp.164,61 miliar. Perbankan dan Asuransi Kegiatan perbankan di Kabupaten Muna dilayani oleh beberapa bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta. Bank-bank tersebut antara lain Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Danamon, Bank Pembangunan Daerah, BPR Hara Lata, dan BNI Syariah. Selain itu, terdapat Bank Mandiri yang datanya mulai dikumpulkan sejak tahun 2018. Bank-bank tersebut melayani berbagai aktivitas masyarakat Kabupaten Muna mulai dari tabungan, deposito, pinjaman, dan kredit usaha. Pada tahun 2017 total dana di bank yang ada di Kabupaten Muna sebesar Rp.947 miliar dengan jumlah rekening sebanyak 93.492 rekening. Dana-dana tersebut berasal dari rekening giro sebanyak 2.163 rekening dengan nilai mencapai Rp.129 miliar, kemudian deposito sebanyak 937 rekening dengan nilai mencapai Rp.207,18 miliar dan rekening tabungan sebanyak 90.392 rekening dengan nilai rekening sebesar Rp.610 miliar. Untuk posisi kredit, dapat diketahui bahwa sektor lainnya merupakan sektor yang memiliki kredit paling besar di bank tahun 2017. Jumlah kredit sektor lainnya tahun 2017 sebesar Rp.320,61 miliar, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan berjumlah Rp.19,14 miliar, dan sektor bangunan jasa berjumlah Rp.3 miliar. Jumlah kredit ini tidak termasuk kredit di BNI Cabang Raha, BRI Cabang Raha, dan Bank Mandiri. Di bidang asuransi, terdapat dua jasa asuransi yang cukup diminati oleh masyarakat Kabupaten Muna, yaitu Asuransi Bumiputera dan Asuransi Jiwasraya. Keduanya memberikan polis pertanggungan kepada anggotanya sesuai kesepakatan. Pada tahun 2017 ada sebanyak 1068 polis yang diproduksi oleh lembaga asuransi dengan jumlah pertanggungan senilai Rp.15,03 miliar. Data ini tidak termasuk asuransi jiwasraya. Harga Kegiatan pencatatan harga pada kurun waktu tertentu merupakan aktivitas yang sangat penting dalam memantau kegiatan perekonomian, karena harga merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat stabilitas ekonomi atau keseimbangan antara penawaran dan permintaan akan barang dan jasa. Adapun harga yang disajikan dalam bab ini meliputi harga 9 bahan pokok dan 12 bahan pokok di kabupaten Muna. Pertanian Tanaman Pangan Pertanian tanaman pangan di Kabupaten Muna berupa padi, baik padi sawah maupun padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Secara umum, luas panen dan produksi tanaman pangan tahun 2017 ada yang mengalami kenaikan juga ada yang mengalami penurunan. Produksi padi sawah dan padi ladang tahun 2017 mengalami penaikan. Produksi padi sawah tahun 2017 sebesar 3.075,60 ton, sedangkan padi ladang mencapai 1.055,60 ton. Perkebunan Komoditas utama perkebunan Kabupaten Muna berupa jambu mete, coklat, kelapa, kopi dan kemiri. Pada tahun 2017 produksi tanaman perkebunan terbesar di kabupaten Muna adalah jambu mete yang mencapai 7.245 ton. Peternakan Populasi sapi potong di Kabupaten Muna pada tahun 2017 adalah 56.795 ekor. Produksi daging sapi potong di Kabupaten Muna pada tahun 2017 sebanyak 105.060 kg. Produksi daging ayam buras adalah produksi daging unggas terbesar di Kabupaten Muna mencapai 714.219 kg. Untuk produksi telur, ayam buras menghasilkan telur unggas terbesar yaitu mencapai 1.031.862 kg. Perikanan Produksi perikanan di Kabupaten Muna terdiri dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Pada tahun 2017 produksi perikanan tangkap mencapai 19.889,88 ton. Sementara produksi perikanan budidaya berjumlah 52.977,9 ton. Kehutanan Hutan masih merupakan salah satu kawasan Kabupaten Muna yang terbesar. Jenis kawasan hutan yang terluas di Kabupaten Muna adalah hutan produksi, yaitu sebesar 43.037,42 hektar atau 58,27 persen dari luas seluruh kawasan hutan di Kabupaten Muna. Sedangkan kawasan hutan yang paling kecil luasnya adalah kawasan konservasi yaitu seluas 10,5 hektar atau 0,01 persen dari keseluruhan luas hutan di Kabupaten Muna. Industri dan Energi Industri Pembangunan di bidang industri ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, meratakan kesempatan berusaha, meningkatkan ekspor, menunjang pembangunan daerah, serta memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Berpijak dari amanat tersebut maka pemerintah daerah Kabupaten Muna memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membuka berbagai macam kegiatan dalam bidang industri. Di Kabupaten Muna tahun 2016 tercatat ada sebanyak 320 perusahaan dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2087 orang, dengan nilai investasi sebesar 33,64 miliar dan nilai produksi 90,479 miliar. Pada Tabel 6.1.2. disajikan data industri per kecamatan. Industri terbanyak ada di Kecamatan Katobu berjumlah 74 industri. Sedangkan Kecamatan Kontukowuna paling sedikit jumlah industrinya, yaitu 1 industri. Sementara itu, Kecamatan Marobo, Towea, dan Batukara belum ada industri. Listrik Di Kabupaten Muna, kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik sebagian besar diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Rayon Raha, yang sebelumnya merupakan ranting dari PLN Cabang Bau-Bau, sedangkan bagi masyarakat yang tidak terjangkau dengan jaringan listrik dari PLN biasanya menggunakan lampu minyak tanah dan tenaga listrik non PLN sebagai alat penerangan. Jumlah pelanggan listrik berdasarkan data PLN Rayon Raha pada tahun 2017 adalah 47.285 pelanggan dengan jumlah listrik yang terjual sebanyak 56 juta KWh. Air Minum Air Minum Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan air bersih yang berdomisili di ibukota Kabupaten Muna sebagian besar dilayani oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sedangkan bagi masyarakat yang berdomisili di daerah pedesaan umumnya menggunakan air dari sumur, mata air dan air hujan. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan air bersih dewasa ini diarahkan pada peningkatan kapasitas dan perluasan jaringan air minum dengan maksimal agar dapat menjangkau masyarakat pedesaan. Pada tahun 2017, pelanggan PDAM Kabupaten Muna adalah 5.196 pelanggan. Jumlah ini tidak termasuk pelanggan khusus, yaitu pelanggan yang membeli air dengan tangki atau jerigen. Jumlah air yang disalurkan pada tahun 2017 adalah sebanyak 770.140 m³ dan nilai penjualan sebesar Rp. 4,25 miliar.[] Hotel dan Pariwisata Hotel Di Kabupaten Muna terdapat beberapa fasilitas akomodasi, seperti hotel, losmen, dan penginapan. Fasilitas penginapan ini, terpusat di Raha ibukota Kabupaten Muna dan hanya ada 1 (satu) penginapan yang ada di Wakuru ibukota Kecamatan Tongkuno. Jumlah hotel/losmen/penginapan yang ada di Kabupaten Muna tahun 2017 berjumlah 23. Jumlah kamar yang disewakan sebanyak 243 kamar dengan jumlah tempat tidur sebanyak 381 tempat tidur. Tarif hotel/losmen/ penginapan tersebut pada tahun 2017 beraneka ragam, yaitu diantara Rp. 50.000,- sampai dengan Rp. 600.000,-per malam. Pariwisata Kabupaten Muna memiliki objek wisata yang layak didatangi para pelancong. Mulai dari danau, goa hingga pantai, sampai ke spot lainnya yang tak kalah seru. Berikut ini daftar objek wisata yang ada di Kabupaten Muna [: Pantai meleura Danau Napabale Danau Motonuno Danau Moko Pantai Walengkabola Mata Air Fotuno Rete Danau Ubur-ubur Lohia Puncak Wakila Tanjung Labora Situs Peninggalan Purbakala Liang Kobori dan Metanduno Pantai Bungin Pinungan Air Terjun Kalima-lima Puncak Lakude Masalili Perdagangan Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang mampu menggerakkan perekonomian suatu wilayah. Kabupaten Muna merupakan daerah kepulauan sehingga transaksi yang terjadi sebagian merupakan perdagangan antar pulau. Nilai dan volume perdagangan antar pulau yang tercatat di Kabupaten Muna diperoleh dari Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Muna. Adapun komoditas perdagangan antar pulau yang ada di Kabupaten Muna antara lain hasil pertanian tanaman pangan berupa kacang tanah dikupas dan jagung. Hasil perkebunan, meliputi kopra, jambu mete gelondongan, jambu mete dikupas, coklat/kakao, kemiri berkulit, kelapa biji. Hasil hutan berupa kayu jati gergajian, kayu jati kasar, kayu rimba, meubel dan furnitur, serta komponen bahan bangunan. Komoditas lainnya seperti hasil perikanan dan hasil peternakan. Nilai perdagangan antar pulau di Kabupaten Muna pada tahun 2017 mencapai Rp. 402 miliar. Untuk membantu masyarakat miskin, pemerintah menyalurkan beras miskin (raskin) kepada masyarakat. Selama tahun 2017, penyaluran beras miskin di Kabupaten Muna meningkat sebesar 10 persen yaitu dari 2.381,22 ton tahun 2016 naik menjadi 2.619,36 ton pada tahun 2017. Penyaluran beras miskin terbanyak di Kabupaten Muna adalah di Kecamatan Lohia yaitu 240,12 ton. Beras yang masuk ke Kabupaten Muna melalui Perum Bulog Kansilog Raha selama tahun 2017 adalah sebanyak 4,366 juta ton. Beras tersebut berasal dari luar Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 3,946 juta ton dan yang berasal dari dalam Provinsi Sulawesi Tenggara berjumlah 420 ribu ton. Media Stasiun TV di Kota Raha RTV Raha - 60 UHF (mulai 23 Juli 2014) Transportasi dan Komunikasi Sarana angkutan dan komunikasi merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan masyarakat yang dapat mendukung terciptanya kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat. Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting dalam memperlancar kegiatan perekonomian antar wilayah. Kondisi jalan yang baik akan memudahkan mobilitas penduduk dalam melakukan kegiatan perekonomian dan kegiatan sosial lainnya. Panjang jalan di Kabupaten Muna tahun 2017 adalah 1.102,614 km yang terdiri dari 106,23 km jalan nasional, 34,40 km jalan provinsi dan 961,984 km jalan kabupaten. Angkutan Darat Angkutan darat terdiri dari kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten Muna dari tahun ke tahun senantiasa mengalami peningkatan. Peningkatan ini dikarenakan masyarakat semakin membutuhkan kendaraan untuk membantu memperlancar kegiatan sehari-hari mereka. Pada tahun 2017 jumlah kendaraan wajib uji di Kabupaten Muna sebanyak 2.759 unit. Angkutan Laut Kabupaten Muna terletak di daratan Pulau Muna bagian utara dan Pulau Buton bagian barat serta pulau-pulau lain yang ada disekitarnya. Jumlah kunjungan kapal yang berlabuh pada tahun 2017 tercatat 5.354 kunjungan kapal lebih banyak dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 5.099 kunjungan, atau mengalami peningkatan 5 persen. Sementara itu jumlah penumpang turun pada tahun 2018 berjumlah 289.289 orang dan penumpang naik berjumlah 246.329 orang. Komunikasi Kantor Pos dan Giro di Kabupaten Muna terdiri dari Kantor Pos Induk yang terdapat di Kota Raha, Kantor Pos Pembantu, Pos Keliling, Bis Surat, dan Kantor Pos Desa. Jumlah keseluruhan Kantor Pos di Kabupaten Muna pada tahun 2017 adalah 7 unit, terdiri dari Kantor Pos dan Giro 1 unit, Kantor Pos Pembantu 2 unit dan Kantor Pos Desa 4 unit. Selain melalui Kantor Pos, komunikasi dapat dilakukan melalui telepon. Kapasitas sambungan otomatis di Kantor Telkom Raha selama tahun 2017 berjumlah 3.250 sambungan. Referensi Pranala luar Situs resmi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Muna Muna
4243
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Banggai
Kabupaten Banggai
Kabupaten Banggai, adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu kota nya adalah Kecamatan Luwuk. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 9.672,70 km² (data UU No 51/1999), dan berpenduduk sebanyak 376.808 jiwa (2021). Kabupaten Banggai dulunya merupakan bekas Kerajaan Banggai yang meliputi wilayah Banggai daratan dan Banggai Kepulauan. Pada tahun 1999 Kabupaten Banggai dimekarkan menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Kabupaten Banggai merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, baik berupa hasil laut (ikan, udang, mutiara, rumput laut dan sebagainya), aneka hasil bumi (kopra, sawit, coklat, beras, kacang mente dan lainnya) serta hasil pertambangan (nikel yang sedang dalam taraf eksplorasi) dan gas (Blok Matindok dan Senoro). Sejarah Sejarah Kabupaten Banggai sangat berhubungan erat dengan Sejarah Kerajaan Banggai, oleh karena itu pembahasan sejarah Kabupaten Banggai tidak terlepas juga dengan pembahasan sejarah kerajaan Banggai. Selain itu, Sejarah Kabupaten Banggai sangat berhubungan erat dengan sejarah Pemerintahan Kolonial Belanda dan Jepang di wilayah kerajaan Banggai. Yang ketiga, sejarah Kabupaten Banggai berhubungan erat dengan sejarah pergolakan rakyat Kabupaten, untuk menuntut dan berjuang terbentuknya daerah otonom, melalui wadah "Badan Perjuangan Otonomi Daerah " disingkat "BPOD" Kabupaten Daerah Swatantra Tingkat II (DASWATI) Banggai. Hubungan erat dengan kerajaan Banggai yang paling menonjol adalah luas wilayah Kabupaten Banggai berdasarkan UU Nomor 59 Tahun 1959 tanggal 4 Juli 1959 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II di Sulawesi, sama luasnya dengan luas kerajaan Banggai. Pemerintah Belanda telah meninggalkan bekas jajahannya antara lain dengan membentuk administrasi pemerintahan Afdeling Ooskost van Celebes (907) dan Onderafdeling Banggai (1932), administrasi ini sangat digunakan oleh pemerintah Pusat dalam menyusunan UU pembentukan Kabupaten Dati II di Sulawesi. Melalui perjuangan tokoh politik, organisasi Pemuda dan Pelajar Banggai dan dukungan moril, materil dari Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) raja banggai ke-33, Syukuran Aminuddin Amir, maka terbentuk wadah perjuangan terbentuknya Kabupaten Banggai, yaitu BPOD. Anggota perjuangan BPOD Banggai adalah antara lain Djakaria Nurdin Agama (mayor ngopa kerajaan Banggai/KPN), M.H. Wauranagai (PNI), A. Momor (PKI), Jan Posuma (PSII), Ahmad Mile (NU), Badarussalam (Masyumi), Abdul Azis Larekeng (Pemuda/Pelajar Banggai). Tim ini yang langsung berjuang ke Makassar menghadap Gubernur Sulawesi Andi Pangeran Pettarani, kemudian melanjutkan perjalanan ke Jakarta menemui Menteri Dalam Negeri Sunaryo, dan menemui keberhasilan dengan dikeluarkannya UU Nomor 59 Tahun 1959 tanggal 4 Juli 1959 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II di Sulawesi. Tim BPOD Banggai lainnya yang berjuang di Luwuk-Poso-Makassar dan Jakarta, yaitu Aco Dg. Matorang (PSII), Azis Sinukun (NU), Djen Djalumang (NU), T.S.Nullah (Komite XII), Agulu Lagonah (Komite XII), H.Thalib (Muhammdiyah), Siradjuddin Datu Adam (Muhammadiyah), Malajo Ahmad (Muhammadiyah), Ema Hamid (Wanita Bangga), Ena Musa (Pemuda Banggai), Faruk Zaman (KAPPI), Kahar dangka (KAPPI/KAMI). Geografi Luas wilayah Kabupaten Banggai 9.672,70 km2 atau sekitar 14,22 persen dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dan wilayah teritorial laut 20.309,68 km2 serta panjang garis pantai sepanjang 613,25 km. Wilayah Kabupaten Banggai sebagian besar terdiri dari pegunungan dan perbukitan, sedangkan daratan rendah yang ada pada umumnya terletak di sepanjang pesisir pantai. Kabupaten Banggai dengan Ibu kota Luwuk hingga tahun 2012 secara administratif terdiri atas 23 kecamatan 339 desa/kelurahan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 oleh BPS, jumlah penduduk Kabupaten Banggai mencapai 323.872 jiwa, terdiri dari laki-laki 165.266 jiwa dan perempuan 158.606 jiwa dengan sex rasio 104. Laju pertumbuhan penduduk 0,45 persen pertahun, sedangkan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 31 jiwa/km2. Batas Wilayah Iklim dan Cuaca Kondisi iklim di Kabupaten Banggai dapat digambarkan sebagai berikut : Rata-rata curah hujan selama kurun waktu 2007-2011 yang tercatat pada Stasiun Meteorologi Bubung Luwuk berkisar antara 77,8 – 190,6 mm. Dengan curah hujan tertinggi terdapat pada bulan April sampai Juli, sedangkan curah hujan yang terendah terdapat pada bulan Agustus sampai Februari. Rata-rata hari hujan 14-18 hari perbulan. Beberapa kondisi ekstrim terjadi yaitu curah hujan tertinggi pada Tahun 2010 pada bulan Desember (284,9 mm) dan tahun 2011 terjadi pada bulan Februari (303,9 mm). Suhu udara maksimum rata-rata selang 2007-2011 tercatat 29,6 °C – 33,1 °C, Suhu udara minimum 21,7 °C – 24,8 °C. Suhu maksimum yang pernah terjadi yaitu pada bulan Februari 2010 (36,0 °C). Sedangkan suhu minimum yang pernah terjadi yaitu Bulan Mei dan Nopember 2010. Suhu udara rata-rata pada stasiun Metereologi Bubung Luwuk tahun 2007-2011 adalah 26,8 °C – 28,2 °C. Kabupaten Banggai agak berbeda dengan daerah lain pada umumnya, selama tahun 2012 mengalami musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan ini dapat digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan frekuensi curah hujan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Curah hujan tinggi terjadi pada bulan Juli sekitar 301 mm, sedang pada bulan Agustus sekitar 113,3 mm, dan rendah pada bulan September 36,1 mm. Sepanjang tahun 2012, suhu udara terendah yaitu 23,30C terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi sebesar 32,10C pada bulan Nopember. Arah angin terbanyak selama tahun 2012 yaitu dari posisi Barat dengan kecepatan rata-rata 7 knot. Kecepatan angin tertinggi pada bulan Maret dan terendah bulan Desember. Aksesibilitas Untuk menuju ke Kabupaten Banggai dapat ditempuh melalui transportasi darat, laut maupun udara. Dari Kota Palu ibukota Provinsi, menuju Luwuk ibukota Kabupaten Banggai dapat ditempuh melalui jalan darat memakai sarana perhubungan kendaraan umum yaitu bus-bus kecil dan sedang, atau dengan kendaraan carteran, menempuh jarak Palu – Luwuk sekitar 610 km, demikian pula dari Kota Makassar dapat ditempuh melalui jalur darat. Melalui transportasi udara terdapat 4 perusahaan penerbangan (Garuda, Sriwijaya Air, Wings Air dan Express Air) yang melayani rute-rute penerbangan reguler setiap hari menuju Luwuk dari Palu, Makassar dan Manado. Sedangkan pintu masuk melalui laut adalah melalui Pelabuhan Luwuk yang dilayani oleh kapal Pelni (KM.Tilong Kabila) dengan rute Luwuk ke Makassar dan Luwuk ke Kota Bitung (Manado), serta melalui Pelabuhan Pagimana yang dilayani dengan kapal penyeberangan ASDP dengan rute Pagimana-Gorontalo. Luwuk juga menjadi akses poin utama bagi transportasi lanjutan menuju ke Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabupaten Banggai Laut yang dilayani dengan kapal penyeberangan maupun kapal angkutan rakyat yang tersedia setiap hari. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pariwisata Tempat Wisata Pantai Kilo Lima Objek wisata ini ramai dikunjungi oleh masyarakat kota Luwuk karena letaknya dekat dari kota. Deretan kios, kafe serta warung makan menjadi pemandangan khas. Ombak pun Beriring menghempas pantai mengiringi keceriaan pengunjung. Bersampan, berenang, ski atau selancar merupakan atraksi yang dapat dilakukan di pantai Kilo Lima. Usai atraksi pengunjung dapat melepas kepenatan sembari menikmati makanan khas seperti nasi goreng, pisang goreng atau minuman segar. Cagar Alam Salodik Salodik memiliki panorama alam yang indah terletak 27 kilometer dari kota Luwuk. Untuk mencapai Cagar Alam (Suaka Margasatwa) Salodik ditempuh dengan kendaraan roda empat selama 40 menit dari Kota Luwuk. Daya tarik utama Cagar Alam Salodik berupa air terjun bersusun-susun. Selain air terjun, objek yang berada pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut ini memiliki hutan yang lebat. Kicauan burung dari balik dedaunan yang rimbun seakan menyapa setiap pengunjung. Karena alamnya yang indah, Belanda pernah mendirikan pesanggrahan di lokasi ini. Puing-puing tempat peristirahatan bekas peninggalan Belanda tersebut masih ada sampai sekarang. Ondorneming Tobelombang Tobelombang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Nuhon Kabupaten Banggai sekitar 425 km dari kota Palu. Menurut tetua adat Tobelombang, Bapak Drs. Abino Lumbun, Tobelombang dikenal sebagai Perkebunan Kelapa pada zaman Belanda tahun 1915. Tempat ini telah dikunjungi wisatawan asing yang senang akan wisata sejarah pada masa lampau. Anda masih dapat menyaksikan sisa Peninggalan bersejarah di tempat ini dan disekitar objek wisata ini terbentang pula pemandangan alam yang indah disekitarnya. Adat istiadat Kabupaten Banggai, memiliki adat-istiadat leluhur dari suku Loinang (Saluan), Lo'on (Balantak dan Andio), serta Lobo (Banggai, Peling dan Labobo), dan juga mempunyai nama-nama yang dipakai dalam pemerintahan zaman dulu yaitu di tingkat kabupaten dinamakan Tomundo setingkat Bupati, kemudian ada pembantu dengan nama "kapitan laut" dan "mayor ngopa", lalu ada yang dinamakan "sangaji" atau "bosanyo", lalu ada "kapitan" setingkat camat, dan "tonggon" setingkat kepala desa. Kepala desa atau yang biasa disebut tonggon dibantu oleh seorang juru tulis setingkat sekretaris desa, lalu ada kepala jaga. Di Pagimana ada 3 Kapitan yaitu Kapitan Lambangan, Kapitan Bualemo dan Kapitan Lingketeng, di wilayah Bunta ada 2 kapitan yaitu Kapitan Duhian dan Kapitan Bugis Mangantjo, kemudian di wilayah Lamala ada Kapitan Lasompoh. Dengan bahasa yang telah diteliti oleh Pusat Bahasa Indonesia Jakarta tahun 1986, 1996 dan 2001. Bahasa Saluan, Balantak, Andio dan Banggai sudah masuk dalam ISO 193-3, Registren Outhorrity, edisi 16 tahun 2012. Pada Tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Banggai 305.897 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 32 jiwa/km2 (BPS Kab.Banggai), luas wilayah 9.672,70 km2. Secara administrasi dibagi dalam 18 (delapan belas) Kecamatan, 46 Kelurahan, dan 291 Desa, serta 2 (dua) unit Pemukiman Transmigrasi. Pada tahun 2012, jumlah kecamatan bertambah 23 (dua puluh tiga). Lihat pula Kabupaten Banggai Kepulauan Kabupaten Banggai Laut Sulawesi Tengah Kerajaan Banggai Banggai Tano Monondok Referensi Pranala luar Kabupaten di Sulawesi Tengah Kabupaten di Indonesia
4244
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Buol%20Toli-Toli
Kabupaten Buol Toli-Toli
Kabupaten Buol-Tolitoli adalah bekas kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten ini dimekarkan menjadi 2 Kabupaten yakni: Kabupaten Buol, dengan ibukota Buol Kabupaten Tolitoli, dengan ibukota Baolan Buol Toli-Toli
4245
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Donggala
Kabupaten Donggala
Kabupaten Donggala adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten sekaligus pusat administrasi terletak di kecamatan Banawa. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 5.275,69 km² dan berpenduduk sebanyak 304.110 jiwa pada tahun 2020. Donggala adalah kabupaten terluas ke-7, terpadat ke-4, dan memiliki populasi terbanyak ke-4 di Sulawesi Tengah. Kabupaten Donggala terdiri dari 16 kecamatan dan 166 desa/kelurahan. Donggala mengelilingi wilayah Kota Palu, dan berbatasan dengan Parigi Moutong di bagian timur, Tolitoli di bagian utara dan timur laut, Sigi di bagian selatan, dan Sulawesi Barat di bagian barat dan barat daya. Literatur Menurut literatur Perancis kata Donggala disebut dengan kata “Dunggally.” Pemuatan kata “Dunggally” tersebut dapat dilihat dalam peta tua Pulau Sulawesi yang dibuat pada tahun 1805 yang dibuat oleh David Woodard. Namun, peta pulau Sulawesi sebelum 1805 tidak menggunakan kata "Dunggally" melainkan kata “Durate” yang dimuat dalam peta yang dibuat oleh Lodocus Hondius pada tahun 1611. Sedangkan penyebutan Donggala menurut masyarakat setempat bersumber dari nama pohon Donggala yang tumbuh di wilayah ini. Dalam literatur Cina, wilayah Donggala disebut dengan nama “Tun Chia La". Penyebutan yang berbeda-beda ini hanya berbeda secara penulisan sedangkan maknanya tetap sama. Sejarah Pra-Kemerdekaan Catatan tertua tentang Donggala ditemukan dalam sumber-sumber Tiongkok sebelum abad ke-15 yang ditulis oleh J. V. Mills dan disunting Marcell Bonet di buku Chinese Navigation (1965). Sejak tahun 1430, wilayah kota Donggala telah dikenal sebagai pelabuhan untuk memperdagangkan hasil bumi seperti kopra, damar, dan kemiri, juga ternak sapi. Di rentang waktu yang panjang itu, Donggala adalah suatu kesatuan sebagai wilayah Kerajaan Banawa, yang bersamaan dengan masuknya kekuatan kolonial seperti kongsi dagang milik kerajaan Belanda, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Pada tahun 1667, VOC melalui Traktat Banawa selanjutnya mengikat Donggala untuk kali pertama dalam perjanjian penyerahan emas. Oleh Belanda, Donggala dijadikan titik tengah di Selat Makassar untuk mengamankan jalur perdagangan laut di wilayah tersebut yang menghubungkan Makassar dan Manado. Pada tahun 1888, Belanda melalui Plakat Panjang (Lange Verklaring) – sebelumnya Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) menetapkan Donggala sebagai jalur eksklusif perusahaan kapal dagangnya, KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij). Jalur penting itu diberi nama Jalur 14. Sejak Traktat Banawa 1667, Donggala telah menjadi penting tidak hanya untuk Belanda (VOC) tapi juga bagi perebutan kuasa tiga kerajaan: Ternate, Gowa (Makassar), dan Bugis (Bone). Kepentingan di bawah pengaruh koloni Belanda itu kemudian berkaitan dengan penentuan Donggala sebagai wilayah penunjang Karesidenan Celebes en Onderhoorigheden di Makassar dan Karesidenan Midden Celebes di Manado. Jalur darat antara Donggala ke Makassar yang lebih baik dibanding Donggala ke Manado di masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Baron van der Capellen itu melahirkan sarkasme: "lebih cepat ke Eropa dari Manado, daripada dari Manado ke Sulawesi Tengah (Donggala)". Perdagangan di Donggala menjadi lebih intensif hingga memasuki abad ke-20. Intensitas perdagangan antar kota dan kegiatan ekspor-impor melalui Donggala menjadikan pelabuhan di kota itu ramai. Booming Kopra (1920-1939) menjadi kata kunci dalam catatan sejarah selanjutnya, lalu Jepang datang menggantikan Belanda, dan selanjutnya fase pergolakan-pergolakan politik nasional pasca kemerdekaan. Sebelum ditaklukkan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1904 wilayah Kabupaten Donggala adalah wilayah Pemerintah raja-raja yang berdiri sendiri-sendiri yaitu Kerajaan Palu, Kerajaan Sigi Dolo, Kerajaan Kulawi, Kerajaan Biromaru, Kerajaan Banawa, Kerajaan Tawaili, dan Kerajaan Moutong. Dalam perkembangan selanjutnya daerah ini yang merupakan bagian dari wilayah Sulawesi Tengah dijadikan afdeling Donggala yang meliputi: Onderafdeling Palu terdiri dari: Landschap Kulawi di Kulawi, Landschap Sigi Dolo di Biromaru, Landschap Palu di Palu Onderafdeling Parigi terdiri dari: Landschap Parigi di Parigi, Landschap Moutong di Moutong Onderafdeling Donggala terdiri dari: Landschap Banawa di Donggala, Landschap Tawaili di Tawaili Onderafdeling Tolitoli Setelah Kemerdekaan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1952, bahwa mulai tanggal 12 Agustus 1952, daerah Sulawesi Tengah terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, yang wilayahnya meliputi bekas Onderafdeling Palu, Donggala, Parigi dan Tolitoli; serta Kabupaten Poso yang wilayahnya meliputi bekas Onderafdeling Poso, Bungku/Mori dan Luwuk. Tanggal 12 Agustus ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Kabupaten Donggala yang diperingati setiap tahun, dengan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1952, juga disertai dengan pembentukan lembaga pemerintahan daerah serta badan-badan perlengkapan lainnya yaitu pembentukan DPRDS yang didasarkan Undang-Undang NIT No. 44 tahun 1950 dan pembentukan dinas-dinas yang terdiri dari Pertanian, Kehutanan, Perikanan Darat, Kehewanan, Pengajaran, Pekerjaan Umum, dan Kesenian. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1953 tentang pembentukan daerah tingkat II di Sulawesi Tengah, sekaligus merupakan pemekaran pertama saat sebagian wilayah daerah Kabupaten Donggala dibagi menjadi Kabupaten Donggala dan Kabupaten Tolitoli. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 1999, ibu kota Kabupaten Donggala resmi dipindahkan dari Kota Palu, dikembalikan ke Kota Donggala sendiri yang berjarak 34 km dari Kota Palu. Peristiwa Pada tanggal 28 September 2018 pukul 18.02 WITA, gempa bumi berkekuatan 7,4 Mw mengguncang daerah Donggala, Palu dan sekitarnya. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pemekaran Daerah Pada tahun 2002, terjadi pemekaran di Kabupaten Donggala, sesuai UU No. 10 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Parigi Moutong. Dalam perkembangan selanjutnya tahun 2008 melalui UU No. 27 Tahun 2008 kembali terjadi pemekaran kabupaten di Kabupaten Donggala, yaitu Kabupaten Sigi. Pariwisata Objek Wisata Pantai Tanjung Karang Kampung Wisata Labuan Bajo Pantai Boneoge Pusentasi (Pusat Laut), Towale Pantai Kaluku, Limboro Pantai Taipa Pantai Sivalenta, Sirenja Pantai Parimpi Indah, Sirenja Pantai Enu Pantai Bambarano Pantai Harapan, Salubomba Pantai Lembasada, Lembasada Pantai Surumana, Desa Surumana Pantai Tosale, Desa Tosale Pantai Batusuya, Desa Batusuya Pantai Parimpi Desa Lende Pantai Salur Sabang, Desa Sioyong Pantai Salumbone, Desa Salumbone Danau Lino, Desa Lino Danau Talaga, Desa Talaga Danau Dampelas Danau Rano, Desa Rano Desa Dombu Hutan Mangrove Gonenggati, Kabonga Besar Anjungan Gonenggati, Kabonga Kecil, Banawa Pantai Kabonga Wisata Kuliner, Kaledo Wisata Seni Budaya Pembuatan Sarung Donggala, Desa Salubomba, Limboro, Watusampu, Kola-Kola, Ganti,Kabonga Kecil, Loli,Wani Air Terjun Loli Tasiburi, Desa Loli Tasiburi Air Terjun Powelua, Desa Powelua Air Terjun Walandanu, Malei, Balaesang Air Terjun Bou, Desa Bou Air Terjun Nopubomba, Desa Nopubomba Air Terjun Bale, Desa Bale Tanantovea Tangga Bidadari, Desa Kajelata, Banawa Selatan Air Panas Sibado, Desa Sibado, Sirenja Air Panas Marana,Desa Marana, Sindue Air Panas Tambu, Desa Tambu Air Terjun Ogoamas, Sojol Utara Pulau Pasoso, Balaesang Balaesang Pulau Maputi, Desa Pangalasiang Pulau Taring, Desa Lenju Pantai Labuana, Desa LendeNtovea, Sirenja Pantai Majang, Desa Long, Damsol Pantai Seget dan Lende Tovea, Sojol Utara Pantai Taring, Desa Lenju, Sojol Utara Cagar Alam Gunung Sojol Catatan kaki Referensi Pranala luar Donggala Donggala
4246
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Palu
Kota Palu
Palu adalah sebuah kota yang di tepi laut dan sekaligus Ibukota dari provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Palu merupakan kota yang terletak di Sulawesi Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Donggala di sebelah barat dan utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Kota Palu dijuluki sebagai kota lima dimensi yang terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan, dan teluk. Letak Kota Palu dekat dengan garis khatulistiwa, dengan koordinatnya 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Pada tahun 2021, penduduk Kota Palu berjumlah 372.113 jiwa, dengan kepadatan 942 jiwa/km2. Sejarah Asal usul nama Kota Palu Asal usul nama kota Palu adalah kata Topalu'e yang artinya Tanah yang terangkat(dalam bahasa mandar) karena daerah ini awalnya lautan. Pernah terjadi gempa dan pergeseran lempeng (palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu. Ini menurut versi mandar (sekarang wilayah sulbar). Teori lain juga menyebutkan bahwa kata asal usul nama Kota Palu berasal dari bahasa Kaili bolovatu/volovatu, sejenis bambu yang tumbuh dari daerah Tawaeli sampai di daerah Sigi. Bambu sangat erat kaitannya dengan masyarakat Suku Kaili, ini dikarenakan ketergantungan masyarakat Kaili dalam penggunaan bambu sebagai kebutuhan sehari-hari mereka, baik itu dijadikan Bahan makanan, Bahan bangunan (dinding, tikar, dll), perlengkapan sehari hari, permainan (Tilako), serta alat musik (Lalove). Pembentukan kota Palu Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kerajaan yang terdiri dari kesatuan empat kampung, yaitu: Besusu, Tanggabanggo yang sekarang bernama Kelurahan Kamonji, Panggovia yang sekarang bernama Kelurahan Lere, dan Boyantongo yang sekarang bernama Kelurahan Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado pada tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888, Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda. Pada awal mulanya, Kota Palu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Pada masa penjajahan Belanda, Kerajaan Palu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan (Onder Afdeling Palu) yang terdiri dari tiga wilayah yaitu Landschap Palu yang mencakup distrik Palu Timur, Palu Tengah, dan Palu Barat; Landschap Kulawi; dan Landschap Sigi Dolo. Pada tahun 1942, terjadi pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintahan Belanda kepada pihak Jepang. Pada masa Perang Dunia II ini, kota Donggala yang kala itu merupakan ibu kota Afdeling Donggala dihancurkan oleh pasukan Sekutu maupun Jepang. Hal ini mengakibatkan pusat pemerintahan dipindahkan ke kota Palu pada tahun 1950. Saat itu, kota Palu berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) setingkat wedana dan menjadi wilayah daerah Sulawesi Tengah yang berpusat di Kabupaten Poso sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950. Kota Palu kemudian mulai berkembang setelah dibentuknya Residen Koordinator Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang menempatkan Kota Palu sebagai Ibu kota Keresidenan. Terbentuknya Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, status Kota Palu sebagai ibu kota ditingkatkan menjadi Ibu kota Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Kemudian pada tahun 1978, Kota Palu ditetapkan sebagai kota administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978. Kini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1994 Kota Palu ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Palu. Geografi Bentang alam Kota Palu membentang memanjang dari Timur ke Barat dengan luas wilayah 395,06 km2. Secara astronomis, Kota Palu terletak pada posisi 119,45 - 121,15 BT dan 0,36 - 0,56 LS. Batas Wilayah Secara geografis, Kota Palu berbatasan dengan daerah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Labuan (Kabupaten Donggala). Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Parigi Barat (Kabupaten Parigi Moutong) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Marawola dan Kecamatan Biromaru (Kabupaten Sigi) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banawa Selatan (Kabupaten Donggala) Iklim dan Cuaca Dataran Kota Palu dikelilingi oleh pegunungan dan pantai. Peta ketinggian mencatat, 376,68 Km2 (95,34%) wilayah Kota Palu berada pada ketinggian 100 - 500 mdpl dan hanya 18,38 Km2 (46,66%) terletak di dataran yang lebih rendah. Kota Palu terletak di bagian selatan khatulistiwa, menjadikan Kota Palu sebagai salah satu kota tropis terkering di Indonesia dengan curah hujan kurang dari 1.500 mm per tahun. Jarak Jarak antara ibu kota provinsi (Kota Palu) ke daerah kabupaten tergantung situasi dan kondisi lalu lintas: Pemerintahan Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Kondisi masyarakat Masyarakat Kota Palu sangat heterogen. Mayoritas penduduk kota ini adalah suku Kaili yang merupakan suku asli dari Kota Palu sekaligus suku terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu, ada juga suku asli lain dari Sulawesi Tengah yang menetap di Kota Palu seperti Pamona, Mori, dll. Ada juga suku pendatang seperti Bugis, Toraja, dan Mandar yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Gorontalo, Manado, Jawa, Bali , Arab, Tionghoa,dsb. Kesehatan Rumah sakit Ekonomi Kota Palu menjadi salah kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia bagian timur. Berbagai persiapan untuk ditetapkan Kota Palu sebagai kawasan ekonomi khusus telah dilakukan, penyiapan lahan seluas 1.520 hektare di Kecamatan Palu Utara, yang meliputi Kelurahan Pantoloan, Baiya, dan Lambara. Lahan seluas 1.520 hektare itu akan dibagi menjadi kawasan industri seluas 700 hektare, kawasan perumahan (500 hektare), kawasan pendidikan dan penelitian (100 hektare), kawasan komersial (100 hektare), daerah olahraga (50 hektare), kawasan pergudangan (50 hektare), kawasan perkebunan dan taman (20 hektare). Pariwisata Tempat Wisata Jembatan Ponulele Jembatan Ponulele atau oleh warga kota Palu, dikenal dengan Jembatan Kuning atau Jembatan IV (empat) merupakan jembatan lengkung pertama yang dibangun di Indonesia. Jembatan Kuning menawarkan pemandangan pengunungan di sisi timur dan barat Kota Palu sekaligus Teluk Palu di sisi utara. Jembatan Kuning memiliki daya tarik tersendiri, terlebih pada sore dan malam hari. Jembatan Kuning terlihat megah dengan gemerlapnya lampu-lampu yang terpasang di sepanjang jembatan. Jembatan yang panjangnya kurang lebih 250 meter, berdiri di muara Sungai Palu dan menghubungkan Kelurahan Besusu Barat di Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lere di Kecamatan Palu Barat. Namun, sayang pada tanggal 28 September 2018 sore hari pukul 18.02 WITA, gempa & tsunami yang melanda Kota Palu dan sekitarnya mengakibatkan jembatan ini hancur. Danau Sibili Danau Sibili merupakan danau alam yang terletak di Kelurahan Pantoloan, Kecamatan Tawaeli, Kota Palu. Danau ini merupakan salah satu objek wisata kebanggaan masyarakat Tawaeli karena pemandangannya yang indah. Danau yang terletak 24 km di utara pusat Kota Palu ini awalnya merupakan danau yang dijadikan tempat pemancingan ikan oleh masyarakat sekitar. Tetapi, karena seringnya pengunjung yang datang dari luar Kecamatan Tawaeli untuk datang berwisata akhirnya danau ini dijadikan salah satu objek wisata andalan di kecamatan tersebut. Danau Sibili yang indah telah menjadi tempat wisata bagi masyarakat sekitar maupun dari luar kota Palu. Wisata yang menjadi andalan di sini adalah wisata memancing dengan berbagai jenis ikan seperti mas, bawal, mujair, gabus, dll. Di pinggir danau, ada sarana yang dapat digunakan bagi Anda yang ingin menikmati keindahan danau, seperti perahu tradisional. Banua Oge (Sou Raja) Banua Oge atau Souraja adalah istana dari Kerajaan Palu pada masa sebelum kemerdekaan. Kata Souraja dapat diartikan rumah besar, merupakan rumah kediaman tidak resmi dari manggan atau raja beserta keluarga-keluarganya. Rumah orang biasa atau rakyat kebanyakan meskipun bentuk dan ukurannya sama dengan Souraja. Bangunan Souraja berbentuk rumah panggung yang ditopang sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari kayu keras seperti kayu ulin, bayan, atau sejenisnya. Atapnya berbentuk piramida segitiga, bagian depan dan belakang atapnya ditutup dengan papan yang dihiasi dengan ukiran disebut panapiri dan pada ujung bubungan bagian depan dan belakang diletakkan mahkota berukir disebut bangko-bangko. Seluruh bahan bangunan mulai dari lantai, dinding balok-balok terbagi atas tiga ruangan, yaitu: Ruang depan disebut lonta karawana yang dibiarkan kosong, berfungsi untuk menerima tamu. Dahulu sebelum ada meja kursi, di ruangan ini dibentangkan tikar atau onysa. Ruangan ini juga untuk tempat tidur tamu yang menginap. Ruangan kedua adalah ruang tengah, disebut lonta tata ugana diperuntukkan bagi tamu keluarga serta lonta rorana yaitu ruang belakang, berfungsi sebagai ruang makan, tetapi kadang-kadang ruang makan berada di lonta tatangana. Antara dinding dan dibuat kamar-kamar tidur. Khusus untuk kamar tidur perempuan atau anak-anak gadis biasanya ditempatkan di pojok belakang lonta rarana, maksudnya agar mudah diawasi oleh orang tua. Untuk tamu perempuan dan para kenalan dekat diterima di ruang makan. Ruang dapur, sumur dan jamban dibuatkan bangunan tambahan atau ruangan lain di bagian belakang rumah induk. Untuk menghubungkan rumah induk dengan dapur atau urang avu dibuatkan jembatan beratap disebut hambate atau bahasa bugis Jongke. Di bagian ini kadang-kadang dibuatkan pekuntu yakni ruangan terbuka untuk berangin-angin anggota keluarga. Di kolong dapur diberi pagar sekeliling, sedangkan di bawah rumah induk dibiarkan terbuka dan kadang-kadang menjadi ruang kerja untuk pertukangan, atau keperluan-keperluan lainnya. Sedangkan loteng rumah dipergunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka dan lain-lain. Secara keseluruhan, bangunan Souraja cukup unik dan artistik, lebih-lebih bila dilihat dari hiasannya yang berupa kaligrafi huruf Arab tertampang pada jelusi-jelusi pintu atau jendela, atau ukiran pada dinding, loteng, di bagian lonta-karavana, pinggira cucuran atap, papanini, bangko-bangko dengan motif bunga-bungaan dan daun-daunan. Semua hiasan tersebut melambangkan kesuburan, kemuliaan, keramah-tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya. Jembatan Lalove Jembatan Palu V atau disebut lalove merupakan jembatan penghubung dua kelurahan di Kecamatan Tatanga dan Kecamatan Palu selatan yang terpisah oleh sungai Palu. pembangunan Jembatan ini dibangun pada sejak Juni 2019 lalu dan diresmikan oleh bapak walikota Drs. Hidayat, M.Si pada tanggal 26 Agustus 2020. Keunikan dari jembatan ini adalah berdirinya dua tiang duplikat seruling berwana kuning atau warga Palu menyebutnya Lalove, merupakan alat musik tiup tradisional Suku Kaili yang mendiami lembah Palu, Sulawesi Tengah. Masjid 'Apung' Argam Bab Al Rahman Masjid ini memiliki luas 121 meter persegi dan mampu menampung sebanyak 150 orang. Masjid ini berlantai satu dengan empat menara di ke empat sudutnya. Masjid ini sering disebut masjid apung karena posisinya menjorok 30 meter ke laut yang seakan-akan mengapung. Panorama bentang pegunungan dan Teluk Palu menambah keindahan bagi para jamaah maupun wisatawan yang ingin menikmati wisata religi di Kota Palu. Kawasan Wisata Religi Sis Al Jufrie Kawasan ini terletak di sepanjang Jalan Sis Aljufrie, Kelurahan Boyaoge, Kecamatan Tatanga dan Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat. Dijalan ini terdapat berbagai macam objek wisata belanja dan objek wisata Religi. Objek wisata perbelanjaan yang ada disini adalah Pertokoan Palu Plaza. Di sini masyarakat kota Palu menjual berbagai macam kuliner, pakaian dan oleh - oleh. Objek wisata Religi di kawasan ini terletak di depan pertokoan Palu Plaza, yaitu Yayasan AL Khairaat Pusat yang merupakan Organisasi Islam Terbesar di Indonesia Timur. Di sana terdapat makam Idrus Bin Salim Al Jufrie (SIS AL JUFRIE) Pendiri AL Khairaat, Masjid AL Khairaat, Masjid Nurul Khairaat, dan Masjid Nur Sa'adah, juga beberapa sekolah berbasis Islam. Museum Sulawesi Tengah Museum ini adalah museum terbesar di Sulawesi Tengah, terletak di Palu Barat. Di museum ini terdapat berbagai macam replika baju adat dari semua kabupaten dan kota yang ada di Sulawesi Tengah, sejarah mengenai Sulawesi Tengah dan lain lain. Yang menarik dari museum ini adalah batu megalith berbentuk manusia yang dibuat oleh nenek moyang suku Kaili yang berasal dari Lembah Napu yang bentuknya hampir mirip dengan batu megalith berbentuk manusia di Pulau Paskah, Samudera Pasifik. Taman Ria Taman Ria merupakan objek wisata yang terletak di Kelurahan Lere, Palu Barat. Taman Ria sangat terkenal dengan pemandangan matahari terbenamnya yang indah. Apabila anda ke Taman Ria belum lengkap rasanya jika belum mencicipi jagung bakar, pisang gepe, dan saraba yang dijual oleh pedagang setempat. Taipa Beach Pantai Taipa atau yang lebih di kenal dengan sebutan Taipa Beach letaknya ditengah Kota Palu ini, kini memang menjadi ikon baru wisata di Sulawesi Tengah. Selain letaknya strategis berada tidak jauh dari pusat kota, Taipa Beach ini relatif aman dari gempuran gelombang besar karena berada diteluk Palu Taipa Beach memang cukup ideal sebagai tujuan wisata bahari. Pantainya yang bersih ditambah hangatnya sinar matahari, bisa menjadi tempat bersantai yang sangat mengasyikkan bagi anda dan keluarga. Anda juga sekaligus dapat melihat pemandangan nan elok Gunung Gawalise dari kejauhan. Pepohonan yang menghijau di pegunungan seakan membentuk gradasi warna antara birunya langit dengan jernihnya air laut. Semua ini bisa anda nikmati dari bibir pantai atau saung dan pendopo yang berdiri berjejer disepanjang kawasan pantai ini Fasilitas disini lengkap terdapat cafe, villa, gazebo, cottage dan juga kolam permandian. masuk pantai taipa ini tidak gratis alias berbayar. Monumen Tugu Nosarara Nosabatutu ( Gong Perdamaian ) Sumber Artikel : Gong Perdamaian Nusantara Palu Gong Perdamaian Nusantara atau Monumen Nosarara Nosabatutu yang dalam Bahasa Kaili (suku asli di Sulawesi Tengah) memiliki arti bersaudara dan bersatu. Di Kota Palu pembangunan monumen Gong Perdamaian Nusantara ini dilatar belakangi oleh keprihatinan atas terjadinya kekerasan sosial dan konflik di wilayah Sulawesi Tengah seperti Poso, Sigi, dan wilayah lainnya yang telah menimbulkan duka mendalam bagi masyarakat korban kekerasan sosial dan konflik di wilayah tersebut, sehingga dirasa perlu membangun simbol-simbol perdamaian di kota Palu dengan tujuan untuk mengingatkan kembali masyarakat dan generasi berikutnya agar tidak terulang lagi kekerasan sosial dan konflik di Sulawesi Tengah. Simbol perdamaian berupa Gong Perdamaian atau Monumen Nosarara Nosabatutu ini, diresmikan pada tanggal 11 Maret 2014 oleh Brigadir Dewa Parsana Kapolda Sulawesi Tengah, selaku pencetus Ide pembuatan monumen sebagai simbol perdamaian bertujuan sebagai dasar dalam membangun kebersamaan, kerukunan, dan mengajak seluruh komponen bangsa untuk ikut berperan aktif dalam mewujudkan keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya di Sulawesi Tengah. Monumen ini terletak di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Berada di atas bukit yang berjarak 2 km di belakang Mako Polda Sulawesi Tengah, tempat ini bisa dicapai melalui jalan Soekarno-Hatta dengan jalan mendaki sekitar 10 menit dengan menggunakan kendaraan. Gong Perdamaian Nosarara Nosabatutu memiliki beberapa tulisan disetiap bagiannya. Pada bagian depan gong terdiri dari 3 bagian lingkaran dan 1 bagian yang menonjol keluar. Lingkaran yang paling luar terdapat 444 logo beserta nama Kota dan Kabupaten yang ada di Indonesia. Lingkaran tengah terdapat 33 logo beserta nama Provinsi yang ada di negeri tercinta Indonesia, dan juga tulisan “GONG PERDAMAIAN NUSANTARA, SARANA PERSAUDARAAN DAN PEMERSATU BANGSA”. Bagian dalamnya terdapat 5 logo agama yang ada di Indonesia, yaitu agama Islam, Buddha, Kristen, Katolik dan Hindu. Sedangkan pada bagian tengah gong yang menonjol keluar terdapat gambar pulau Indonesia dan di atas gong terdapat tulisan UUD 1945. Selain simbol gong untuk menjaga perdamaian, di Bukit Tondo juga dibangun graha yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul dan bermusyawarah, menjadi alternatif tempat rekreasi dan hiburan masyarakat di Kota Palu. Salah satu manfaat lebih dari dibangunnya tempat tersebut, adalah adanya jalan yang membelah perbukitan dapat menghubungkan Kelurahan Tondo dengan Keluruhan Paboya, sekaligus dapat berfungsi sebagai jalan evakuasi bila ada bencana tsunami. Beragam lokasi berswa foto (selfi) yang tersedia di area ini selain juga terdapat beberapa kafe jika kita haus dan ingin menikmati minuman hangat dan makanan kecil sambil memanjakan mata dengan memandangi pemandangan hijau berbagai tumbuhan dan pepohonan yang menghiasi taman serta Teluk Palu yang indah beratapkan awan putih dan alunan live music sebagai releksasi setelah seharian penat bekerja. Tempat ini juga dilengkapi dengan mushola kecil serta toilet untuk pengunjung muslim yang akan melaksanakan solat. Untuk mencapai Gong Perdamaian, kita akan melewati taman dan Monumen Nusarara Nusabatutu yang indah, serta kita juga harus menaiki beberapa tangga. Pada lokasi tersebut setelah mengitari beberapa tangga kita dapat menaiki bangunan tugu perdamaian Palu yang terdiri dari 3 tingkat, yang menggambarkan untuk tetap menjaga 3 keseimbangan dalam hidup manusia didunia, yaitu: hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, hubungan antara manusia dengan manusia, dan hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lokasi ini menjadi spot paling favorit bagi pengunjung karena dari ketinggian pengunjung dapat berswa foto dengan latar belakang laut dan kota Palu. Bukit Doda Indah Bukit Doda terletak di gunung gawalise tepatnya di Kabupaten Sigi. Panorama alamnya cukup memanjakan mata. Puncak bukit Doda ini bisa juga disebut dengan bukit Bintang. Sebab, dapat menyaksikan banyak sekali cahaya-cahaya yang memancar dari kota Palu dan kabupaten sigi serta cahaya dari bintang-bintang di langit. Lokasi Bukit Indah Doda kira-kira 15-20 menit dari Kota Palu, tergantung dari mana berangkatnya. Misalnya, berangkat dari Palu Selatan daerah Balaikota atau pusat kota menuju sekitar Jalan Gunung Gawalise, kemudian berbelok menuju arah SMK N 4 Palu (SMK N 4 Palu ini jadi patokannya), kemudian lurus saja, jalan menuju Villa Bukit Indah Doda ini menanjak kira- kira-kira 1 km. Lokasi villa berada di sebelah kiri jalan setelah masjid Al Askar. Karena tidak ada transportasi umum yang bisa digunakan, menurut pendapat lebih baik menggunakan kendaraan pribadi, baik motor ataupun mobil agar bisa lebih leluasa menikmati waktu di villa ini. Lokasi parkiran yang cukup luas, sehingga tidak perlu khawatir. Di bukit Ini terdapat sebuah restoran & Villa di dalamnya. Ya, restoran itu bernama"The Hills Cafe Doda" Fasilitasnya cukup lengkap terdapat Kolam permandian, Penginapan/Villa, Ruang Gym, Panggung konser dan parkir yang cukup luas. Makanan Khas Kaledo/Uvempoi Kaledo/uvempoi merupakan olahan daging sapi. Kaledo berasal dari kata nakaa yang berarti keras, dan ledo yang berarti tidak dalam Bahasa Kaili dialek Ledo. Sedangkan uvempoi berasal dari kata uve yang berarti air, dan poi yang berarti asam. Kaledo/uvempoi berarti daging yang dimasak hingga empuk (tidak keras) dan memiliki kuah yang berasa asam. Makanan ini memiliki bumbu yang cukup sederhana, hanya asam jawa yang masih muda, garam, dan cabai rawit. Terdapat sedikit perbedaan antara kaledo dan uvempoi yaitu kaledo menggunakan bagian tulang kaki sapi yang masih memiliki sedikit daging yang menempel (di pasar tradisional sering disebut "tulang" saja), sedangkan uvempoi menggunakan bagian rusuk. Kadang masyarakat Palu memelesetkan kata kaledo menjadi "kaki lembu Donggala", walau sebenarnya kaledo bukan hanya berasal dari Donggala. Kaledo disajikan beserta dengan nasi putih atau singkong/ubi kayu rebus. Uta Kelo/Sayur Kelor Uta Kelo merupakan sayur yang berbahan dasar daun kelor. Kuahnya gurih terbuat dari campuran santan kelapa dan biasanya dicampur dengan berbagai bahan seperti palola ngura/terong muda, loka ngura/pisang muda, pusu/jantung Pisang, kasubi/ubi, dan lamale/udang rebon. Pendatang di Kota Palu mungkin kurang familiar dengan olahan kelor, terutama yang berasal dari Jawa di mana daun kelor sering dikaitkan dengan ritual mistis dan bukan untuk dimakan. Sebenarnya kelor yang tumbuh di Palu sedikit berbeda dengan kelor yang tumbuh di Jawa. Daun pohon kelor di Palu biasanya lebih kecil dan tipis dibandingkan kelor di Jawa yang lebih lebar dan tebal, sehingga daun kelor di Palu lebih nikmat jika dibuat sayur, apalagi masyarakat Palu khususnya Suku Kaili akan memilih daun kelor yang dekat dengan pucuknya saja untuk dibuat sayur. Daun kelor sudah terbukti memiliki nilai gizi yang tinggi, dan kini juga diolah menjadi teh herbal. Putu Berbeda dengan kue putu yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, putu khas Kota Palu memiliki cita rasa yang jauh berbeda. Putu khas Palu terbuat dari ketan/pulut putih atau hitam yang dikukus, berbeda dengan kue putu yang terbuat dari tepung beras dan diwarnai dengan daun suji. Pulut yang sudah matang kemudian dicetak meggunakan bambu dan dibaluri kelapa yang dikukur. Putu sering disantap sebagai sarapan. Putu mudah dijumpai di sekitar Pantai Talise/Kampung Nelayan, pasar tradisional, bahkan di pinggir jalan. Duo Sole Duo sole adalah makanan khas masyarakat Kota Palu. Duo sole memiliki cita rasa asin, gurih, dan pedas. Ikan duo atau dikenal juga dengan penja atau ikan nike sering disamakan dengan ikan teri, namun sebenarnya berbeda. Ikan duo adalah larva dari ikan yang memiliki nama latin Awaous melanocephalus, yang masih berkerabat dengan ikan guppies. Duo sole sering disantap dengan putu, atau uta kelo. Pallumara Pallumara merupakan makanan yang berbahan dasar ikan, kunyit, asam jawa dan cabai untuk rasa pedas. Pallumara juga merupakan makanan khas Makassar. Namun terdapat sedikit perbedaan di mana pallumara di Makassar memiliki kuah cenderung kuning dan rasa yang lebih segar, sedangkan pallumara di Palu seringkali berkuah merah dan lebih pedas. Bau Ngau/Ikan Kering Bau ngau atau ikan kering adalah salah satu makanan khas Kota Palu. Bau Ngau biasa diolah dengan cara digoreng atau dibakar dan disajikan dengan irisan cabai, bawang merah, tomat juga perasan jeruk nipis. Uta Dada/Sayur Santan Uta dada merupakan kuliner khas Kota Palu yang tidak hanya digemari masyarakat asli daerah ini, tetapi juga menu kesukaan masyarakat pendatang. Uta dada merupakan jenis kuliner bersantan, agak pedas, dengan aroma dan rasa khas ayam bakar/asap. Terdapat dua jenis Uta dada, yakni Uta dada ayam dan ikan, yang keduanya sama-sama dibakar/diasap. Kekuatan rasa Uta dada adalah dari proses pembakaran/pengasapan. Oleh karena itu Uta dada tidak membutuhkan bawang putih dalam campuran bumbunya karena bawang putih dapat menenggelamkan aroma asap tersebut. Bahkan, masakan khas Kaili pada umumnya juga tidak menggunakan bawang putih. Jenis ayam yang digunakan untuk memasak Uta dada biasanya ayam kampung, dan jenis ikan yang biasa digunakan adalah ikan cakalang asap atau ikan teri medan yang telah diasapi (rono tapa dalam Bahasa Kaili). Antara Uta dada ayam dan ikan hanya terdapat sedikit perbedaan bumbu. Uta dada ayam menggunakan sereh dan sedikit air asam jawa, Sedangkan uta dada ikan tidak menggunakan sereh tetapi menggunakan tomat, bukan air asam jawa. Tabaro Dange Dange terbuat dari sagu (tabaro, dalam Bahasa Kaili berarti sagu, dan dange yaitu panggang) sehingga tabaro dange berarti sagu panggang. Sagu dicampur dengan kelapa parut, kemudian dipanggang di atas kayu bakar menggunakan wajan khusus yang terbuat dari tanah liat yang bentuknya lebih ceper seperti piring. Proses pembakarannya unik, di mana campuran sagu dipanggang di antara dua wajan tanah yang panas sehingga matang merata. Tabaro dange dapat dinikmati dengan ikan, atau gula merah/gula aren jika ingin rasa manis. Makanan serupa juga dikenal dengan nama ambal di Kabupaten Buol, jepa oleh Suku Mandar di Sulawesi Barat, dan juga dange di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Bedanya, dange di Palu dan ambal terbuat dari sagu, dange di Pangkep terbuat dari beras ketan, sedangkan jepa terbuat dari parutan singkong. Tetu Tetu merupakan kue basah yang berbahan dasar terigu, tepung beras, santan, dan gula aren atau gula putih. Tetu dicetak dengan wadah yang terbuat dari daun pandan besar yang telah dibentuk seperti perahu/mangkuk. Gula aren yang telah disisir atau gula putih dimasukkan ke dalam cetakan daun pandan, lalu dituangi adonan dan dikukus hingga matang. Ada petuah yang mengatakan untuk tidak membuka kukusan sebelum tetu benar-benar matang, karena akan memengaruhi hasilnya. Tetu memiliki tekstur lembut, adonan yang tawar, manis gula yang meleleh di bagian bawah, serta wangi pandan. Tetu sangat mudah dijumpai di bulan Ramadan dan dijadikan sebagai takjil. Tetu juga dikenal oleh masyarakat Suku Mandar di Sulawesi Barat. Tetu disebut juga sebagai kue perahu atau kue lampu-lampu di Sulawesi Utara dan Gorontalo. Nasi Kuning Kota Palu juga memiliki jenis nasi kuning yang khas. Nasi kuning di Palu biasanya disajikan dengan ikan saus (dimasak dengan cabai, tomat bawang, dll), ayam saus, telur rebus, atau gore-gore (daging yang direbus, digoreng, dan ditumis dengan bumbu dengan cita rasa manis pedas berempah, dengan tambahan ubi kayu goreng), serta sambal. Nasi kuning menjadi pilihan sarapan dan makan malam bagi masyarakat Palu. Bawang Goreng Meski tidak untuk dimakan begitu saja, bawang goreng menjadi pelengkap di berbagai hidangan dan merupakan salahsatu buah tangan yang cukup populer di Kota Palu. Bawang goreng Palu terbuat dari bawang varietas lokal, bukan bawang merah biasa. Bentuknya mirip seperti bawang merah, namun dengan warna yang lebih pucat nyaris putih dan sedikit kehijauan. Jenis bawang seperti ini konon kurang enak untuk digunakan sebagai bumbu masakan, dan lebih cocok untuk dijadikan bawang goreng. Bawang goreng khas Palu memiliki tekstur yang lebih padat, renyah, dan warna yang kuning keemasan dibandingkan bawang goreng dari bawang merah biasa yang biasanya lebih kecoklatan. Bawang goreng dapat dengan mudah ditemukan di toko oleh-oleh, dan di pasar tradisional. Bahkan di beberapa pasar ada yang menjual bawang goreng mentahan yang sudah diiris dan siap digoreng. Transportasi Transportasi Udara Kota Palu mempunyai sebuah bandara nasional yang berada di dalam kota, yaitu Bandara Mutiara Sis Al-Jufrie, terletak di Kecamatan Palu Selatan, Kelurahan Birobuli Utara. Transportasi Laut Kota Palu juga mempunyai sebuah Pelabuhan Nasional yang juga berada di dalam wilayah kota, yaitu Pelabuhan Pantoloan, terletak di Palu Utara, Kecamatan Tawaeli, Kelurahan Pantoloan. Transportasi Darat Transportasi darat di kota Palu meliputi transportasi tradisional dan modern. Angkutan kota Di kota Palu sedikitnya telah beroperasi 800 minibus angkutan kota (angkot) yang menjadi komuter utama di kota ini. Jumlah angkot di kota ini sering kali dianggap terlalu banyak, mengingat kota ini hanya membutuhkan sekitar 500 angkot. Hal ini berarti terdapat 2 angkot untuk seorang komuter. Biaya Rp. 4.000,- untuk orang dewasa dan Rp. 3.000,- untuk pelajar. Uniknya, meskipun trayek angkot telah ditetapkan, setiap angkot dapat saja mengantar penumpang ke mana saja sepanjang sopir angkot berkenan. Satu hal lagi yang unik adalah angkot tersebut disebut sebagai "Taksi" oleh penduduk setempat. Warna angkot ini juga hanya 1, yaitu warna biru tua. Bus Moda bus hanya digunakan untuk transportasi dalam skala besar dan tidak bersifat publik di dalam kota. Moda ini digunakan untuk mengangkut penumpang antar kota dalam maupun lintas provinsi. Taksi Taksi adalah komuter paling eksklusif di kota ini. Untuk menunjukkan perbedaan dengan 'taksi' angkot, maka penduduk setempat menggunakan kata "argo" (taksi argo) untuk menyebut komuter ini yang mengacu pada argometer yang melengkapi setiap taksi. Ojek Ojek adalah moda transportasi alternatif di kota ini. Sama seperti di kota-kota lainnya, ojek merupakan 'taksi motor' yang selalu siap mengantar penumpang langsung ke tujuannya dengan tarif yang sesuai dengan jarak tempuh tujuannya. Bila di kota-kota lain para tukang ojek menggunakan seragam, maka di kota ini Anda mungkin akan kesulitan untuk menemukannya karena tidak adanya baju seragam bagi para tukang ojek. Namun, Anda bisa menemukannya di sudut-sudut perempatan jalan atau mereka akan menawarkan jasanya langsung jika melewati Anda yang terlihat sedang menunggu di tepi jalan. Pertengahan tahun 2017 komunitas ojek palu diramaikan dengan kedatangan aplikasi ojek daring yaitu Grab Dokar dan becak Moda transportasi tradisional ini masih dapat dijumpai di beberapa wilayah kota ini. Namun, wilayah peredarannya dibatasi agar tidak memasuki pusat kota dan hanya terbatas untuk mengangkut penumpang dan barang di sekitar lokasi pasar-pasar tradisional. Media Peristiwa Gempa 2005 Pada tanggal 24 Januari 2005 pukul 04.10 WITA, gempa berkekuatan 6,2 pada Skala Richter mengguncang Palu. Pusat gempa terjadi di Desa Bora Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, 16 km arah tenggara Kota Palu tepatnya, di kedalaman 30 km. Gempa itu berada pada 1°03′ LS - 119°99′ BT. Warga panik dan langsung mengungsi karena takut kemungkinan adanya tsunami seperti yang terjadi di Aceh. Sebagian dari mereka melarikan diri ke perbukitan dan pegunungan. Akibatnya, satu orang meninggal, empat orang cedera dan 177 bangunan rusak. Warga sekitar Biromaru Malah Mengungsi didekat tempat pusat gempa. Gempa 2018 Pada tanggal 28 September 2018 pukul 18.02 WITA, gempa berkekuatan 7,4 Mw mengguncang daerah Donggala, Palu, Sigi dan sekitarnya. Selain korban jiwa, gempa dan tsunami menyebabkan sarana dan prasarana rusak. Salah satunya Jembatan Kuning yang menjadi ikon Kota Palu ambruk. Berikut informasi terkini terkait bangunan yang rusak: Bangunan dan utilitas kota sepanjang Teluk Palu yang tersapu tsunami dengan radius pencapaian gelombang rata-rata 300 meter dari bibir pantai. Hotel Roa-Roa berlantai 8 di Jalan Pattimura rata dengan tanah. Di hotel terdapat 76 kamar dari 80 kamar yang terisi oleh tamu. Permukiman padat Perumahan Nasional Perumnas Balaroa, Palu Barat yang terdampak likuifaksi, setidaknya lebih dari 1800 bangunan amblas 4 meter dan 550 korban meninggal dunia tertimbun tanah dan reruntuhan. Kawasan terdampak likuifaksi di zonasi sebagai kawasan dilarang membangun (red zone). Permukiman beserta lahan pertanian di Kelurahan Petobo yang terdampak likuifaksi. Desa Jono Oge dan Desa Sibalaya Kabupaten Sigi dan lahan pertanian sekitar terdampak likuifaksi. Bandar udara Mutiara SIS Al-jufri mengalami kerusakan pada landasan pacu sepanjang 400 meter dari panjang utama 2400 meter, menara pemantau (ATC) roboh dengan 1 korban meninggal dunia, dan bangunan utama bandar udara yang rusak dan retak. Pusat perbelanjaan atau salah satu mal terbesar di kota Palu, Mall Tatura Jalan Emmy Saelan ambruk. Pusat perbelanjaan Palu Grand Mall terletak di jalan Diponegoro terhempas tsunami terletak persis berhadapan dengan Teluk Palu. Hotel Mercure terletak di jalan Cumi-cumi dan Hotel Palu Golden terletak di jalan Raden Saleh rusak dan terhempas tsunami. Arena Festival Pesona Palu Nomoni merupakan kawasan sepanjang teluk sebagai tempat acara utama Hari jadi Kota Palu dimana terdapat ratusan hingga ribuan orang pengisi acara. Gedung Anutapura Medical Centre (AMC) di Rumah Sakit Anutapura yang berlantai empat di Jalan Kangkung, Palu roboh Jembatan Kuning Ponulele roboh diguncang gempa dan diterjang tsunami. Jalur trans Sulawesi Palu dari Polo-Poso-Makassar tertutup longsor, jalur trans Sulawesi Palu-Mamuju-Makassar, dan jalur trans Sulawesi Palu-Donggala-Toli-toli tertutup material tsunami. Garis patahan sesar Palu-Koro terlihat mengalami pergeseran tanah mendatar kurang lebih hingga 5,5 meter membentuk garis lurus membelah kota yang ditandai dengan bengkoknya jalan-jalan strategis kota di antaranya Jalan Cumi-cumi, jalan Diponegoro, jalan Lasoso, jalan Asam, jalan Kedondong, jalan Pipa air, jalan Cemara, jalan Manggis, jalan Kamboja (Perumnas Balaroa), hingga jalan Padanjakaya, semuanya membentuk garis dengan perpindahan yang sama. Lihat pula Pengeboman Palu 2005 Daftar taman nasional di Indonesia Referensi Pranala luar Situs resmi "Six killed in Indonesian blast", Sydney Morning Herald, 31 Desember 2005 Kota Palu Palu, Kota Palu Palu
4247
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Poso
Kabupaten Poso
Kabupaten Poso adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 7.112,25 km² dan berpenduduk sebanyak 248.325 jiwa (2021) dan Ibu kota kabupaten terletak di Kota Poso. Sejarah Pada mulanya penduduk yang mendiami daerah Poso berada di bawah kekuasaan Pemerintah Raja-Raja yang terdiri dari Raja Poso, Raja Napu, Raja Mori, Raja Tojo, Raja Una Una dan Raja Bungku yang satu sama lain tidak ada hubungannya. Keenam wilayah kerajaan tersebut di bawah pengaruh tiga kerajaan, yakni: Wilayah Bagian Selatan tunduk kepada Kerajaan Luwu yang berkedudukan di Palopo, sedangkan Wilayah Bagian Utara tunduk di bawah pengaruh Raja Sigi yang berkedudukan di Sigi (Daerah Kabupaten Sigi) dan khusus wilayah bagian Timur, yakni daerah Bungku termasuk daerah kepulauan tunduk kepada Raja Ternate. Sejak tahun 1880 Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Bagian Utara mulai menguasai Sulawesi Tengah dan secara berangsur-angsur berusaha untuk melepaskan pengaruh Raja Luwu dan Raja Sigi di daerah Poso. Masa Pendudukan Belanda Pada 1918, seluruh wilayah Sulawesi Tengah dalam lingkungan Kabupaten Poso yang ketika itu telah dikuasai oleh Hindia Belanda dan mulailah disusun pemerintah sipil. Kemudian oleh Pemerintah Belanda wilayah Poso dalam tahun 1905-1918 terbagi dalam dua kekuasaan pemerintah, sebagian masuk wilayah Keresidenan Manado, yakni Onderafdeeling (kewedanan) Kolonodale dan Bungku, sedangkan kedudukan raja-raja dan wilayah kekuasaanya tetap dipertahankan dengan sebutan Self Bestuure-Gabieden (wilayah kerajaan) berpegang pada peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda yang disebut Self Bestuure atau Peraturan Adat Kerajaan (hukum adat). Pada 1919 seluruh wilayah Poso digabungkan dialihkan dalam wilayah Keresidenan Manado di mana Sulawesi tengah terbagi dalam dua wilayah yang disebut Afdeeling, yaitu: Afdeeling Donggala dengan ibu kotanya Donggala dan Afdeeling Poso dengan ibu kotanya kota Poso yang dipimpin oleh masing-masing Asisten Residen. Sejak 2 Desember 1948, Daerah Otonom Sulawesi Tengah terbentuk, meliputi Afdeeling Donggala dan Afdeeling Poso dengan ibu kotanya Poso yang terdiri dari tiga wilayah Onder Afdeeling Chef atau lazimnya disebut pada waktu itu Kontroleur atau Hoofd Van Poltselyk Bestuure (HPB). Distrik Sulawesi Tengah Ketiga Onder Afdeeling ini meliputi beberapa Landschap dan terbagi dengan beberapa distrik, yakni: Onder Afdeeling Poso, meliputi: Landschap Poso Lage berkedudukan di Poso, Landschap Lore berkedudukan di Wanga, Landschap Tojo berkedudukan di Ampana, Landschap Una-una berkedudukan di Ampana. Onder Afdeeling Bungku dan Mori, meliputi: Landschap Bungku berkedudukan di Bungku, Landschap Mori berkedudukan di Mori. Onder Afdeeling Luwuk, meliputi: Landschap Banggai berkedudukan di Luwuk. Onder Afdeeling Donggala. Onder Afdeeling Palu. Onder Afdeeling Toli Toli. Onder Afdeeling Parigi. Pada tahun 1949, setelah realisasi pembentukan Daerah Otonom Sulawesi Tengah disusul dengan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Sulawesi Tengah. Pembentukan Daerah Otonom Sulawesi Tengah merupakan tindak lanjut dari hasil Muktamar Raja-Raja se-Sulawesi Tengah pada tanggal 13-14 Oktober 1948 di Parigi yang mencetuskan suara rakyat se-Sulawesi Tengah agar dalam lingkungan Pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT). Sul-Teng dapat berdiri sendiri dan ditetapkan bapak Rajawali Pusadan Ketua Dewan Raja-Raja sebagai Kepala Daerah Otonom Sulawesi Tengah. Daerah Otonom Selanjutnya, dengan melalui beberapa tahapan, Sulawesi Tengah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Sulawesi Tengah yang dipimpin oleh A.Y. Binol pada tahun 1952 dikeluarkan PP No. 33 Tahun 1952 tentang pembentukan Daerah Otonom Sulawesi Tengah yang terdiri dari Onder Afdeeling Poso, Luwuk Banggai dan Kolonodale dengan ibu kotanya Poso dan daerah Otonom Donggala meliputi Onder Afdeeling Donggala, Palu, Parigi dan Toli Toli dengan ibu kotanya Palu. Pada tahun 1959 berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959 Daerah Otonom Poso dipecah menjadi dua daerah kabupaten, yakni Kabupaten Poso dengan ibu kotanya Poso dan Kabupaten Banggai dengan ibu kotanya Luwuk. Geografi Batas Wilayah Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Poso 2020, penduduknya berjumlah 256.393 jiwa, dengan kepadatan 36,05 jiwa/km². Penduduk kabupaten Poso terdiri dari bermacam suku bangsa, sehingga termasuk sebagai kabupaten yang multikultural di Indonesia. Penduduknya juga cukup beragam dalam keagamaan. Data dari Kementerian Agama tahun 2020, sekitar 60,80% (151.261 jiwa) memeluk agama Kristen, dimana Protestan 59,45% (147.899 jiwa) dan Katolik 1,35% (3.362 jiwa). Kemudian Islam berjumlah 33,60% (83.597 jiwa), kemudian Hindu 5,60% (13.937 jiwa) dan sebagian kecil beragama Buddha tidak sampai 0,01% (4 jiwa). Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Poso Rumah Sakit Sinar Kasih Tentena Rumah Sakit Tk.IV dr. Yanto, Sp.OT Pariwisata Objek wisata Danau Poso Air Terjun Sulewana Air Terjun Saluopa Goa Pamona Goa Tangkaboba Lembah Bada Taman Nasional Lore Lindu Pantai Imbo Pantai Madale Pantai Siuri Pantai Penghibur Poso Teluk Tomini Gua Latea Megalitik Stone di Napu Watu Mora'a Taman Laut Kalamalea( Dusun Kalamalea,Madale, Poso Kota Utara, Poso ) Taman Anggrek Bancea Taman Budaya Bada Air Panas Pantango Lemba Makanan Khas Tosu-TosuKatue Tosu-TosuKatue adalah makanan khas berupa kerang yang dibuat menjadi sate. Dalam bahasa Indonesia, Tosu-TosuKatue berarti Sate Kerang. Wayawo Masapi (Woku Sogili) Masakan ini berbahan Sogili atau dalam bahasa Indonesia Moa / Sidat (Belut bertelinga) yang dimasak sedemikian rupa sehingga menghadirkan rasa yang istimewa. Ituwu Manu Ituwu Manu atau Ayam dimasak dalam bumbu, merupakan resep masakan warisan leluhur.Ayam dimasak sedemikian rupa di dalam campuran berbagai bumbu, setelah matang kemudian dituangkan kedalam wadah berupa mangkuk besar. Winagoe Makanan ini adalah nasi yang dibungkus dengan daun khusus (Winalu).Sayangnya saat ini daun tersebut telah sulit ditemukan.Winagoe sangat nikmat dimakan dengan Tosu-TosuKatue, WayawoMasapi, atau Ituwu Manu. Inau Tarente Sulewana Inau Tarente Sulewana adalah masakan dari berbagai jenis sayuran yang menggunakan rempah minimalis.Inau Terante berarti Urap Sayur sedangkan Sulewana adalah nama daerah asal masakan ini. Biasanya Inau Tarente Sulewana dimakan bersama Woku Sogili. Kukisi Jongi Kukisi Jongi berarti Pudding dari buah Jongi. Buah jongi merupakan buah yang rasanya masam, namun dengan teknik pengolahan tertentu maka terciptalah Kukisi jongi yang manis dan segar. Transportasi Kabupaten Poso memiliki bandara domestik,yaitu Bandara Kasiguncu yang mulai kembali beroperasi sejak 2005. Merpati membuka penerbangan Makassar – Poso dan sebaliknya dengan menggunakan pesawat MA60 berkapasitas 56 penumpang namun di tutup 2014 silam karena bangkrut. Kemudian di susul dengan beroperasinya Wings Air yang membuka penerbangan Makassar-Poso dan sebaliknya menggunakan pesawat ATR72 berkapasitas 72 penumpang. Pada tahun 2013 jumlah penumpang yang berangkat dari Poso 12.441 penumpang dari 238 penerbangan, meningkat dari tahun sebelumnya 10.351 dari 277 penerbangan. Kabupaten poso memiliki pelabuhan yaitu pelabuhan Poso. Pendidikan Pendidikan di kabupaten ini semakin meningkat pasca Kerusuhan yang terjadi beberapa tahun lalu. Kabupaten Poso memiliki 170 TK,231 SD,76 SMP,19 SMA,16 SMK. Dan beberapa universitas atau Sekolah Tinggi, seperti; Universitas Sintuwu Maroso Sekolah Tinggi Theologia Tentena Universitas Kristen Tentena Akademi Keperawatan Poso Sekolah Tinggi Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Husada Mandiri Poso Fasilitas Bandara Kasiguncu Pelabuhan Poso Stadion Kasintuwu Gedung Olahraga Pusalemba Poso Pasar Tentena Pasar Kasiguncu Museum Poso (perencanaan) Bandara Bada (konstruksi) Pasar Modern Kawua Poso City Mall Olahraga Persipos Poso (Liga Nusantara) Persidapos (Liga Nusantara) Galeri Lihat pula Kota Poso - Ibu kota Kabupaten Poso dan calon Kotamadya. Tentena - Kota kecil yang terletak Danau Poso dan menjadi pusat dari GKST Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Referensi Pranala luar Poso Poso
4248
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Manado
Kota Manado
Manado atau Menado adalah ibu kota dari provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Kota Manado memiliki 11 kecamatan serta 87 kelurahan dan desa. Manado terletak di Teluk Manado, dan dikelilingi oleh daerah pegunungan serta pesisir pantainya merupakan tanah reklamasi yang dijadikan kawasan perbelanjaan, Kota ini memiliki 408.354 penduduk pada Sensus 2010, sehingga menjadikannya kota terbesar kedua di Pulau Sulawesi setelah Kota Makassar. Jumlah penduduk di Manado diperkirakan (berdasarkan Januari 2014) adalah 430.790 jiwa dan bertambah menjadi 478.192 jiwa per tanggal 30 Juni 2023, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2023, dengan kepadatan 2.934 jiwa/km2. Etimologi Kata Manado sendiri disebutkan dengan berbagai nama. Penamaan Manado merujuk pada kemiripan nama seperti “manadu”, maupun dalam tulisan atau kata yang berbeda dengan satu lokasi atau tempat yang sama, atau dalam makna yang sama. Nama ''manadu'' sebagai informasi awal Kota Manado sebagai suatu lokasi, ditemukan dalam tulisan Valentijn (1724) yang tertera dalam peta laut yang dibuat Nicolaus Desliens tahun 1541 dan peta laut yang dibuat oleh Laco tahun 1590. Tulisan Valentijn menjelaskan kata “manadu” sebagai suatu lokasi dengan pulau karang di lepas pantai yang berada di depan kota Manado. Sejak tahu 1862, pulau karang yang dimaksud disebut dengan nama Pulau Manado Tua. Istilah “manadu” ini diperoleh dalam lafal dan sebutan orang Eropa terhadap pulau karang berkaitan dengan bahasa Tombulu, yakni dengan kata “mana-undou”. Kata ini berarti orang yang datang dari jauh atau orang dari kejauhan atau di kejauhan. Sejarah Asal mula Kota Manado menurut legenda dulu berasal dari “Wanua Wenang” sebutan penduduk asli Minahasa. Wanua Wenang telah ada sekitar abad XIII dan didirikan oleh Ruru Ares yang bergelar Dotulolong Lasut yang saat itu menjabat sebagai Kepala Walak Ares, dikenal sebagai Tokoh pendiri Wanua Wenang yang menetap bersama keturunannya. Versi lain mengatakan bahwa Kota Manado merupakan pengembangan dari sebuah negeri yang bernama Pogidon. Kota Manado diperkirakan telah dikenal sejak abad ke-16. Menurut sejarah, pada abad itu jugalah Kota Manado telah didatangi oleh orang-orang dari luar negeri. Nama "Manado" daratan mulai digunakan pada tahun 1623 menggantikan nama "Pogidon" atau "Wenang". Kata Manado sendiri merupakan nama pulau disebelah pulau Bunaken, kata ini berasal dari bahasa daerah Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti "di jauh". Pada tahun itu juga, tanah Minahasa-Manado mulai dikenal dan populer di antara orang-orang Eropa dengan hasil buminya. Hal tersebut tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah. Keberadaan kota Manado dimulai dari adanya besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 1 Juli 1919. Dengan besluit itu, Gewest Manado ditetapkan sebagai Staatsgemeente yang kemudian dilengkapi dengan alat-alatnya antara lain Dewan gemeente atau Gemeente Raad yang dikepalai oleh seorang Wali kota (Burgemeester). Pada tahun 1951, Gemeente Manado menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa sesuai Surat Keputusan Gubernur Sulawesi tanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tanggal 17 April 1951, terbentuklah Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 14. Pada 1953 Daerah Bagian Kota Manado berubah statusnya menjadi Daerah Kota Manado sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42/1953 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 15/1954. Tahun 1957, Manado menjadi Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Tahun 1959, Kotapraja Manado ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959. Tahun 1965, Kotapraja Manado berubah status menjadi Kotamadya Manado yang dipimpin oleh Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Hari jadi Kota Manado yang ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623, merupakan momentum yang mengemas tiga peristiwa bersejarah sekaligus yaitu tanggal 14 yang diambil dari peristiwa heroik yaitu peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946, di mana putra daerah ini bangkit dan menentang penjajahan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kemudian bulan Juli yang diambil dari unsur yuridis yaitu bulan Juli 1919, yaitu munculnya Besluit Gubernur Jenderal tentang penetapan Gewest Manado sebagai Staatgemeente dikeluarkan dan tahun 1623 yang diambil dari unsur historis yaitu tahun di mana Kota Manado dikenal dan digunakan dalam surat-surat resmi. Berdasarkan ketiga peristiwa penting tersebut, maka tanggal 14 Juli 1989, Kota Manado merayakan HUT-nya yang ke-367. Sejak saat itu hingga sekarang tanggal tersebut terus dirayakan oleh masyarakat dan pemerintah Kota Manado sebagai hari jadi Kota Manado. Geografi Kota Manado terletak di ujung jazirah utara pulau Sulawesi, pada posisi geografis 124°40' - 124°50' BT dan 1°30' - 1°40' LU. Iklim di kota ini adalah iklim tropis dengan suhu rata-rata 24° - 27 °C. Curah hujan rata-rata 3.187 mm/tahun dengan iklim terkering di sekitar bulan Agustus dan terbasah pada bulan Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata 53% dan kelembaban nisbi ±84 %. Luas wilayah daratan adalah 16.253 hektare. Manado juga merupakan kota pantai yang memiliki garis pantai sepanjang 18,7 kilometer. Kota ini juga dikelilingi oleh perbukitan dan barisan pegunungan. Wilayah daratannya didominasi oleh kawasan berbukit dengan sebagian dataran rendah di daerah pantai. Interval ketinggian dataran antara 0-40% dengan puncak tertinggi di gunung Tumpa. Wilayah perairan Kota Manado meliputi pulau Bunaken, pulau Siladen dan pulau Manado Tua. Pulau Bunaken dan Siladen memiliki topografi yang bergelombang dengan puncak setinggi 200 meter. Sedangkan pulau Manado Tua adalah pulau gunung dengan ketinggian ± 750 meter. Sementara itu perairan teluk Manado memiliki kedalaman 2-5 meter di pesisir pantai sampai 2.000 meter pada garis batas pertemuan pesisir dasar lereng benua. Kedalaman ini menjadi semacam penghalang sehingga sampai saat ini intensitas kerusakan Taman Nasional Bunaken relatif rendah. Jarak dari Manado ke Tondano adalah 28 km, ke Bitung 45 km dan ke Amurang 58 km. Batas Wilayah Batas wilayah Kota Manado adalah sebagai berikut: Pemerintahan Wali Kota Wali Kota adalah pemimpin tertinggi di lingkungan Pemerintah Kota Manado. Wali kota Manado bertanggungjawab atas wilayah Manado kepada gubernur provinsi Sulawesi Utara. Saat ini, wali kota atau kepala daerah yang menjabat di Kota Manado ialah Andrei Angouw, dengan wakil wali kota Richard Sualang. Mereka menang pada Pemilihan umum Wali Kota Manado 2020. Andrei Angouw menjadi wali kota ke-19 dan tokoh Konghucu pertama yang menjabat sebagai wali kota Manado. Andrei dan Richard dilantik oleh gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, pada 10 Mei 2021 di aula Mapalus Kantor Gubernur Sulawesi Utara, untuk masa jabatan 2021-2024. Dewan Perwakilan Kecamatan Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) nomor 4 tanggal 27 September 2000 tentang perubahan status desa menjadi kelurahan di kota Manado dan PERDA nomor 5 tanggal 27 September 2000 tentang pemekaran kecamatan dan kelurahan, wilayah kota Manado yang semula terdiri atas 5 kecamatan dengan 68 kelurahan/desa dimekarkan menjadi 9 kecamatan dengan 87 kelurahan. Berdasarkan PERDA Kota Manado Nomor 2 Tahun 2012 kota Manado dimekarkan kembali menjadi 11 kecamatan dengan 87 kelurahan. Tabel di bawah ini adalah daftar kecamatan beserta luas dan jumlah kelurahannya, yaitu: Penduduk Suku bangsa Saat ini penduduk kota Manado dominan berasal dari suku Minahasa, karena wilayah Manado merupakan berada di tanah atau daerah Minahasa. Penduduk asli Manado adalah sub suku Tombulu dilihat dari beberapa nama kelurahan di Manado yang berasal dari bahasa Tombulu, misalnya: Wenang (Pohon Wenang/Mahawenang - bahan pembuat kolintang), Tumumpa (turun), Mahakeret (Berteriak), Tikala Ares (Walak Ares Tombulu, di mana kata 'ares' berarti dihukum), Ranotana (Air Tanah), Winangun (Dibangun), Wawonasa (wawoinasa - di atas yang diasah), Pinaesaan (tempat persatuan), Pakowa (Pohon Pakewa), Teling (Bulu/bambu untuk dibuat peralatan), Titiwungen (yang digali), Tuminting (dari kata Ting-Ting: Lonceng, kata sisipan -um- berarti menunjukkan kata kerja, jadi Tuminting: Membunyikan Lonceng), Pondol (Ujung), Wanea (dari kata Wanua: artinya negeri). Di daerah Malalayang ada suku Bantik, suku bangsa lainnya yang ada di Manado saat ini yaitu suku Sangir, suku Gorontalo, suku Jawa, suku Mongondow, serta suku-suku lainnya seperti suku Arab, suku Babontehu, suku Talaud, suku Tionghoa, suku Siau dan Borgo. Karena banyaknya komunitas peranakan arab, maka keberadaan Kampung Arab yang berada dalam radius dekat Pasar '45 masih bertahan sampai sekarang dan menjadi salah satu tujuan wisata agama. Selain itu terdapat pula penduduk suku Batak, suku Bugis, dan suku Minangkabau. Agama Agama yang dianut adalah Kristen Protestan, Islam, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2023, jumlah persentasi penduduk yang beragama Kristen 68,12% dimana Protestan 62,85% dan Katolik 5,27%. Selain berdiri Gereja-gereja Protestan dan Katolik, di kota Manado juga telah resmi berdiri Gereja Ortodoks Indonesia Paroikia Mikhael sang Penghulu para Malaikat dan Gereja Ortodoks Koptik di Indonesia Gereja Kenaikan Yesus Kristus Manado. Kemudian sebagian besar lain beragama Islam 31,03%, Buddha 0,65%, Hindu 0,18% dan Konghucu 0,06%. Meski begitu heterogennya, namun masyarakat Manado sangat menghargai sikap hidup toleran, rukun, terbuka dan dinamis. Karenanya kota Manado memiliki lingkungan sosial yang relatif kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia. Sewaktu Indonesia sedang rawan-rawannya disebabkan goncangan politik sekitar tahun 1999 dan berbagai kerusuhan melanda kota-kota di Indonesia. Kota Manado dapat dikatakan relatif aman. Hal itu tercermin dari semboyan masyarakat Manado yaitu Torang samua basudara yang artinya "Kita semua bersaudara". Bahasa Bahasa yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari di Manado dan di wilayah Sulawesi Utara pada umumnya disebut bahasa Manado (bahasa Melayu Manado). Bahasa Manado adalah bahasa yang menyerupai bahasa Melayu Maluku Utara dengan beberapa kosakata yang berasal dari bahasa Ternate. Beberapa kata dalam dialek Manado juga berasal dari bahasa Belanda, bahasa Portugis dan bahasa asing lainnya. Bahasa Manado memiliki banyak kesamaan kosakata dengan bahasa-bahasa Melayu yang dituturkan di daerah Indonesia Timur lainnya seperti bahasa Melayu Ambon dan bahasa Melayu Papua. Pendidikan Ada berbagai macam tingkat pendidikan ada di kota Manado mulai dari Fasilitas Pendidikan dasar hingga Perguruan Tinggi baik Kedinasan, Negeri maupun Swasta sampai tahun 2022 tercatat ada 447 institusi pendidikan di wilayah kota Manado. Beberapa perguruan tinggi yang ada di Manado yakni Universitas Sam Ratulangi, Universitas Terbuka (UPBJJ Manado), Universitas Katolik De La Salle, Universitas Nusantara Manado, Universitas Teknologi Sulawesi Utara, Universitas Pembangunan Indonesia, Universitas Prisma Manado, Universitas Trinita, Institut Agama Kristen Negeri Manado, Institut Agama Islam Negeri Manado, Universitas Muhammadiyah Manado, Politeknik Kesehatan KEMENKES Manado, Politeknik Negeri Manado, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Parna Raya Manado, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Eben Haezar Manado, Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata Manado, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Manado, Sekolah Tinggi Bahasa Asing Bumi Beringin, Akademi Keperawatan Metuari Waya, Akademi Keperawatan Rumkit Manado, dan Sekolah Polisi Negara Karombasan. Budaya dan Gaya Hidup Musik tradisional dari Kota Manado dan sekitarnya dikenal dengan nama musik Kolintang. Alat musik Kolintang dibuat dari sejumlah kayu yang berbeda-beda panjangnya sehingga menghasilkan nada-nada yang berbeda. Biasanya untuk memainkan sebuah lagu dibutuhkan sejumlah alat musik kolintang untuk menghasilkan kombinasi suara yang bagus. Secara umum kehidupan di Kota Manado sama dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Pusat kota terdapat di Jalan Sam Ratulangi yang banyak dibangun pusat-pusat pembelanjaan yang terletak di sepanjang jalur utara-selatan yang juga dikenal dengan tempat yang memiliki restoran-restoran terkenal di Manado. Akhir-akhir ini Manado terkenal dengan makin menjamurnya mal-mal dan restoran-restoran yang dibangun di sepanjang pantai yang memanfaatkan pemandangannya yang indah di saat menjelangnya matahari terbenam. Kawanua Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah "warga Kawanua". Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada suku Minahasa, tetapi secara umum penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa, "Kawanua" sering diartikan sebagai penduduk negeri atau "wanua-wanua" yang bersatu atau "Mina-Esa" (Orang Minahasa). Kata "Kawanua" diyakini berasal dari kata "Wanua". Kata "Wanua" dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan sebagai wilayah permukiman. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata "Wanua" diartikan sebagai negeri atau desa. Seiring perkembangan zaman kata "Kawanua" sendiri sering digunakan bagi para masyarakat Manado yang tinggal di luar Kota Manado atau tinggal jauh dari Kota Manado. Kesehatan Rumah sakit Pariwisata Sebagai kota terbesar di wilayah ini, Manado merupakan tempat pariwisata yang penting bagi pengunjung. Ekowisata merupakan atraksi terbesar Manado. Selam skuba dan selam permukaan di pulau Bunaken juga merupakan atraksi populer. Tempat lain yang bisa menarik para wisatawan adalah Gunung Klabat , GODBLESS PARK Manado dan Museum Negeri Provinsi Sulawesi Utara. Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, kegiatan pariwisata dengan pesat tumbuh menjadi salah satu andalan perekonomian kota. Primadona pariwisata kota Manado bahkan Provinsi Sulawesi Utara adalah Taman Nasional Bunaken yang oleh sementara orang disebut sebagai salah satu taman laut terindah di dunia. Taman Laut Bunaken adalah salah satu dari sejumlah kawasan konservasi alam atau taman nasional di Indonesia. Taman Laut Bunaken terkenal oleh formasi terumbu karangnya yang luas dan indah sehingga sering dijadikan lokasi penyelaman oleh turis-turis mancanegara. Pulau Bunaken adalah salah satu dari 5 pulau yang tersebar beberapa kilometer dari pesisir pantai Kota Manado. Letaknya yang hanya sekitar 8 Km dari daratan kota Manado dan dapat ditempuh dalam sekitar setengah sampai 2 jam, menyebabkan Taman Nasional ini mudah dikunjungi. Objek wisata lain yang menonjol di kota Manado adalah Kelenteng Ban Hin Kiong di kawasan Pusat Kota yang dibangun pada awal abad ke-19 dan diperbaiki pada tahun 1970. Klenteng ini terletak di Jalan Panjaitan. Klenteng ini terdiri dari bangunan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran naga dan tongkat kayu berapi. Saat yang paling baik untuk mengunjungi klenteng ini yaitu pada saat perayaan hari raya tradisional Tionghoa seperti Tahun Baru Imlek dan juga pada saat Cap Go Meh ketika diadakan parade Toa Pek Kong (sering disebut Tapikong atau Encepia oleh orang Manado). Sebuah monumen yang diresmikan pada akhir tahun 2007 dan menjadi ikon baru kota Manado adalah Monumen Yesus Memberkati. Bangunan ini didirikan di atas bukit di perumahan Citraland Manado dan memiliki ketinggian 50 meter di atas permukaan tanah. Bangunan yang diprakarsai oleh Ir. Ciputra ini merupakan monumen Yesus Kristus yang tertinggi di Asia dan ke dua di dunia setelah Christ the Redeemer. Selain memiliki objek-objek wisata yang menarik, salah satu keunggulan pariwisata kota Manado adalah letaknya yang strategis ke objek-objek wisata di hinterland, khususnya di Minahasa yang dapat dijangkau dalam waktu 1 s/d 3 jam dari kota Manado. Objek-objek wisata tersebut antara lain, Vulcano Area di Tomohon, Desa Agriwisata Rurukan-Tomohon, Panorama pegunungan dan Danau Tondano, Batu Pinabetengan dan Taman Purbakala Waruga Sawangan Kecamatan Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara. Karena potensi wisata yang besar tersebut maka industri pariwisata di kota Manado telah semakin tumbuh dan berkembang yang antara lain ditandai dengan cukup banyaknya hotel dan sarana pendukung lainnya. Sampai tahun akhir tahun 2001, terdapat 67 buah hotel/penginapan, 15 buah biro perjalanan, 223 buah restoran dan rumah makan dari berbagai kelas. Oleh karenanya meskipun cukup terpengaruh oleh krisis ekonomi dan situasi nasional yang kurang kondusif, tetapi pariwisata di kota Manado tetap berlangsung. Pada tahun 1998 kunjungan wisatawan mancanegara adalah 34.509 orang, menjadi 11.538 orang pada tahun 2000 dan agak meningkat pada tahun 2001 menjadi 12.301 orang. Sedangkan wisatawan Nusantara pada tahun 1998 berjumlah 432.993 orang, kemudian turun menjadi 279.014 orang pada tahun 2000 dan terakhir pada tahun 2001 agak meningkat menjadi 291.037 orang. Manado Kota Pariwisata Dunia 2010 Untuk meningkatkan potensi pariwisata Manado, Jimmy Rimba Rogi sebagai Wali kota periode 2005 - 2010, mencanangkan Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia 2010, pencanangan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan potensi pariwisata di Kota Manado sehingga dapat diperhitungkan sebagai tujuan wisata dunia kelak. Beberapa kebijakannya yang paling dikenal adalah dengan melakukan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah lama berdagang di Taman Kesatuan Bangsa atau dulunya disebut Pasar ‘45 dan mengembalikan fungsi trotoar sebagai tempat pejalan kaki bukan sebagai tempat berjualan PKL. Upaya yang dilakukannya sangat berkontribusi dalam hal diraihnya kembali penghargaan Adipura untuk kota Manado pada tahun 2007. Sebelumnya Manado sudah menjadi tempat penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC), Coral Triangle Initiative (CTI) Summit, Sail Bunaken dan ribuan orang dari belahan dunia datang berkunjung ke Manado. Ini menunjukan Manado sudah jadi kota dunia. Pusat Perbelanjaan dan Hiburan Pusat perbelanjaan di Kota Manado mulanya terkonsentrasi di seputar Taman Kesatuan Bangsa (TKB) atau Pasar‘45. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi kota Manado, dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, industri properti dan retail di Manado berkembang cukup pesat. Bermula dari proyek reklamasi pantai yang dilakukan selama 10 tahun lebih, dibangun setelah jalan tepi pantai atau boulevard diresmikan tahun 1993 dan dinamai Jalan Piere Tendean atau yang lebih dikenal dengan Manado Boulevard. Setelah reklamasi pantai selesai dibangulah proyek raksasa dengan dibukanya pusat-pusat perbelanjaan modern baru yaitu Mega Mall Manado, Manado Town Square 1 2 dan 3, Blue Banter City Walk, IT Center Manado, Bahu Mall, Lion Plaza, Grand Kawanua City Walk, Star Square Manado, Lippo Plaza Manado, Mega Trade Center dan Transmart - Trans Studio Mini Dan beberapa Bioskop seperti CJ CGV, Cineplex 21 Group dan Cinépolis . Di sepanjang jalan ini pun terdapat beberapa hotel berbintang, restoran dan cafe yang menjajakan beraneka ragam makanan dan buka hingga larut malam. Pusat cenderamata khas manado dapat ditemukan di Jalan B.W. Lapian. Terdapat beberapa toko suvenir yang menjual makanan, busana, kerajinan tangan khas Manado/Sulawesi Utara. Makanan dan Minuman Khas Makanan khas dari Kota Manado antara lain, Tinutuan yang terdiri dari berbagai macam sayuran. Tinutuan bukanlah bubur, sebagaimana selama ini orang mengatakannya sebagai bubur Manado. Selain Tinutuan, terdapat Cakalang Fufu yaitu ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang diasapi, ikan roa (exocoetidae atau torani; Parexocoetus brachypterus), Kawok yang makanan berbahan dasar daging tikus hutan/kebun berekor putih (Maxomys hellwandii); Paniki (masakan berbahan daging kelelawar; Pteropus pumilus) dan RW (Rinte Wuuk; terjemahan bebas: bulu halus) yaitu masakan dari daging anjing, babi Putar (1 ekor babi dibakar dengan cara diputar di atas bara api), biasanya dihidangkan di pesta-pesta, Babi Isi Bulu (terbuat dari daging babi yang diramu dengan bumbu-bumbu khas manado dan dibakar di dalam bambu). Terdapat juga minuman khas dari daerah Manado dan sekitarnya yaitu "saguer" yaitu sejenis arak atau tuak yang berasal dari sadapan pohon enau/aren (Arenga pinnata) yang kemudian difermentasi. Saguer ini memiliki kandungan alkohol, Cap tikus (minuman beralkohol tinggi dengan kadar ethyl alkohol 40% lebih yang berasal dari proses destilasi saguer). Makanan khas kota Manado lainnya yang juga cukup terkenal adalah nasi kuning yang cita rasa dan penyajiannya berbeda dengan nasi kuning di daerah lain karena dibubuhi abon daging ikan cakalang rica dan disajikan dalam bungkusan menggunakan daun aren. Selain itu ada juga masakan kepala ikan kakap bakar. Dabu-dabu adalah sambal khas Manado yang sangat populer, dibuat dari campuran potongan cabe merah, cabe rawit, irisan bawang merah dan tomat segar yang dipotong dadu dan terakhir diberi campuran kecap. Untuk makanan ringan, Manado juga punya makanan khas sejenis asinan yaitu gohu dan es kacang. Gohu dibuat dari irisan buah pepaya yang direndam dalam larutan asam cuka, gula, garam, jahe dan cabe. Selain itu ada juga kue seperti lalampa (lemper berisi ikan cakalang yang diisi dalam segumpalan beras ketan dan dibungkus dengan daun pisang lalu dibakar), panada (sejenis roti goreng berisi ikan cakalang dan dibentuk dengan pilinan pada bagian tepinya), cucur, apang, klapertaart manado, kolombeng, panekuk (pancake), dodol manado, kueku (sejenis onbijt koek), pinende, biapong (sejenis bakpao) dengan isi babi, wijen, "unti" (terbuat dari kelapa diparut dan diberi gula merah), pia (sejenis bakpia namun berukuran besar) dan nasi jaha yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan santan, jahe, bawang merah dan lain-lain, kemudian dimasukan ke dalam bambu lalu dibakar. Ekonomi Sebagian besar penduduk Kota Manado bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), guru atau pegawai swasta (41,44%), sebagai wiraswasta (20,57%), pedagang (12,85%), petani/peternak/nelayan (9,17%), buruh (8,96%). Sisanya bergerak di sektor jasa dan lain-lain (7%). Angka Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Kota Manado tahun 2000 adalah Rp. 2,14 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan angka tahun 1994 yang berjumlah Rp. 703,87 miliar. Tingkat pertumbuhan yang dicapai dalam kurun waktu tersebut rata-rata 6,11% per tahun. Pada tahun 1994 sampai 1996 angka pertumbuhan berada di atas 10% kemudian melambat menjadi 2,92% pada tahun 1997 dan 0,32% pada tahun 1998 di mana merupakan angka terendah. Pada tahun 1999, pertumbuhan meningkat lagi menjadi 1,60% dan pada tahun 2000 menjadi 5,62%. Sejak munculnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997, perekonomian kota Manado sangat terpengaruh. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya angka pengangguran yang diperkirakan pada tahun 2000 masih sebesar 20.465 orang atau 13.67% dan meningkatnya jumlah keluarga miskin sebanyak 19.754 Kepala Keluarga (KK) atau 24,60%. Pada tahun 1999, terdapat indikasi adanya pemulihan perekonomian kota yang signifikan. Pendapatan perkapita kota Manado naik dari Rp 1.753.482 pada tahun 1994 menjadi Rp 4.452.672 pada tahun 2000. Perekonomian kota Manado khususnya terdiri dari sektor perdagangan, perhotelan dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa. Pada tahun 1996 peran ketiga sektor utama ini dalam pembentukan PDRB adalah sejumlah 68,74%. Dalam kurun waktu 5 tahun, peran ketiga sektor ini cenderung semakin dominan yang dilihat dari kontribusinya pada tahun 2000 yang meningkat menjadi 74,68%. Laju inflasi kota Manado selama kurun waktu dua tahun terakhir (2000-2001) sangat berfluktuatif. Pada tahun 2000 sempat mengalami deflasi sebanyak lima kali yaitu masing-masing pada bulan Januari sebesar –0,25%, April –0,08%, Mei -0,13%, Agustus -0,85% dan Desember -0,16%. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi pada bulan pada bulan Oktober yaitu sebesar 4,05%. Sehingga secara kumulatif inflasi yang terjadi di Manado sebesar 11,41%. Pada tahun 2001 terjadi deflasi sebanyak 3 kali, yaitu pada bulan Februari sebesar –0,56%, Agustus -0,23% dan Desember sebesar –0,26%. Sedangkan inflasi tertinggi pada tahun 2001 terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 2.83% di mana secara kumulatif inflasi pada tahun 2001 mencapai 13,30%. Transportasi Udara Kota Manado melalui bandar udaranya, Sam Ratulangi terhubung secara Langsung dengan beberapa kota besar lain di Indonesia seperti, Jakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Balikpapan, Ternate, Palu, Sorong dan Gorontalo . Selain itu bandara ini juga mempunyai penerbangan langsung dari dan ke luar negeri yaitu Singapura, Guangzhou, Fuzhou, Tokyo serta Davao dan maskapai yang melayani penerbangan langsung dari dan ke kota Manado adalah Garuda Indonesia, Citilink, Lion Air, Batik Air, Airfast Indonesia, Wings Air, Super Air Jet, Sriwijaya Air dan Scoot yang menggantikan SilkAir. Bandara yang mengalami renovasi pada tahun 2001 ini merupakan salah satu dari 11 pintu gerbang utama pariwisata di Indonesia. Dengan panjang landas pacu sepanjang 2650 m dan lebar 45 m, bandara ini sanggup untuk didarati pesawat berbadan lebar sejenis Airbus A330 dan Boeing 777. Terminal penumpangnya memiliki fasilitas penunjang berstandar internasional dan dilengkapi dengan empat buah garbarata. Laut Dermaga di Manado umumnya dilayani oleh kapal-kapal berukuran kecil. Hal ini dikarenakan lokasi perairan Manado yang berdekatan dengan lokasi Taman Laut Bunaken yang dilindungi dan juga perairan yang cukup dangkal. Pada umumnya, kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan Manado adalah kapal dengan tujuan Kepulauan Sangir dan Kepulauan Talaud. Speed boat dari dan menuju Bunaken umumnya berlabuh di dermaga ini. Kapal-kapal berukuran besar milik PT. Pelni berlabuh di Kota Bitung, berjarak kurang lebih 40 km sebelah timur Manado. Darat Sistem transportasi darat Kota Manado dilayani oleh minibus angkutan kota yang biasa disebut mikrolet, taksi dan bus DAMRI. Sebagian besar rute dalam kota dilayani oleh mikrolet yang menghubungkan beberapa terminal bus dalam maupun luar kota dengan pusat kota Manado. Mikrolet umumnya beroperasi hingga pukul 22.00 wita (hari kerja) atau pukul 00.00 WITA (akhir pekan). Penyedia jasa transportasi darat berbasis daring seperti Gojek, Grab, InDrive, Maxim dan AntarJo juga telah beroperasi di Kota Manado dengan izin dan pengawasan oleh Dinas Perhubungan Pemerintah Kota Manado. Kantor Diplomatik Kantor Konsulat Jenderal Filipina. Kota kembar Davao City, Philippines Zamboanga City, Philippines Liverpool, Britania Raya Qingdao, Tiongkok Anyang, Gyeonggi, Korea Selatan Lihat pula Daftar tokoh Minahasa Dialek Manado Fam Suku Minahasa Referensi Pranala luar Situs web resmi Situs web Manado Situs web Sulawesi Utara Informasi Terbaru Seputar Manado Manado Manado Manado
4249
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Minahasa
Kabupaten Minahasa
Kabupaten Minahasa adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Tondano, dengan luas wilayah kabupaten 1.025,85 km². Pada 25 Februari 2003 kabupaten Minahasa dimekarkan menjadi Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan UU No.10/2003. Pada tanggal 18 Desember 2003 Kabupaten Minahasa dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan UU No. 33/2003. Geografi Batas wilayah Berikut merupakan batas wilayah Kabupaten Minahasa: Kota Tomohon secara keseluruhan berada di dalam batas wilayah Kabupaten Minahasa. Sejarah Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Minahasa Nomor 8 Tahun 1983, tanggal 5 November 1428 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Minahasa. Tanggal ini bersifat simbolis karena hari dan bulan dari tanggal tersebut diambil dari hari dan bulan dari tanggal kelahiran tokoh Minahasa Sam Ratulangi. Sedangkan tahun 1428 melambangkan perkiraan tahun terjadinya pertemuan antara suku-suku Minahasa dalam perlawanan mereka terhadap Kerajaan Bolaang Mongondow. Karena bersifat perkiraan, angka-angka 1, 4, 2, dan 8 diambil dari dua peristiwa yaitu Peristiwa Merah Putih yang terjadi di Manado pada tanggal 14 Februari 1946 dan Kongres Pemuda Kedua yang menghasilkan Sumpah Pemuda yang diselenggarakan pada tahun 1928. Angka 14 diambil dari hari Peristiwa Merah Putih, sedangkan angka 28 diambil dari tahun diselenggarakannya Kongres Pemuda Kedua. Daerah Minahasa itu sendiri ditetapkan sebagai wilayah administratif dengan disertakan nama kabupaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965. Dengan undang-undang ini, wilayah-wilayah administratif Provinsi Sulawesi Utara yang dulunya bernama "Daerah Tingkat II" diganti dengan nama "Kabupaten" sehingga Daerah Tingkat II Minahasa menjadi Kabupaten Minahasa. Namun keberadaan daerah yang meliputi Kabupaten Minahasa saat ini sebagai sebuah wilayah administratif bisa dilihat jauh sebelum dikeluarkannya undang-undang tersebut dan sebelum terbentuknya negara Republik Indonesia. Perjanjian dengan VOC Penetapan hari jadi Kabupaten Minahasa berdasarkan bersatunya suku-suku Minahasa untuk melawan tekanan dari luar daerah. Tanggal lain yang juga menunjukkan terjadinya persatuan antara suku-suku Minahasa (atau mereka yang telah bersatu) adalah pada abad ke-17 di mana beberapa suku-suku Minahasa bergabung untuk menyepakati sebuah perjanjian persahabatan dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) dengan maksud yang sama untuk memerangi serangan dari daerah Bolaang. Perjanjian ini diadakan dengan gubernur VOC yang berkedudukan di Maluku yaitu Robertus Padtbrugge pada tanggal 10 Januari 1679 pada saat Padtbrugge berkunjung ke Minahasa. Terdapat 23 kepala walak (atau daerah tempat tinggal bersama) yang menyetujui perjanjian tersebut. Para kepala walak berasal dari Aris, Bantik, Kakas, Kakaskasen, Klabat, Klabat Atas, Langowan, Pasan (yang juga mewakili Pinosokan dan Ratahan), Remboken, Rumoong, Sarongsong, Tombariri, Tombasian, Tomohon, Tompaso, Tondano, Tonkimbut Atas, Tonkimbut Bawah, Tonsawang, dan Tonsea. Pendudukan Belanda Penetapan daerah Kabupaten Minahasa saat ini sebagai wilayah administratif yang resmi terjadi pada zaman pendudukan Hindia Belanda di Indonesia yang menggantikan VOC. Wilayah Keresidenan Manado pada waktu itu mencakup seluruh kabupaten-kabupaten dan kota-kota di Minahasa Raya saat ini yaitu Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung, Kota Manado, dan Kota Tomohon. Pada tahun 1856, walak-walak di daerah Minahasa diorganisasikan menjadi 26 distrik (tingkat wilayah administratif di antara kabupaten dan kecamatan). Pada akhir abad ke-19, jumlah distrik kemudian turun menjadi 18 yaitu Bantik, Kakaskasen, Kakas-Remboken, Kawangkoan, Langowan, Manado, Maumbi, Pasan Ratahan-Pinosakan, Rumoong, Sonder, Tombariri, Tombasian, Tomohon-Sarongsong, Tompaso, Tondano-Touliang, Tondano-Toulimambot, Tonsawang, dan Tonsea. Kemudian pada tahun 1908, jumlah turun menjadi 16 di mana Distrik Kakaskasen dihapuskan dan Distrik Rumoong dan Tombasian dijadikan satu. Jumlah distrik kemudian turun lagi menjadi tujuh pada tahun 1920, di mana distrik-distrik adalah Amurang, Kawangkoan, Manado, Ratahan, Tomohon, Tonsea, dan Toulour. Pada tahun 1927, Manado dan Tomohon digabungkan sehingga tinggal enam distrik: Amurang, Kawangkoan, Manado, Ratahan, Tonsea, dan Toulour. Susunan distrik-distrik seperti ini berlangsung sampai kedatangan dan pendudukan Jepang. Di bawah ke enam distrik-distrik ini ditetapkan wilayah administratif yang bernama onderdistrict (atau distrik bawahan) yang setingkat dengan kecamatan. Terdapat 16 distrik bawahan yaitu Airmadidi, Amurang, Eris, Kakas, Kauditan, Kawangkoan, Langowan, Manado Selatan, Manado Utara, Ratahan, Tatelu, Tenga, Tombariri, Tombatu, Tomohon, Tompaso, Tondano, dan Tumpaan. Untuk wilayah administratif di atas distrik, daerah Minahasa dalam Keresidenan Manado termasuk dalam Afdeling Manado yang dibentuk pada tahun 1911. Afdeling ini dibagi menjadi tiga onderafdeling yaitu Amurang, Manado, dan Tondano. Sebelum pembentukan Afdeling Manado, terdapat lima onderafdeling yang mencakup daerah Minahasa yaitu Amurang, Belang, Kema, Manado, dan Tondano. Pada tahun 1926, wilayah-wilayah onderafdeling dihapus. Pendudukan Jepang Dalam tahun-tahun pendudukan Jepang, organisasi wilayah administratif tidak berubah banyak. Pada tahun 1942, jumlah distrik bertambah satu di mana Distrik Toulour dibagi menjadi Langowan dan Tondano. Pada tahun yang sama, Distrik Manado dibagi menjadi Manado dan Tomohon. Pada tahun 1943, perpisahan kota Manado dan daerah Minahasa lainnya mulai terlihat di mana daerah Minahasa dijadikan satu tanpa wilayah kota Manado dan diberi nama Minahasa-ken. Negara Republik Indonesia Setelah kemerdekaan Indonesia, daerah Minahasa pada awalnya termasuk ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi tepatnya dalam sebuah keresidenan yang berkedudukan di Manado. Daerah Minahasa kemudian sempat termasuk dalam bagian wilayah Negara Indonesia Timur sebagai salah satu dari 13 wilayah administratifnya. Pada tahun 1953, Manado ditetapkan sebagai Kota Besar dengan status Daerah Tingkat II (di mana provinsi adalah Daerah Tingkat I) dan dipisahkan dengan Minahasa. Ibukota wilayah Minahasa kemudian diganti dari Manado ke Tondano pada tahun 1959. Pada tahun 1960, Provinsi Sulawesi dibagi menjadi Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1960. Nama kedua provinsi ini berubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1960, di mana Provinsi Sulawesi Utara berubah menjadi Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Daerah Minahasa sebagai Daerah Tingkat II termasuk dalam provinsi ini. Kemudian pada tahun 1964, Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dibagi menjadi Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964. Daerah Tingkat II Minahasa dimasukkan ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Penggunaan nama kabupaten ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, di mana Daerah Tingkat II Minahasa diubah menjadi Kabupaten Minahasa. Kemudian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 mengubah lagi nama Kabupaten Minahasa menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Minahasa. Daftar kecamatan di bawah Kabupaten Daerah Tingkat II Minahasa adalah Airmadidi, Belang, Bitung, Dimembe, Eris, Kakas, Kauditan, Kawangkoan, Kombi, Likupang, Modoinding, Motoling, Pineleng, Ratahan, Remboken, Sonder, Tareran, Tenga, Tombariri, Tombasian, Tombatu, Tomohon, Tompaso, Tompaso Baru, Tondano, Tumpaan, dan Wori. Pada tahun-tahun berikut, Kabupaten Minahasa mengalami beberapa perubahan dengan pembentukan wilayah-wilayah administatif baru dari wilayah Kabupaten Minahasa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1975, Kota Administratif Bitung diresmikan sebagai wilayah terpisah dari Kabupaten Minahasa. Pada 25 Februari 2003, Kabupaten Minahasa dimekarkan menjadi Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2003. Kemudian pada tanggal 18 Desember 2003, Kabupaten Minahasa dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2005. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pendidikan Kabupaten Minahasa memiliki satu Universitas Negeri, yaitu Universitas Negeri Manado (UNIMA), Kampus Biru Tounsaru Tondano Selatan dan satu Sekolah Tinggi Swasta, yaitu Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng. Kecuali di Kota Tondano di mana terdapat 8 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), di beberapa kota dan kecamatan terdapat rata-rata dua hingga tiga SLTA saja. juga SLA (Sekolah Lanjutan Advent) yang sangat terkenal dengan Hari Sabat di dalam kitab suci yang satu-satunya sekolah Lanjutan Advent. Kesehatan Rumah sakit Seni dan Olah Raga Seniman terkenal seperti JE. Tatengkeng, M.R. Dajoh, Yessy Wenas, Maya Rumantir, Chintya Maramis dan Angel Karamoy. Dalam bidang seni diadakannya kontes putra putri Se-Minahasa Waraney dan Wulan Minahasa. Klub Sepak Bola daerah ini bernama Persmin atau PERSMIN MINAHASA. Para pemain sepak bola yang terkenal asal Minahasa seperti Ronny Pangemanan dan Yopie Lumoindong (Tondano) di PSM Makassar dan sebagainya. Lihat pula Daftar tokoh Minahasa Referensi Pranala luar Kabupaten di Sulawesi Utara Kabupaten di Indonesia Sulawesi Utara
4250
https://id.wikipedia.org/wiki/Sangihe%20Talaud
Sangihe Talaud
Sangihe Talaud, adalah sebuah kepualauan di barat laut pulau Sulawesi, dekat dengan pulau Mindanao wilayah Filipina.Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki luas mencapai 11.863,58 km2 terdiri dari Lautan 11.126,61 km2 dan Daratan 736,97 km2. Ibu kota berkedudukan di Tahuna secara keseluruhan jumlah pulau yang ada di kepulauan ini berjumlah 105 pulau dengan rincian ; 79 pulau yang tidak berpenghuni dan 26 pulau berpenghuni. Secara geografis wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud terletak antara 2° 4’ 13” – 4° 44’ 22” LU dan 125° 9' 28” - 125° 56' 57” BT dan posisinya terletak di ujung utara Sulawesi dengan berbatasan dengan Pulau Mindanao (Republik Filipina). Pada Tahun 2002 Kabupaten Kepulauan Sangihe dimekarkan (pada saat itu masih Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud) menjadi 2 Kabupaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002, yaitu Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud. Pemekaran kembali dilakukan di Kabupaten Induk (Kabupaten Sangihe) menjadi Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (SITARO) pada Tahun 2007 sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2007 tanggal 2 januari 2007 Ibukota: TahunaWilayah: 2.263,95 km²Penduduk: 300.000 jiwa. Provinsi:Sulawesi Utara Musik Musik tradisional untuk daerah sangihe Talaud adalah "Musik Bambu". Musik bambu adalah seperangkat alat musik tiup yang bahan baku seluruhnya terbuat dari bambu, dengan spesifikasi yang khusus adalah musik bambu dari kabupatan Sangihe Talaud.Instrumen melodinya adalah suling kecil, suling besar dan trompet, tetapi adaversi yang menyebutnya sebagai klarinet, tetapi karena klarinet versi SanghieTalaud tidak mengunakan rit layaknya alat musik klarinet dari barat (asal mula) maka sebagian besar pemain menyebutnya trompet. Kemudian di lengkapi dengan instrumen pengiring kecil, yang dinamakan korno dengan berbagai jenisnya.Sedangkan pengiring besar dinamakan bambu tengah/kontra bas (sejenis Cello padamusik bambu klarinet dan seng), trombone dan bas. Daftar Daerah Tingkat II Pulau di Sulawesi Utara
4251
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Biak%20Numfor
Kabupaten Biak Numfor
Kabupaten Biak Numfor merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Biak. Wilayah otonom yang kini disebut sebagai Kabupaten Supiori pernah menjadi bagian dari kabupaten ini. Penduduk kabupaten ini pada tahun 2020 berjumlah 145.952 jiwa, dengan rincian 74.458 jiwa laki-laki dan 71.494 jiwa perempuan. Kabupaten yang berdampingan dengan Kabupaten Supiori ini memiliki dua pulau utama, yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor. Kabupaten ini telah disetujui oleh Lapan sebagai tempat pembangunan bandara antariksa. Kabupaten ini dipilih karena dekat dengan garis ekuator dan Lapan sudah memiliki beberapa hektare tanah di sana. Orang terkenal dari kab biak Numfor 1.liza rumbewas peraih medali perak angkat besi olimpiade Athena dan Sidney 2.david murni penyanyi 3.evan sander aktor Geografis Kabupaten Biak Numfor terletak di Teluk Cenderawasih pada titik 0°21'-1°31' LS, 134°47'-136°48' BT dengan ketinggian 0 - 1.000 meter di atas permukaan laut. Kabupaten ini merupakan gugusan pulau yang berada di sebelah utara daratan Papua dan berseberangan langsung dengan Samudera Pasifik. Posisi ini menjadikan Kabupaten Biak Numfor sebagai salah satu tempat yang strategis dan penting untuk berhubungan dengan dunia luar terutama negara-negara di kawasan Pasifik, Australia, atau Filipina. Letak geografis ini memberikan kenyataan bahwa posisinya sangat strategis untuk membangun kawasan industri, termasuk industri pariwisata. Batas wilayah Pulau Kabupaten Biak Numfor terdiri dari 2 (dua) pulau kecil, yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor serta lebih dari 42 pulau sangat kecil, termasuk Kepulauan Padaido yang menjadi primadona pengembangan kegiatan dari berbagai pihak. Luas keseluruhan Kabupaten Biak Numfor adalah 5,11% dari luas wilayah provinsi Papua. Jarak ibu kota kabupaten ke ibu kota kecamatan Kameri: 83 km Yemburwo: 80 km Korido: 42 km Sabar Miokre: 45 km Yomdori: 54 km Warsa: 47 km Korem: 36 km Bosnik: 20 km Yendidori: 8 km Samofa: 2 km Iklim Berdasarkan hasil pencatatan Stasiun Meteorologi Kelas I Frans Kaisiepo Biak pada tahun 2011 dilaporkan bahwa suhu udara rata‐rata di wilayah Kabupaten Biak Numfor adalah 27,1 C dengan kelembaban udara rata‐rata 86,3%, sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah Kabupaten Biak Numfor termasuk kategori panas. Hal ini juga dapat dilihat dari suhu udara minimum sekitar 24,5 °C sementara suhu maksimum mencapai 30 °C. Di sisi lain, curah hujan rata‐rata yang terjadi sepanjang tahun 2011 adalah 287,5 mm, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu 456,1 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan November yaitu 123,1 mm. Sementara itu, banyaknya hari hujan rata‐rata dalam satu bulan di Kabupaten Biak Numfor adalah 24 hari. Bahkan pada bulan September banyaknya hari hujan hampir mencapai satu bulan, yaitu 28 hari. Sedangkan banyaknya hari hujan paling kecil terjadi pada bulan Mei, yaitu 19 hari. BMKG juga mencatat bahwa rata‐rata penyinaran matahari setiap bulan adalah 140,8 jam, penyinaran terbesar terjadi pada bulan Januari yaitu 203,1 jam dan paling kecil pada bulan Juni hanya 69,1 jam. Sementara pantauan rata‐rata kecepatan angin setiap bulan masih tergolong normal yaitu 3,7 knot dan tekanan udara sebesar 1.007,1 mba. Sejarah Dalam fakta sejarah terungkap, pemerintahan Biak pertama kali berdiri pada 17 Juli 1918 di Bosnik yang ketika itu masuk dalam wilayah Afedling Nieunea Utara Keresidenan Ternate dan sekitarnya. Pada waktu pemerintah Belanda berkuasa di daerah Papua hingga awal tahun 1960-an, nama yang dipakai untuk menamakan Kepulauan Biak-Numfor adalah Schouten Eilanden, menurut nama orang Eropa pertama berkebangsaan Belanda, yang mengunjungi daerah ini pada awal abad ke-17. Nama-nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-laporan tua untuk penduduk dan daerah kepuluan ini adalah Numfor atau Wiak. Fonem w pada kata wiak sebenarnya berasal dari fonem v yang kemudian berubah menjadi b sehingga muncullah kata biak seperti yang digunakan sekarang. Dua nama terakhir itulah kemudian digabungkan menjadi satu nama yaitu Biak-Numfor, dengan tanda garis mendatar di antara dua kata itu sebagai tanda penghubung antara dua kata tersebut, yang dipakai secara resmi untuk menamakan daerah dan penduduk yang mendiami pulau-pulau yang terletak di sebelah utara Teluk Cenderawasih itu. Dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan nama Biak saja yang mengandung pengertian yang sama juga dengan yang disebutkan di atas. Tentang asal usul nama serta arti kata tersebut ada beberapa pendapat. Pertama ialah bahwa nama Biak yang berasal dari kata v`iak itu yang pada mulanya merupakan suatu kata yang dipakai untuk menamakan penduduk yang bertempat tinggal di daerah pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata tersebut mengandung pengertian orang-orang yang tinggal di dalam hutan`,`orang-orang yang tidak pandai kelautan`, seperti misalnya tidak cakap menangkap ikan di laut, tidak pandai berlayar di laut dan menyeberangi lautan yang luas dan lain-lain. Nama tersebut diberikan oleh penduduk pesisir pulau-pulau itu yang memang mempunyai kemahiran tinggi dalam hal-hal kelautan. Sungguhpun nama tersebut pada mulanya mengandung pengertian menghina golongan penduduk tertentu, nama itulah kemudian diterima dan dipakai sebagai nama resmi untuk penduduk dan daerah tersebut. Pendapat lain, berasal dari keterangan ceritera lisan rakyat berupa mite, yang menceritakan bahwa nama itu berasal dari warga klen Burdam yang meninggalkan Pulau Biak akibat pertengkaran mereka dengan warga klen Mandowen. Menurut mite itu, warga klen Burdam memutuskan berangkat meninggalkan Pulau Warmambo (nama asli Pulau Biak) untuk menetap di suatu tempat yang letaknya jauh sehingga Pulau Warmambo hilang dari pandangan mata. Demikianlah mereka berangkat, tetapi setiap kali mereka menoleh ke belakang mereka melihat Pulau Warmambo tampak di atas permukaan laut. Keadaan ini menyebabkan mereka berkata, v`iak wer`, atau `v`iak`, artinya ia muncul lagi. Kata v`iak inilah yang kemudian dipakai oleh mereka yang pergi untuk menamakan Pulau Warmambo dan hingga sekarang nama itulah yang tetap dipakai. Pemerintahan Daftar Bupati Herry Ario Naap, sebelumnya Wakil Bupati, kemudian menggantikan Bupati Thomas Alfa Edison Ondi, yang terlibat kasus korupsi pada tahun 2017. Dewan Perwakilan Daftar Distrik Demografi Suku bangsa Berdasarkan proyeksi penduduk pertengahan tahun dengan dasar data hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor Tahun 2011 adalah 130.593 jiwa yang terdiri dari 67.194 laki‐laki dan 63.399 perempuan. Jumlah penduduk paling besar berada di distrik Biak Kota sebesar 43.134 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.005,69 jiwa/km2. Suku bangsa mayoritas di kabupaten ini adalah suku Biak, dan ada juga suku Papua lainnya, serta suku pendatang dari wilayah lain di Indonesia. Data Sensus Penduduk Indonesia 2010, penghitungan berdasarkan penduduk jenis kelamin laki-laki, maka penduduk asli orang Papua sebanyak 48.021 jiwa (73,20%), sementara orang non asli Papua sebanyak 17.579 jiwa (26,80%). Agama Data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021 mencatat bahwa mayoritas penduduk kabupaten Biak Numfor memeluk agama Kristen yakni 83,58% dimana Protestan 81,33% dan Katolik 2,25%. Kemudian, pemeluk agama Islam berjumlah 16,17% diantaranya banyak berada di ibukota kabupaten, di distrik Biak Kota dan juga distrik Samofa. Sebagian kecil lagi beragama Buddha yakni 0,17% dan Hindu 0,08%. Pendidikan Pada tahun 2011, kabupaten Biak Numfor memiliki 250 sekolah yang meliputi 19 Taman Kanak-kanak, 161 Sekolah Dasar, 1 Madrasah Ibtidaiyah, 46 SLTP, 1 Madrasah Tsanawiyah, 16 SMA dan 6 Sekolah Kejuruan. Secara umum penyebaran sekolah di wilayah Kabupaten Biak Numfor masih bervariasi menurut jenisnya. Untuk Taman Kanak-kanak masih terpusat di distrik Biak Kota dan distrik Samofa masing-masing sebanyak 7 dan 9 sekolah. Tiga distrik lain yaitu distrik Numfor Timur, distrik Biak Timur dan distrik Warsa hanya terdapat 1 TK. Sedangkan distrik lain belum ada TK yang beroperasi. Berbeda dengan TK, seluruh distrik di Kabupaten Biak Numfor sudah memiliki SD dan SLTP. Kecuali distrik Bondifuar yang tidak memiliki SMP. Sementara itu terdapat 11 Perguruan Tinggi yang beroperasi di Kabupaten Biak Numfor, seperti IISIP YAPIS, Akademi Perikanan Kamasan Biak, Akademi Teknik Biak, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak, Akademi Pariwisata, Universitas Cendrawasih kelas ekstensi, Akademi Kebidanan Biak, Akademi Keperawatan Biak, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Biak, Institut Kristen Papua, dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Oikumene. Dari kesebelas perguruan tinggi tersebut, yang mempunyai jumlah mahasiswa paling banyak adalah IISIP YAPIS dan STKIP masing-masing 973 dan 837 mahasiswa. Kesehatan Di Kabupaten Biak Numfor terdapat tiga rumah sakit yang masuk dalam jejaring JKN atau program BPJS kesehatan, yaitu satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan dua rumah sakit militer milik TNI AL dan TNI AU. RSUD Kabupaten Biak Numfor mempunyai fasilitas berupa ruang rawat inap sebanyak 12 sal dengan kapasitas sekitar 250 tempat tidur tetapi masih dirasakan masyarakat kurang memiliki fasilitas yang layak sebagai Rumah Sakit rujukan di Papua.RSAL Biak terletak di dalam Pangkalan TNI AL Biak di JL Sorido memiliki fasilitas yang cukup lengkap dengan ruang rawat inap sebanyak 15 sal dengan kapasitas 56 tempat tidur. Selain itu RSAL memiliki fasilitas pemeriksaan check up untuk pemeriksaan calon pegawai, taruna, bintara dan tamtama. RSAL Biak merupakan rumahsakit tingkat IIIB sekelas dengan RSAL Jayapura. Transportasi Transportasi utama Kabupaten Biak Numfor adalah Bandar Udara. Bandar Udara Frans Kaisiepo merupakan bandar udara Internasional pertama di wilayah Papua dengan panjang landasan pacu hampir 3,6 km. Dimasa tahun 1990 an pernah melayani rute penerbangan Internasional ke Los Angeles USA melalui Honolulu. Untuk transportasi darat panjang jalan di Kabupaten Biak Numfor mencapai 703,74 Km yang terdiri dari Jalan Nasional (65,66 Km), Jalan Provinsi (193,51 Km), dan Jalan Kabupaten (444,56 Km). Dari total panjang jalan tersebut, 96,9 persen Jalan Provinsi sudah diaspal, dan 92,13 persen Jalan Kabupaten sudah diaspal. Olahraga Klub sepak bola wilayah ini adalah PSBS Biak Numfor yang bermarkas di Stadion Cendrawasih dan bermain di Divisi Utama Liga Indonesia. Klub ini dikenal dengan nama julukan "Napi Bongkar". Referensi Pranala luar Sistem Politik Tradisional Etnis Byak: Kajian tentang Pemerintahan Tradisional Antropologi Papua, Volume 1. No. 3 Agustus 2003 oleh Dr. J.R. Mansoben, MA Master Wilayah Skema 456 Kabupaten/Kota (Keadaan Desember 2007), halaman 1.398-1.401 Biak Numfor Biak Numfor
4253
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Jayapura
Kota Jayapura
Kota Jayapura adalah sebuah kota dan juga ibu kota dari Provinsi Papua, Indonesia. Kota ini merupakan ibu kota provinsi yang terletak paling Timur di Indonesia, dan berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua Nugini, yang terletak di Teluk Jayapura. Kota ini didirikan oleh Kapten Infanteri F.J.P. Sachse dari kerajaan Belanda pada 7 Maret 1910. Dari tahun 1910 ke 1962, kota ini dikenal sebagai Hollandia merupakan ibu kota distrik dengan nama yang sama di timur laut pulau Papua bagian barat. Kota ini sempat disebut Kota Baru dan Sukarnopura (Sukarnapura, 1964) sebelum menyandang nama yang sekarang pada tahun 1968. Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk kota Jayapura sebanyak 403.859 jiwa. Etimologi Arti literal dari Jayapura adalah 'Kota Kemenangan' (bahasa Sanskerta: jaya yang berarti "kemenangan"; pura: "kota"). Nama tersebut menggantikan Sukarnopura dan diberikan Suharto pada masa orde baru sebagai upaya De-Soekarnoisasi untuk menghilangkan sisa-sisa peninggalan Sukarno. Saat ini ada upaya dari sebagian tokoh masyarakat, penjabat pemerintah, dan akademisi untuk mengubah nama Jayapura menggunakan penamaan lebih lokal seperti Kota Tabi dari kebudayaan wilayah adat Tabi. Kata Tabi berasal dari bahasa lokal dan berarti 'matahari terbit'; atau Port Numbay hingga Numbay saja, yang berasal dari sungai Numbay dan sungai Anafri yang bermuara di teluk Jayapura. Numbay berasal dari Nau O Bwai, Bahasa Kayo Pulau yang berarti 'airnya sangat jernih'. Sejarah Perang Dunia II Bagian utara dari Belanda Nugini diduduki oleh pasukan Jepang pada tahun 1942. Pasukan Sekutu mengusir Jepang setelah pendaratan amfibi dekat Hollandia sejak 21 April 1944. Daerah ini menjadi markas Jenderal Douglas MacArthur sampai penaklukan Filipina pada bulan Maret 1945. Lebih dari dua puluh pangkalan Amerika Serikat didirikan dan setengah juta personel AS bergerak melalui daerah ini. Irian Jaya Irian Jaya difinitif kembali ke Indonesia 1 Maret 1963. Sejak 1 Mei 1963 sampai sekarang, banyak sekali kemajuan dan perubahan yang terjadi di Irian Jaya. Terjadi perubahan dalam bidang pemerintahan, Ibu kota kabupaten Jayapura dimekarkan menjadi kota Administratif (kotif) Jayapura. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 26/1979 tanggal 28 Agustus 1979 tentang pembentukan Kota Administratif Jayapura. Maka dengan ketentuan pelaksanaan Permendagri No. 5 tahun 1979 dan instruksi Mendagri No. 30 tahun 1979, Kota Jayapura pada hari Jumat, 14 September 1979, diresmikan sebagai Kota Administratif oleh Amir Machmud, Menteri dalam Negeri Republik Indonesia. Papua Tahun 1999, presiden Abdurrahman Wahid memenuhi keinginan masyarakat Papua, untuk mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua. Nama Papua disebutkan dalam Manifest yang dicetuskan Komite Nasional Papua yang menyatakan, "Nama tanah kami menjadi Papua Barat dan nama bangsa kami menjadi Papua." Manifest tersebut ditulis dalam sebuah harian "Pengantara" pada 21 Oktober 1961. Sehingga, kini Kota Jayapura menjadi sebuah kota dan ibu kota dari provinsi Papua. Geografi Luas Kota Jayapura adalah 940 Km2 atau 940.000 Ha, terdiri dari 5 distrik, terbagi habis menjadi 25 kelurahan dan 14 kampung. Sedangkan untuk letak astronomis, Kota Jayapura terletak pada 1°28”17,26”LS - 3°58’082”LS dan 137°34’10,6”BT - 141°0’8’22”BT. Batas Wilayah Batas Wilayah Kota Jayapura adalah sebagai berikut; Topografi dan Iklim Topografi daerah cukup bervariasi, mulai dari dataran hingga landai dan berbukit/gunung ± 700 meter di atas permukaan laut. Kota Jayapura dengan luas wilayah 94.000 Ha yang terdiri dari 5 Distrik yaitu Distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, Heram dan Muara Tami: Terdapat ± 30% tanah tidak layak huni, karena terdiri dari perbukitan yang terjal, rawa-rawa dan hutan lindung. Variasi curah hujan antara 45–255 mm/thn dengan jumlah hari hujan rata-rata bervariasi antara 148-175 hari hujan/thn. Suhu rata-rata 22 °C-31,8 °C. Musim hujan dan musim kemarau tidak mempunyai perbedaan yang jelas karena cuacanya yang cenderung basah sepanjang tahun. Kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 79%-81% di lingkungan perkotaan sampai daerah pinggiran kota. Pemerintahan Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan/Distrik Demografi Suku bangsa Kota Jayapura, sebagai ibu kota provinsi, dihuni oleh warga yang berasal dari beragam suku bangsa. Suku bangsa mayoritas di kota ini adalah suku pendatang atau non Papua asli. Data Sensus Penduduk Indonesia 2010, penghitungan berdasarkan penduduk jenis kelamin laki-laki, maka penduduk asli orang Papua sebanyak 47.987 jiwa (35,13%), sementara orang non asli Papua sebanyak 88.600 jiwa (64,87%). Suku asli Papua umumnya merupakan suku Sentani, Tobati, Biak, dan lainnya. Kota Jayapura masuk kedalam wilayah adat Mamta. Sementara suku lain non Papua asli termasuk Jawa, Makassar, Bugis, asal Maluku, asal Nusa Tenggara Timur, Batak, Minahasa, Tionghoa, dan lainnya. Agama Data Kementerian Dalam Negeri tahun 2023 mencatat bahwa mayoritas penduduk kota Jayapura memeluk agama Kristen yakni 55,41% dimana Protestan 49,18% dan Katolik sebanyak 6,23%. Kemudian sebagian besar lainnya beragama Islam yakni 44,15%, dan sebagian kecil lagi beragama Buddha yakni 0,27% dan Hindu sebanyak 0,17%. Transportasi Darat Beberapa kabupaten di Provinsi Papua dapat diakses melaui jalan darat dari Kota Jayapura, diataranya Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Yalimo. Selain itu melalui jalan darat ada pula pelayanan transportasi bus antar negara, yakni ke Papua Nugini. Bus ini disediakan oleh berbagai penyedia layanan. Layanan imigrasi Indonesia-Papua Nugini dilaksanakan di Jayapura-Vanimo. Untuk menyeberang ke Papua Nugini, dibutuhkan waktu sekitar 45 menit dari kota Jayapura menuju perbatasan negara. Udara Kota ini dilayani oleh sebuah bandar udara, yaitu Bandar Udara Internasional Sentani, yang terletak di Sentani, Kabupaten Jayapura. Bandara Sentani menjadi pintu masuk ke seluruh kabupaten di Provinsi Papua dengan berbagai maskapai pesawat diantaranya Garuda Indonesia, Batik Air, Lion Air, Sriwijaya Air, Trigana Air, Citilink, Dimonim Air, Debi Air, Wings Air, Susi Air, Jayawijaya Dirgantara, MAF dan AMA. Laut Kota Jayapura memiliki beberapa dua pelabuhan laut yakni Pelabuhan Yos Sudarso Jayapura dan Pelabuhan Porasko Jayapura. Pelabuhan Jayapura merupakan pusat bongkar muat kapal peti kemas dan bersandarnya kapal Pelni. Sementara pelabuhan porasko adalah pusat bersandarnya Kapal Perintis Papua dan kapal-kapal militer milik TNI dan Polri. Ekonomi Pusat perbelanjaan Tradisional Pasar Sentral Mama-Mama, Kota Jayapura Pasar Yotefa, Abepura Pasar Koya, Muara Tami Pasar Hamadi, Jayapura Selatan Pasar Inpres Tanjung Ria, Jayapura Utara Pasar Kaget, Kotaraja Pasar Expo, Waena Pasar Perbatasan Skow, Muara Tami Pasar Pertigaan Koya-Arso, Muara Tami Pusat perbelanjaan Modern Saga Mall, Abepura Mega Mall, Abepura Ramayana Mall, Abepura Mall Jayapura Papua Trade Center (PTC) Entrop Hypermart Tanah Hitam, Abepura Sagu Indah Plaza, Jayapura Mega Mall Waena Kesehatan Rumah sakit Media Massa Televisi Kota kembar Jayapura memiliki hubungan kota kembar dengan kota kota berikut: Puerto Princesa, Filipina Quezon city, Filipina San José, Kosta Rika Songkhla, Thailand Nuuk, Greenland. Referensi Lihat juga Aimaro hena taje Pranala luar Situs Web Resmi Pemerintah Kota Jayapura Jayapura Jayapura Jayapura
4254
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Jayapura
Kabupaten Jayapura
Kabupaten Jayapura adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Distrik Sentani, 33 km dari Kota Jayapura. Jumlah penduduk kabupaten ini berjumlah 125.975 jiwa (2017), di mana jumlah penduduk laki-laki 66.307 jiwa dan perempuan 59.668 jiwa, dan pada tahun 2020, kabupaten ini jumlah penduduk sebanyak 170.167 jiwa. Geografi Batas Wilayah Batas wilayah Kabupaten Jayapura antara lain; Topografi Secara fisik selain daratan juga terdiri dari rawa (146.575 ha) yang tersebar di beberapa wilayah. Sungai yang melintasi kabupaten Jayapura terdiri dari 21 buah, sebagian besar menuju ke pantai utara (samudera pasifik) yang pada umumnya sangat tergantung dengan fluktuasi air hujan. Iklim Iklim di wilayah kabupaten Jayapura adalah tropis dengan temperatur rata-rata 25-35 °C, di daerah pantai temperaturnya 26 °C, sedangkan di daerah pedalaman temperaturnya bervariasi sesuai ketinggian dari permukaan laut. Perbedaan musim hujan dan musim kering hampir tidak ada karena pengaruh angin. Pada bulan Mei-November angin bertiup dari tenggara yang kurang mengandung uap air, sedangkan bulan Desember-April bertiup angin musim barat laut yang banyak mendatangkan hujan. Curah hujan berkisar antara 1.500-6.000 mm/tahun. Dengan jumlah hari hujan dalam setahun rata-rata 159-229 hari, curah hujan tertinggi terjadi dipesisir pantai utara sedangkan terendah di daerah pedalaman (sekitar wilayah Kemtuk Gresi-Nimboran). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Daftar Distrik Jarak terjauh dari barat ke timur 336 km, dibagi menjadi 19 distrik, 239 kampung dan 5 kelurahan. Distrik terkecil adalah Sentani dan Sentani Timur. Referensi Pranala luar Situs Resmi Kabupaten Jayapura Jayapura Jayapura
4255
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Jayawijaya
Kabupaten Jayawijaya
Kabupaten Jayawijaya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua Pegunungan, Indonesia yang terletak di kawasan Pegunungan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Distrik Wamena yang terletak dalam kawasan Lembah Baliem. Lembah Baliem lebih terkenal sehingga banyak orang menyebut Lembah Baliem identik dengan Jayawijaya atau Wamena. Dalam literatur asing Lembah Baliem juga sering disebut sebagai Lembah yang sangat besar (). Penduduk kabupaten ini pada tahun 2022 berjumlah 277.923 jiwa, dengan kepadatan penduduk 19,96 jiwa/km2. Kabupaten Jayawijaya berada di wilayah adat La Pago. Wilayah Kabupaten Jayawijaya saat pertama kali bergabung dengan Indonesia di tahun 1963 mencakup keseluruhan Provinsi Papua Pegunungan sekarang. Kemudian dilakukan pemekaran secara bertahap hingga sekarang terbentuk 8 kabupaten yang bersatu kembali dalam satu provinsi baru. Sebagai kabupaten tertua dan termaju, Kabupaten Jayawijaya dipilih sebagai ibukota provinsi. Geografis Batas Wilayah Batas wilayah Kabupaten Jayawijaya antara lain; Sejarah Sejarah Kabupaten Jayawijaya sangat berhubungan erat dengan sejarah perkembangan gereja di wilayah ini, karena daerah ini adalah daerah terisolasi dari dunia luar, tetapi sejak tahun 1950-an misionaris mulai berdatangan dan mulai melakukan penginjilan di daerah ini. Lembah Baliem ditemukan secara tidak sengaja, ketika Richard Archbold, ketua tim ekspedisi yang disponsori oleh American Museum of Natural History melihat adanya lembah hijau luas dari kaca jendela pesawat pada tanggal 23 Juni 1938. Penglihatan tidak sengaja ini adalah awal dari terbukanya isolasi Lembah Baliem dari dunia luar. Tim ekspedisi yang sama di bawah pimpinan Kapten Teerink dan Letnan Van Areken mendarat di Danau Habema. Dari sana mereka berjalan menuju arah Lembah Baliem melalui Lembah Ibele dan mereka mendirikan basecamp di Lembah Baliem. Pada tanggal 20 April 1954, sejumlah missionaris dari Amerika Serikat, termasuk di dalamnya Dr. Myron Bromley, tiba di Lembah Baliem. Tim misionaris ini menggunakan pesawat kecil yang mendarat di Sungai Baliem, tepatnya di Desa Minimo dengan tugas utama memperkenalkan agama Kristen ke orang Dani di Lembah Baliem. Stasiun Misionaris Pertama didirikan di Hitigima. Selama 7 (tujuh) bulan mereka mendirikan landasan pesawat terbang pertama. Beberapa waktu kemudian misionaris menemukan sebuah areal yang ideal untuk dijadikan landasan pendaratan pesawat udara. Areal landasan pesawat terbang itu terletak berbatasan dengan daerah Suku Mukoko dan di areal inilah mulai dibangun landasan terbang yang kemudian berkembang menjadi landasan terbang Wamena saat ini. Pada tahun 1958 Pemerintah Belanda mulai kekuasaannya di Lembah Baliem, dengan mendirikan pos pemerintahannya di sekitar areal landasan terbang, namun kehadiran Belanda di Lembah Baliem tidak lama, karena melalui proses panjang diawali dengan ditandatanganinya dokumen Pepera pada tahun 1969, Irian Barat kembali ke Pemerintah Republik Indonesia, sehingga Pemerintah Belanda segera meninggalkan Irian Barat (Papua). Kabupaten Jayawijaya dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969, tentang pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat. Berdasarkan pada Undang-undang tersebut, Kabupaten Jayawijaya terletak pada garis meridian 137°12'-141°00' Bujur Timur dan 3°2'-5°12' Lintang Selatan yang memiliki daratan seluas 52.916 km², merupakan satu-satunya Kabupaten di Provinsi Irian Barat (pada saat itu) yang wilayahnya tidak bersentuhan dengan bibir pantai. Pemekaran Kabupaten Mengingat luasnya wilayah ini, Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya mulai mengupayakan pemekaran wilayah. Dimulai dengan pemekaran desa, pemekaran kecamatan dan pemekaran kabupaten. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dengan diberlakukannya Otonomi Khusus di Papua, maka khusus di Provinsi Papua (dan kemudian juga di Provinsi Papua Barat), istilah kecamatan diganti menjadi distrik dan desa diganti menjadi kampung. Pemekaran Kabupaten dilakukan mulai tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 dengan membentuk tiga kabupaten baru yaitu Kabupaten Tolikara dengan ibu kota Karubaga, Kabupaten Pegunungan Bintang dengan ibu kota Oksibil dan Kabupaten Yahukimo dengan ibu kota Dekai. Pemekaran kabupaten kedua adalah pada tahun 2008, yaitu pemekaran dari wilayah Kabupaten Jayawijaya dan sebagian wilayah kabupaten pemekaran pertama. Dimekarkan empat kabupaten baru yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri RI pada tanggal 12 Juni 2008 di Kota Wamena. Keempat kabupaten yang baru dimekarkan itu masing-masing berdasarkan: Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Mamberamo Tengah dengan ibu kota Kobakma, meliputi Distrik Kobakma, Kelila, Eragayam, Megambilis dan Ilugwa. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Yalimo, dengan ibu kota Elelim, meliputi Distrik Elelim, Apalapsili, Abenaho, Benawa dan Welarek. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Lanny Jaya, dengan ibu kota Tiom, meliputi Distrik Tiom, Pirime, Makki, Gamelia, Dimba, Melagineri, Balingga, Tiomneri, Kuyawage dan Poga. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2008 tentang pemekaran wilayah Kabupaten Nduga dengan ibu kota Kenyam, meliputi Distrik Kenyam, Mapenduma, Yigi, Wosak, Geselma, Mugi, Mbua dan Gearek. Pembangunan Pada tanggal 10 Mei 2017 Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau jalan Trans Papua, di Distrik Habema, Kabupaten Jayawijaya dengan mengendarai sendiri motor trail menyusuri jalan Trans Papua sepanjang kurang lebih 6 km yang belum diaspal. Jalan tersebut menghubungkan Kabupaten Jayawijaya dengan Kabupaten Nduga dan Kabupaten Asmat (ruas Wamena menuju Agats) sepanjang 287 km dan yang sudah diaspal 38 km. Perjalanan dari Wamena menuju tempat acara yang berjarak 42 km, dilalui Presiden dengan menggunakan kendaraan roda 4 sepanjang 36 km. Sisanya 6 km, Jokowi mengendarai sendiri motor trail. Jalan ini merupakan bagian dari ruas jalan Trans Papua sepanjang 4.300 km yang dalam proses Pembangunan. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Daftar Distrik Topografi dan Iklim Kabupaten Jayawijaya berada di hamparan Lembah Baliem, sebuah lembah aluvial yang terbentang pada areal ketinggian 1500–2000 m di atas permukaan laut. Temperatur udara bervariasi antara 14,5 derajat Celcius sampai dengan 24,5 derajat Celcius. Dalam setahun rata-rata curah hujan adalah 1.900 mm dan dalam sebulan terdapat kurang lebih 16 hari hujan. Musim kemarau dan musim penghujan sulit dibedakan. Berdasarkan data, bulan Maret adalah bulan dengan curah hujan terbesar, sedangkan curah hujan terendah ditemukan pada bulan Juli. Lembah Baliem dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya yang terkenal karena puncak-puncak salju abadinya, antara lain: Puncak Trikora (4.750 m), Puncak Mandala (4.700 m) dan Puncak Yamin (4.595 m). Pegunungan ini amat menarik wisatawan dan peneliti Ilmu Pengetahuan Alam karena puncaknya yang selalu ditutupi salju walaupun berada di kawasan tropis. Lereng pegunungan yang terjal dan lembah sungai yang sempit dan curam menjadi ciri khas pegunungan ini. Cekungan lembah sungai yang cukup luas terdapat hanya di Lembah Baliem Barat dan Lembah Baliem Timur (Wamena). Vegetasi alam hutan tropis basah di dataran rendah memberi peluang pada hutan iklim sedang berkembang cepat di lembah ini. Ekosistem hutan pegunungan berkembang di daerah ketinggian antara 2.000–2.500 m di atas permukaan laut. Demografi Orang Dani di lembah Baliem biasa disebut sebagai "Orang Dani Lembah". Rata-rata kenaikan populasi orang Dani sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah keengganan pada ibu untuk mempunyai anak lebih daripada dua yang menyebabkan rendahnya populasi orang Dani di Lembah Baliem. Sikap berpantang pada ibu selama masih ada anak yang masih disusui, membuat jarak kelahiran menjadi jarang. Hal ini selain tentu saja karena adat istiadat mereka, mendorong terjadinya poligami. Poligami terjadi terutama pada laki-laki yang kaya, mempunyai banyak babi. Babi merupakan maskawin utama yang diberikan laki-laki kepada keluarga wanita. Selain sebagai maskawin, babi juga digunaklan sebagai lambang kegembiraan maupun kedukaan. Babi juga menjadi alat pembayaran denda terhadap berbagai jenis pelanggaraan adat. Dalam pesta adat besar babi tidak pernah terlupakan bahkan menjadi bahan konsumsi utama. Sebelum tahun 1954, penduduk Kabupaten Jayawijaya merupakan masyarakat yang homogen dan hidup berkelompok menurut wilayah adat, sosial dan konfederasi suku masing-masing. Pada saat sekarang ini penduduk Jayawijaya sudah heterogen yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan latar belakang sosial, budaya dan agama yang berbeda namun hidup berbaur dan saling menghormati. Ekonomi Mata pencaharian utama masyarakat Jayawijaya adalah bertani, dengan sistem pertanian tradisional. Makanan pokok masyarakat asli Jayawijaya adalah ubi jalar, keladi dan jagung sehingga pada areal pertanian mereka dipenuhi dengan jenis tanaman makanan pokok ini. Pemerintah Kabupaten Jayawijaya berusaha memperkenalkan jenis tanaman lainnya seperti berbagai jenis sayuran (kol, sawi, wortel, buncis, kentang, bunga kol, daun bawang dan sebagainya) yang kini berkembang sebagai barang dagangan yang dikirim ke luar daerah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lembah Baliem adalah areal luas yang sangat subur sehingga cocok untuk berbagai jenis komoditas pertanian yang dikembangkan tanpa pupuk kimia. Padi sawah juga mulai berkembang di daerah ini kerena penduduk Dani sudah mengenal cara bertani padi sawah. Begitupun komoditas perkebunan lainnya kini dikembangkan adalah kopi Arabika. Salah satu lokasi pariwisata di Kabupaten Jayawijaya ialah Batas Batu Wamena, yang terdapat di perbatasan antara Kabupaten Jayawijaya dengan Kabupaten Nduga. Transportasi Transportasi Kabupaten Jayawijaya hingga saat ini masih mengandalkan perhubungan udara, trayek komersial Wamena-Jayapura yang (pada tahun 2011) dilayani oleh dua maskapai penerbangan yaitu Trigana dan Nusantara Air Charter. Dahulu trayek ini pernah dilayani oleh antara lain oleh Merpati Nusantara, Manunggal Air, dan Aviastar. Trayek Wamena-Biak maupun Wamena-Merauke biasanya dilayani oleh penerbangan TNI AURI dengan pesawat Hercules C130 nya. Semua jenis barang, baik barang kebutuhan pokok masyarakat, bahan bangunan seperti semen, besi beton, kendaraan seperti mobil, truk, bus hingga alat berat seperti buldozer maupun excavator serta kebutuhan bahan bakar minyak (bensin dan solar) diangkut ke Wamena menggunakan pesawat terbang. Sedangkan transportasi darat yang menghubungkan Wamena dengan empat puluh distrik (hasil pemekaran distrik tahun 2011) di kabupaten Jayawijaya, sudah dapat dijangkau dengan kendaraan beroda empat atau setidaknya dengan kendaraan roda dua. Jalan darat menghubungkan Wamena dengan ibu kota kabupaten hasil pemekaran yaitu ke Tiom (kabupaten Kabupaten Lanny Jaya), Karubaga (Kabupaten Tolikara), Elelim (Kabupaten Yalimo). Jalan darat hingga ke Distrik Kurima di Kabupaten Yahukimo juga sudah ada, namun kendala longsor yang selalu terjadi di Sungai Yetni membuat bagian jalan ini tidak selalu dapat dilalui dengan kendaraat beroda empat. Sebuah ruas jalan yang diharapkan dapat menghubungkan Wamena dengan Kenyam (Kabupaten Nduga) sedang dibangun, namun karena jalan ini melintas dalam kawasan Taman Nasional Lorentz, untuk sementara pembangunan jalan ini sedang ditunda menunggu kajian lebih lanjut. Kerusuhan Wamena Sekelompok massa yang sebagiannya berseragam SMA melakukan aksi pengrusakan dan pembakaran sejumlah bangunan, termasuk kantor bupati Jayawijaya pada tanggal 23 September 2019. Pihak militer mencatat bahwa terdapat 351 unit ruko, 27 rumah, 10 kantor dan 1 kompleks pasar yang hancur akibat kerusuhan tersebut. Selain itu, aksi ini juga diikuti dengan penyerangan warga. Setidaknya terdapat 33 orang tewas dalam kerusuhan ini. Sebagian besar korban merupakan warga pendatang Minangkabau dari Sumatera Barat dan Bugis dari Sulawesi Selatan. Peristiwa ini dipicu oleh insiden perkataan yang diduga bernada rasial dari seorang guru terhadap siswa asli Papua di Wamena. Akan tetapi, dugaan ini dibantah oleh pihak kepolisian. Kepolisian menganggap massa perusuh termakan kabar hoax. Per 4 Oktober 2019, Pangkalan TNI Angkatan Udara Silas Papare mencatat sebanyak 10.080 orang meninggalkan Wamena menuju Kota Jayapura. Pada 28 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo mengunjungi Wamena untuk melihat situasi kota pasca kerusuhan. Presiden meminta proses rekonstruksi segera dilakukan dan memerintahkan pemulihan situasi keamanan. Peristiwa ini mengingatkan kembali kejadian "Wamena Berdarah" yang terjadi pada tanggal 6 Oktober 2000. Saat itu terjadi konfilik horisontal antara warga pendatang dan pribumi. Kejadian tersebut menyebabkan tujuh orang Papua dan 24 warga pendatang meninggal. Pasca kerusahan, terdapat lebih dari 5.000 warga Wamena saat ini mengungsi di markas kepolisian dan militer, sedangkan sekitar 400 warga memilih pindah untuk sementara ke Jayapura. Referensi Pranala luar Jayawijaya Jayawijaya
4257
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Merauke
Kabupaten Merauke
Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten yang juga merupakan ibu kota provinsi Papua Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di distrik Merauke. Kabupaten ini adalah kabupaten terluas sekaligus paling Timur di Indonesia. Di kabupaten ini terdapat suku Marind-anim. Jumlah penduduk Kabupaten Merauke berkisar 232.357 jiwa (2022). Kabupaten Merauke berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini. Topografi Merauke didominasi oleh dataran rendah dengan rawa-rawa dan sungai besar seperti Sungai Maro dan Sungai Bian. Kabupaten Merauke adalah induk dari Kabupaten Boven Digoel, Asmat, dan Mappi yang dimekarkan tahun 2002. Artinya, Kabupaten Merauke sebelum tahun 2002 mencakup seluruh wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Papua Selatan. Sejarah Merauke ditemukan pada tanggal 12 Februari 1902. Orang yang pertama yang menetap di sana adalah para pegawai pemerintah Belanda. Mereka mencoba untuk hidup berdampingan dengan masyarakat Merauke. Mereka berjuang melawan berbagai tantangan di Merauke, termasuk adanya pemburu kepala. Setelah beberapa tahun kemudian, tempat tersebut mengalami pertumbuhan yang sangat cepat sehingga menjadi sebuah "kota". Para wanita Eropa gemar memakai hiasan bulu dari burung Cenderawasih di topi mereka. Dari Merauke orang Indonesia, Eropa dan Tiongkok, mulai memasuki hutan di bagian Selatan Nugini untuk memburu burung sebanyak mungkin. Ketika pemerintah Belanda melarang perburuan, mereka semua kembali ke Merauke untuk menghabiskan uang yang mereka dapatkan. Awalnya Merauke dikenal sebagai kota untuk para pendatang (orang asing), namun sekarang, banyak penduduk asli Papua yang sudah menetap khususnya di distrik Merauke, ibu kota kabupaten. Secara politis administratif, distrik Merauke sebelumnya merupakan pos pemerintah Belanda yang digunakan sebagai tempat transit bagi para republikan untuk menuju Boven Digoel. Setelah wilayah Irian Jaya berintegrasi dengan pemerintah Belanda tahun 1963, distrik Merauke ditetapkan sebagai ibu kota dari kabupaten Dati II Merauke. Setelah periode Penentuan Pendapat Rakyat (1963-1969), Beberapa kelompok permukiman mulai bertumbuh karena berbagai sarana kebutuhan umum lebih mudah ditemukan. Asal nama Asal mula nama "Merauke" sebenarnya berasal dari sebuah salah paham yang dilakukan oleh para pendatang pertama. Ketika para pendatang menanyakan kepada penduduk asli apa nama sebuah perkampungan, mereka menjawab " Maro-ke" yang sebenarnya berarti "itu sungai Maro". Orang Marind berpikir bahwa sungai maro (yang lebarnya 500m) lebih penting dari nama area tempat sebuah hutan yaitu Gandin. Penduduk asli papua sendiri menyebut area tempat kampung tersebut terletak dengan mana "Ermasoek". Geografis Kabupaten Merauke merupakan salah satu kabupaten yang berada pada wilayah Provinsi Papua, di mana secara geografis terletak antara 137⁰–141⁰ BT dan 5⁰–9⁰ LS dengan luas mencapai hingga 46.791,63 km² atau 14,67% dari keseluruhan wilayah Provinsi Papua. Hal ini menjadikan Kabupaten Merauke sebagai kabupaten terluas tidak hanya di Provinsi Papua, namun juga di antara kabupaten lainnya di Indonesia. Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Hidrologi Sungai-sungai besar di Kabupaten Merauke yakni Bian, Digul, Maro, Yuliana, Lorents, dan Kumbe merupakan potensi sumber air tawar untuk pengairan dan dapat digunakan sebagai prasarana angkutan antardistrik, kecamatan, dan desa–desa. Sumber air tawar dari rawa–rawa, air permukaan dan air tanah cukup tersedia untuk dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Namun, beberapa tempat lain terdapat air tanah yang mengandung belerang panas. Kawasan pesisir pantai Kabupaten Merauke dibentuk oleh hutan sedimen dan tergolong dalam endapan alivium. Berdasarkan data tingkat kesuburan tanah Kabupaten Merauke tergolong rendah sampai sedang. Topografi dan Geologi Topografi di Kabupaten Merauke umumnya datar dan berawa disepanjang pantai dengan kemiringan 0-3% dan ke arah utara yakni mulai dari Distrik Tanah Miring, Jagebob, Elikobel, Muting dan Ulilin keadaan topografinya bergelombang dengan kemiringan 0 – 8%. Kondisi Geografis Kabupaten Merauke yang relatif masih alami, merupakan tantangan serta peluang pengembangan bagi Kabupaten Merauke yang masih menyimpan banyak potensi ekonomi untuk menunjang pembangunan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Merauke merupakan areal dataran yang berada pada ketinggian antara 0 – 60 m di atas permukaan laut. Wilayah yang benar-benar datar tersebut berada sebagian besar pada daerah selatan dan tengah. Daerah tersebut merupakan sentra penduduk yang memulai usaha pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan konsentrasi pemukiman penduduk. Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Merauke terdiri atas tanah organosol, alluvial dan hidromorf kelabu yang terdapat di daerah-daerah rawa dan payau. Jenis tanah ini terbentuk dari bahan induk buatan sedimen yang menyebar di wilayah distrik Okaba, Merauke, dan Kimaam. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, sebagian besar wilayah Merauke termasuk dalam kategori iklim tropis basah dan kering (Aw). Hal ini dapat diketahui dari perbedaan intensitas curah hujan yang sangat signifikan antara musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau berlangsung pada periode Mei hingga Oktober dengan puncaknya pada bulan Agustus. Sementara itu, musim penghujan berlangsung pada periode bulan-bulan basah Desember–April dengan bulan terbasah adalah Februari yang curah hujannya lebih dari 240 mm per bulan. Rata-rata curah hujan wilayah Merauke berkisar antara 900–1600 milimeter per tahunnya dengan jumlah hari hujan berkisar 80–120 hari hujan per tahun. Rata-rata suhu tahunan untuk sebagian besar wilayah Merauke yaitu 26,3 °C. Tingkat kelembapan pun bervariasi dari 79–89%. Pemerintahan Bupati Bupati yang menjabat di kabupaten Merauke ialah Romanus Mbaraka. Ia didampingi wakil bupati, Riduwan. Mereka menang pada pemilihan umum bupati Merauke 2020, dan kemudian dilantik pada 3 Maret 2021, untuk periode jabatan 2021-2024. Dewan Perwakilan Distrik/Kecamatan Demografi Suku bangsa Kabupaten Merauke dihuni oleh sebagian besar pendatang yang bukan Orang Asli Papua, kebanyakan orang Jawa Merauke. Suku bangsa asli yang berasal dari Merauke diantaranya ialah suku Marind atau disebut juga dengan Marind Anim, atau Sohoers. Terdapat berbagai marga dari suku Marind Anim, yakni Kaize, Gebze, Balagaize, Mahuze, Ndiken, dan Basik-basik. Sejak tahun 1902, orang luar yang datang hidup berdampingan dengan warga di Merauke adalah para pegawai pemerintahan Belanda. Kemudian, terjadi perkembangan daerah Merauke diikuti dengan bertambahnya penduduk yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam data Sensus Penduduk Indonesia 2010, penghitungan berdasarkan jenis kelamin laki-laki, penduduk asli orang Papua sebanyak 37.731 jiwa (36,60%), sementara orang non asli Papua sebanyak 65.347 jiwa atau 63,40%. Agama Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Merauke tahun 2021 mencatat bahwa mayoritas penduduk kabupaten Merauke memeluk agama Kekristenan yakni 52,84%. Pemeluk agama Katolik sebanyak 36,61% dan sebagian lagi Protestan sebanyak 16,23%. Sebagian besar lagi menganut agama Islam yakni sebanyak 46,56%, diikuti agama Buddha sebanyak 0,44% dan selebihnya menganut agama Hindu sebanyak 0,16%. Transportasi Untuk menuju ke distrik Merauke, bisa ditempuh dengan menggunakan kapal laut (Kapal Pelni) dan juga melalui transportasi udara yang dilayani oleh Meskapai Garuda Indonesia, Sriwijaya Air dan Lion Air. Di distrik Merauke terdapat sebuah tugu yang merupakan kembaran dari tugu yang terdapat di Sabang, yaitu Tugu Sabang-Merauke. Tugu ini dibangun sebagai simbol Kesatuan Negara Republik Indonesia dari Sabang (Aceh) sampai Merauke (Papua). Tugu Sabang-Merauke ini bisa kita jumpai di Distrik Sota, yaitu sebuah daerah yang terletak di sebelah timur distrik Merauke. Pariwisata Salah satu destinasi wisata yang ada di Merauke ialah Taman Nasional Wasur. Taman Nasional Wasur adalah sebuah taman nasional berupa lahan basah, dan merupakan lahan basah yang paling luas yang berada di Papua. Lahan Basah memiliki fungsi penting untuk menyediakan kebutuhan pangan bagi ekosistem di sekitarnya seperti kepiting, udang, dan ikan. Taman Nasional Wasur di Merauke lebih dikenal dengan sebutan "Serengiti Papua". Selain Taman Wasur, ada pula tempat pariwisata lainnya di Merauke yakni Monumen Kapsul Waktu Merauke, Sungai Kaliwanggo, Lotus Garden, kemudian Perbatasan dengan Papua Nugini, Musamus (rumah semut), Masjid Al Aqsha, dan berbagai tempat lainnya. Lihat pula Suku Marind-anim Merauke Integrated Food and Energy Estate Referensi Pranala luar Situs resmi Merauke Merauke
4258
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Mimika
Kabupaten Mimika
Kabupaten Mimika adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Timika. Di kabupaten ini, terdapat tambang emas dan salah satu tambang emas terbesar di dunia milik PT Freeport Indonesia yang letaknya di wilayah Distrik Tembagapura. Terdapat sebuah bandar udara nasional di kabupaten ini, yaitu Bandara Moses Kilangin yang terletak di Distrik Mimika baru. Serta pelabuhan Nasional di kabupaten ini, yaitu Pelabuhan Poumako yang terletak di Distrik Mimika Timur. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2022, jumlah penduduk kabupaten Mimika sebanyak 312.387 jiwa dengan kepadatan penduduk 14 jiwa/km². Mimika memiliki topografi yang beragam. Terdapat dataran rendah dengan geografi rawa-rawa dan sungai dengan suku aslinya adalah Suku Kamoro yang terkenal dengan ukirannya, serta wilayah dataran tinggi dengan suku aslinya adalah Suku Amungme. Sejarah Konfederasi Tarya We Kampung-kampung di pesisir barat Mimika, dahulu tidak memiliki akses yang baik dengan sagu karena hutan yang menyusut. Kampung-kampung tersebut adalah Poraoka, Kipia, Maparpe, Wumuka dan juga Umar (dibawah mayor) dan Aindua. Sehingga kampung-kampung tersebut bekerja sama untuk mendapatkan akses sagu dari kampung disebelah timur mereka ke bawah sampai Impiri dan Yaraya. Terkadang dengan menukar kapal Kano maupun dengan intimidasi dan unjuk kekuatan. Walaupun Tarya We kekurangan akses akan sagu dan populasi yang relatif kecil, posisi strategisnya di Teluk Etna memudahkan akses akan perdagangan untuk peralatan besi, kain, dan ornamen tubuh. Kekurangan akan jumlah pasukan bisa dibantu dengan senjata api. Sebuah pantai di Yaraya, dikenal dengan nama Minaki Tiri (pantai senapan) karena diserang oleh rombongan serangan Naowa, pemimpin konfederasi yang disebut juga Raja Kipia. Pembentukan Kabupaten Mimika Kabupaten Mimika merupakan sebuah Kabupaten di Provinsi Papua Tengah yang terletak di wilayah pantai selatan dimana Mimika dulunya merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Fakfak dan wilayahnya disebut Kecamatan Mimika Timur. Melihat kondisi pemerintahan saat itu dengan jumlah pegawai perwakilan kecamatan yang sangat sedikit serta luasnya wilayah pelayanan pemerintahan, maka Pemerintah Daerah Tingkat II Fakfak memandang perlu untuk melakukan pemekaran wilayah pemerintahan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat di wilayah Mimika yang tentunya membutuhkan perhatian dan pelayanan dari Pemerintah. Hal ini di wujudkan dengan pembentukan Kantor Pembantu Bupati di Timika yang di tetapkan sebagai Pembantu Bupati Kepala Daerah Tingkat II Fak-fak wilayah Mimika oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Fakfak. Memperhatikan perkembangan jumlah penduduk, luas wilayah, potensi dan meningkatnya tugas dan tanggung jawab di bidang pemerintahan, maka di pandang perlunya pembentukan Pemerintahan Kabupaten Administratif sehingga Pemerintahan Pembantu Bupati Fak-fak wilayah Mimika di tetapkan sebagai Kabupaten Administratif pada tanggal 8 Oktober 1996 oleh Menteri Dalam Negeri di Jayapura dengan Bupati pertama, yakni Drs. Titus Oktovianus Poterayauw. Setelah terbentuk menjadi Kabupaten Administratif maka ditetapkan wilayah Kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Mimika Timur, Mimika Barat, Agimuga dan wilayah pemekaran Kecamatan Mimika Baru yang berkedudukan di Timika. Setelah kurang lebih 4 (empat) tahun pelaksanaan pemerintahan Kabupaten Administratif, maka pada tanggal 18 Maret tahun 2000 di resmikan perubahan status dari Kabupaten Administratif menjadi Kabupaten Definitif oleh Gubernur Provinsi Papua Drs. J.P. Salossa, M.Si berdasarkan Undang-undang No.45 Tahun 1999, selanjutnya Mimika dipimpin oleh Klemen Tinal. Kabupaten Mimika Setelah resmi menjadi Kabupaten Definitif, maka pada tanggal 18 Juni 2001 Pemerintah Daerah secara resmi menetapkan 12 Kecamatan (atau yang sekarang telah dirubah menjadi Distrik) yang menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Mimika. Distrik tersebut adalah Distrik Mimika Baru, Kuala Kencana, Tembagapura, Mimika Timur, Mimika Timur Jauh, Mimika Tengah, Mimika Barat, Mimika Barat Tengah, Mimika Barat Jauh, Agimuga, Jila, dan Jita. Kabupaten Mimika adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Timika dengan motto Eme Neme Yauware (bersatu, bersaudara kita membangun). Di kabupaten ini terletak Kecamatan Tembagapura di mana tambang emas terbesar di dunia milik PT. Freeport Indonesia berada. Terdapat sebuah bandar udara nasional di kabupaten ini, yaitu Bandara Moses Kilangin yang terletak di Timika. Serta pelabuhan Nasional, di Poumako. Kota Timika menjadi simbol utama dari Kabupaten Mimika karena segala yang berkaitan dengan perekonomian, pendidikan, kesehatan dan sebagainya berkumpul dan bersumber pada kota Timika. Nama Timika atau Mimika juga sangat populer, lantaran di wilayah pegunungan Papua ini beroperasi salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia asal Amerika Serikat, yaitu Freeport Mc Moran Copper and Gold Inc. Geografi Kabupaten Mimika memiliki luas sekitar 21.693,51 km² atau 4,75% dari luas wilayah Provinsi Papua dan terletak antara 137°48'49.68" Bujur Timur hingga 134°52'21.36" Bujur Timur dan 4°2'5.64" Lintang Selatan hingga 5°14'13.56" Lintang Selatan. Topografi Kabupaten Mimika mempunyai topografi yang lengkap yakni dimulai dari dataran tinggi Pegunungan Jayawijaya hingga dataran rendah di pesisir selatan yang menghadap langsung Laut Arafura. Di wilayah Kabupaten Mimika, terdapat tiga distrik yang memiliki topografi di dataran tinggi, yaitu Distrik Tembagapura, Distrik Agimuga, dan Distrik Jila. Perbatasan wilayah Wilayah Kabupaten Mimika berbatasan dengan beberapa kabupaten, yaitu Iklim Kabupaten Mimika disebut memiliki tempat dengan julukan wilayah terbasah di Indonesia, bahkan di dunia.Lokasi wilayah terbasah di dunia ini berada di Mile Post 50 (MP50), tepatnya di kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika. Dilansir dari laman BMKG, temuan ini didapat pada Oktober 2018 saat tim BMKG melakukan survey pemantauan glacier di Puncak Jaya Papua bersama dengan tim divisi environmental PT. Freeport Indonesia (PTFI). Tim BMKG yang melakukan Survey Pada saat yang sama, tim BMKG-PTFI juga mendirikan papan nama bertuliskan "The Wettest Place on Earth” di Mile 50 (Stasiun MP50). Stasiun MP50 di Mimika merupakan salah satu dari 12 stasiun pemantau cuaca otomatis yang dikelola oleh PTFI dan setiap tahun dikalibrasi oleh BMKG.Pada rentang tahun 1994-2011 dan 2016-2018, Stasiun MP50 merekam tingkat curah hujan rata-rata lima tahunan pada angka 12.143 mm dengan curah hujan tahunan tertinggi pada 1999 sebesar 15.457 mm. Suhu udara di wilayah Mimika bervariasi berdasarkan tinggi muka lahan yakni ≤23 °C di wilayah pegunungan dan 22°–33 °C di wilayah dataran rendah dan pesisir. Tingkat kelembapan di wilayah ini pun tinggi berkisar antara 70% hingga 90%. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Distrik Demografi Agama Menurut Visualisasi Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri 2022 mencatat bahwa mayoritas kabupaten Mimika memeluk agama Kekristenan yakni 71,48%. Pemeluk agama Protestan sebanyak 48,54%, dam Katolik sebanyak 22,90%. Sebagian besar lagi menganut agama Islam yakni sebanyak 28,75%, diikuti agama Buddha sebanyak 0,05% dan selebihnya menganut agama Hindu sebanyak 0,08%. Kelompok etnis Kabupaten Mimika didiami oleh beberapa suku asli, seperti suku Amung yang mendiami wilayah pegunungan dan suku Mimika (Kamoro) dan suku Sempan di wilayah pantai. Selain penduduk asli ada juga suku-suku lain di Indonesia yang puluhan tahun menetap di Mimika antara lain dari Suku dan etnis Jawa, Makassar, Ambon, Bugis, Buton, Toraja, kini berbagai suku lainnya seperti Minahasa, Kei, Minang, Batak dan ada juga dari Suku Bali. Bahkan bisa di katakan bahwa hampir seluruh suku bangsa lain di Indonesia ada di kabupaten mimika dengan berbagai alasan, terutama mencari peluang bekerja di Mimika, terutama wilayah perkotaan dan daerah pertambangan menjadi daya tarik yang kuat bagi pencari kerja dan pedagang. Pembagian penduduk Penduduk pendatang Kelompok pertama, masyarakat Indonesia lainnya seperti pegawai pemerintahan dan pegawai swasta, anggota ABRI dan polisi, pedagang dan sebagainya. Kedatangan mereka karena pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan perusahaan dan penugasan sebagai pegawai negeri untuk instansi pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Sebagian dari masyarakat Indonesia lainnya ada yang datang secara spontan karena mengikuti saudaranya atau mencari peluang kerja. Kelompok kedua, merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari negara asing.Penduduk pendatang ini ada yang sudah menetap sejak lama berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan dan penyebaran agama Nasrani di daerah Papua bagian selatan. Mereka terdiri dari rombongan misionaris dan zending, kebanyakan berasal dari Eropa dengan pekerjaan antara lain; pendeta, penginjil, pekerja sosial dan sebagainya.Sejak dibukanya pertambangan makin banyak orang asing yang datang sebagai pekerja di PTFI dan di berbagai perusahaan kontraktornya. Mereka berasal antara lain dari Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Filipina dan sebagainya. Kedatangannya bersifat temporer biasanya berdasarkan ikatan kerja atau kontrak kerja. Pertambahan penduduk asing selalu menunjukkan peningkatan karena jenis pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dan pergantian tenaga asing secara berkala. Bahasa Bahasa Kamoro Bahasa kamoro adalah bahasa yang termasuk kedalam rumpun bahasa Papua dari cabang Asmat–Kamoro yang dituturkan di pesisir selatan kabupaten Mimika oleh sekitar 8,000 orang. Bahasa Kamoro memiliki keragaman dialek, dan Kamoro mungkin tidak dapat dianggap sebagai satu bahasa. Bahasa Amungme Bahasa Amungme yang disebut oleh beberapa peneliti bahasa Uhunduni memiliki beberapa dialek, di wilayah bagian selatan disebut Amung-kal sedangkan bahasa mereka di daerah utara disebut Damal-kal, selain itu mereka juga memiliki bahasa simbolik yang disebut Aro-a-kal dan Tebo-a-kal. Bahasa Tebo-a-kal hanga diucapkan di daerah yang dianggap keramat. Bisa diketahui "Damal" adalah istilah yang diberikan oleh suku Dani, sedangkan "Uhunduni" adalah sebutan oleh suku Moni (Migani). Bahasa Melayu Papua Bahasa Melayu Papua adalah bahasa yang dituturkan di Papua, Indonesia. Jumlah penuturnya kini mencapai sekitar 500.000 dan cenderung meningkat. Bahasa Melayu Papua dianggap mirip dengan bahasa Melayu Ambon dan bahasa Melayu Manado. Kebudayaan Kesenian Seni ukir kayu/patung Suku Kamoro dikenal sebagai masyarakat yang memiliki keterampilan dalam membuat seni ukir atau patung, seperti yang pernah dikemukakan oleh J.Teurupun dalam Seni Ukir Suku Kamoro (1990). Hasil karya mereka terkesan lebih abstrak dibandingkan dengan karya-karya orang Asmat. Ekspresi seni dituangkan pada tongkat (ote-kapa) dengan motif sirip ikan (eraka waiti) dan latau tulang sayap kelelawar (tako-ema). Ini berarti bahwa pemilik tongkat yang membuat motif itu mempercayai bahwa mereka berasal dari ikan atau kelelawar. Orang yang tidak bisa mengukir dapat memesan motif tertentu sesuai dengan asal usulnya kepada seorang pengukir. Motif lain adalah "ruas tulang belakang" (uema) yang bisa diartikan tulang belakang manusia, ikan, atau unggas. Orang Kamoro berpendapat bahwa ruas tulang belakag itu merupakan lambang kehidupan. Motif awan putih berarak (uturu tani) yang dapat menimbulkan macam-macam imajinasi, baik pada diri pengukir, pemilik atau siapa pun yang melihatnya. Imajinasi tersebut bisa menyangkut kerinduan pada kampung halaman, kekasih yang sudah tiada, ingatan terhadap peristiwa gempa bumi, dan lain-lain. Kuliner khas Sagu tindis Mimika punya berbagai Kuliner khas yang bahan utamanya sagu. Salah satunya Sagu Tindis yang merupakan makanan khas Suku Kamoro yang terbuat dari sagu dan parutan kelapa. Sagu Tindis menjadi makanan sehari-hari masyarakat Suku Kamoro yang mendiami pesisir pantai Mimika. Bahan sagu sendiri didapatkan dari emplur atau sari pati sagu dari pohon sagu yang banyak tumbuh di Papua, termasuk di Kabupaten Mimika. Ikan bakar colo Ikan bakar colo merupakan makanan khas Papua yang berasal dari suku Kamoro atau lebih dikenal dengan masyarakat daerah Timika. Mereka tinggal di daerah pesisir pantai sehingga mau tidak mau hidupnya bergantung pada kekayaan yang dihasilkan oleh laut, salah satunya adalah ikan laut. Makanan favorit dari masyarakat suku Kamoro adalah ikan bakar colo yang juga mejadi makanan khas masyarakat Timika. Perekonomian Perekonomian Mimika berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2021 mencapai Rp 95,23 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 69,62 triliun. Ekonomi Mimika pada tahun 2021 mengalami pertumbuhan sebesar 36,78 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, pertumbuhan terbesar terjadi pada Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 44,14 persen. Komponen penyumbang PDRB Lapangan usaha yang terbesar ada pada Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 86 persen. Julukan Negeri di atas sungai Dalam bahasa Kamoro, Mimika berarti sungai yang meluap. Mungkin hal ini pulalah yang melatarbelakangi sehingga Kabupaten Mimika dijuluki “Negeri di Atas Sungai” karena memiliki kurang lebih 94 Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Emas & Dollar Mimika, merupakan daerah tambang emas terbesar di Indonesia. Emas tersebut dikelola oleh PT Freeport. Diketahui PT Freeport menghasilkan sekitar 240kg emas murni setiap harinya. Mimika juga dijuluki Daerah Dollar karena keberadaan perusahaan asing Freeport dimana para pekerja tambang di tempat ini mendapatkan gaji hingga puluhan juta perbulan. Daerah Bisnis Mimika dijuluki daerah ‘bisnis’ banyak orang datang untuk mencari pekerjaan,juga berbisnis. Timika juga biasa disebut sebagai miniaturnya Indonesia, sebab berbagai suku ada di Timika, bahkan suku-suku yang menguasai ekonomi perdagangan di Mimika terbilang cukup banyak. Wilayah Terbasah Kabupaten Mimika disebut memiliki tempat dengan julukan wilayah terbasah di Indonesia, bahkan di dunia.Lokasi wilayah terbasah di dunia ini berada di Mile Post 50 (MP50), tepatnya di kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika. Pariwisata Air Terjun Trans Nabire (Kali Kyura) Ekowisata Hutan Mangrove Pomako Gletser Carstensz Gunung Sumantri Kali Pindah-Pindah Kuala Kencana Museum Tambang PT Freeport Indonesia Ngga Pulu Pantai Kampus Biru Pantai Ipaya Puncak Jaya Taman Nasional Lorentz WaterBoom SP3 Park Wisata Sejarah Keakwa Satwa Jenis-jenis satwa yang sudah diidentifikasi di Taman Nasional Lorentz sebanyak 630 jenis burung (± 70 % dari burung yang ada di Papua) dan 123 jenis mamalia. Jenis burung yang menjadi ciri khas taman nasional ini ada dua jenis kasuari, empat Megapoda, 31 jenis merpati, 30 jenis kakatua, 13 jenis burung udang, 29 jenis burung madu, dan 20 jenis endemik di antaranya cendrawasih ekor panjang (Paradigalla caruneulata) dan puyuh salju (Anurophasis monorthonyx). Satwa mamalia tercatat antara lain babi duri moncong panjang (Zaglossus bruijnii), babi duri moncong pendek (Tachyglossus aculeatus), 4 jenis kuskus, walabi, kucing hutan, dan kanguru pohon. Transportasi Bandar Udara Bandar Udara Mozes Kilangin Bandar Udara Kelas III Kokonao Terminal VIP & UMUM, Bandara Udara Moses Kilangin Bandar Udara Mozes Kilangin Timika Sisi Selatan Hangar Bandara Udara UPBU Mozes Kilangin Pelabuhan Pelabuhan Amamapare Pelabuhan Arwana Pelabuhan Atapo Pelabuhan LPMAK Pelabuhan Muara Mas Raya Pelabuhan Pomako Pelabuhan Rakyat Timika Papua Indonesia Pelabuhan Transit Keuskupan Maria Bintang Laut Pelabuhan Uta 1 Pelabuhan Uta 2 Olahraga Stadion Mimika Sports Complex Stadion Atletik Mimika dan berada di area Mimika Sport Complex, kawasan SP-2, Kelurahan Wanagon, Distrik Mimika, Kota Timika. Dilansir dari Indonesia.go.id, Stadion Atletik ini sudah berstandar Federasi Asosiasi Atletik Internasional (IAAF) Kelas 2 dan bisa menggelar 42 nomor pertandingan dalam atletik. Stadion dibangun di atas lahan seluas 1.455 meter persegi, dilengkapi lapangan rumput untuk nomor Sepak Bola, lompat galah, lompat jauh, lempar lembing, lempar cakram, dan tolak peluru.Sedangkan lintasan lari berbahan sintetis khusus untuk berbagai nomor lari. Stadion anyar ini dilengkapi sebuah lapangan latihan serta fasilitas penunjang lainnya.Terdapat pula dua tribun, yakni Tribun Barat dan Tribun Timur yang dapat menampung 3.500 penonton. Atap Tribun Timur menyerupai ekor burung cenderawasih (Paradisaeidae), satwa endemik Papua yang mendunia dan dikenal juga sebagai burung surga. Tim sepak bola Persemi Mimika Persemi Mimika (atau singkatan dari Persatuan Sepakbola Mimika) adalah klub sepak bola Indonesia yang bermarkas di Stadion Wania Impi, Kabupaten Mimika, Papua. Tim ini berkompetisi Liga 3 Zona Papua. Tim basket NSH Mountain Gold Timika NSH Mountain Gold Timika adalah tim bola basket yang berbasis di Timika, Papua, Indonesia. NSH Mountain Gold Timika adalah tim pertama dari Papua yang mengikuti kompetisi divisi utama IBL Indonesia. Mountain Gold awalnya mendaftar sebagai tim baru untuk kompetisi musim 2020. Namun, slot tim baru hanya tersedia untuk dua tim (Bali United & West Bandits), sehingga Mountain Gold memutuskan untuk bergabung dengan NSH Jakarta. NSH Mountain Gold memiliki 3 pemain asli Papua, salah satunya adalah pemain dari suku Amungme di mana suku tersebut adalah suku asli dari Pegunungan Jayawijaya. Kesehatan Klinik klinik MMC Klinik Harapan Timika klinik satelit basecamp KLINIK MITRA MEDIKA Rumah Sehat Kasih Bunda Klinik Bhuwana Lanud Yohanis Kapiyau Klinik Medika Bakti ( Gedung Baru) Klinik albert medika Klinik Alfatih Medika Kamoro dental care Drg. Ainun Ayu Utami T. Klinik Utikini Baru Klinik & Apotik Medicine Center Klinik Tribrata Klinik Aisyah Care KLINIK EL-SHADDAI Klinik Mandiri Klinik Shadiqah KLINIK ELSTAR Clinic B Care Klinik Said Praktek Gigi Mandiri Klinik Prima Sehat Harmoni Dental Care Klinik Auwyong Klinik Puri Husada II klinik rafael Klinik Cahaya Medika Center (cMc) Klinik Julia RIDGE CAMP CLINIC Klinik Mitra Masyarakat Klinik Efata Klinik Pomako Up.yusuf dental care Klinik Dan Apotik Simalungun Klinik Ridge Camp PT.Freeport Klinik Cahaya Kasih Klinik NARWASTU Klinik Sentra Pendidikan Dan Kebudayaan Puskesmas Puskesmas Wakia di Mupuruka, Mimika Bar. Tengah Puskesmas Amar di Manuare, Mimika Bar Puskesmas Ayuka di Jl. PAD No.11, Ayuka, Kec. Mimika Tim. Jauh Puskesmas mapuru jaya di Mwapi, Kec. Mimika Tim Puskesmas Wania Sp1 di Kamoro Jaya, Kec. Mimika Baru Puskesmas Inagua di Nawaripi, Mimika Baru Puskesmas Pembantu Sempan di Timika Jaya, Kec. Mimika Baru Pustu Kelurahan Koprapoka di Koperapoka, Kec. Mimika Baru Puskesmas Mimika di Timika Jaya, Kecamatan Mimika Baru Puskesmas Wamena Kota di Jl. Cendrawasih No.25, Kwamki, Kec. Mimika Baru Puskesmas Kwamki di Karang Senang, Kec. Kuala Kencana Puskesmas Timika Jaya di Jl. Cendrawasih, Timika Jaya, Kec. Mimika Baru Puskesmas Jileale di Jl. Trikora No.Kel, Karang Senang, Kec. Kuala Kencana Puskesmas Bhintuka di Bhintuka, Kec. Kuala Kencana Puskesmas Agimuga di Jl. Poros, Kiliarma, Agimuga Rumah sakit Rumah Sakit Mitra Masyarakat di Timika Jaya Rumah Sakit GSI TIMIKA di Kamoro Jaya Rumah Sakit Bersalin BPM Mustika di Kamoro Jaya RSUD TIMIKA di Wonosari Jaya Rumah Sakit TNI Angkatan Darat di Timika Jaya Rumah Sakit Koramil di Koperapoka Rumah Sakit Mandiri di Kwamki Tjandra Medika Hospital di Kwamki RS Kasih Herlina Timika di Kwamki Rumah Sakit Mitra Masy.Timika di Kwamki Bidan Praktek Kasih Bunda di Karang Senang RUMKITAL KODAM XVII/CENDERAWASIH TIMIKA di Karang Senang Tokoh terkenal Berikut memuat beberapa nama tokoh terkenal serta kepemilikan marga yang berasal dari suku Kamoro dan Amungme; Andreas Anggaibak - (mantan ketua DPRD Mimika periode 1999–2004 dan Purnawirawan Polri) Eltinus Omaleng - (Bupati Ke-3 Kabupaten Mimika) Mesak Magai - (Bupati Ke-9 Kabupaten Nabire) Mozes Kilangin - (Pejuang Indonesia) Paulus Waterpauw - (Perwira tinggi Purnawirawan Polri & Penjabat Gubernur Papua Barat) Tom Beanal - (politikus, aktivis atau pejuang Gerakan Separatis Papua di bidang politik (GSP/P). Titus Octovianus Potereyauw - (Bupati Pertama Administratif Mimika) Yosepha Alomang - (Tokoh Pejuang wanita membela hak-hak asasi manusia, khususnya masyarakat di sekitar PT Freeport Indonesia) Referensi Pranala luar Profil daerah di situs DPR Papua Profil daerah di situs resmi Pemerintah Kabupaten Mimika Hasil sensus pensusuk tahun 2010 kab. Mimika Profil daerah di Kompas Kabupaten Mimika di kapetbiak Situs Informasi Mimika Mimika Mimika
4259
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Paniai
Kabupaten Paniai
Kabupaten Paniai adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua Tengah, Indonesia. Letaknya berada di pedalaman pada ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut. Paniai pada zaman Belanda disebut Wisselmeren, sesuai dengan nama tiga danau yang terletak sekitar pusat kota Enarotali. Danau ini ditemukan oleh seorang pilot berkebangsaan Belanda, Frits Julius Wissel pada tahun 1938 (danau dalam bahasa Belanda disebut meer sedangkan dalam bentuk jamak disebut meeren). Karena Frits Wissel yang menemukan danau-danau tersebut maka kemudian dikenal dengan nama Wisselmeren. Sejak saat itu masyarakat Paniai mulai berinteraksi dengan dunia luar. Kabupaten yang memiliki luas 6.526,25 km² ini beribu kota di Enarotali. Jenis angkutan udara menjadi sarana yang sangat penting di kabupaten ini. Terdapat lima belas lapangan terbang yang tersebar di wilayah kabupaten ini (sebelas di antaranya merupakan milik swasta) dengan bandar udara utama di Enarotali. Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk Paniai sebanyak 123.360 jiwa. Paniai merupakan kabupaten yang terletak di pegunungan sehingga memiliki kecenderungan suhu udara yang rendah dan kelembaban udara yang relatif tinggi. Di Kabupaten Paniai suhu udara maksimum 24,6 derajat celcius dan rata-rata kelembaban udara 82,3%. Jumlah Penduduk Kabupaten Paniai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017 tercatat sebanyak 170.196 jiwa dengan sex ratio sama seperti tahun sebelumnya yaitu 105,02 artinya dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 105 penduduk laki-laki. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Distrik Paniai Timur dengan 20.858 jiwa, sedangkan Distrik Wandai dengan 649 jiwa merupakan distrik dengan jumlah penduduk terkecil. Geografi Secara geografis Kabupaten Paniai berada di jalur Pegunungan Tengah Irian Jaya, dan terletak pada koordinat 136019' BT dan 03056' LS. Wilayah Kabupaten Paniai mempunyai luas 20.686,54 km². Batas Wilayah Adapun batas wilayah Kabupaten Paniai adalah sebagai berikut: Hidrologi Wilayah Kabupaten Paniai dilalui oleh banyak sungai, baik yang besar maupun yang kecil. Beberapa sungai yang besar yang melalui Kabupaten Paniai adalah sebagai berikut: Sungai Weya yang mempunyai panjang 12 km. Sungai Aga yang mempunyai panjang 15 km. Sungai Eka cabang dari Sungai Aga. Sungai Yawei yang mempunyai panjang 10 km. Selain sungai-sungai tersebut, terdapat tiga danau yaitu Danau Paniai, Danau Tage di Paniai Timur serta Danau Tigi di Distrik Tigi. Jenis Tanah Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Paniai adalah jenis tanah Histosol, Inceptisol dan Ultisol yang dapat dirinci menurut tinggi rendahnya dataran seperti: Daerah rawa jenis tanah Histosol yang berwarna kelabu coklat terdapat di sekitar sekitar aliran sungai dengan kemiringan wilayah 0-3%. Dataran rendah kering jenis tanahnya Histosol, jenis tanah ini terbentuk dari bahan organik dan selalu berair, serta jenis tanah inceptisol. Daerah lereng dan bukit terdapat tanah alfisol dan ultisol, yang didominasi oleh ultisol, terdapat di lereng bukit sampai ke daerah pegunungan di pedalaman. Daerah pegunungan secara umum jenis tanahnya ultisol, terdapat di sebagian besar pegunungan daerah pedalaman. Cuaca dan Iklim Iklim di wilayah Kabupaten Paniai berdasarkan klasifikasi Schmid dan Ferguson termasuk iklim type A yang sangat basah dan berdasarkan klasifikasi Koppen termasuk dalam tipe iklim dataran tinggi subtropis (Cfb) dengan curah hujan antara 2500 s/d 5500 MM per tahun. Suhu udara antara 10°C sampai dengan 27°C pada daerah-daerah lembah. Sedangkan pada daerah pegunungan suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian, dimana setiap kenaikan 100 meter dari permukaan laut suhu udara mengalami penurunan rata-rata 0,6°C. Untuk daerah sekitar Danau Paniai, Danau Tigi dan Danau Tage, suhu udaranya bervariasi antara 5°C hingga 25°C. Ekonomi Potensi Daerah Tanaman pangan menjadi roda perekonomian utama di kabupaten ini. Komoditas utama kabupaten ini adalah tanaman pangan, seperti ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan sayuran. Sampai saat ini, belum ada industri kecil atau rumah tangga yang mengolah ubi jalar menjadi makanan olahan lain sehingga peluang hadirnya industri pengolahan ubi jalar sangat terbuka lebar. Kehutanan merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Paniai. Besarnya kontribusi sektor kehutanan ini selain disebabkan potensi lahan yang sangat luas juga karena dalam sub sektor ini sudah masuk investor-investor swasta. Potensi hutan yang ada di Kabupaten Paniai adalah seluas 1.254.441 ha dengan proporsi terbesar berfungsi sebagai hutan lindung yaitu seluas 971.315 ha. Kabupaten Paniai memiliki potensi pariwisata yang menawarkan keindahan alam, keanekaragaman flora dan fauna, daya tarik budaya, dan atraksi seni budaya. Danau Paniai merupakan salah satu potensi objek wisata alam yang berlokasi di Distrik Paniai Timur. Pada umumnya objek wisata yang terdapat di Kabupaten Paniai merupakan objek yang mengandalkan daya tarik alam, yaitu Danau Paniai, Danau Tigi, Danau Tage. Keanekaragaman flora dan fauna di Cagar Alam Lorenzt juga merupakan daya tarik bagi wisatawan. Arus wisatawan ke Kabupaten Paniai masih terbatas. Hal ini dikarenakan sarana transportasi untuk menuju objek-objek wisata tersebut belum memadai. Meskipun belum sepenuhnya berkembang, berdasarkan data PDRB Kabupaten Paniai, sektor pertambangan mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam struktur perekonomian Kabupaten Paniai. Sektor ini mempunyai kontribusi sebesar 0,47 % dalam pembentukan PDRB Kabupaten Paniai (atas dasar harga konstan) pada tahun 2000. Usaha pertambangan masih dilakukan tradisional oleh penduduk setempat. Usaha pertambangan modern belum sepenuhnya berjalan. Beberapa di antaranya masih dalam tahap eksplorasi. Potensi sektor pertambangan di Kabupaten Paniai mempunyai prospek yang cukup baik jika ditinjau dari kandungan sumber daya alam yang ada di wilayah ini. Potensi-potensi tersebut di antaranya adalah batubara di Distrik Paniai Barat, Siriwo dan Distrik-Distrik lainnya di Kabupaten Paniai, emas di Distrik Sugapa, Agisiga, Homeyo, Aradide, Biandoga, Bogobaida, dan Paniai Barat, besi di puncak Cartenzs, batu kapur di Distrik Paniai Timur dan pasir kualin di Distrik Paniai Barat. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan/Distrik Pemekaran Daerah Dengan disahkannya UU RI Nomor 55 Tahun 2008, maka sebagian distrik di kabupaten ini menjadi wilayah Kabupaten Deiyai, yaitu: Bowobado Kapiraya Tigi Tigi Barat Tigi Timur Dengan disahkannya UU RI Nomor 54 Tahun 2008, maka sebagian distrik di kabupaten ini menjadi wilayah Kabupaten Intan Jaya, yaitu: Agisiga Biandoga Hitadipa Homeyo Sugapa Wandai Flora Hutan di Kabupaten Paniai sama dengan daerah lainnya di Provinsi Papua yaitu termasuk dalam anggota formasi Indo Malaya yang merupakan hutan tropis. Hutan di daerah ini tumbuh bercampur secara heterogen dengan jenis- jenis pohon Arancia, Librocedus, Grevilea, Metrosideres, Tristania, Melaleuca, Darydium dan lain- lain. Jenis pohon yang beraneka ragam tersebut hingga saat ini masih banyak yang belum dikenal dalam dunia perdagangan. Tumbuhan atau jenis pohon yang merupakan ciri khas dari Papua yang terdapat di Kabupaten Paniai adalah jenis pohon Papucedrum sp, dan Podocanpus papuanus yang terdapat di wilayah Enarotali Distrik Pantai Timur. Selain itu di sekitar Danau Paniaisebelah utara terdapat pula Eucalyptus deglupta yang pada umumnya di daerah dataran rendah. Jenis tumbuhan lain yang pernah diinventarisir adalah Medang, Pulai, Agathis, Nyathoh, Lau, Merbau, Kasai, Aduale, Nase, Sinore, Ampou, Aimamfiau, Kenari, Nausindor, Melur, Bitanggur, Benarung dan lain- lain. Sedangkan di daerah hulu Sungai Siriwo terdapat tumbuhan Damar yang getahnya merupakan bahan dagangan yang sangat komersial. Selain itu daerah ini terdapat pula jenis tanaman anggrek. Fauna Jenis satwa yang terdapat di Kabupaten Paniai, secara umum sama dengan yang terdapat di Taman Nasional Lorenzt. Referensi Pranala luar Artikel di TVRI.co.id - informasi diambil tanggal 23 April 2005. Paniai Paniai
4261
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Sorong
Kabupaten Sorong
Kabupaten Sorong adalah sebuah kabupaten di provinsi Papua Barat Daya, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di distrik Aimas. Kabupaten ini merupakan salah satu penghasil minyak utama di Indonesia. Kawasan perairannya dikenal sebagai habitat penyu belimbing (Dermochelys coriacea vandelli). Kabupaten Sorong memiliki luas wilayah 13.075,28 km², daerah ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Raja Ampat di sebelah Utara dan Barat, Kabupaten Sorong Selatan di sebelah Selatan, Kabupaten Manokwari di sebelah Timur. Populasi penduduk kabupaten Sorong pada tahun 2022 berjumlah 125.949 jiwa, dan kabupaten ini memiliki 30 distrik, dengan 26 kelurahan dan 226 desa atau kampung. Wilayah cakupan Kabupaten Sorong dahulu mencakup seluruh wilayah Papua Barat Daya. Artinya, Kabupaten Sorong melahirkan kabupaten dan kota yang menyusun Papua Barat Daya sekarang yang terdiri dari Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Maybrat, Tambrauw, Raja Ampat, dan Kota Sorong. Kota Sorong dulunya juga merupakan ibukota dari Kabupaten Sorong sebelum berpindah ke Aimas. Karena hal itu, Papua Barat Daya juga sering disebut dengan Sorong Raya. Geografis Kabupaten Sorong terletak di bagian Barat Provinsi Papua Barat Daya dengan luas wilayah setelah pembentukan kabupaten Tanbrauw 13.075,28 km² yang terbagi dalam wilayah daratan seluas 8.457 km² dan wilayah lautan seluas 4.618,28 km². (Berdasarkan pembacaan pada Peta Rupa Bumi BAKOSURTANAL skala 1 : 250.000,) Letak geografis Kabupaten Sorong adalah: 130o 40’ 49” – 132o 13’ 48” BT dan 00o 33’ 42” – 01o 35’ 29” LS. Wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Sorong terdiri dari 19 distrik, 18 kelurahan dan 149 desa/kampung . Batas Wilayah Sedangkan Batas Administratif Kabupaten Sorong adalah sebagai berikut : sebelah utara : Samudera Pasifik dan Selat Dampir sebelah timur : Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Sorong Selatan sebelah selatan : Laut Seram sebelah barat : Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Laut Seram Sejarah Menurut sejarah, nama Sorong diambil dari nama sebuah perusahan Belanda yang pada saat itu diberikan otoritas atau wewenang untuk mengelola dan mengeksploitasi minyak di wilayah Sorong yaitu Seismic OndeRsub Oil Niew Guines atau disingkat SORONG pemerintah tradisonal di wilayah Kabupaten Sorong awal mulanya dibentuk oleh Sultan Tidore guna perluasan wilayah kesultanan dengan diangkat 4 (empat) orang Raja yang disebut Kalano Muraha atau Raja Ampat . Keempat raja itu diangkat sesuai dengan 4 pulau besar yang tersebar dari gugusan pulau-pulau dengan wilayah kekuasaan adalah sebagai berilkut : Raja Fan Gering menjadi Raja di Pulau Waigeo Raja Fan Malaba menjadi Raja di Pulau Salawati Raja Mastarai menjadi Raja di Pulau Waigama Raja Fan Malanso menjadi Raja di Lilinta Pulau Misool Sorong masuk ke Indonesia setelah penyerahan atas Irian Barat kepada penguasa sementara perserikatan Bangsa-Bangsa / United Nation Teporary Exsecutive (UNTEA) tanggal 1 Okotober 1962 sampai dengan 1 mei 1963 oleh Belanda. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Industri Di Kabupaten Sorong terdapat tiga perusahaan yang masing-masing bergerak di sektor industri makanan, industri kayu, dan industri produk dari batubara dan pengilangan minyak bumi. Pariwisata Objek wisata di kabupaten Sorong terdiri dari objek wisata alam dan bahari. Objek wisata bahari tersebut meliputi : Wisata Pantai Mailan Makbon, di Distrik Makbon, yang mencakup tanjung dan pantai di Teluk Dore, dengan panorama pasir dan view ke laut lepas Samudera Pasifik, dan pada lokasi ini terdapat juga Tugu Injil; Wisata Pulau UM, di Kampung Malaumkarta, distrik Makbon, dengan panorama pasir putih, terumbu karang, burung kelelawar dan burung camar. Objek wisata alam air panas, di Kampung Klayili, Distrik Makbon, dengan panorama hutan yang lebat dan beraneka ragam jenis tumbuhan tropis serta jenis burung yang silih berganti datang dari sumber pemandian air panas. Referensi Pranala luar Data di Badan Pusat Statistik Papua Web resmi Kab Sorong Sorong Sorong
4262
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kepulauan%20Yapen
Kabupaten Kepulauan Yapen
Kabupaten Kepulauan Yapen adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Papua, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kota Serui. Kabupaten ini dahulu bernama Kabupaten Yapen Waropen, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat. Pada tahun 2021 jumlah penduduk Kepulauan Yapen berjumlah 114.210 jiwa, dengan kepadatan 47,00 jiwa/km². Sejarah Perubahan nama Dalam perkembangannya terdapat aspirasi masyarakat Kabupaten Yapen Waropen yang menginginkan adanya perubahan nama dari kabupaten tersebut menjadi Kabupaten Kepulauan Yapen. Keinginan perubahan nama menjadi Kabupaten Kepulauan Yapen dilatarbelakangi oleh telah dibentuknya Kabupaten Otonom Waropen sebagai pemekaran dari Kabupaten Yapen Waropen berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002, sehingga agar tidak terjadi duplikasi nama perlu ditinjau adanya perubahan nama Kabupaten Yapen Waropen menjadi Kabupaten Kepulauan Yapen, selain itu secara geografis daerah ini merupakan wilayah yang terdiri dari gugusan pulau. Akhirnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2008, nama Kabupaten Yapen Waropen diubah namanya menjadi Kabupaten Kepulauan Yapen. Iklim Ibukota Kepulauan Yapen, Serui memiliki iklim hutan hujan tropis (Af) dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Daftar Distrik Referensi Pranala luar Kepulauan Yapen Kepulauan Yapen
4263
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Ambon
Kota Ambon
Ambon atau Ambong dalam bahasa setempat (diucapkan sebagai ['ʔamboːŋ]) adalah ibu kota dan kota terbesar dari Provinsi Maluku. Kota yang berdiri di selatan Pulau Ambon ini berawal dari pendirian sebuah benteng yang senantiasa menjadi pusat pertumbuhan kota. Kota ini didirikan oleh bangsa Portugis yang menamainya dengan istilah Nossa Senhora da Anunciada. Sejak zaman VOC dan Belanda, kota ini berkembang cepat sebagai pusat pembudidayaan dan perdagangan rempah dan salah satu kota penting di Nusantara hingga sekarang berkedudukan sebagai ibu kota provinsi. Kini, kota ini berkedudukan sebagai kota yang dikepalai oleh wali kota dengan dewan perwakilan rakyat setempat sebagai penyelenggara bersamanya. Ambon memiliki beragam peninggalan sejarah, mulai dari masa megalitik hingga Jepang di delapan desanya yang masih terpelihara dengan baik. Peninggalan-peninggalan tersebut beragam, mulai dari pangkalan militer peniggalan Jepang, masjid jami kota, hingga bom peninggalan Perang Dunia II. Kota ini pun memiliki banyak peninggalan Belanda dan Portugis karena Ambon kaya akan pala dan cengkih yang didambakan orang Eropa pada masa lalu. Pada umumnya, peninggalan bangsa Eropa di Pulau Ambon berupa benteng. Sejarah Asal-usul nama Asal-usul dari istilah Ambon tidak mudah ditentukan. Menurut keterangan yang diberikan penduduk setempat, istilah tersebut berasal dari kata ombong yang merupakan bentukan lokal dari kata embun. Puncak-puncak gunung di Pulau Ambon memang sering tertutupi oleh embun yang tebal. Istilah Laha pun pernah dipakai untuk menamai Benteng Nossa Senhora da Anunciada yang menjadi cikal bakal kota. Dalam bahasa setempat, laha diartikan sebagai pelabuhan. Meskipun kini istilah Ambon mengacu pada Kota Ambon, Pulau Ambon, maupun suku Ambon, dalam perkembangan sejarah (terutama pada abad ke-20), istilah Ambon mengacu kepada penduduk Maluku Tengah. Frasa orang Ambon (Ambonezen) sendiri pun mengacu kepada para penduduk di Maluku Tengah, meskipun pada awalnya hanya digunakan untuk penduduk Kota Ambon yang memiliki budaya mestizo. Benteng Victoria Kota Ambon mulai berkembang semenjak kedatangan Portugis pada tahun 1513. Kemudian, sekitar tahun 1575, penguasa Portugis mengerahkan penduduk di sekitarnya untuk membangun Benteng Kota Laha atau Ferangi yang pada waktu itu diberi nama Nossa Senhora da Anunciada di Dataran Honipopu. Dalam pembangunan, masyarakat pekerja mendirikan organisasi berbentuk perkampungan seperti Soya yang menjadi dasar Kota Ambon karena di dalam perkembangan selanjutnya masyarakat tersebut sudah menjadi masyarakat geneologis teritorial yang teratur. Setelah Belanda berhasil menguasai Kepulauan Maluku dan khususnya Ambon dari kekuasaan Portugis, benteng Nossa Senhora de Anunciada direbut pada tahun 1605 dan dijadikan pusat pemerintahan kolonial dan diberi nama Victoria. Benteng ini dilanda gempa hebat dan rusak parah, lalu direnovasi dan diberi nama ulang Nieuw Victoria. Meskipun nama barunya Nieuw Victoria, benteng ini lebih dikenal rakyat setempat sebagai Benteng Victoria. Benteng ini terkenal sebagai tempat Pattimura digantung pada 16 Desember 1817. Pahlawan Nasional Slamet Rijadi juga gugur di benteng ini dalam pertempuran melawan pasukan Republik Maluku Selatan. Masa penjajahan Belanda Pulau Ambon ditaklukan oleh Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (VOC) pada 23 Februari 1605 dengan bantuan kekuatan tempur dari Ternate, Luhu, Hitu, Jawa, dan Gowa. Pada awal masa VOC, terjadi beberapa pergantian gubernur. Gubernur otoriter yang terkenal adalah Adrian Martensz Block yang melakukan kerja paksa perluasan Benteng Victoria. Selain itu, ada pula Gubernur Herman van Speult yang menyengsarakan rakyat dengan perubahan monopoli perdagangan rempah-rempahnya. Pembantaian pun pernah dilakukan pada masa ini. Pada 17 Februari 1796 VOC menyerah kepada laksamana Britania Raya, Pieter Ramier sehingga Kota Ambon menjadi bagian dari wilayah Britania Raya. Britania Raya memerintah di kota sampai tahun 1803. Setelah itu, terjadilah penyerahan jajahan kembali bukan kepada VOC, melainkan kepada Belanda karena VOC jatuh bangkrut pada 1799, sebelum Kota Ambon dikembalikan. Pada masa Hindia Belanda, Kota Ambon mulai dimodernisasi. Kota Ambon, tepatnya Casteel Victoria menjadi ibu kota dari Gouvernment Amboina, salah satu dari tiga gouvernment yang terletak di antara Sulawesi dan Irian yang membentuk administrasi pemerintahan yang bernama Gouvernment der Molukken yang dibentuk pada 1817. Selain itu, pada tanggal 7 September 1921 masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama dengan pemerintah kolonial. Hal ini menjadi wujud perjuangan masyarakat Indonesia dari Maluku. Hal ini pun merupakan kekalahan politik penjajah karena warga Ambon pun menjadi bisa berperan dalam pemerintahan dengan irama yang sama sengan politik penjajah masa itu. Dengan demikian, masyarakat kota terbekali modal dalam menentukan masa depannya. Masa pendudukan Jepang Tentara Jepang mendarat di Indonesia melalui Ambon pada 1 Februari 1942 dari Kendari. Meskipun dahulu senasib sebagai budak VOC dan Belanda, Jepang berhasil menaklukan Belanda dan sekutunya dalam Pertempuran Ambon untuk merebut Kota Ambon yang merupakan markas angkatan laut. Dalam pendudukan dan penjajahan Jepang, Ambon digunakan sebagai pangkalan udara utama. Selain itu, warga Ambon mengalami kemiskinan dan kelaparan sebagai dampak dari perang. Peninggalan masa pendudukan ini masih bisa ditemukan. Pemakaman Perang Ambonlah yang paling terkenal sebagai pemakaman tentara-tentara Sekutu yang gugur dalam Pertempuran Ambon. Selain itu, Gubernur Maluku, Said Assagaf, pernah menemukan dua torpedo peninggalan Jepang di dasar Teluk Ambon ketika menyelam. Masa Kemerdekaan Indonesia dan Hari Jadi Hari lahir atau hari jadi kota Ambon telah diputuskan jatuh pada tanggal 7 September 1575 dalam suatu seminar di Ambon yang berlangsung pada 14–17 November 1972 dengan kerja sama bersama Universitas Pattimura. Penggagas seminar ini adalah Wali Kota Ambon ke-9, Letkol Matheos H. Manuputty melalui SK 25/KPTS/1972 tentang Pembentukan Panitia Khusus Sejarah Kota Ambon yang dikeluarkan pada 10 Juli 1972 dengan tugas untuk menggali dan menentukan hari lahir kota. Penetapan tanggal hari jadi tersebut didasarkan pada fakta sejarah bahwa pada tanggal 7 September 1921 masyarakat Kota Ambon diberikan hak yang sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda. Sedangkan, penetapan tahun 1575 dilandasi oleh tahun mulainya pembangunan Benteng Kota Laha. Hari jadi merupakan campuran dari kedua waktu tersebut. Setelah penetapan hari jadi diberlakukan, hari jadi Kota Ambon pertama kali diperinagti pada 7 September 1973. Kerusuhan Ambon 2011 Di kota Ambon sudah terjadi beberapa kerusuhan yang mengikutsertakan SARA. Kerusuhan yang paling dikenal adalah Kerusuhan Ambon 1999 yang terjadi karena masalah politik, namun mengikutsertakan unsur SARA, terutama agama. Meskipun kerusuhan ini telah terselesaikan dengan Perjanjian Malino, penghancuran sarang serta penghukuman provokator kerusuhan, kerusuhan dengan sebab yang serupa terjadi lagi pada tahun 2011 dan menewaskan beberapa orang, namun langsung diredakan. Saat kedua kerusuhan, terutama Kerusuhan 1999 terjadi, kota terluluhlantahkan dan meninggalkan banyak kenangan pahit. Kerusuhan 1999 pun menimbulkan munculnya ribuan pengungsi yang diantaranya mengungsi ke Jakarta. Banyak orang yang tidak menginginkan peristiwa ini terulang kembali, bahkan mantan penjihad pun beranggapan demikian. Untuk memperingati kerusuhan-kerusuhan ini dan menegakkan perdamaian, didirikanlah Gong Perdamaian Dunia yang terletak di pusat kota. Gong Perdamaian Dunia tersebut merupakan Gong Perdamaian Dunia ke-35 di dunia dan ke-2 di Indonesia setelah didahului gong serupa di provinsi Bali. Geografi Kota Ambon terletak di sebelah selatan dari Pulau Ambon dengan luas keseluruhan sebesar 377 km2 atau dua perlima dari luas Pulau Ambon. Luas ini terdiri dari luas daratan sebesar 359,45 km2 dan perairan sebesar 17,55 km2 dengan garis pantai sepanjang 98 km. Kota ini dibelah oleh Teluk Ambon sehingga berada dalam lengkungan yang berbentuk huruf U. Sisi timur kota berbatasan dengan Sala Hutu, Maluku Tengah; selatan dengan Laut Banda; dan barat dan utara dengan Leihitu, Maluku Tengah. Kota ini mencakup 46,38% dari seluruh tanah Pulau Ambon. Menurut teleponnya, Kota Ambon mencakup wilayah kode telepon +62 911, sedangkan Kota Ambon mencakup wilayah kode pos 97111–97237. Topografi Kota Ambon memiliki luas daratan 359,45 km2. Karena letaknya di pulau busur vulkanis, 73% wilayah kota merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan lereng terjal (30–45°) hingga sangat terjal (>45°) dan hanya sekitar 17% dari wilayah daratannya yang dapat dikelompokkan datar atau landai dengan kemiringan kurang dari 30°. Kota Ambon merupakan pusat pelabuhan, pariwisata, dan pendidikan bagi wilayah Kepulauan Maluku. Dari antara beberapa pelabuhan di kota, Pelabuhan Yos Sudarso di kota ini menjadi pelabuhan utama kota dan provinsi. Kota disebut sebagai pusat pariwisata karena menawarkan beragam jenis wisata, mulai dari alam, budaya, bahari, hingga kuliner. Keberadaan Ambon sebagai pusat pendidikan bisa dilihat dari penyelenggaraan pesta pendidikan, rata-rata lama sekolah yang tinggi, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan sejak zaman penjajahan. Kota ini pun memiliki PDRB terbesar dan PDRB per kapita tertinggi di Maluku. Selain menyandang gelar sebagai kota musik Indonesia, Ambon merupakan kota pertama di Asia Tenggara yang dianguerahi sebagai Kota Musik Dunia oleh UNESCO. Iklim Secara astronomis, Kota Ambon terletak di 3° 34' 8,40"–3° 47' 42,00" LS dan 128° 1' 33,60"–128° 18' 3,60" BT. Ambon beriklim hutan hujan tropis (Köppen: Af), serupa dengan iklim sebagian besar wilayah Indonesia dan Maluku Tengah. Iklim hutan hujan tropis Ambon dapat dilihat dari banyaknya hutan hujan tropika di kota yang sempat terbakar berkali-kali, namun muncul kembali karena kuatnya pengaruh iklim Af dan dorongan curah hujan yang tinggi. Hujan mengalami kepuncakannya di kota pada akhir Juni maupun sepanjang Juni hingga Juli, bahkan mengalahkan curah hujan Bogor, kota hujan yang hanya 442 mm. Rata-rata tertinggi suhu tertinggi yang terekam adalah 30,9°C, sedangkan rata-rata terendah suhu terendahnya 23 °C. Pemerintahan Kota Ambon berdiri dengan dasar hukum UU Nomor 60 Tahun 1958 yang diluncurkan pada 17 Juli 1958. Kota Ambon merupakan bagian dari Provinsi Maluku. Kota Ambon berstatus sebagai salah satu kota di Indonesia. Layaknya seperti kota-kota lain di Indonesia, administrasi kota terbagi menjadi tiga tingkatan: kota, kecamatan, dan keluruhan serta desa. Sebagai bagian dari Kepulauan Maluku, sebagian desa di kota pun dikenal dengan istilah negeri. Administarsi kota dipimpin oleh seorang wali kota yang bertanggung jawab kepada DPRD Kota Ambon, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000. Wali kota dan wakil wali kota Ambon berkedudukan di Balai Kota Ambon. Administrasi kota juga dilakukan oleh DPRD kota yang sama-sama dipilih rakyat. Secara administratif wilayah Kota Ambon dibagi menjadi 5 kecamatan. 5 kecamatan tersebut terbagi lagi menjadi 50 kelurahan dan desa. Kecamatan terbesar ialah Sirimau dengan penduduk sebesar 178.611 jiwa, sedangkan kecamatan terkecil ialah Leitimur Selatan dengan penduduk sebesar 11.862 jiwa pada 2016. Wali kota Wali Kota menjadi pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintahan Kota Ambon. Saat ini, wali kota atau kepala daerah yang menjabat di Kota Ambon ialah Richard Louhenapessy, bersama wakil wali kota, Syarif Hadler. Mereka menang pada Pemilihan umum Wali Kota Ambon 2017. Richard merupakan wali kota Ambon yang ke-15, dan menjabat untuk dua periode, sejak 2011 hingga 2022. Pada periode pertamanya, ia berpasangan dengan Muhammad Armyn Syarif Latuconsina, sementara pada periode kedua ia berpasangan dengan Syarif Hadler. Richard dan Syarif dilantik oleh gubernur Maluku, Said Assagaff, pada 22 Mei 2017 di Lapangan Merdeka Ambon, untuk periode 2017-2022. Dewan Perwakilan Daftar kecamatan Kota kembar Kota Ambon pun menjajaki sejumlah mitra kerja sama kota kembar dengan beberapa kota di dunia. Saat ini terdapat lima kota di luar negeri dan satu kota dalam negeri yang menjalin hubungan kerja sama ini bersama Ambon, antara lain Demografi Suku bangsa Kota Ambon merupakan kota yang majemuk karena memiliki penduduk yang berasal dari berbagai suku bangsa, agama, dan ras. Sebagian besar masyarakat Ambon berasal dari suku Ambon dan suku setempat. Meskipun demikian, persatuan keberagaman ini pernah diguncang oleh beberapa pertikaian politik yang menimbulkan kerusuhan besar dengan mengikusertakan agama seperti pada 1999. Pada tahun 2016, jumlah penduduk Kota Ambon diperkirakan mencapai 427.934 jiwa yang menjadikan Kota Ambon sebagai kota terbesar di provinsi dengan sumbangan penduduk sebesar 24,9%. Menurut Sensus Penduduk tahun 2010, sebesar 92,4% masyarakat bertempat tinggal di kawasan perkotaan, sedangkan sisanya di kawasan perdesaan. Suku mayoritas di kota ini adalah suku Ambon, suku yang mendiami Pulau Ambon dan pulau sekitarnya yang merupakan keturunan suku Alifuru. Kota ini pun memiliki penduduk dari berbagai macam suku bangsa karena kota ini telah dinominasikan menjadi kota terbuka bersama dengan 29 kota lainnya di Indonesia. Selain itu, keberagaman suku bangsa kota disebabkan oleh Maluku yang menjadi daerah tujuan transmigrasi. Untuk menjaga kebhinekaan suku bangsa yang mendiami kota agar tetap harmonis dan menegaskan bahwa Kota Ambon ini kota paling toleran serta terbuka, pemerintah kota membangun perkampungan multietnis. Selain suku Ambon, kota ini juga dihuni oleh etnis lainnya, seperti Arab, Buton, dan Tionghoa yang pada mulanya datang untuk berdagang. Di samping itu, terdapat pula suku Minahasa, Jawa, dan Minang yang telah lama datang ke Ambon. Agama Menurut Kanwil Kementerian Agama Provinsi Maluku, pada tahun 2022 kelompok agama terbesar di Kota Ambon adalah Kristen yakni 59,41% yang terbagi menjadi Protestan sebanyak 56,93% dan Katolik sebanyak 2,48%. Kemudian diikuti dengan agama Islam sebanyak 40,47%, selanjutnya Hindu sebanyak 0,08%, Buddha sebanyak 0,34%, serta Konghucu dan lainnya sebanyak kurang dari 0,01%. Kota Ambon merupakan kota mayoritas Kristen Protestan. Pada tahun 2021, terdapat 294 gereja Protestan dan 39 gereja Katolik di Kota Ambon. Bangunan gereja Protestan terbesar adalah GPM Maranatha, sedangkan bangunan gereja Katolik terbesar adalah Katedral Santo Franciscus Xaverius. Selain itu pun, ada pula GPM Silo yang menjadi salah satu gereja Protestan utama Kota. Mayoritas masyatakat Protestan kota merupakan jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM). Ambon pun memiliki keuskupan Katolik Romanya tersendiri, yaitu Keuskupan Amboina. Kecamatan yang memiliki agama mayoritas Kristen adalah Nusaniwe, Baguala, dan Leitimur Selatan dengan Protestan menjadi agama mayoritas. Kota juga memiliki jumlah pemeluk agama Islam yang besar, yakni 40,47% dari penduduk kota, bedasarkan data tahun 2022. Rumah ibadah penduduk yang beragama Islam tahun 2021 sebanyak 168 masjid, salah satu yang terbesar di kota Ambon adalah Masjid Raya Al-Fatah, sedangkan masjid tertua di kota adalah Masjid Jami Ambon yang dibangun pada 1860. Kota Ambon pun merupakan penyumbang jemaah haji terbanyak di Maluku dengan jumlah jemaah 245 orang pada 2014. Kecamatan yang memiliki agama Islam sebagai agama dominannya adalah Kecamatan Sirimau dan Teluk Ambon. Kota Ambon pun memiliki penduduk beragama minoritas lainnya dalam jumlah yang sangat kecil. Agama-agama tersebut ialah Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun jumlahnya sangat kecil, ketiga agama ini diperhatikan oleh pemerintah. Pada 2018, Presiden Joko Widodo meresmikan Hindu Center dan Buddha Center di Kota Ambon. Hal ini dilakukan sebagai perwujudan keinginan gubernur Maluku agar Maluku menjadi laboratorium kerukunan hidup beragama bagi Indonesia. Pura yang terkenal di kota adalah Pura Stana Giri Ciwa, sedangkan wihara yang terkenal ialah Wihara Swarna Giri Tirta. Kota juga memiliki penganut Konghucu dengan jumlah yang sangat kecil, yaitu 7 jiwa pada Sensus Penduduk Indonesia 2010. Bahasa Kota Ambon menjadi kota multibahasa sejak abad ke-17. Bahasa Portugis, bahasa pendatang asing pertama di Ambon digunakan secara luas. Peninggalan bahasa Portugis masih bisa dilihat dari kata-kata serapan Portugis dalam bahasa yang dituturkan di Ambon. Pada masa Belanda, meskipun bahasa Belanda menjadi bahasa utama dan bahasa administrasi, bahasa Melayu Ambon atau yang lebih dikenal sebagai bahasa Ambonlah menjadi lingua franca penduduk Pulau Ambon. Seiring perkembangan zaman, bahasa tersebut menjadi bahasa ibu penduduk pulau. Pergeseran bahasa Indonesia dan Ambon menjadi bahasa ibu masyarakat pulau ini mengancam keberadaan puluhan bahasa daerah bukan hanya di kota, melainkan hingga provinsi. Dalam perihal kebahasaan, pemerintah telah melakukan beberapa upaya. Pada tahun 2015, Pemerintah Provinsi Maluku mencanangkan dua desa di kota, yaitu Amahusu dan Batu Merah menjadi kampung bahasa. Hal ini dilakukan pemerintah dalam rangka pengembangan kemampuan dalam bahasa dan berkomunikasi bagi masyarakat. Ekonomi Pada tahun 2016, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Ambon mencapai angka Rp12.045.480,72 juta pada 2016, setingkat dengan Negara Saint Kitts dan Nevis. Dengan demikian, Kota Ambon berkontribusi sebesar 32,5% terhadap PDRB Maluku yang jumlahnya sebesar Rp37.062.642,66 juta (AS$2.784,92 juta). Pada tahun 2016, PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2010 kota bertumbuh secepat 5,98% menurut lapangan usahanya. Ekonomi kota sebagian besar ditopang oleh lapangan usaha administrasi, diikuti dengan perdagangan, lalu transportasi dan pergudangan. Jika dibidangkan dalam sektornya, ekonomi kota ditopang oleh pertanian (primer) sebesar 4,84%, industri sebesar (sekunder) 10,09%, dan jasa sebesar (tersier) 85,08%. PDRB per kapita Kota Ambon adalah Rp28,14 juta (AS$2.114,46) pada 2016, setingkat dengan Nikaragua. Meskipun pendapatan rakyatnya rendah, tingkat kemiskinan di kota sangatlah rendah. Jumlah penduduk miskin adalah 19.640 jiwa atau 4,58% dari total penduduk kota. Transportasi Kota Ambon memiliki ruas jalan sepanjang 271,58 km pada 2013. 96% dari seluruh jalan di kota diaspal dengan persentase jalan berkondisi baik sebesar 84,5% dan sedang sebesar 5% pada 2013. Transportasi darat Kota Ambon pun dinilai cukup modern karena dapat dilihat dari keberadaan moda transportasi daring yang berbasis aplikasi. Sebagai bagian dari provinsi kepulauan, dalam bagian kelautan Kota Ambon terhubung dengan pulau-pulau lainnya di Maluku melalui jasa layanan kapal feri atau kapal motor lainnya. Kota memiliki tiga buah pelabuhan penyeberangan, yakni Galala, Poka, dan Ambon. Aktivitas ekonomi melalui laut dilayani oleh pelabuhan peti kemas. Kini, pelabuhan peti kemas hanyalah Pelabuhan Ambon yang dikelola oleh PT Pelindo IV. Pada awal 2018, pelabuhan sudah mampu melakukan pengiriman langsung ke luar negeri yang nantinya dapat memangkas biaya angkut sebesar 50%. Sebagai ibu kota provinsi, Kota Ambon terhubung melalui udara dengan kota-kota lainnya di Indonesia. Kota ini dilayani oleh sebuah bandara internasional, yaitu Bandar Udara Internasional Pattimura yang terletak di Laha, Teluk Ambon. Melalui bandara ini, kota dapat terhubung dengan kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Kota Ambon terbelah oleh Teluk Ambon. Dengan demikian, pada umumnya rakyat menaiki kapal untuk menyeberangi teluk atau memutar jauh jika harus menuju ke sisi Teluk Ambon di seberang. Hal ini sungguh mengganggu bagi pengguna jalan, terutama bagi calon penumpang pesawat terbang karena bandara dan pusat keramaian kota berada di sisi yang berlawanan oleh karena teluk ini. Dengan demikian Kementerian PUPR membangun Jembatan Merah Putih yang mulai beroperasi pada Maret 2016 untuk menghubungkan kedua sisi kota. Jembatan menghubungkan Rumah Tiga, Sirimau pada sisi utara dengan Hative Kecil, Teluk Ambon pada sisi selatan. Jembatan ini sekaligus merupakan jembatan terpanjang di kawasan Indonesia Timur. Pendidikan Kota Ambon merupakan salah satu kota terdidik di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata lama sekolah selama 11,64 tahun, menyamai Singapura dan Prancis dan harapan sekolah selama 15,9 tahun yang mendekati Negara Swiss pada 2016. Dengan demikian, dari kedua aspek tersebut kota telah menyamai negara-negara maju lainnya. Kota Ambon memiliki pendidikan tinggi yang memadai. Terdapat beberapa perguruan tinggi ternama yang terletak di kota seperti Universitas Pattimura (Unpatti) yang terletak di Teluk Ambon dan Politeknik Negeri Ambon yang sama-sama terletak di Teluk Ambon. Meskipun perguruan-perguruan tinggi di kota bukan merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia, kedua univeritas terbaik di kota yang telah disebutkan masih masuk ke dalam cluster 3, yakni Politeknik Negeri Ambon pada peringkat 186 dan Universitas Pattimura pada peringkat 282 menurut Kemenristekdikti. Upaya peningkatan dalam perihal pendidikan pun dilakukan melalui berbagai macam program, salah satunya beasiswa. Pemerintah kota pernah memberikan beasiswa untuk belajar seperti ke Jepang untuk mahasiswa yang tersebar di Maebashi, Fukuoka, dan kota lainnya dengan bekerja sama dengan pemerintah Kyoto dan India untuk PNS. Meskipun demikian, pernah terjadi sebuah penipuan beasiswa S2 yang mengorbankan seorang mahasiswi Unpatti, namun bukan berasal dari pihak pemerintah. Kesehatan Kota Ambon memiliki fasilitas kesehatan yang cukup memadai. Angka harapan hidup kota yang besarnya hanya 69,74 tahun pada 2016 memang tidaklah tinggi, namun kota ini memiliki beberapa rumah sakit yang terakreditasi bagus. Rumah sakit terbesar di kota adalah RSUD Haulussy Ambon yang dimiliki pemerintah provinsi. Meskipun merupakan rumah sakit terbesar, rumah sakit sering mendapatkan banyak keluhan atas pelayanannya yang buruk, bahkan pernah terancam ditutup pada 2020. Selain rumah sakit tersebut, terdapat beberapa rumah sakit militer seperti RS Tentara Ambon dan RSAL Ambon, rumah sakit lembaga keagamaan seperti RS GPM Ambon, dan beberapa rumah sakit swasta lainnya. Pada 2013, pemerintah provinsi mengusahakan pembangunan rumah sakit pendidikan untuk Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura, namun hal ini sudah tidak terdengar lagi. Pariwisata Wisata alam Ambon memiliki banyak objek wisata alam, namun secara administratif, sebagian besar objek wisata yang sangat terkenal terletak di Kabupaten Maluku Tengah, namun diakses melalui Kota Ambon. Dari antara pantai-pantai di Pulau Ambon, pantai yang paling terkenal ialah Pantai Natsepa yang terletak di Desa Suli, Maluku Tengah. yang terkenal akan rujak natsepanya. Selain itu, terdapat juga Pantai Liang yang terletak di Liang, Sala Hutu, Maluku Tengah. Untuk aktivitas menyelam, terdapat Nusa Pombo, sebuah pulau yang terletak di antara Pulau Ambon dan Pulau Haruku. Sebaliknya, lokawisata terkanal di dalam wilayah administratif kota hanya sedikit dan memang tidak seterkenal lokawisata-lokawisata di kabupaten, namun tidak kalah bagusnya dengan mereka. Di antaranya yang paling terkenal ialah Pantai Pintu Kota. Pantai Pintu Kota menjadi pantai yang terkenal karena keunikannya, yakni terdapatnya lubang besar yang menerobos tebing karang sampai tembus di kedua sisinya. Ada pun Pantai Namasua yang terletak di Naku yang masih jarang diketahui. Selain pantai, terdapat pula Air Terjun Anihang di Naku yang pernah disebutkan oleh Wali Kota Richard. Wisata bersejarah Upaya Peningkatan Wisata Kota Ambon telah memiliki usaha untuk meningkatkan bidang pariwisatanya, terutama untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara. Dinas Pariwisata Kota Ambon telah mengusahakan serangkaian acara untuk menarik para turis. Hal ini dilakukan karena di Maluku, sektor pariwisata menjadi sektor andalan dan merupakan salah satu penyumbang pendapatan daerah. Media Galeri Lihat pula Maluku Pulau Ambon Suku Ambon Daftar Wali Kota Ambon Konflik sektarian Maluku Sumber Keterangan Catatan Referensi Pranala luar Situs web resmi Kota Ambon BPS Kota Ambon Ambon Ambon Ambon Kota Pusaka di Indonesia
4264
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Maluku%20Tengah
Kabupaten Maluku Tengah
Kabupaten Maluku Tengah adalah salah satu kabupaten di provinsi Maluku, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Masohi. Maluku Tengah adalah salah satu kabupaten tertua di Kepulauan Maluku. Wilayah Maluku Tengah di Pulau Seram terdapat gunung tertinggi di Maluku yaitu Gunung Binaiya. Daratan Maluku Tengah sebagian besar berada di Pulau Seram (misalnya Kecamatan Amahai dan Tehoru, serta Kota Masohi). Sisanya berada di kepulauan yang terpencar secara geografis yang terdiri dari Pulau Ambon yang berbatasan langsung dengan Kota Ambon (mencakup Leihitu dan Salahutu), Kepulauan Lease (mencakup Pulau Haruku, Saparua, dan Nusalaut), dan Kepulauan Banda atau sering disebut Banda Neira yang pernah menjadi pusat perdagangan rempah masa kolonial Belanda. Wilayah terjauh di Maluku Tengah adalah gugusan pulau yang terdiri dari Pulau Teon, Nila, dan Serua di Laut Banda. Penghuni pulau-pulau tersebut diungsikan ke Pulau Seram karena ancaman gunung berapi di tahun 1970an. Perkampungan pengungsi tersebut menjadi cikal bakal Kecamatan Teon Nila Serua (TNS) di Pulau Seram. Pemindahan ini menimbulkan permasalahan lahan ulayat antara suku asli dengan pendatang dari TNS. Sejarah Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tengah sebagai salah satu kabupaten di Maluku yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1952 (L.N. No. 49/1952) tentang pembubaran daerah Maluku selatan dan pembentukan Maluku Tengah dan Maluku Tenggara. Setelah berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1957 tanggal 18 Januari 1957, tentang pokok-pokok pemerintah untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, maka dibentuk daerah-daerah “Swatantra” diantaranya daerah Swantantra Tingkat I Maluku dengan undang-undang darurat No.22 Tahun 1957 (LN. No. 79/1957) yang kemudian ditetapkan dengan undang-undang No. 20 Tahun 1958 (L.N. No. 60/1958). Selanjutnya sesuai pasal 73 ayat 4 undang-undang darurat No.22 Tahun 1957 maka dibentuk pula daerah-daerah Swatantra Tingkat Tahun, sehingga dibentuklah daerah Swatantra Tingkat II di Maluku dengan undang-undang darurat No. 23 tahun 1957 (L.N. No. 80/1957), yang kemudian ditetapkan dengan undang-undang No. 60 Tahun 1958 (L.N. No 111/1958) yang meliputi daerah-daerah Swatantra Tingkat II Maluku Tengah, Maluku Utara, Maluku Tenggara dan Kota Ambon. Wilayah yang termasuk dalam daerah Swatantra Tingkat II Maluku Tengah adalah: Pulau Ambon, Pulau-Pulau Lease, Pulau-Pulau Banda, Seram Timur, Seram Utara, Seram, Selatan, Seram Barat, dan Pulau Buru sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 35 Tahun 1952 tersebut. Perkembangan Wilayah Sampai Tahun 2012 Pada Tahun 2004, Otonomi Daerah yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 diberlakukan sehingga penyelenggaraan otonomi daerah memberikan pengaruh yang cukup luas dalam perkembangan Maluku Tengah. Hal ini dapat dilihat dengan terjadi pemekaran pada beberapa wilayah di kabupaten Maluku Tengah diantaranya Wilayah Pulau Buru, Wilayah Seram Timur dan Wilayah Seram Barat. Sehingga Wilayah Kabupaten Maluku Tengah sejak tahun 2004 hanya meliputi Wilayah Seram Utara, Pulau Ambon, Pulau-pulau lease dan Pulau-pulau banda; akan tetapi luas wilayah di Kabupaten Maluku tengah masih merupakan yang terluas di Provinsi Maluku. Dari Periode 1994 sampai 2012 telah terjadi banyak perubahan dalam komposisi kecamatan di Wilayah Kabupaten Maluku Tengah, salah satu faktor yang sangat mempengaruhi adalah otonomi daerah yang merupakan indikasi pemekaran wilayah-wilayah sampai pada level kecamatan. Sampai dengan Tahun 2012, terdapat 17 Kecamatan di Kabupaten Maluku tengah yang tersebar di beberapa wilayah (Wilayah Seram Utara, Pulau Ambon, Pulau-pulau lease dan Pulau-pulau banda) antara lain: Geografi Maluku Tengah sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Maluku, letaknya diapit oleh Kabupaten Seram Bagian Barat di sebelah barat dan Seram Bagian Timur di sebelah timur. Luas wilayah Kabupaten Maluku Tengah seluruhnya kurang lebih 275.907 km2 yang terdiri dari luas laut 264.311,43 km2 dan luas daratan 11.595,57 km2. Iklim Wilayah Maluku Tengah mengalami iklim laut tropis dan iklim musim.Keadaan ini disebabkan oleh karena Maluku Tengah dikelilingi laut yang luas, sehingga iklim laut tropis di daerah ini berlangsung seirama dengan iklim musim yang ada. Berikut keadaan klimatologi yang dapat menggambarkan keadaan iklim di Kabupaten Maluku Tengah secara umum: Tercatat Rata-rata temperatur pada tahun 2009 di Kecamatan Amahai 26,30C, di mana temperatur maksimum rata-rata 30,40C dan minimum rata-rata 23,3 0C. Jumlah curah hujan pada tahun 2009 rata-rata sebesar 185,1 mm dengan jumlah hari hujan rata-ratasebanyak 18,1 hari. Penyinaran matahari pada tahun 2009 rata-rata sebesar 65,9 % dengan tekanan udara rata-rata 1011,2 Milibar dan kelembaban nisbi yang terjadi rata-rata sebesar 84,9 %. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Maluku Tengah terdiri dari 14 kecamatan, 6 kelurahan dan 169 desa. Pada periode 2007-2010, terjadi penambahan kecamatan sebanyak 3 kecamatan yaitu kecamatan Teluk Elpaputih, Leihitu Barat, dan Seram Utara Barat. Penambahan kecamatan berimplikasi pada penambahan desa sehingga pada periode yang sama di Maluku Tengah terjadi penambahan desa sebanyak 10 desa. Politik Jumlah Pegawai Negeri Sipil dalam lingkup pemerintahan Maluku Tengah mengalami peningkatan dari sekitar 2.978 orang pada tahun 2007 menjadi sekitar 3.011 orang pada tahun 2009. Dilihat berdasarkan jumlah pegawai masing-masing dinas, Dinas Kesehatan memiliki jumlah pegawai paling banyak. Hal ini dikarenakan pentingnya tenaga kesehatan yang melayani masyarakat sampai dengan tingkat desa. Selanjutnya data yang ada menunjukkan bahwa lebih dari setengah PNS di Maluku Tengah merupakan lulusan SLTA. Sedangkan yang lulusan sarjana sebanyak 24 persen. Hanya sebagian kecil (4 persen) yang merupakan lulusan di bawah SLTA, sisanya sebesar 17 persen lulusan D3. Peta perpolitikan Kabupaten Maluku Tengah diwarnai dengan tidak adanya partai yang dominan di DPRD. Hal ini berbeda dengan pemilu 2004 di mana Golkar mendominasi parlemen. Untuk distribusi kursi, Golkar, PDI-P dan Hanura sama-sama memperoleh 4 kursi. Kemudian dilanjutkan dengan PKS, Demokrat dan PAN yang sama-sama memperoleh 3 kursi. Pada pemilu 2009 lalu terjadi penambahan partai yang duduk di parlemen yang sebelumnya 13 partai menjadi 17 partai. Penduduk Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh 4 (empat) komponen yaitu, tingkat kelahiran (fertilitas), tingkat kematian (mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Dengan kata lain pertumbuhan penduduk adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara lahir, mati, datang dan pergi. Penduduk Kabupaten Maluku Tengah berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 1980, 1990, 2000, dan 2010 berjumlah masing-masing sebesar: 229.581, 295.059, 317.476, 361.698 jiwa. Dari keempat sensus penduduk tersebut dapat pula diperoleh rata-rata pertumbuhan penduduk antara Sensus Penduduk Tahun 1980,1990, 2000, dan 2010 sebesar 2,30 %, 1,48 %, 1,03 %, dan 1,31%. Penduduk Kabupaten Maluku Tengah tahun 2010 sebanyak 361.698 jiwa, berbeda dari hasil proyeksi tahun 2009 sebanyak 370.931 jiwa, di mana jumlah penduduk tahun 2010 merupakan hasil Sensus Penduduk 2010 . Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Leihitu sebesar 46.978 jiwa (12,98 % dari jumlah penduduk Kabupaten Maluku Tengah). Dengan luas wilayah 11.595,57 km maka pada tahun 2010 tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Maluku Tengah sebesar 31 jiwa untuk setiap km. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Kota Masohi sebesar 844 jiwa/ km2 diikuti Kecamatan TNS sebesar 529 jiwa/ km2 Tenaga Kerja Jumlah penduduk di Kabupaten Maluku Tengah yang merupakan angkatan kerja tahun 2010 sebanyak 146.439 jiwa terdiri dari penduduk yang bekerja 128.623 jiwa dan mencari pekerjaan (pengangguran) 17.816 jiwa, dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 62.90%. Lebih dari setengah (53.55%) dari penduduk Kabupaten Maluku Tengah pada tahun 2010 bekerja di sektor pertanian. Sektor kedua terbesar yang menyerap tenaga kerja adalah perdagangan, hotel dan restoran sebesar 17.65 %. Tingkat pengangguran terlihat semakin menurun selama kurun waktu 2008-2010. Pada tahun 2008 tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat sebesar 12,24 persen. Angka ini menurun menjadi 12,17 persen pada tahun 2010. Kebudayaan Pendukung kebudayaan di Maluku terdiri dari ratusan sub suku, yang dapat diindikasikan dari pengguna bahasa lokal yang diketahui masih aktif dipergunakan sebanyak 117 dari jumlah bahasa lokal yang pernah ada kurang lebih 130-an. Meskipun masyarakat di daerah ini mencerminkan karakteristik masyarakat yang multi kultur, tetapi pada dasarnya mempunyai kesamaan nilai budaya sebagai representasi kolektif. Salah satu diantaranya adalah filosofi Siwalima yang selama ini telah melembaga sebagai cara pandang masyarakat tentang kehidupan bersama. Di dalam filosofi ini, terkandung berbagai pranata yang memiliki common values dan dapat ditemukan di seluruh wilayah Maluku. Sebutlah pranata budaya seperti masohi, maren, sweri, sasi, hawear, pela gandong, dan lain sebagainya. Adapun filosofi Siwalima dimaksud telah menjadi simbol identitas daerah, karena selama ini sudah dipaterikan sebagai dan menjadi logo dari Pemerintah Daerah Maluku. Referensi Pranala luar Maluku Tengah Maluku Tengah
4265
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Maluku%20Tenggara
Kabupaten Maluku Tenggara
Kabupaten Maluku Tenggara adalah sebuah kabupaten yang termasuk dalam wilayah Provinsi Maluku, Indonesia. Pembentukan Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 1952. Pusat pemerintahan Kabupaten Maluku Tenggara awalnya di Tual tetapi dipindahkan ke Langgur pada tahun 2007. Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara telah dimekarkan sebagian menjadi Kabupaten Kepulauan Aru dan Kota Tual. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Maluku Tenggara berasal dari suku Kei, suku Tanimbar, Tionghoa, suku Bugis, suku Ambon dan suku Minahasa. Agama penduduk di Kabupaten Maluku Tenggara terdiri dari Katolik, Protestan dan Islam. Di Kabupaten Maluku Tenggara terdapat beberapa objek wisata pantai dan gua. Sejarah Kabupaten Maluku Tenggara didirikan pada tahun 1952. Penamaan Kabupaten Maluku Tenggara berkaitan dengan kondisi politik di Indonesia. Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara terletak di bagian selatan Provinsi Maluku. Namun penamaan kabupaten ini tidak menggunakan nama "Maluku Selatan" karena sebelumnya digunakan oleh Republik Maluku Selatan yang diproklamirkan pada 25 April 1950. Republik Maluku Selatan saat itu berkeinginan untuk memisahkan diri dari Indonesia. Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara ketika didirikan meliputi Kepulauan Kei, Kepulauan Aru, dan Kepulauan Tanimbar. Kabupaten Maluku Tenggara juga meliputi pulau-pulau yang lokasinya jauh yakni Pulau Babar, Pulau Leti, Pulau Kisar, Pulau Moa dan Pulau Wetar. Setelah dimulainya masa Reformasi Indonesia pada tahun 1999, wilayah Kabupaten Maluku Tenggara mulai mengalami pemekaran daerah. Kabupaten Maluku Tenggara wilayahnya hanya tersisa Kepulauan Kei, sedangkan kepulauan lainnya dimekarkan menjadi kabupaten tersendiri. Pada tahun 2003, sebagian wilayah Kabupaten Maluku Tenggara dimekarkan menjadi Kabupaten Kepulauan Aru berdasarkan Pasal 5 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2003. Lalu pada tahun 2007, ibu kota wilayah Kabupaten Maluku Tenggara di Tual dimekarkan menjadi Kota Tual. Sehingga pusat pemerintahan Kabupaten Maluku Tenggara yang awalnya terletak di Tual yang berada di Pulau Kei Dulla, dipindahkan ke Langgur di daratan Pulau Kei Kecil.  Pembentukan Kota Tual ditetapkan dalam Pasal 3 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007. Geografi Batas Wilayah Titik koordinat untuk wilayah Kabupaten Maluku Tenggara berada pada 5° 12’19,427”—6° 6’18,275” Lintang Selatan dan 132° 21’39,082”—133° 15’31,443” Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara berbatasan dengan Laut Banda di sebelah utara. Lalu di sebelah timur, wilayah Kabupaten Maluku Tenggara berbatasan dengan Kota Tual dan Laut Banda. Kemudian di sebelah selatan dan barat, wilayah Kabupaten Maluku Tenggara berbatasan dengan Laut Arafura. Demografi Penduduk Pada tahun 2018, jumlah penduduk di Kabupaten Maluku Tenggara diperkirakan sebanyak 99.591 jiwa. Persentase jumlah ini terhadap keseluruhan penduduk di Provinsi Maluku ialah 5,61%. Penduduk di Kabupaten Maluku Tenggara sebagian besar berasal dari suku Kei, suku Tanimbar, Tionghoa, suku Bugis, suku Ambon dan suku Minahasa. Ada pula yang berasal dari suku-suku di Flobamora dan Papua. Keyakinan dan kepercayaan Pada tahun 2021, terdapat tiga agama yang diyakini oleh penduduk di Kabupaten Maluku Tenggara. Ketiganya ialah Katolik, Protestan dan Islam. Kemasyarakatan Kabupaten Maluku Tenggara memiliki sebuah filosofi budaya dan adat istiadat yang dinamakan Larvul Ngabal. Ketertiban dan hubungan keakraban di antara penduduk Kabupaten Maluku Tenggara diatur melalui Larvul Ngabal. Dalam Larvul Ngabal dikenal sistem keseimbangan alam yang disebut Hawear. Selain itu, terdapat prinsip gotong-royong yang disebut Maren. Arkeologi Peninggalan arkeologi di Kabupaten Maluku Tenggara dapat ditemukan di Desa Ohoidertawun, Kecamatan Kei Kecil. Lokasinya disebut Situs Dudumahan yang merupakan sebuah tebing yang terletak di ceruk yang berhadapan dengan permukaan laut. Pada dinding tebingnya ditemukan beragam motif figuratif dan motif non-figuratif. Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara memiliki beberapa objek wisata pantai, yakni Pantai Ngurbloat, Pantai Ohoidertawun, Pantai Ngurtafur. Selain itu, Kabupaten Maluku Tenggara juga memiliki objek wisata berupa gua yakni Gua Hawang. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Pembagian Administrasi Referensi Catatan kaki Daftar pustaka Pranala luar Maluku Tenggara Maluku Tenggara
4266
https://id.wikipedia.org/wiki/Maluku%20Utara
Maluku Utara
Maluku Utara (disingkat Malut) merupakan provinsi bagian Timur Indonesia yang resmi terbentuk pada 4 Oktober 1999 yang sebelumnya menjadi kabupaten dari provinsi Maluku bersama dengan Halmahera Tengah, berdasarkan UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor Tahun 2003. Jumlah penduduk Maluku Utara pada tahun 2021 mencapai 1.316.973 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebanyak 41 jiwa/km2. Saat awal pendirian Provinsi Maluku Utara, ibu kota ditempatkan di Kota Ternate berlokasi di kaki Gunung Gamalama dalam kurun waktu kurang lebih 11 tahun, hingga pada 4 Agustus 2010 setelah adanya masa transisi dan persiapan pembangunan, Maluku Utara memindahkan ibukota ke Sofifi. Etimologi Istilah Maluku pada awalnya merujuk pada keempat pusat kesultanan di Maluku Utara, yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Suatu bentuk konfederasi tertentu dari keempat kerajaan tersebut yang kemungkinan besar muncul pada abad ke-14, disebut Moloku Kie Raha atau "Empat Gunung Maluku". Walaupun kemudian keempat kerajaan itu berekspansi dan mencakup seluruh wilayah Maluku Utara (sekarang) dan sebagian wilayah Sulawesi dan Papua, namun wilayah ekspansi itu tidak termasuk dalam istilah Maluku yang hanya merujuk pada keempat pusat kesultanan di Maluku Utara. Kata pertama yang dapat diidentifikasi dengan Maluku berasal dari Nagarakretagama, sebuah kakawin berbahasa Jawa Kuno dari tahun 1365. Pupuh 14 bait 5 menyebutkan Maloko, yang Pigeaud identifikasikan dengan Ternate atau Maluku. Geografis Provinsi Maluku Utara terdiri dari 1.474 pulau, jumlah pulau yang dihuni sebanyak 89 dan sisanya sebanyak 1.385 tidak berpenghuni. Geologi Kepulauan Maluku Utara terbentuk dari pergerakan tiga lempeng tektonik, yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia yang terjadi sejak zaman kapur. pergerakan ini membentuk busur kepulauan gunung api kuarter yang membentang dari utara ke selatan di Halmahera bagian barat, diantaranya adalah Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Moti, Pulau Mare dan Pulau Makian. Pulau Halmahera sendiri merupakan pulau vulkanik meskipun aktivitas vulkanik yang terjadi hanya pada sebagian wilayahnya. Sumber: Global Volcanism Program. Sejarah Kerajaan Moloku Kie Raha Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku), sultan Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja–raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha. Walau ada Kerajaan Loloda yang tidak dianggap setingkat dengan kerajaan lainnya. Keempat kerajaan tersebut adalah: Kesultanan Bacan Kesultanan Jailolo Kesultanan Tidore Kesultanan Ternate Kolonialisme Portugis Portugis merupakan bangsa eropa pertama yang datang ke Kepulauan Maluku yaitu di banda pada tahun 1511, dan sampai di Ternate pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah tahun 1512 dibawah pimpinan Francisco Serrão, mereka membangun sebuah benteng di Ternate pada tahun 1522 dan selesai pada tahun 1523. Benteng ini merupakan benteng kolonial pertama di Kepulauan Maluku yang diberi nama São João Batista (Benteng Kastela). Portugis juga diberi kedudukan dan hak istimewa sebagai mitra dan penasihat kesultanan. Pada 25 Februari 1570 Gubernur Portugis Lopez de Mezquita menjebak dan membunuh Sultan Khairun pada saat jamuan makan di Benteng Kastella. Pasca kematian Sultan Khairun, Sultan Baabullah dinobatkan menjadi sultan menggantikan ayahnya dan berjuang melawan Portugis. Sultan Baabullah mengepung Benteng Kastela selama lima tahun, dan pada tanggal 15 Juli 1575 Portugis akhirnya menyerahkan benteng tersebut dan mundur ke Ambon. Spanyol Spanyol tiba di Tidore pada tanggal 6 November 1521 dipimpin oleh Juan Sebastián Elcano dengan kapal Trinidad dan Victoria. Kedatangan Spanyol disambut oleh Sultan Tidore pada saat itu Sultan Al-Mansur. Hal ini dicatat oleh Antonio Pigafetta, seorang sejarawan dan penjelajah dari Venesia yang ikut dalam pelayaran tersebut. Kesultanan Tidore menjadikan Spanyol sebagai sekutu untuk melawan dominasi Kesultanan Ternate yang pada masa itu bekerjasama dengan Portugis. Pada tahun 1610 Gubernur Spanyol Cristobal de Azcqueta Menchacha memerintahkan untuk membangun sebuah benteng di Tidore yang diberi nama Santiago de los Caballeros de Tidore. Pembangunan benteng ini selesai pada tahun 1615 saat Gubernur Spanyol Don Jeronimo de Silva menjabat dan mengganti nama benteng ini menjadi Sanctiago Caualleros de los de la de ysla Tidore (Benteng Tahula). Kedatangan Spanyol menjadi ancaman bagi Portugis. Sebab saat itu Portugis memonopoli perdagangan di Kepulauan Maluku. Portugis melayangkan protes kepada pihak Spanyol karena telah melanggar Perjanjian Tordesillas yang dibuat pada tahun 1494. Karena perselisihan tersebut, pada tanggal 22 April 1529 Paus Aleksander VI memprakarsai Perjanjian Zaragoza antara Raja John III dan Raja Charles V di Zaragoza, Aragon. Dimana Spanyol harus meninggalkan Maluku. Sementara Portugis tetap melakukan aktivitas perdagangan di Maluku. Sebagai gantinya Raja John III diharuskan membayar 350.000 Dukat kepada Raja Charles V. Spanyol akhirnya meninggalkan Maluku dan memusatkan kegiatan mereka di Filipina. Pendudukan Jepang Kekaisaran Jepang menginvasi Maluku pada awal tahun 1942 sebagai bagian dari Kampanye Perang Dunia II Hindia-Belanda, mengusir Belanda dari wilayah tersebut. Halmahera menjadi situs pangkalan angkatan laut Jepang di Teluk Kao. 2 tahun kemudian, pasukan AS dan sekutu mereka melancarkan Pertempuran Morotai pada tahun 1944; membom pulau itu pada bulan Agustus dan menyerang pada bulan September. Pasukan Kekaisaran Jepang di Morotai bertahan sampai 1945 tetapi gagal mengusir Sekutu. Pada akhir tahun 1944, 61.000 personel AS mendarat di Morotai. Dua pertiga dari mereka adalah insinyur, yang dengan cepat membangun fasilitas termasuk pelabuhan dan dua lapangan terbang ditambah tempat pengisian bahan bakar. Penyerahan resmi Tentara Jepang Kedua terjadi di Morotai pada 9 September 1945. Serdadu Jepang terakhir yang menolak menyerah, Prajurit Teruo Nakamura (Amis: Attun Palalin), ditemukan oleh Angkatan Udara Indonesia di Morotai, dan menyerah ke patroli pencarian pada 18 Desember 1974. Zaman Kemerdekaan Orde Lama Pada era ini, posisi dan peran Maluku Utara terus mengalami kemorosotan, kedudukannya sebagai keresidenan sempat dinikmati Ternate antara tahun 1945-1957. Setelah itu kedudukannya dibagi ke dalam beberapa Daerah Tingkat II (kabupaten). Upaya merintis pembentukan Provinsi Maluku Utara telah dimulai sejak 19 September 1957. Ketika itu DPRD peralihan mengeluarkan keputusan untuk membentuk Provinsi Maluku Utara untuk mendukung perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 1956, namun upaya ini terhenti setelah munculnya peristiwa pemberontakan Permesta. Pada tahun 1963, sejumlah tokoh partai politik seperti Partindo, PSII, NU, Partai Katolik dan Parkindo melanjutkan upaya yang pernah dilakukan dengan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) untuk memperjuangkan pembentukan Provinsi Maluku Utara. DPRD-GR merespons upaya ini dengan mengeluarkan resolusi Nomor 4/DPRD-GR/1964 yang intinya memberikan dukungan atas upaya pembentukan Provinsi Maluku Utara. Namun pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru mengakibatkan upaya-upaya rintisan yang telah dilakukan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang konkret. Orde Baru Pada masa Orde Baru, daerah Moloku Kie Raha ini terbagi menjadi dua kabupaten dan satu kota administratif. Kabupaten Maluku Utara beribu kota di Ternate, Kabupaten Halmahera Tengah beribu kota di Soa Sio, Tidore dan Kota Administratif Ternate beribu kota di Kota Ternate. Ketiga daerah kabupaten/kota ini masih termasuk wilayah Provinsi Maluku. Orde Reformasi Pada masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, muncul pemikiran untuk melakukan percepatan pembangunan di beberapa wilayah potensial dengan membentuk provinsi-provinsi baru. Provinsi Maluku termasuk salah satu wilayah potensial yang perlu dilakukan percepatan pembangunan melalui pemekaran wilayah provinsi, terutama karena laju pembangunan antara wilayah utara dan selatan dan atau antara wilayah tengah dan tenggara yang tidak serasi. Atas dasar itu, pemerintah membentuk Provinsi Maluku Utara (dengan ibu kota sementara di Ternate) yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Dengan demikian provinsi ini secara resmi berdiri pada tanggal 12 Oktober 1999 sebagai pemekaran dari Provinsi Maluku dengan wilayah administrasi terdiri atas Kabupaten Maluku Utara, Kota Ternate dan Kabupaten Halmahera Tengah. Selanjutnya dibentuk lagi beberapa daerah otonom baru melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Tidore. Pemerintahan Gubernur Gubernur Maluku Utara bertanggungjawab atas wilayah provinsi Maluku Utara. Saat ini, gubernur atau kepala daerah yang menjabat di provinsi Maluku Utara ialah Abdul Ghani Kasuba, dengan wakil gubernur Al Yasin Ali. Mereka menang pada Pemilihan umum Gubernur Maluku Utara 2018. Abdul Ghani Kasuba merupakan gubernur Maluku Utara ke-2 untuk periode kedua, sejak provinsi ini dibentuk. Abdul dan Yasin dilantik oleh presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada 24 April 2019 di Istana Negara Jakarta Pusat. Pelantikan gubernur ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 38/P/20199 tentang Pengesahan Pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara tahun 2019-2024. Perwakilan Kabupaten dan Kota Demografi Populasi Penduduk Provinsi Maluku Utara pada tahun 2019 adalah 1.282.937 jiwa yang tersebar di 10 kabupaten/kota, sementara pada tahun 2021 berjumlah 1.316.973 jiwa penduduk. Kabupaten Halmahera Selatan merupakan daerah yang memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 252.780 jiwa, menyusul Kota Ternate dengan jumlah 201.244 jiwa, dan daerah yang memiliki jumlah penduduk palnig sedikit yaitu Kabupaten Pulau Taliabu sebanyak 75.199 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk di provinsi Maluku Utara adalah 1,98% per tahun. Kabupaten Halmahera Tengah merupakan daerah dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi yaitu sebesar 2,92% per tahun, sedangkan daerah dengan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah yaitu Kota Tidore Kepulaun sebesar 1,15% per tahun. Dengan luas 31.982 km² dan jumlah penduduk mencapai 1,2 juta pada tahun 2017, tingkat kepadatan penduduk di Provinsi Maluku Utara adalah 38/km². Daerah dengan tingkat kepadatan tertinggi adalah Kota Ternate dengan tingkat kepadatan mencapai 2.003/km², sedangkan wilayah dengan tingkat kepadatan terendah adalah Kabupaten Halmahera Timur dengan tingkat kepadatan hanya 14/km². Menurut data pada Juni 2021, sebanyak 981.120 penduduk Maluku Utara adalah Muslim, 328.859 adalah Protestan, 6.606 adalah Katolik, 139 adalah Buddha, 113 adalah Hindu dan 10 adalah lainnya Suku Masyarakat di Maluku Utara sangat beragam. Total ada sekitar 28 suku dan bahasa di Maluku Utara. Mereka dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan bahasa yang digunakan, yaitu Austronesia and non-Austronesia. Kelompok Austronesia tinggal di bagian tengah dan timur Halmahera. Mereka diantaranya adalah Suku Buli, Suku Maba, Suku Patani, Suku Sawai dan Suku Weda. Di Bagian Utara dan Barat Halmahera adalah kelompok bahasa non-Austronesia terdiri dari Suku Galela, Suku Tobelo, Suku Loloda, Suku Tobaru, Suku Modole, Suku Togutil, Suku Pagu, Suku Waioli, Suku Ibu, Suku Sahu, Suku Ternate, Suku Tidore dan Suku Makian. Di Kepulauan Sula ada beberapa kelompok etnis seperti Suku Sula, Suku Kadai, Suku Mange dan Suku Siboyo. Sebagian besar masyarakat di daerah ini mengerti Bahasa Melayu Ternate, bahasa yang umum digunakan untuk berkomunikasi antar suku. Berdasarkan data dari Sensus Penduduk Indonesia 2010, berikut ini komposisi etnis atau suku bangsa di provinsi Maluku Utara: Bahasa Maluku Utara memiliki 37 bahasa diantaranya Bacan, Bajo, Bicoli, Buli, Buton, Galela, Gamkonora, Gane, Gebe, Gorap, Ibu, Kadai, Kao, Kayoa, Koloncucu, Laba, Loloda, Maba, Makian Dalam, Makian Luar, Melayu Ternate, Modole, Pagu, Patani, Sahu, Saketa, Sanger, Sawai, Sula, Taliabu, Tidore, Ternate, Ternateno, Tobelo, Tobaru, Waioli, dan Weda. Bahasa Bacan, penutur bahasa ini merupakan masyarakat di desa Amasing Kota kecamatan Bacan, Kabaputen Halmahera Selatan. Agama Sebagian besar penduduk di Maluku Utara beragama Islam, dengan orang-orang Kristen (kebanyakan Protestan) merupakan minoritas dengan jumlah yang signifikan. Agama Hindu, Buddha, Konghucu dan berbagai agama lokal lainnya dipraktikkan oleh sebagian kecil dari populasi. Menurut data Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2021, komposisi agama di provinsi ini adalah Islam 74,50%, kemudian Kristen 25,47% di mana Protestan 24,97% dan Katolik 0,50%. Selebihnya beragama Hindu 0,01%, Budha 0,01% dan Konghucu sebanyak 0,01%. Agama Islam mencakup seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara. Sedangkan penganut agama Kristen menjadi mayoritas di Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Halmahera Barat, dan juga memiliki jumlah yang cukup signifikan di Kabupaten Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Halmahera Selatan dan Kabupaten Pulau Morotai. Sementara pemeluk Hindu, Buddha dan Konghucu umumnya berada di Kota Ternate. Ekonomi Cengkih Pala Kopra Perikanan Emas oleh PT Nusa Halmahera Mineral di Kao dan Malifut (Pulau Halmahera) Nikel oleh PT Aneka Tambang di Pulau Gebe dan Pulau Pakal Pariwisata Maluku Utara memiliki objek wisata bahari berupa pulau-pulau dan pantai yang indah dengan taman laut serta jenis ikan hias beragam jenis. Ada juga hutan wisata sekaligus taman nasional dengan spesies endemik ranking ke 10 di dunia. Kawasan suaka alam yang terdiri dari beberapa jenis, baik di daratan maupun di perairan laut seperti Cagar Alam Gunung Sibela di Pulau Bacan, Cagar Alam di Pulau Obi, Cagar Alam Taliabu di Pulau Taliabu dan Cagar Alam di Pulau Seho. Kawasan Cagar Alam Budaya yang memiliki nilai sejarah kepurbakalaan tersebar di wilayah Provinsi Maluku Utara meliputi cagar alam budaya di Kota Ternate, Kota Tidore, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Halmahera Utara. Keanekaragaman hayati Kepulauan Maluku merupakan bagian dari kawasan Malesia yang dikenal memiliki keanekaragaman flora dan tipe vegetasi yang tertinggi di dunia. Secara geografis posisi kepulauan ini terletak di antara Asia-Malesia Barat dan Australia-Pasifik, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran flora dan fauna dari 2 wilayah tersebut dan memperkaya keanekaragaman hayati kepulauan tersebut. Ekoregion ini mewakili hutan hujan di Halmahera, Morotai, Obi, Bacan, dan Kepulauan Maluku terdekat lainnya. Kawasan hutan tersebut memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi antara lain berbagai jenis flora seperti Damar (Agathis dammara), Bintangur (Calophyllum inophyllum), Benuang (Octomeles sumatrana), Kayu Bugis (Koordersiodendron pinnatum), Matoa (Pometia pinnata), Merbau (Intsia bijuga), Kenari (Canarium mehenbethene gaerta) dan Nyatoh (Palaquium obtusifolium). Maluku Utara menduduki peringkat 10 Daerah EBA (Endemic Bird Area) terpenting dunia berdasarkan jumlah jenis burung endemik. Daerah Maluku Utara dalam EBA ini mencakup kelompok Halmahera yang terdiri dari pulau-pulau utama yaitu Halmahera, Morotai, Bacan dan Obi, serta jajaran pulau-pulau gunung api kecil yang memanjang dari utara ke selatan di sebelah barat Halmahera. Sekitar 223 spesies burung ditemukan di daerah ini, 43 spesies termasuk endemik kawasan EBA Maluku Utara. Empat spesies diantaranya bergenus tunggal, yaitu Habroptila, Melitorgrais, Lycocorax, dan Semioptera. Spesies ini adalah Mandar Gendang (Habroptila wallacii), Cikukua Halmahera (Melitograis gilolensis), Cenderawasih Gagak (Lycocorax pyrrhopterus) dan Bidadari Halmahera (Semioptera wallacii). Beberapa Mamalia endemik juga ditemukan di kepulauan ini seperti Tikus Ekor Mosaik Obi (Melomys obiensis), Kelelawar Bertopeng (Pteropus personatus), dan tiga marsupial arboreal, Kuskus Maluku (Phalanger ornatus), Kuskus Rothschild (Phalanger rothschildi), Kuskus Bermata Biru (Phalenger matabiru) dan Kuskus Gebe (Phalanger alexandrae). Kepulauan ini juga merupakan habitat lebah terbesar di dunia Lebah Raksasa Wallace (Megachile pluto) masyarakat setempat menamakan lebah ini O Ofungu Ma Koana yang artinya Lebah Raja Catatan Referensi Pranala luar Situs resmi pemerintah provinsi Informasi Lengkap Seputar Maluku Utara Badan Pusat Statistik: Maluku Utara Sensus Penduduk 2010 Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut di Maluku Utara Provinsi di Indonesia Negara dan wilayah yang didirikan tahun 1999
4268
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Ternate
Kota Ternate
Ternate adalah sebuah kota yang berada di bawah kaki gunung api Gamalama di Pulau Ternate, provinsi Maluku Utara, Indonesia. Kota Ternate pernah menjadi ibu kota sementara provinsi Maluku Utara secara de facto dari tahun 1999 hingga 2010. Pada tanggal 4 Agustus 2010, Sofifi diresmikan menjadi ibu kota Maluku Utara pengganti Ternate, sebuah kelurahan di Kota Tidore Kepulauan yang berada di pulau Halmahera. Geografi Kota Ternate terletak antara 3° Lintang Utara dan 3° Lintang Selatan serta 124-129° Bujur Timur. Wilayah Kota Ternate di sebelah utara, selatan dan barat berbatasan dengan Laut Maluku, dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Halmahera. Sebagai kota kepulauan, Kota Ternate terdiri atas 8 (delapan) pulau, yakni: Pulau Ternate sebagai pulau yang utama, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau, dan Pulau Tifure merupakan lima pulau yang berpenduduk, sedangkan terdapat tiga pulau lain seperti Pulau Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida merupakan pulau berukuran kecil yang tidak berpenghuni. Luas wilayah Kota Ternate 5.795, 4 km², terdiri dari luas perairan 5.544,55 km² dan luas daratan 250,85 km². Secara Administrasi Pemerintahan Kota Ternate terbagi atas 7 (tujuh) kecamatan dan 77 (tujuh puluh tujuh) kelurahan, masing-masing: Ternate Utara membawahi 14 kelurahan Ternate Tengah membawahi 15 kelurahan Ternate Selatan membawahi 17 kelurahan Pulau Ternate membawahi 13 kelurahan Pulau Moti membawahi 6 kelurahan Pulau Hiri membawahi 6 kelurahan Pulau Batang Dua membawahi 6 kelurahan Kondisi topografi Kota Ternate dengan sebagian besar daerah bergunung dan berbukit, terdiri atas pulau vulkanis dan pulau karang dengan kondisi jenis tanah Rogusal ( Pulau Ternate, Pulau Hiri, dan Pulau Moti) dan Rensika (Pulau Mayau, Pulau Tifure, Pulau Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida). Gunung Gamalama merupakan gunung api yang masih aktif yang terletak di tengah Pulau Ternate. Pemukiman masyarakat secara intensif berkembang di sepanjang garis pantai pulau. Memiliki kelerengan fisik terbesar di atas 40% yang mengerucut ke arah puncak gunung Gamalama. Di daerah pesisir rata-rata kemiringan 2% sampai 8%. Kondisi topografi Kota Ternate juga ditandai dengan keberagaman ketinggian dan permukaan laut dari rendah: berkisar antara 0-499 mdpl, sedang: berkisar antara 500-699 mdpl, sampai tinggi: berkisar lebih dari 700 mdpl. Wilayah Kota Ternate didominasi oleh laut, maka kondisi iklimnya sangat dipengaruhi oleh iklim laut dan siklus dua musim yakni musin Utara-Barat dan musin Timur-Selatan yang sering kali diselingi dengan dua kali masa pancaroba disetiap tahunnya. Kedalaman lautnya bervariasi. Pada beberapa lokasi di sekitar Pulau Ternate terdapat tingkat kedalaman yang tidak terlalu dalam, sekitar 10 meter sampai pada jarak sekitar 100 meter dari garis pantai, tetapi pada bagian lain tingkat kedalamannya cukup besar dan berjarak tidak jauh dari garis pantai. Sejarah Sejarah kota ini bermula dengan adanya Kesultanan Ternate yang berdiri sekitar abad ke-13 di Pulau Ternate, yang menjadikan kawasan kota ini sebagai pusat pemerintahannya. Kornelis Matelief de Jonge pada tahun 1607 membangun sebuah benteng pada kawasan kota ini, yang dinamakan Fort Oranje dan sebelumnya bernama Malayu. Berikut ini adalah pembagian masa atau periode sebelum Kolonialisme sampai pada Kemerdekaan. Periode Sebelum Kolonialisme Sejarah awal mula kerajaan atau kesultanan Ternate sebagian besarnya bersumber dari legenda dan hikayat. Salah satu hikayat yang terkenal luas dan banyak dijadikan rujukan ialah Sejarah Ternate yang ditulis oleh Naidah, yang diterjemahkan oleh P Van der Crab, Residen Ternate 1863-1864 dan diterbitkan pada tahun 1878. Sumber lainnya ialah catatan-catatan yang ditulis oleh Rijali, seorang ulama Maluku asal Hitu yang dihimpun oleh Francois Valentijn dalam bukunya Ound en Neeuw Oost Indie. Asal usul komunitas atau penduduk Ternate disebutkan oleh sumber-sumber tersebut, berasal dari Pulau Halmahera yang melakukan eksodus atau migrasi besar-besaran ke beberapa pulau kecil di bagian barat Pulau Halmahera termasuk ke Ternate, disebabkan terjadinya pergolakan dan konflik politik di Jailolo (Gilolo), di Pulau Halmahera pada tahun 1250. Para migran pertama yang mendarat dan bermukim di Ternate tahun 1250 adalah komunitas Tobona yang dipimpin oleh Momole Guna. Momole adalah sebutan kepada pemimpin atau kepala marga, klan atau komunitas. Pada tahun 1254 migran kedua tiba dan bermukim di Foramadiyahi yang dipimpin oleh Mole Matiti. Menyusul kemudian migran ketiga yang bermukim di Sampala yang dipimpin oleh Momole Ciko/Siko, kedua permukiman komunitas terakhir ini dibangun tidak jauh dari pantai. Sampala bahkan terletak di tepi pantai. Dalam sumber sejarah lain menyebutkan terdapat 4 (empat) komunitas atau klan awal di Ternate, yakni masing-masing: Komunitas atau Klan Tobona, yang mendiami kawasan lereng Gamalama bagian Selatan (kini Kelurahan Foramadiyahi): Tubo yang mendiami kawasan lereng Gamalama bagian Utara; Tabanga, yang mendiami kawasan pesisir Utara Pulau Ternate, dan Komunitas atau Klan Toboleu, yang mendiami kawasan pesisir Timur Pulau Ternate. Komunitas atau klan awal inilah yang pertama-tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari beberapa belahan dunia untuk mencari cengke dan rempah lainnya. Seiring waktu, penduduk pun kian bertambah dan semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Cina, Jawa, dan Melayu. aktivitas perdagangan kian ramai. Ancaman pun sering datang dari para perompak. Pada tahun 1257, Momole Guna, pemimpin Klan Tobona memprakarsai musyawarah untuk membentuk komunitas yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin sebagai Kolano atau Raja. Hasil musyawarah menetapkan Momole Ciko, pimpinana Klan Sampala sebagai Kolano Ternate pertama dengan gelar Baab Mansyur Malamo (1257-1272). Pusat Kerajaan ditetapkan di Sampala. Kawasan ibu kota terletak di pantai Barat Pulau Ternate. Peristiwa ini disebut sebagai Tara No Ate yang artinya Turun dan Merangkul. Tara No Ate adalah cikal bakal penyebutan nama Ternate. Sementara ibu kota kerajaan di Sampala kemudian disebut Gam Lamo yang artinya kampung atau perkampungan besar. Gam Lamo adalah cikal bakal penyebutan nama Gamalama. Sejak era itu, Kerajaan Ternate berperan penting di kawasan Maluku Utara sampai abad ke-17. Dalam catatan sejarah Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi, adalah salah satu kerajaan tertua dan sangat berpengaruh di nusantara. Setelah Mansyur Malamo (1257-1272), Kolano Ternate dijabat oleh Kaiicil Jamin (1272-1284). Kaiicil adalah sebutan untuk seorang Pangeran, atau putra Kolano. Setelah Kaiicil Jamin, Kolano Ternate dijabat oleh Kaiicil Siale (1284-1298). Pada masa Kaiicil Siale, ibu kota kerajaan dipindahkan dari Sampala ke Foramadiyahi. Setelah itu, Siale digantikan secara berturut-turut oleh Kaiicil Kamalu (298-1304) dan Kaiicil Ngara Malamo (1304-1317). Di bawah kepemimpinan Kaiicil Ngara Malamo, Ternate memulai ekspansi teritorialnya. Kaiicil Ngara Malamo adalah peletak dasar politik ekspansi Kerajaan Ternate. Politik ekspansi inilah yang mengantarkan Ternate menjadi Kerajaan paling besar, paling kuat dan paling berpengaruh dalam jajaran kerajaan-kerajaan Maluku pada masa-masa selanjutnya, terutama dari akhir abad ke-14 hingga awal abad ke-16. Namun, memasuki akhir abad ke-16 (pasca Sultan Babullah w. 1583 M), pamor Ternate sebagai kerajaan paling tangguh mulai merosot. Kaiicil Ngara Malamo diganti oleh Patsyaranga Malamo (1317-1322), kemudian Sida Arif Malamo (1322-1331). Di masa Kolano Sida Arif Malamo, Ternate telah ramai didatangi oleh pedagang mancanegara seperti pedagang dari Cina, Arab dan Gujarat, juga pedagang dari nusantara seperti Jawa, Malaka, dan Makassar. Ternate di bawah Kolano Sida Arif Malamo berkembang menjadi bandar perdagangan terbesar dan utama di Maluku. Aktivitas perdagangan antar bangsa kala itu berpusat di Pelabuhan Talangame atau sekarang dikenal dengan nama Pelabuhan Bastiong. Ternate pun telah memiliki pasar dengan fasilitas yang memadai, tempat bertemunya pedagang lokal, pedagang mancanegara dan pedagang nusantara. Armada-armada perdagangan antar bangsa datang ke pelabuhan ini terutama mencari rempah, komoditas penting dalam perdagangan pasar Internasional saat itu yang menempatkan gugusan kepulauan ini menjadi ajang lalu lintas niaga yang sibuk. Pesatnya perdagangan rempah-rempah para Raja Maluku pun saling bersaing memantapkan posisinya masing-masing sehingga tidak jarang menimbulkan konflik di antara mereka. Kolano Sida Arif Malamo pun mengambil prakarsa mengadakan pertemuan raja-raja se-Maluku untuk membentuk persekutuan bersama yang dikenal dengan Persekutuan Moti (Motir Verbond), atau juga dikenal sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Kerajaan Maluku). Musyawarah persekutuan itu melahirkan keputusan antara lain penyeragaman bentuk-bentuk kelembagaan kerajaan-kerajaan di Maluku dan penentuan peringkat kerajaan peserta musyawarah. Jailolo ditetapkan sebagai kerajaan yang menempati peringkat pertama dalam senioritas, menyusul Ternate, Tidore dan bacan. disepakati pula pembagian peran masing-masing kerajaan. Raja Ternate berperan sebgai Alam Makolano, penjaga dan penjamin stabilitas perdagangan dan urusan keduniaan. Raja Bacan berperan sebagai Dehe Makolano, penjaga perbatasan. Raja Tidore berperan sebagai Kie Makolano, penjaga dan penjamin keamanan dalam negeri. Raja Jailolo berperan sebagai Jiko Makolano, penjaga serangan dan ancaman dari luar. Manfaat persekutuan ini adalah sejak 1322 Maluku mengalami masa aman dan damai. Berhasil meredam sementara waktu ambisi, permusuhan dan ekspansi para anggota persekutuan. Rakyat Maluku menikmati suasana aman dan damai selama kurang lebih 20 tahun. Tetapi perdamaian yang ditegakkan dengan susah payah itu sirna ketika Kolano Tulu Lamo naik tahta sebagai Kolano Ternate (1334-1347). Ia secara sepihak membatalkan hasil persekutuan Moti dan menyatakan hasil persekutuan tersebut tidak lagi mengikat bagi Ternate. Tulu Lamo menempatkan Ternate pada peringkat teratas sebagai yang tertua. Keputusan itu mendapat reaksi keras dari ketiga kerajaan lainnya. Ia juga menyerang makian, bandar niaga rempah terbesar kedua di Maluku setelah Ternate. Ternate setelah kepemimpinan Kolano Tulu Lamo terus menyerah beberapa daerah sekitarnya. Sula diserbu oleh Kolano Ngolo Macahaya (1350-1375), menyusul Jailolo diserang oleh Kolano Marhum (1465-1486). Kemudian berbagai penaklukan dilakukan Ternate atas Maluku Tengah, Seram Barat dan Buru. Naiknya Kolano Zainal Abidin (1468-1500) menandai berakhirnya era kerajaan dan berganti ke era kesultanan. Gelar Kolano atau Raja berubah menjadi Sultan. Sultan Zainal Abidin memproklamirkan Islam sebagai agama resmi Kesultanan Ternate, dan pembentukan lembaga Jolebe, lembaga baru dalam struktur kesultanan yang membantu sultan dalam urusan-urusan keagamaan Islam. Struktur baru Kesultanan Ternate ini memengaruhi kerajaan-kerajaan lain di Maluku. Struktur tersebut segera diadopsi oleh Tidore, Bacan dan Jailolo. Sultan Zainal Abidin diganti oleh Sultan Bayan Sirrullah (1500-1522), kemudian diganti oleh Sultan Hidayat alias Deyalo. Pengangkatan Sultan Hidayat yang usianya belum akil baligh, sehingga ibunya Boki Rainha Nukila diangkat sebagai Mangkubumi dan Taruwese diangkat sebagai wakil Sultan (1529-1530). Kemudian berturut-turut digantikan oleh Sultan Abuhayat alias Boheyat (1530-1532), Sultan Tabariji (1532-1535), Sultan Khairun Jamil (1535-1570), kemudian Sultan Baabullah Datu Syah (1570-1583). Ternate di masa Sultan Baabullah mencapai penaklukan yang spektakuler. Wilayah Kesultanan ternate membentang dari Mindanao di Utara sampai Bima di Selatan dan dari Makassar di Barat sampai Banda di Timur. Karena itu, Baabullah, Sultan Ternate terbesar ini dikenal sebagai penguasa atas 72 pulau yang seluruhnya berpenghuni. Di masa pemerintahan Sultan Baabullah, Ternate tampil sebagai kesultanan paling berpengaruh dalam politik maupun militer di kawasan Timur Nusantara. Baabullah menurut sebuah sumber, mampu mengerahkan 90.700 tentara bila diperlukan. Kontributor terbesar - di atas 10.000 - pasukan ini adalah dari Veranullah dan Ambon (15.000 tentara), Teluk Tomini (12.000 tentara), Batu Cina dan sekitarnya termasuk Halmahera Utara (10.000 tentara), Gorontalo dan Limboto (10.000 tentara) serta Yafera (10.000 tentara). Penyumbang pasukan tersedikit adalah dari Moti dan Hiri, masing-masing 300 tentara. Keberhasilan Sultan Baabullah tidak terlepas dari kecakapan sejumlah panglima dan komandan tentara, seperti Kapita Laut Kapalaya dan Rubohongi. Kapalaya adalah penakluk pantai timur Sulawesi, khususnya Buton, dan Rubohongi adalah penakluk Maluku Tengah. Enam tahun setelah bertahta, Baabullah telah menguasai pulau-pulau di Ambon, Hoamoal di Pulau Seram, Buru, Manipa, Ambalau, Kelang dan Buano. Empat tahun setelah itu, ia juga menguasai desa-desa sepanjang pantai timur Sulawesi, Banggai, Tobongku, Buton, Tiboro, dan Pangasani. Setelah itu giliran Makassar dan Selayar datang ke Ternate. Tahun kedatangannya merupakan awal dari monopoli rempah-rempah Kompeni di Ternate. Periode Kolonialisme Bangsa Eropa Orang Portugis pertama yang tiba di Ternate pada awal 1512 adalah Fransico Serrao beserta awak kapalnya sebagai bagian dari ekspedisi d'Alburquerque menaklukkan Malaka pada 1511. Sultan Bayan Sirullah alias Bayanullah (1500-1522) mengirim utusan dengan sembilan juanga yang dipimpin oleh saudaranya sendiri, Kaicil Vaidua, menjemput Serrao dan awak kapalnya dari Nusa Tellu di Hitu Barat ke Ternate. Sultan Bayanullah ingin membuka akses perdagangan cengkih ke Eropa dan Serrao diyakini oleh Bayanullah dapat mendukung keinginan tersebut. Di awal kehadirannya, Portugis diperlakukan dengan balk dan mendapat banyak kemudahan. Sultan menjadikan Serrao orang kepercayaan dan penasehat utamanya. Belum dua tahun sejak Serrao tiba, Sultan memberi hak monopoli niaga cengkih kepada Portugis. Sultan lalu berpesan bila nanti Serrao kembali ke Portugis, ia harus meyakinkan Raja Don Manuel agar segera mendirikan benteng Portugis di Ternate. Beberapa eskader Portugis pun susul menyusul ke Ternate, masing-masing dipimpin oleh antara lain, Antonio Miranda de Azevedo (1513), Don Tristao de Menezes (1520), dan De Brito (Januari 1521). Saat de Brito tiba di Ternate Sultan Bayanullah dan Serrao telah wafat. De Brito diterima dengan baik di istana, sebagai bukti bahwa persahabatan antara Ternate dengan Portugis tetap ada. Beberapa kesepakatan pun dicapai. Portugis boleh mendirikan benteng di Gam Lamo, yang diberi nama Benteng Nuestra Seiiora del Rosario, juga diizinkan berdagang dan membangun gudang penyimpanan barang dagangannya. Sultan Bayanullah yang wafat meninggalkan Boki Nukila - boki adalah sebutan untuk istri sultan atau permaisuri — dan dua puteranya Hidayat (Deyalo) dan Abu Hayat (Bohiyat). Deyalo diangkat sebagai sultan, menggantikan mendiang ayahandanya dalam usianya yang belum akil baligh, sehingga ibunya, Boki Nukila diangkat sebagai Mangkubumi dan Taruwese, adik Bayanullah, dipercayakan menjadi wakil sultan. Mereka berdua untuk sementara waktu mengendalikan kesultanan. Boki Nukila adalah puteri Al Mansur, Sultan Tidore, yang dibenci de Brito karena bermitra dengan Spanyol, rival Protugis. De Brito tidak mempercayai juga meremehkan Boki Nukila, sebaliknya lebih mempercayai dan memberi peran kepada Taruwese. Dalam kurun ini banyak intrik dilakukan oleh de Brito yang tidak setuju Deyalo diangkat menjadi sultan dan lebih mendukung Taruwese. Terjadi pula beberapa kali penyerangan de Brito yang dibantu oleh Taruwese terhadap Tidore dan beberapa kawasan Maluku. Klimaksnya ialah penahanan pangeran Deyalo dan Bohiyat. Demikian, selama kepemimpinan 19 Gubernur Protugis di Ternate, sebagian besar melaksanakan pemerintahannya melalui "durch blut and eisen" atau melalui besi dan darah. Posisi Nukila rentan di antara bangsawan istana yang diwakili oleh Taruwese. la didesak segera menyelesaikan benteng Portugis yang pastinya membuat murka Al Mansyur, ayahandanya sebagai seteru Portugis. Dua putranya dan beberapa pengikut ditahan oleh Portugis di dalam benteng yang terbengkalai. Jorge de Menezes, Gubernur Portugis yang dikenal sangat kejam, menghukum pancung Kaicil Darwis yang menentangnya. Pada 1530, Boki Nukila menunjukkan para menteri dan rakyat. Sepanjang 1522 sampai 1535 adalah fase-fase pelik bagi Kesultanan Ternate akibat intrik dan adu domba Portugis. Deyalo yang naik tahta dan memerintah kerajaan beberapa tahun, wafat karena diracun. Hal yang sama pun selalu berusaha dilakukan Portugis kepada Boheyat. Taruwese yang berkosnpirasi dan mendukung Portugis derni ambisinya menjadi sultan akhirnya dikhianati juga oleh Portugis. Lalu Tabariji, saudara sepupu Deyalo dan Boheyat diangkat menjadi sultan, Tabariji menunjukkan ketidaksukaannya pada Portugis hingga bersama Boki Nukila dan Pati Sarangi, ditahan dan diasingkan ke Goa, India pada 1535. Sultan Khairun Jamil pengganti Sultan Tabariji, juga tidak menyukai tindak tanduk Portugis yang sewenang-wenang terhadap dirinya dan rakyat. la mengobarkan perlawanan yang didukung oleh rakyatnya. Pada 1568 Lopez de Mesquita diangkat menjadi Gubernur Portugis ke-18 di Ternate (1566-1571), menggantikan Alvaro de Mendoza (1564-1566). Mesquita berusaha mematahkan perlawanan Sultan Khairun. Pada 27 Februari 1570, Portugis mengundang Sultan Khairun melakukan perundingan damai antara kedua pihak — dimana masing masing pihak bersumpah menurut keyakinan agama dan memegang kitab suci agamanya masing-masing — bahwa mereka akan memelihara kerja sama dalam perdamaian. Tetapi ternyata Portugis berlaku curang karena keesokan harinya saat pesta perjamuan untuk menghormati perjanjian itu, saat Sultan Khairun memasuki gerbang benteng Gam Lamo, ia ditikam oleh Antonio Pimental hingga wafat. Baabullah putra Khairun naik tahta menjadi Sultan. la lalu memobilisasi kekuatan menggempur Portugis di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia. Setelah berperang selama lima tahun, pada 1575, Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate dan dari wilayah Maluku. Dalam sejarah Indonesia, ini merupakan kemenangan pertama bangsa-bangsa Nusantara melawan penjajah Eropa. Setelah Portugis meninggalkan Ternate dan wilayah Maluku, Bangsa Spanyol yang sebelumnya pernah bekerjasama dengan Kesultanan Tidore sejak 1521 dan kemudian harus meninggalkan Tidore pasta perjanjian Saragosa 1528. kembali mengerahkan kekuatan untuk menaklukkan Ternate. Pada 1 April 1606, Don Pedro da Cunha, Gubernur Jenderal Spanyol di Filipina dengan 33 kapal berbagai jenis dan ukuran. 3.095 prajunt menyerang sejumlah kubu pertahanan kesultanan Ternate dan menjelang siang benteng dan seluruh ibu kota Kesultanan Ternate, Gam Lamo berhasil direbut dan diduduki oleh pasukan Spanyol. Sultan Saidi berhasil meloloskan diri bersama istri, putra-putrinya dan beberapa bobato, lalu berlayar dengan kora-kora ke Jailolo, kemudian ke Sahu. Beberapa waktu kemudian, Gubernur da Cunha setuju mengirim surat kepada Sultan Saidi, bahwa Sultan akan mendapatkan perhndungan bila menyerah. Pablo de Lima dan beberapa kaiicil berangkat ke Sahu membawa surat da Cunha kepada Sultan Saidi. Pada 28 Maret 1606, Sultan Saidi dan pengiringnya kembali ke Ternate. Sumber lain menyebutkan, Spanyol berhasil menaklukkan Gam Lamo dan menangkap Sultan Saidi berserta keluarganya, kemenakannya Kaiicil Hamzah, sejumlah pejabat tinggi kesultanan, termasuk Sangaji Makian, Sahu dan Gamkonora, diasingkan ke Manila, Filipina. Sedangkan Jogogu Hidayat dan Kaiicil Ali — ketika itu berusia 21 tahun — berhasil meloloskan diri. Spanyol dengan cerdik mengubah kepulangan Sultan Saidi, itu menjadi penstiwa kenegaraan dengan penghormatan kerajaan kepada sang Sultan. Da Cunha menasehati Sultan agar menenma nasib buruknya dan mengajukan petisi kepada Raja Spanyol agar mendapat pengampunan. Sultan ditempatkan dalam rumah terindah dengan pengawalan ketat. Spanyol kemudian menginm ekspedisi ke seluruh kawasan, membujuk atau memaksa kepala-kepala desa agar mengikuti perintah mereka. Penduduk desa diharuskan sujud di depan bendera Spanyol, menyerahkan semua senjata musket dan meriam. Spanyol lalu memperbaiki benteng Gam Lamo dan beberapa benteng lainya untuk memperkuat kedudukannya di Ternate. Pada 10 April, di Benteng Gam Lamo, Spanyol dan Ternate menandatangani perjanjian perdamaian resmi dan keluarga Sultan memberi sumpah setia kepada Raja Philip Ill, dan bahwa rakyat Ternate tidak boleh mengadakan hubungan dengan orang Belanda atau Inggris, tidak memusuhi misi-misi Kristen, serta mentaati persyaratan berkenan dengan monopoli rempah oleh Spanyol. Pada 10 April 1606 Spanyol mememancangkan benderanya di berbagai kawasan Ternate "atas nama yang Maha Mulia Raja Spanyol". Dengan jatuhnya Ternate ke tangan Bangsa Spanyol mulailah proses pengambilan aset-aset penting kerajaan dan reposisi dominasi Spanyol atas Ternate. Spanyol berada di Ternate dan wilayah Maluku antara 1521 sampai 1663. Pada 2 Mei 1663, Gubernur terakhir Spanyol di Ternate, Francisco Ibanez serta seluruh pasukannya meninggalkan Ternate menuju ke Manila, Filipina. Sejak itu berakhirlah pendudukan Spanyol atas Ternate dan seluruh Maluku. Orang-orang Belanda pertama yang tiba di Ternate, menurut catatan de Clerq, adalah Wijbrand van Warwijck dengan dua Kapal yang dipimpinnya, Amsterdam dan Utregt, yang rnerapat di pelabuhan Talangame, Ternate, 2 Juni 1599. Sementara terdapat dua sumber lain yang menyebutkan tentang orang-orang Belanda yang pertama kali mencapai Ternate. Sumber pertama menyebutkan, van Warwijck bersama 560 orang dengan dua kapal, Amsterdam dan Utrecht, tiba di Ternate pada 22 Mei 1599, dan sumber kedua menyebutkan pada 1598 ekspedisi Belanda dengan 22 kapal yang dibiayai oleh 5 (lima) perusahaan Belanda, di bawah pimpinan Jacob Chr. van Neck dan Wybrechr van Warwyck, berlayar menuju Maluku. Armada yang dipimpin oleh van Neck yang pertama tiba di Maluku pada Maret 1598 dan kembali ke Belanda pada 1599, membawa cukup banyak rempah dengan keuntungan sebesar 400 persen. Keuntungan berlimpah ini memicu sejumlah perusahaan berbeda membiayai ekspedisi ke Maluku, saling bersaing satu sama lainnya, sehingga harga rempah-rempah menjadi tinggi. Semakin banyak rempah masuk ke Belanda, namun semakin sedikit keuntungan yang didapat. Pada 1598 Staten Generaal - parlemen Belanda — mengajukan usul supaya semua perusahaan yang saling bersaing menggabungkan diri demi kepentingan bersama. Pada 20 Maret 1562 didirikan Vereenigde Oost-Indesche Compagnie (VOC), yang dipimpin sebuah badan yang berkedudukan di Amsterdam yang terdiri atas 17 orang, mewakili 6 wilayah di Belanda, atau yang dikenal dengan Heeren Zeventien. Tetapi kehadiran kekuasaan bangsa Belanda secara politis dan militer di Ternate. adalah karena diminta oleh kesultanan Ternate sendiri. Saat ibu kota Gam Lamo jatuh ke tangan Spanyol dan Sultan Saidi mengamankan diri ke Jailolo lalu ke Sahu — merujuk sumber pertama — atau ditangkap dan diasingkan ke Manila — merujuk sumber kedua — kekuasaan kesultanan dikendalikan sementara waktu oleh Jogugu Hidayat. Jogugu Hidayat mengutus Kapita Lau Kaicil All dan Kimalaha Aja ke Banten untuk meminta pertolongan Belanda agar bersedia membantu Ternate mengusir Spanyol dari Gam Lamo. Setelah Kaicil All dan Kimalaha Aja bertemu dengan Matelief de Jonge dan menyampaikan maksud kedatangannya, berikut setuju dengan syarat-syarat yang diajukan oleh de Jonge sebagai kompensasi atas bantuan yang akan diberikan oleh Belanda, pada 29 Maret 1607 de Jonge dan sejumlah prajurit bersama Kaicil Ali dan Kimalaha Aja bertolak dari Banten dan tiba di Ternate pada 13 Mei 1607. Setelah melakukan observasi seperlunya terhadap kekuatan Spanyol, de Jong akhirnya setuju membantu Ternate. Perjanjian antara de Jonge dan pihak kesultanan ditandangani pada 26 Juni 1607. Isinya antara lain, Belanda bersedia membantu Ternate mengusir orang-orang Spanyol dan melindungi kawula Ternate di seluruh wilayah kekuasaannya, Belanda diberikan hak monopoli perdagangan rempah dan diizinkan membangun benteng, yang kemudian dinamakan Fort Oranje (Benteng Oranye). Sejak saat itu, Pulau Ternate sekaligus menjadi pusat tiga kekuatan. yaitu Spanyol di Gam Lamo, sedangkan Ternate dan Belanda di bagian timur pulau, di benteng VOC atau Fort Oranje, dan sekitarnya. Tidak mudah bagi Ternate untuk melepaskan diri dari campur tangan kekuasaan asing Eropa. Ketika Portugis bercokol di kesultanan ini, selain memperoleh hak monopoli dalam tata niaga rempah-rempah dan izin mendirikan benteng di Gam Lamo, Portugis juga ingin mencampuri urusan pemerintahan Ternate. Bahkan sejak 1532, Portugis mulai bersiasat memengaruhi proses pengangkatan sultan-sultan Ternate. Keadaan ini baru berakhir setelah Portugis terusir. Tetapi, setelah Kompeni Belanda datang, campur tangan dalam pengangkatan sultan Ternate juga menjadi salah satu kebijakannya. Mulai dari Sultan Mandarsyah, setiap pergantian sultan Ternate harus dengan persetujuan Kompeni. Sultan Mandarsyah ditekan secara halus untuk menandatangani perjanjian dengan Gubernur Jenderal VOC, Reiner, di Batavia. Perjanjian itu menentukan bahwa Kesultanan Ternate tidak boleh lagi mengangkat Salahakan Baru untuk wilayah seberang lautnya di Maluku Tengah, yakni di Hoamoal dan daerah ini langsung berada di bawah pemerintahan Kompeni di Ambon. Ternate juga harus melaksanakan hongi (penebangan pohon-pohon cengkih) di daerah tersebut. Ini akibat ketidaksenangan Kompeni terhadap pejabat yang ditugaskan oleh Kesultanan Ternate di sana. Kaicil Majira yang diangkat Sultan Hamzah pada 1641 sebagai Salahakan di Hoamoal atas desakan Kompeni Ambon untuk menggantikan Salahakan Luhu yang tidak disenangi, karena pada 1651 ia melakukan pemberontakan bersenjata. Kompeni menilai Sultan Mandarsyah tidak mengambil tindakan tegas terhadap Majira untuk mengakhiri pemberontakannya. Selain itu, sejak 1652, Kerajaan Buton mulai memusingkan Mandarsyah karena tentara Kerajaan Makassar melakukan infiltrasi dan menduduki beberapa pulau di sekitar Buton, yang diperburuk lagi oleh pengkhianatan sejumlah besar bobato Buton yang memihak Kerajaan Makassar. Kapita Laut Kaicil Ali dan pasukannya yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Sanana dan Alifuru Jailolo, dengan susah payah mempertahankan pulau-pulau itu dari serangan Makassar. Walaupun permaisuri Sultan Mandarsyah adalah seorang puteri Buton, tetapi pengaruhnya telah merosot jauh di mata rakyat Buton. Gempuran pasukan Makassar semakin gencar dan posisi Buton semakin lemah. Dengan susah payah Kaicil Ali coba menghalau serangan itu, dan dalam suatu pertempuran mempertahankan ibu kota Buton, Kaicil Ali gugur. Gugurnya Kaicil Ali mengakibatkan semakin kecil peluang Mandarsyah mempertahankan Buton. Mandarsyah lalu mengutus Kapita Laut Saidi untuk membangun kembali pertahanan Buton, dan dalam keadaan putus asa ia menghubungi Kompeni untuk meminta bantun. Mandarsyah berhasil meyakinkan de Vlaming. Gubernur Kompeni Ambon, untuk memabantu menyelamatkan Buton. Pada September 1654, dengan menumpang t ang kapal Zas van Gent, de Vlaming dan Mandarsyah menuju Buton, tetapi yang mereka temukan di sana adalah Raja Buton telah menjalin persekutuan dengan Makassar, dan rakyat maupun para bobato andalan Mandarsyah sebagian besarnya tidak lagi setia kepada Ternate. De Vlaming, setelah melihat kenyataan tersebut, meneruskan pelayarannya ke Makassar dan meninggalkan Mandarsyah di Buton. Walaupun Raja Buton telah berkhianat, Mandarsyah coba mempertahankan Buton dengan mengumpulkan sisa-sisa Bobato — antara lain Hukum Lau dan Kaicil Lasinuru — dan rakyatnya yang masih setia dalam suatu pertemuan. la meminta mereka mendobrak kepungan tentara Makassar dan mengusirnya keluar dari wilayah Buton. Tetapi, upaya terakhir Mandarsyah tidak rnembuahkan hasil. Dengan masygul, Mandarsyah kembali ke Ternate dan tidak pernah lagi mengunjungi Buton hingga akhir hayatnya. Kapita Laut Saidi pun tidak mampu lagi menahan lajunya serbuan Makassar dan jatuhlah Buton ke tangan Raja Makassar pada 1655, sekaligus berakhir pula kekuasaan Ternate atas Buton selama hampir satu abad (1580-1655). Kapita Laut Saidi dan pasukannya yang tersisa mundur ke Tobungku, dan dari kejauhan ia menatap pulau yang ditinggalkannya itu dengan sedih. Pada 1675, Sultan Mandarsyah mangkat dan digantikan putranya Sibori Amsterdam. Sebagaimana ayahnya, Sibori pun tidak dapat mempertahankan identitas Ternate secara lebih baik. Selain karena perangainya yang buruk, ia juga tidak mampu melepaskan diri dan tekanan-tekanan Kompeni. Setelah penobatannya, Sibori mengutus pejabat kepercayaannya ke Batavia untuk berunding dengan Gubernur jenderal Jaan Maatsuyker. Perjanjian yang ditandatangani pada 12 Oktober 1672 itu, secara praktis dan politis sangat merugikan Ternate, karena menetapkan antara lain: Pertarna. wilayah seberang laut Kesultanan Ternate di Kepulauan Ambon akan digabungkan ke dalam provinsi. Kedua, akan diangkat penguasa-penguasa khusus di pulau Buru, Ambalau, Buano dan Kelang. Setelah meratifikasi perjanjian ini, Sibori memperoleh tanda jasa berupa bintang penghargaan dari Kompeni. Namun, bermula dari Seram, Ternate pun berangsur kehilangan kontrolnya atas seluruh wilayah seberang lautnya di Maluku Tengah. Demikian pula, lepasnya Buton dan kekuasaan Ternate berimplikasi negatif bagi daerah-daerah kekuasaan Ternate lainnya di Sulawesi Utara, dan semenanjung pantai timur Sulawesi. Kepulauan Sangir Talaud, Gorontalo, Limboto, Buol, Tolitoli, Inobonto, Moutong, Teluk Tomini, Parigi dan lainnya mulai memudar loyalitasnya kepada Ternate. Sibori menyadari kenyataan ini dan berupaya memulihkan kesetiaan wilayah-wilayah tersebut. Ia pun mendekati Gubernur Maluku, Padtbrugge untuk meminta bantuan. Sebagai argumen, Sibori merujuk perjanpan 1652 dan 1676, yang memuat penyerahan daerah seberang laut Kesultanan Ternate di Maluku Tengah kepada kekuasaan Kompeni di Amban. Padtbrugge menerima argumentasi tersebut dan berjanji akan membantu Sibori sebagai balas budi atas penyerahan wilayah tersebut. Dengan bantuan Kompeni, Ternate menyerang Gorontalo dan daerah pesisir timur Sulawesi untuk memulihkan loyalitas mereka kepada Ternate. Bahkan untuk memulihkan loyalitas Sangir Talaud, dilakukan sendiri oleh Sibori tanpa bantuan Kompeni. Untuk sementara waktu. Ternate lega karena berhasil memulihkan loyalitas daerah-daerah tersebut, tetapi loyalitas yang ada tentu tidak sekuat di masa kekuasaan Sultan Baabullah. Abad ke-17 merupakan masa paling suram bagi kesultanan Ternate berkaitan dengan daerah-daerah taklukannya. Satu demi satu daerah tersebut melepaskan diri, dan dipenghujung abad ke-17 sampai abad ke-18, daerah seberang taut Kesultanan Ternate yang tersisa hanyalah kepulauan Sanana dan Tobungku-Banggai. Kompeni Belanda juga dapat dihitung sebagai salah satu kontributor, penyebab terpuruknya Kesultanan Ternate. Dengan berbagai perjanjian bilateral yang dibuatnya dengan Ternate, para Sultan Ternate yang tidak berdaya itu secara halus maupun secara kasar ditekan untuk menyetujui konsep-konsep yang disatu pihak memperkokoh kekuasaan Kompeni tetapi di lain pihak menempatkan Ternate dalam posisi dilematis serta hampir tidak ada advokasi. Selama abad ke-18, kondisi Ternate tidak banyak mengalami perubahan berarti. Sebagai mitra, Ternate dipandang cukup balk sekaligus sahabat yang dapat diandalkan oleh Kompeni, dibandingkan dengan kesultanan-kesultanan tetangga lainnya, yakni Tidore, dan Bacan. Ternate punya prestasi bagus dalam menjalankan hongi tochten untuk kepentingan Belanda. Ini dapat dilihat pada acte van investiture yang dikeluarkan di Batavia pada 17 Juli 1780, dan ditandatangani di Benteng Oranje, Tenate, dimana di dalamnya Belanda mengeritik dan membenahi sikap kurang bersahabat dari Tidore dan Bacan, sementara Ternate mendapat pujian atas kerjasamanya dengan Kompeni. Pada penghujung abad ke-18, Kompeni membalas jasa orang-orang Ternate dengan menganugerahi penghargaan kepada Jogugu Sabtu dan Marsaoli Patuseranga. (Masih dalam proses penyuntingan ya) Periode Pendudukan Jepang Pada masa perang Asia Pasifik, tentara Jepang menyerbu wilayah pendudukan bangsa Eropa di Asia bagian Timur dan Tenggara, termasuk pula wilayah pendudukan Belanda di Nusantara. Bangsa Jepang pertama kali memasuki wilayah Nusantara melalui Tarakan, Kalimantan Utara kemudian ke Sulawesi dan Maluku pada 10 Januari 1942. Setelah Jepang menduduki Nusantara, Jepang mengubah susunan pemerintahan yang telah ada pada saat itu. Berdasarkan Osamu Seirei No 27 tahun 1942 ditetapkan Shu (provinsi) sebagai wilayah tertinggi. Di bawah Shu ada Ken (kabupaten) dan Si (Kotapraja), Gun (kewedanan), Son (kecamatan), dan Ku (desa). Kemudian pada 1944 Jepang memperkenalkan Tonaugumi (rukun tetangga) kelompok masyarakat yang terdiri dari 10 hingga 20 kepala keluarga dan seorang pemimpinnya. Pada masa pendudukan Jepang, Kota Ternate dipimpin oleh seorang Minseibu di bawah kekuasaan Angkatan Laut (Kaigun) Armada Selatan Kedua bersama dengan wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Maluku yang berpusat di Makassar. Rakyat Nusantara menyambut dengan gembira pada saat tentara Jepang datang ke wilayah Nusantara, dengan harapan Jepang dapat membawa perbaikan sesuai dengan propaganda yang di gadang oleh Jepang, yaitu rakyat dapat mengadakan rapat umum di lapangan terbuka dengan mengibarkan bendera Merah Putih. Namun kenyataannya sikap Jepang sangat keras dan kejam. Seluruh organisasi pergerakan rakyat ditekan, mereka dilarang mengadakan kegiatan, dan bahkan dibubarkan, rakyat dihukum tanpa melalui proses peradilan, dan harta benda rakyat diambil secara paksa untuk kepentingan perang. Kegiatan masyarakat yang dijinkan untuk melakukan aktivitasnya yaitu badan atau organisasi yang telah didirikan oleh Jepang, sepeti Seinendan untuk para pemuda dan fujinkai untuk kaum wanita. Hal ini menyebabkan kehidupan rakyat yang sudah menderita menjadi semakin berat. Dibentuknya Giyugun maupun Pembela Tanah Air (Peta) semata-mata hanyalah untuk membantu Jepang dalam perang rnenguasai Asia Timur Raya. Keadaan ini berlangsung sampai Jepang menyerah secara tidak bersyarat kepada tentara Sekutu pada bulan Agustus 1945. Periode Kemerdekaan Republik Indonesia Pada saat Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia yang berarti telah melepaskan diri dari penjajahan, maka Wilayah Maluku memasuki babak baru dalam kehidupan pemerintahan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Ternate berada dalam wilayah Maluku dan yang menjabat sebagai Gubernur pada saat itu adalah Mr. J. Latuharhary. Namun, sebelum pemerintah melakukan penataan struktur maupun organisasi pemerintahan, khususnya Maluku, usaha Belanda untuk menguasai Indonesia kembali terjadi. Kedatangan tentara sekutu ke Indonesia ternyata diboncengi oleh tentara Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Pemerintah kolonial Belanda mengukuhkan kekuasaannya pada bulan Januari 1946, dengan membentuk negara-negara yang bersifat kedaerahan yang akan menjadi negara bagian dari Negara Indonesia Serikat. Pada saat itu, Kota Ternate berstatus Keresidenan Ternate dengan wilayahnya mencakup Pulau Ternate, Pulau Hiri, dan Pulau-pulau Batang Dua. Saat itu Distrik Ternate diperintahkan oleh 3 (tiga) Residen secara bergiliran, yaitu: 1. Residen Iskandar Muhammad Djabir Syah (Sultan Ternate) 1945-1951 2. Residen Zainal Abidin Syah (Sultan Tidore) 1951-1957 3. Residen Dede Muchsin Usman Syah (Sultan Bacan) 1957-1958 Berdasarkan Gouvernement Besluit Nomor 3.S. 1946 No. 27 Tanggal 9 April 1946, Residen Ternate membentuk Kotapraja (Stadsgeemente) Ternate pada tanggal 10 Desember 1946 dengan Dewan Kotapraja (Gementeraact) yang beranggotakan 10 (sepuluh) orang. Kotapraja Ternate dipimpin oleh seorang Wali kota dan untuk pertama kalinya dijabat oleh M.A.M. Soleman yang merangkap sebagai Ketua Dewan Kota. Kemudian dijabat oleh Dano Umar Saifuddin, Hien Diao, Jan Abubakar Wasplat. Mayoritas keanggotaan Dewan Kota dipegang oleh pribumi ditambah 2 orang keturunan Cina dan 1 orang keturunan Belanda. Dewan Kota bertindak sebagai penasehat. Kemudian berturut-turut pada tahun 1957 terbentuk DPRD Gotong Royong (DPRD GR) Maluku Utara dan pada tahun 1958 Kotapraja Ternate dibubarkan dan statusnya diturunkan menjadi Kecamatan yang dipimpin oleh Jasin Bopeng. Namun status Kotapraja masih dipertahankan hingga terbit Keputusan Gubernur Maluku tanggal 30 Maret 1965 mengubah status Kota Temate menjadi Kecamatan. Dilanjutkan dengan hasil survei oleh Departemen Dalam Negeri dan usulan dari Bupati Maluku Utara tentang pengangkatan status Kota Ternate menjadi Kota Administratif, maka pada tanggal 11 Maret 1961 Ternate resmi menjadi Kota Administratif. Jabatan Wali kota Administratif sampai tahun 1999 yaitu: 1. Drs. H. Thaib Armayin periode 1962-1985 dan 1987-1991 2 Drs. H. Muhammad Hasan periode 1991-1995 3. Drs. H. Syamsir Andili, periode 1995-1999 Pada saat peningkatan status Kota Administratif Ternate menjadi Kota Madya Tingkat II Ternate yang diterbitkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1999, maka pada tanggal 27 April 1999, diresmikan Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate dan mengangkat Drs Syamsir Andili sebagai Wali kota Ternate yang pertama pada era otonomi daerah. Wali kota dan Wakil Wali kota yang dilantik berdasarkan hasil pemilihan umum hingga tahun 2021. 1. Drs. Syamsir Andili dan Drs. Iskandar M. Djae (masa bhakti 2000-2005) 2. Drs. H. Syamsir Andili dan Drs. H. Amas Dinsie (masa bhakti 2005-2010) 3. Dr. H. Burhan Abdurahman, SH, MM dan Ir. Arifin Djafar, MM (masa bhakti 2010-2015) 4.Drs. Idrus Assagaf Pejabat Wali kota (masa bhakti 2015-2016) Melalui Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pemekaran Kelurahan dan Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 6 dan 7 Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan, maka pada tanggal 8 November 2007, diresmikan 2 (dua) Kecamatan baru, yaitu Kecamatan Pulau Batang Dua dan Kecamatan Ternate Tengah, serta 11 Kelurahan Pemekaran, yaitu Kelurahan Tanah Tinggi Barat Salahuddin, Bastiong Karance, Mangga Dua Utara, Jati Perumnas, Tobona, Ngade, Sangaji Utara, Akehuda, Tuba dan Dorpedu. Hingga saat ini Perangkat Daerah Kota Ternate terdiri dari 17 Dinas, 9 Badan, 4 Kantor, 8 Bagian pada Sekretariat Daerah, serta Inspektorat dan Sekretariat DPRD. Kota Ternate mempunyai 7 (tujuh) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Ternate Utara, Ternate Ternate Selatan, Pulau Ternate, Hiri, Moti, dan Kecamatan Pulau Batang dua, dan mempunyai 77 kelurahan yang siap melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan Kemasyarakatan. Pemerintahan Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Daftar Kecamatan Demografi Kesehatan Pariwisata Beberapa tempat wisata alam yang menarik, antara lain Benteng Tolukko Benteng Oranje Benteng Kalamata Benteng Kastela Benteng Kota Naka Benteng Gam Lamo Benteng Santo Pedro Benteng Talagame Benteng Willyam Star Pantai Sulamadaha Hol Sulamadaha Pantai Jikumalamo Danau Laguna Danau Tolire Pantai Bobane Ici Batu Angus Puncak Gunung Gamalama Keraton Kesultanan Ternate Masjid Al Munawwar Ternate Ternate Landmark Kuliner Khas Maluku Utara memiliki berbagai makanan khas daerah antara lain papeda (sagu), ketam kenari, halua kenari, bagea serta hasil olahan ikan seperti ikan asap (ikan Fufu), gohu ikan, Ikan garu rica dan lain-lain. Pusat tempat makanan di kota ini terletak di Swering, tepat berada di belakang Jatiland Mall, namun hanya beraktivitas selepas sore hingga tengah malam. Perhiasan dari daerah ini adalah mutiara laut dan batu bacan. Transportasi Transportasi Udara Bandar Udara Sultan Babullah merupakan sarana transportasi udara di Kota Ternate. Beberapa maskapai penerbangan yang melayani jalur ini antara lain Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, Lion Air Group (Lion Air, Wings Air, Batik Air), Super Air Jet, Express Air dan Trigana Air. Penerbangan dari luar provinsi dapat dilakukan melalui kota Jakarta, Surabaya, Makassar, Manado, dan tersedia juga penerbangan antar kota dalam provinsi yang dapat dipesan langsung pada maskapai terkait. Transportasi Laut Kota ini juga memiliki Pelabuhan Laut Ahmad Yani dengan jalur pelayaran yang dilalui kapal Pelni dua kali perminggu. Dua perusahaan ekspedisi kapal angkutan adalah Mentari dan Tanto. Untuk menyeberang ke pulau-pulau sekitar seperti Halmahera, Tidore, Hiri, Moti, Meitara, dapat menggunakan perahu kecil dari fiberglass yang umum di sebut Speed dengan tarif yang disesuaikan pada tahun 2022 lalu. Transportasi Darat Transportasi darat di kota ini menggunakan angkutan penumpang dengan mobil Suzuki Carry. Sejak akhir tahun 2005 telah mulai beroperasi armada taksi milik swasta dengan jumlah armada sekitar 50 unit. Selain itu, juga tersedia transportasi lain berupa Ojek konvensional (luring) maupun daring (Gojek, Grab). Media Stasiun televisi Ternate mempunyai stasiun televisi lokal, yaitu Gamalama TV. Sedangkan TVRI di Ternate tidak mempunyai stasiun lokal sendiri sementara TVRI Maluku Utara belum didirikan, maka yang disiarkan di Ternate berasal dari TVRI Maluku. Referensi https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Ternate Pranala luar Situs web resmi Kota Ternate Ternate Ternate Bekas ibu kota provinsi di Indonesia
4269
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Tidore%20Kepulauan
Kota Tidore Kepulauan
Tidore Kepulauan adalah salah satu kota yang berada di provinsi Maluku Utara, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah yaitu 1.550,37 km², yang menjadikannya kota terluas ketiga di Indonesia setelah Kota Palangka Raya dan Kota Dumai. Kota Tidore Kepulauan berpusat pemerintahan di Kelurahan Soasiu, Pulau Tidore. Di wilayah administratif Kota Tidore Kepulauan tepatnya di Kecamatan Oba Utara, berdiri ibu kota provinsi Maluku Utara berada di Kelurahan Sofifi. Sejarah Kota ini sudah terkenal sejak zaman penjajahan dahulu karena cengkih dan pala. Bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di Tidore adalah pelaut dari Spanyol yang sampai ke Tidore tahun 1512. Kota ini juga sempat menjadi ibu kota provinsi perjuangan Irian Barat. Gubernur pertamanya adalah Zainal Abidin Syah yang juga Sultan Tidore. Setelah Papua masuk ke wilayah Republik Indonesia, statusnya berubah menjadi ibu kota daerah administratif Halmahera tengah dengan ibu kota Soasio. Tahun 1990, status daerah administratif berubah menjadi Kabupaten Halmahera Tengah. Pada tahun 2003, Tidore menjadi kota dengan nomenklaturnya Kota Tidore Kepulauan, dengan penjabat wali kota pertama adalah Drs. M. Nur Djauhari dan penjabat wali kota kedua adalah Drs. Mahmud Adrias. Pemerintahan Wali Kota Dewan Perwakilan Daftar Kecamatan Pendidikan Sarana pendidikan di kota ini cukup lengkap, dengan dua perguruan tinggi yaitu Universitas Nuku dan STMIK Tidore Mandiri, Akbid Gatra Buana dan Universitas Bumi Hijrah di Sofifi. Pariwisata Beberapa objek wisata yang ada di kota ini adalah pantai Ake Sahu, taman laut Pulau Maitara, museum Kesultanan Tidore Sonyine Malige, pantai Cobo, benteng Tahua dan tugu pendaratan "Sebastiano De Elcano" (pelaut dari Spanyol). Wisata Pulau Failonga. Untuk Wisata Spiritual Kelurahan Gurabunga menjadi tempat tujuan utama serta Beberapa Makam Aulia yang muncul dengan sendirinya yang disebut JERE. Makanan Khas Makanan khas kota ini yang tidak terdapat di daerah lain di Maluku Utara adalah lapis tidore, kue bilolo, kue kale-kale, kue abu, mam raha, tela gule, uge ake, dan popeda. Serta Kumpulan makanan adat yang dinamakan Ngam Saro. Budaya Barifola adalah tradisi gotong-royong masyarakat Tidore dalam hal membangun rumah warga yang tidak mampu. Kesehatan Transportasi Transportasi yang ada di kota ini adalah mikrolet, becak motor, ojek . Untuk ke kota ini, bisa di tempuh dari kota Ternate dengan feri dengan waktu tempuh 30 menit dan speedboat yang waktu tempuhnya tak sampai 10 menit dari Ternate. Di kota ini juga terletak Kelurahan Sofifi, Kecamatan Oba Utara yang merupakan ibu kota defenitif provinsi Maluku Utara. Rencananya setelah infrastruktur pemerintahan dan fasilitas lainnya dibangun, aktivitas pemerintahan akan dipindahkan dari Ternate ke daerah ini. Sofifi berada di kecamatan Oba Utara pulau Halmahera. Untuk diketahui, wilayah Kota Tidore Kepulauan terdiri dari Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Tidore Selatan, Tidore Timur dan Kecamatan Tidore (terletak di pulau Tidore) dan Kecamatan Oba, Oba Tengah, Oba Selatan serta Kecamatan Oba Utara (terletak di pulau Halmahera). Tokoh Tidore Salah satu tokoh asal Tidore yang terkenal adalah Sultan Nuku yang juga telah diangkat sebagai pahlawan nasional. Nama tokoh ini juga diabadikan sebagai nama kapal perang KRI Nuku. Tokoh lainnya adalah Zainal Abidin Syah, gubernur pertama Papua Barat tahun 1950-an yang pada waktu itu beribu kota di Soa Sio Tidore. Referensi Pranala luar Tidore Tidore Tidore
4270
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Halmahera%20Tengah
Kabupaten Halmahera Tengah
Halmahera Tengah adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Maluku Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Weda, dahulu di Kota Soasio. Jumlah penduduk Halmahera Tengah tahun 2020 berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2020, berjumlah 63.190 jiwa, dengan kepadatan penduduk 23,81 jiwa/km2. Sejarah Kabupaten Halmahera Tengah terletak di Pulau Halmahera yang merupakan pulau terbesar di Maluku Utara dengan beberapa pulau/kepulauan di samping Halmahera sebagai induknya. Kabupaten Halmahera Tengah juga memiliki 37 pulau kecil dimana hanya ada dua pulau yang memiliki penduduk yaitu Pulau Gebe dan Pulau Yoi. Kabupaten Halmahera Tengah berdiri sejak tahun 1968 sesuai dengan kebijaksanaan Gubernur Provinsi Maluku No. Odes 25/1/8 tahun 1968 dengan maksud dikembangkan untuk menjadi daerah tingkat II yang otonom. Kemudian direstui dengan Surat keputusan Mendagri tanggal 15 April 1969 No Pemda 2/1/33. Dengan demikian secara de facto sejak tahun 1969, Kabupaten Halmahera Tengah telah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sejajar dengan daerah tingkat II lainnya di Provinsi Maluku. Pada tahun 1990 daerah Halmahera Tengah dinyatakan sebagai daerah Kabupaten penuh. Dengan menyesuaikan pada perkembangan waktu dan tuntutan kondisi sosial masyarakat, maka pada tahun 2003 dengan UU RI No, 1 tahun 2003 kabupaten Halmahera Tengah dimekarkan menjadi tiga kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Halmahera Tengah sebagai kabupaten induk kemudian Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan. Geografi Batas Wilayah Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah berbatasan dengan: Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Daftar Kecamatan Luas wilayah saat masih bergabung dengan kecamatan induk Referensi Halmahera Tengah Halmahera Tengah
4271
https://id.wikipedia.org/wiki/Orang%20Melayu%20di%20Malaysia
Orang Melayu di Malaysia
Masyarakat Melayu (; Jawi: ملايو مليسيا) adalah salah satu komponen dari bangsa Malaysia. Kebanyakan adalah penduduk setempat yang telah menghuni wilayah Semenanjung Tanah Melayu dan Pulau Borneo bagian barat laut. Masyarakat Melayu di Malaysia kebanyakan adalah sama dengan masyarakat Melayu yang berdiam di beberapa wilayah Indonesia, meskipun di beberapa wilayah merupakan kelompok tersendiri (misalnya di Sarawak, Sabah, Kedah, Terengganu atau Kelantan). Meskipun demikian, Undang-undang Dasar Malaysia memiliki batasan tersendiri mengenai kemelayuan di negara itu. Definisi Melayu Definisi Melayu adalah sebagai penduduk peribumi yang bertutur dalam bahasa Melayu, beragama Islam, dan yang menjalani tradisi dan adat-istiadat Melayu. Di Malaysia, penduduk pribumi dari keturunan suku-suku di Indonesia, seperti Minangkabau, Aceh, Bugis, Mandailing, Banjar, Jawa yang bertutur dalam bahasa Melayu, beragama Islam dan mengikuti adat-istiadat Melayu, semuanya dianggap sebagai orang Melayu (Anak Dagang) selain daripada Melayu Anak Jati yang berasal daripada Tanah Melayu itu sendiri. Bahkan orang bukan pribumi yang berkawin dengan orang Melayu dan memeluk agama Islam juga diterima sebagai orang Melayu. Penyebaran penduduk Melayu di Malaysia Mengikut 1997 Vital Statistics Malaysia Report, penduduk Malaysia semuanya berjumlah hampir 21 juta (jumlah sebenar 20.997.220), dan dari jumlah tersebut, penduduk Melayu adalah 10,2 juta (48,5 %). Penduduk pribumi lain (termasuk Iban, Kadazan, Melanau, Bidayuh, Murut, dll) berjumlah 2,2 juta (10,5 %). Selebihnya terdiri daripada penduduk bukan pribumi, yaitu orang Tionghoa (5,4 juta – 25,7%), dan orang India, Serani dll (3,1 juta – 14,7%). Sebagian besar daripada penduduk Melayu (kurang lebih 65%) tinggal di kawasan desa, di kampung-kampung. Pada masa dulu, sebuah kampung Melayu merupakan satu unit politik, satu unit ekonomi, satu unit genealogi, dan satu unit keagamaan. Kini, kewujudan kampung Melayu tidak sepenuhnya memenuhi keempat-empat ciri di atas. Sistem ekonomi Bagi orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). Orang Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di kalangan orang Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutamanya orang Tionghoa. Tetapi kini telah ramai orang Melayu yang telah sukses dalam bidang perniagaan dan menjadi ahli korporat. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan mampu memiliki mobil dan rumah mewah. Selain itu itu juga, banyak orang Melayu yang mempunyai pendidikan yang tinggi, setingkat universitas di dalam maupun di luar negeri. Sistem politik Sistem politik Melayu adalah musyawarah, musyawarah dijalankan di dalam lumbung yang dipimpin oleh ketua atau pemangku adat setempat. Lumbung disini bukan hanya tempat penyimpanan padi atau hasil bumi lainnya, namun juga berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan segala aset masyarakat setempat baik yang bergerak maupun yang diam yang ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup pribumi setempat. Musyawarah yang dijalankan biasanya membahas mengenai pengelolaan sistem tanah adat berdasarkan budaya dan adat setempat. Sehingga sistem musyawarah yang dijalankan akan memiliki corak dan karakter yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Disini dapat dilihat bahwa suku Melayu telah mengenal sistem politik yang egaliter dan mengakar kepada budayanya. Maka tidak mengherankan bahwa suku Melayu mempunyai ikatan persaudaraan yang kuat, sebab musyawarah memaknakan adanya tolong-menolong dan kesetiakawanan sosial sebagai suatu permufakatan. Musyawarah juga merupakan sarana dimana rakyat dapat diposisikan untuk membangun aturan-aturan dasar dalam kehidupannya baik pada tatanan nilai maupun pada tatanan norma yang bersumber kepada hukum adat setempat. Sistem musyawarah ini lambat laun hilang diakibatkan hancurnya sistem tanah adat melalui culture stelsel yang diberlakukan oleh kaum penjajah. Hancurnya sistem tanah adat berakibat kepada hilangnya musyawarah dalam kehidupan masyarakat melayu. Hal ini diperparah dengan dipecah belahnya suku Melayu yang berada di wilayah Kalimantan Utara dengan wilayah Kalimantan lainnya dengan pendirian federasi Malaysia yang dibentuk atas bantuan militer Inggris. Agama dan kepercayaan Orang Melayu hampir seluruhnya beragama Islam. Namun, sisa-sisa unsur agama Hindu, Buddha dan Animisme masih dapat dilihat dalam sistem Kepercayaan mereka. Islam tidak dapat menghapuskan seluruh unsur Kepercayaan tersebut. Proses sinkretisme terjadi di mana unsur kepercayaan sebelum Islam ada secara laten atau disesuaikan dengan unsur Islam. Proses ini jelas dapat ditemukan dalam ilmu pengobatan Melayu (pengobatan tradisional), dan dalam beberapa upacara adat. Kesenian Dalam masyarakat Melayu, seni dapat dibagi menjadi dua: seni persembahan (tarian, nyanyian, persembahan pentas seperti makyong, wayang kulit, ghazal, hadrah, kuda kepang) dan seni tampak (seni ukir, seni bina, seni hias, pertukangan tangan, tenunan, anyaman dll). Permainan tradisi seperti gasing, wau, congkak, juga termasuk dalam kategori seni persembahan. Kegiatan seni Melayu mempunyai identitas tersendiri yang juga memperlihatkan gabungan berbaga-bagai unsur asli dan luar. Sistem kekeluargaan dan pernikahan Dari segi kekeluargaan, masyarakat Melayu menerapkan sistem kekeluargaan patrilineal dan sistem pengelompokan patriarkat. Berbeda dengan orang Minang Malaysia yang menerapkan sistem kekeluargaan matrilineal dan juga berbeda dengan Melayu Indonesia yang menerapkan sistem kekeluargaan parental/bilineal. Orang Melayu melakukan perkawinan monogami dan poligami. Bentuk perkawinan endogami (perkawinan di dalam lingkungan yang kecil, seperti pernikahan antarkerabat) juga terjadi, malah di sebagian tempat diutamakan. Perkawinan campur juga ada. Semua perkawinan Melayu dijalankan mengikut peraturan dan undang-undang perkawinan Islam (Mazhab Syafi'i). Pendidikan Sebelum penjajahan, orang Melayu mendapat pendidikan agama. Semasa penjajahan, peluang pendidikan sekuler terbatas, dan lebih terpusat di daerah perkotaan. Pendidikan sekuler hanya dikembangkan setelah merdeka. Kini pendidikan sekuler menjadi saluran mobilitas sosial yang utama di kalangan orang Melayu. Keberadaan kelas menengah Melayu di Malaysia paling utamanya melalui saluran pendidikan. Bahasa Melayu Bahasa Melayu menjadi bahasa nasional dan bahasa pengantar di semua lembaga publik di Malaysia. Bahasa Melayu yang menjadi bahasa pengantar penduduk Nusantara sejak lama juga telah dipilih oleh pemerintah Malaysia menjadi bahasa resmi bagi negara tersebut. Lihat pula Melayu Kedah Daftar suku bangsa di Malaysia Melayu Suku bangsa di Malaysia
4272
https://id.wikipedia.org/wiki/Katolik
Katolik
Kata "katolik" (, katolikos; ) berasal dari frasa Yunani (katolou), yang berarti "sarwa sekalian", "secara keseluruhan", atau "am", gabungan kata (kata), yang berarti "perihal", dan kata (holos), yang berarti "sarwa". Istilah "Katolik" (dengan huruf k besar) pertama kali digunakan pada permulaan abad ke-2 sebagai sebutan bagi seantero Dunia Kristen. Dalam ranah eklesiologi, istilah ini memiliki sejarah yang panjang dan digunakan dengan berbagai makna. Di Indonesia, kata ini dapat berarti "hal ihwal agama Kristen Katolik" maupun "hal ihwal ajaran dan amalan bersejarah Gereja Barat". Kata ini digunakan banyak orang Kristen sebagai sebutan bagi Gereja Semesta atau segenap orang yang beriman kepada Yesus Kristus tanpa pandang denominasi, dan digunakan pula dengan makna yang lebih sempit sebagai sebutan bagi kekatolikan, yang mencakup beberapa gereja bersejarah dengan keyakinan-keyakinan pokok yang sama. Katolikos, gelar pemimpin tertinggi di sejumlah Gereja Timur, juga berasal dari akar kata yang sama. Istilah ini sudah lekat pada nama persekutuan Kristen terbesar di dunia, yakni Gereja Katolik. Tiga cabang utama agama Kristen di Dunia Timur, yakni Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, dan Gereja Persia, senantiasa menyebut diri Katolik, seturut tradisi rasuli dan syahadat Nikea. Jemaat-jemaat Anglikan, Lutheran, dan sejumlah jemaat Metodis percaya bahwa gereja-gereja mereka juga "Katolik", dalam arti merupakan kelanjutan dari Gereja Perdana sedunia yang didirikan oleh rasul-rasul Kristus. Kendati demikian, tiap-tiap Gereja memaknai istilah "Gereja Katolik" secara berbeda-beda. Sebagai contoh, baik Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, maupun Gereja Persia menegaskan bahwa denominasinya adalah kelanjutan dari Gereja Perdana sedunia, sementara semua denominasi lain hanyalah pecahannya. Keyakinan-keyakinan yang menjadi ciri khas kekatolikan, yakni keyakinan-keyakinan anutan sebagian besar umat Kristen yang menyebut diri "Katolik", mencakup episkopalisme, yakni memuliakan para uskup selaku rohaniwan tertinggi dalam agama Kristen, dan penerimaan syahadat Nikea tahun 381. Kekatolikan juga dianggap sebagai salah satu dari keempat ciri Gereja, sebagaimana tercantum dalam salah satu butir syahadat Nikea yang berbunyi "aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik." Pada Abad Pertengahan maupun Zaman Modern, terjadi pergeseran makna istilah Katolik Barat dan Katolik Timur. Sebelum Skisma Timur-Barat tahun 1054, kedua istilah ini hanya bermakna beda wilayah, karena hanya ada satu kekatolikan, yang mencakup umat Kristen penutur bahasa Latin di Dunia Barat maupun umat Kristen penutur bahasa Yunani di Dunia Timur. Sesudah Skisma Timur-Barat, makna istilah-istilah ini kian ruwet, dan memunculkan beberapa tata istilah yang paralel tetapi saling bertentangan. Etimologi Cikal bakal istilah katolik adalah kata katolikos, kata sifat dalam bahasa Yunani yang berarti "semesta". Langsung dari bahasa aslinya, atau via bahasa Latin Akhir, istilah katolik masuk ke dalam bermacam-macam bahasa lain, dan menjadi dasar pembentukan berbagai istilah teologi semisal katolikisme (bahasa Latin Akhir: catholicismus) dan kekatolikan (bahasa Latin Akhir: catholicitas). Istilah "katolikisme" adalah kata benda mujarad yang dibentuk dari kata sifat "katolik". Padanannya dalam bahasa Yunani Modern adalah (katolikismos), yang biasanya mengacu pada Gereja Katolik. Istilah "katolik", "katolikisme", dan "kekatolikan" sangat erat kaitannya dengan penggunaan istilah "Gereja Katolik". Bukti tertua penggunaan istilah ini adalah Surat kepada Jemaat di Smirna dari Santo Ignasius, Uskup Antiokhia, yang ditulis sekitar tahun 108 dan dialamatkan kepada umat Kristen di kota Smirna. Dalam surat ini, Santo Ignasius mengimbau umat Kristen agar tetap erat bersatu dengan uskup mereka, dalam kalimat yang berbunyi "alangkah baiknya jika di mana saja uskup hadir, sidang jemaat pun turut hadir, sehingga sama seperti di mana saja Yesus Kristus hadir, hadir pula Gereja Katolik." Semenjak separuh akhir abad ke-2, kata "katolik" mulai digunakan dengan makna "ortodoks" (bukan bidah), "karena umat Katolik mengaku mengajarkan kebenaran yang seutuhnya dan mewakili segenap Gereja, sementara bidah timbul akibat tindakan sebagian pihak yang melebih-lebihkan satu butir kebenaran dan pada hakikatnya bersifat parsial dan lokal". Pada tahun 380, Kaisar Teodosius I menetapkan bahwa istilah "Kristen Katolik" hanya boleh digunakan oleh orang-orang yang seiman dengan Paus Damasus I di Roma dan Paus Petrus di Aleksandria. Banyak pujangga Gereja Perdana lainnya yang mengembangkan penggunaan istilah "katolik" dalam kaitannya dengan agama Kristen, antara lain Santo Sirilus, Uskup Yerusalem (ca. 315–386), dan Santo Agustinus, Uskup Hipo (354–430). Sejarah pemakaian istilah Santo Ignasius, Uskup Antiokhia Bukti tertulis yang paling tua dari penggunaan istilah "Gereja Katolik" adalah Surat kepada Jemaat di Smirna yang ditulis oleh Santo Ignasius, Uskup Antiokhia, sekitar tahun 107, dan dialamatkan kepada umat Kristen di kota Smirna. Ia mengimbau umat Kristen agar tetap erat bersatu dengan uskup mereka melalui kalimat suratnya yang berbunyi "alangkah baiknya jika di mana saja uskup hadir, sidang jemaat pun turut hadir, sehingga sama seperti di mana saja Yesus Kristus hadir, hadir pula Gereja Katolik." Sehubungan dengan makna frasa ini bagi Santo Ignasius, J.H. Srawley mengemukakan bahwa: Inilah kemunculan perdana frasa 'Gereja Katolik' (ἡ καθολικὴ ἐκκλησία) dalam karya sastra Kristen. Makna asali kata ini adalah 'semesta'. Itulah sebabnya Yustinus Martir (Dialog dengan Trifo. 82) membahas 'kebangkitan semesta atau kebangkitan umum' dengan menggunakan kata-kata ἡ καθολικὴ ἀνάστασις. Demikian pula di sini Gereja semesta dikontraskan dengan Gereja partikular di Smirna. Yang Ignasius maksudkan dengan Gereja Katolik adalah 'himpunan semua jemaat Kristen' (Swete, Apostles Creed, hlm. 76). Jadi, surat kepada Gereja di Smirna juga ditujukan kepada semua jemaat Gereja Katolik yang kudus di mana saja berada. Dan makna purba 'semesta' tak kunjung lepas dari kata ini, kendati menjelang akhir abad ke-2 kata ini mulai mendapat makna sekunder 'ortodoks', lawan dari 'bidah'. Itulah sebabnya kata ini dipakai dalam Kanon Kitab Suci terdahulu, fragmen Muratori (ca. 170 M), manakala menyebut karya-karya tulis bidah tertentu sebagai karya-karya tulis yang 'tidak diterima dalam Gereja Katolik'. Demikian pula Sirilus asal Yerusalem, pada abad ke-4, mengemukakan bahwa Gereja disebut Katolik bukan hanya 'karena tersebar ke seluruh dunia', melainkan juga 'karena mengajarkan secara utuh tanpa kurang satu apa pun semua ajaran yang perlu diketahui umat manusia'. Makna sekunder ini tumbuh keluar dari makna asalinya karena umat Katolik mengaku mengajarkan kebenaran yang seutuhnya, dan mewakili segenap Gereja, sementara bidah muncul lantaran sebagian pihak melebih-lebihkan satu butir kebenaran serta pada hakikatnya bersifat parsial dan lokal.edisi lain , hlm.97 Santo Ignasius menggunakan istilah Gereja Katolik sebagai sebutan bagi Gereja semesta. Bagi Santo Ignasius, ahli-ahli bidah tertentu pada zamannya, yang menyangkal bahwa Yesus adalah maujud bendawi yang sungguh-sungguh menderita sengsara dan mengalami maut, dan malah berkata bahwa "ia cuma tampak seolah-olah menderita sengsara" (Surat kepada Jemaat di Smirna, 2), bukanlah umat Kristen yang sesungguhnya. Pemakaian pada abad ke-2 selain oleh Santo Ignasius Istilah "Katolik" juga digunakan dalam naskah Kemartiran Polikarpus (tahun 155), dan dalam Kanon Muratori (sekitar tahun 177). Santo Sirilus, Uskup Yerusalem Sebagaimana telah disebutkan dalam kutipan pendapat J.H. Srawley di atas, Sirilus, Uskup Yerusalem (ca. 315–386), yang kini dihormati sebagai santo oleh Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, dan persekutuan gereja-gereja Anglikan, membedakan kelompok umat Kristen yang ia sebut "Gereja Katolik" dari kelompok-kelompok lain yang juga menyebut diri ἐκκλησία (eklesia), yang berarti sidang jemaat atau Gereja, sebagai berikut: Lantaran kata Eklesia digunakan sebagai sebutan untuk berbagai macam hal, sebagaimana yang tertulis mengenai khalayak ramai di gedung kesenian kota Efesus, yang bunyinya "dengan kata-kata itu ia membubarkan kumpulan rakyat itu" (), dan karena sah-sah saja orang mengatakan bahwa ada Gereja para durjana, maksudnya jemaat-jemaat ahli bidah, yakni para pengikut Markion, para pengikut Manikeus, dan bidah-bidah selebihnya, untuk itulah iman mengamankan butir ini sehingga sampai kepada kamu sekarang, yakni butir yang bunyinya "dan akan Gereja Katolik yang satu dan kudus", supaya kamu dapat menghindarkan diri dari pertemuan-pertemuan durjana mereka, dan senantiasa tinggal di dalam Gereja Katolik yang kudus, tempat kamu dilahirkan kembali. Dan apabila kamu kelak bepergian dan singgah di kota-kota, jangan cuma bertanya di manakah rumah Tuhan, karena jemaat-jemaat duniawi juga berusaha menyebut liang-liang mereka sebagai rumah-rumah Tuhan. Jangan pula cuma bertanya di manakah Gereja, melainkan bertanyalah di manakah Gereja Katolik. Karena inilah nama istimewa Gereja yang kudus ini, bunda kita sekalian, mempelai Tuhan Kita Yesus Kristus, Putra Tunggal Allah. — Kumpulan Ceramah Agama, XVIII, 26. Kaisar Teodosius I Teodosius I, Kaisar Romawi dari tahun 379 sampai tahun 395, menetapkan agama Kristen "Katolik" sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi, dalam Maklumat Tesalonika tanggal 27 Februari 380, yang berbunyi: Bahwa sesungguhnya kami menghendaki agar segala bangsa, yang tunduk di bawah kerahiman dan daulat kami, senantiasa menganut agama yang diwartakan kepada bangsa Romawi oleh Petrus Sang Rasul suci, yakni agama yang dengan tekun dikekalkan turun-temurun, dan yang kini dianut oleh Sri Begawan Damasus serta Petrus, Uskup Aleksandria, pribadi yang suci lagi rasuli. Selaras dengan taklimat rasul-rasul, dan ajaran Kitab Injil, marilah kita sekalian berimankan Allah Yang Maha Esa: Bapa, Putra, dan Roh Kudus, yang setara keagungannya, dalam Ketritunggalan Maha Kudus. Kami benarkan pemeluk-pemeluk agama ini untuk menyandang gelar Kristen Katolik. Sedangkan pihak-pihak lain, yang menurut hemat kami, adalah orang-orang kurang waras yang bebal, kami perintahkan untuk ditandai dengan sebutan nista sebagai ahli-ahli bidah, dan kami ingatkan agar jangan sampai berani menyebut tempat-tempat berhimpun mereka sebagai gereja. Mereka diancam pertama-tama dengan siksa laknat ilahi, dan yang kedua, dengan pidana yang akan kami jatuhkan seturut kewenangan kami, berpadankan kehendak surga. — Undang-Undang Teodosius XVI.i.2 Santo Hieronimus Pada tahun 418, Santo Hieronimus menulis sepucuk surat kepada Santo Agustinus, Uskup Hippo, berisi kalimat yang berbunyi, "engkau terkenal di seantero dunia. Umat Katolik menghormati dan menghargai engkau selaku salah seorang tokoh yang menegakkan kembali iman purba" Santo Agustinus, Uskup Hippo Tak seberapa lama kemudian, Santo Agustinus, Uskup Hipo (354–430), menggunakan pula istilah "Katolik" sebagai pembeda Gereja "sejati" dari jemaat-jemaat ahli bidah: Di dalam Gereja Katolik, ada banyak hal lain yang memang pantas membuatku betah tinggal di haribaannya. Mufakat antarpribadi dan antarbangsa membuatku tetap bertahan di dalam Gereja. Demikian pula kewibawaannya, yang diteguhkan oleh mukjizat-mukjizat, disuburkan oleh pengharapan, dibesarkan oleh cinta kasih, dan dimapankan oleh zaman. Alih kepemimpinan para imam membuatku tetap bertahan, mulai dari takhta Rasul Petrus sendiri, yang diberi amanat oleh Tuhan kita pascakebangkitan-Nya untuk menggembalakan kawanan domba-Nya (), sampai dengan jawatan uskup yang ada sekarang ini. Dan akhirnya, yang membuatku tetap bertahan adalah nama Katolik itu sendiri, yang bukan tanpa alasan, mengingat ada begitu banyak bidah, tetap dipertahankan Gereja, sehingga sekalipun semua ahli bidah berharap disebut Katolik, bilamana ada orang asing yang menanyakan tempat berhimpun Gereja Katolik, tak seorang pun dari mereka yang berani menunjuk bilik sembahyang atau rumah ibadatnya sendiri. Sebanyak dan sepenting itulah ikatan-ikatan mulia yang terkandung dalam nama Kristen itu, yang membuat seorang beriman tetap bertahan di dalam Gereja Katolik, karena memang sudah sepatutnya demikian ... Bagi kamu, yang tidak punya hal-hal seperti ini untuk memikat maupun untuk membuatku tetap bertahan... Tak seorang pun dapat memisahkanku dari iman yang mengikat akal budiku dengan ikatan-ikatan yang sedemikian banyak dan sedemikian erat pada agama Kristen... Bagiku, aku tidak akan percaya pada injil kecuali digerakkan oleh kewibawaan Gereja Katolik. — Santo Agustinus (354–430): Melawan Surat Manikeus yang Berjudul Asas, Bab 4: Bukti-Bukti Iman Katolik. Santo Vinsensius asal Lerins Rekan sezaman Santo Agustinus, Santo Vinsensius asal Lerins, menulis sepucuk risalah dengan nama samaran Peregrinus pada tahun 434, yang dikenal dengan judul Commonitoria (memorandum). Kendati menegaskan bahwa, sama seperti tubuh manusia, ajaran Gereja terus tumbuh dan berkembang seraya teguh mempertahankan jati dirinya (bagian 54-59, bab XXIII), ia mengemukakan bahwa: Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur Pada abad-abad permulaan sejarah agama Kristen, mayoritas umat Kristen, yakni umat Kristen penganut ajaran-ajaran yang terangkum dalam syahadat Nikea, terikat oleh satu kekatolikan tunggal dan tidak terbagi-bagi, yang mempersatukan umat Kristen penutur bahasa Latin di Dunia Barat dan umat Kristen penutur bahasa Yunani di Dunia Timur. Kala itu, istilah "Katolik Timur" dan "Katolik Barat" hanya mengandung makna perbedaan letak geografis, dan pada umumnya cuma berkaitan dengan perbedaan bahasa tutur antara Dunia Timur dan Dunia Barat. Kendati sering kali timbul selisih pendapat seputar teologi dan hal ihwal gerejawi antarpusat agama Kristen, kekatolikan bersama tetap lestari sampai dengan timbulnya sengketa besar antara abad ke-9 sampai abad ke-11. Sesudah peristiwa Skisma Timur-Barat, gagasan tentang kekatolikan bersama pun retak. Masing-masing kubu yang bersengketa mulai mengembangkan peristilahan sendiri. Semua sengketa besar seputar teologi dan hal ihwal gerejawi, baik di Gereja Timur maupun di Gereja Barat, selalu saja dibarengi usaha masing-masing pihak yang bersengketa untuk menafikan hak lawan menyebut diri dengan istilah "Katolik". Sesudah Roma menambahkan kata Filioque ke dalam syahadat Nikea, umat Kristen Ortodoks di Dunia Timur mulai menyebut para pendukung penambahan Filioque di Dunia Barat sebagai "orang Latin", karena menganggap mereka bukan lagi bagian dari "umat Katolik". Menurut pandangan yang paling mengemuka di Gereja Ortodoks Timur, segenap umat Kristen di Dunia Barat, yang menerima penambahan Filioque berikut pneumatologi yang tidak ortodoks, bukan lagi bagian dari umat Katolik. Pandangan ini dianut dan dianjurkan oleh ahli hukum kanon kenamaan Gereja Ortodoks Timur, Teodoros Balsamon, Batrik Antiokhia. Pada tahun 1190, Teodoros Balsamon menulis sebagai berikut: Di lain pihak, para teolog Barat menganggap umat Ortodoks Timur sebagai kaum yang terceraikan. Hubungan Gereja Timur dan Gereja Barat semakin direnggangkan oleh peristiwa-peristiwa tragis seperti Pembantaian orang Latin pada tahun 1182, dan Penjarahan Konstantinopel pada tahun 1204. Peristiwa-peristiwa berdarah ini disusul oleh usaha-usaha rujuk yang gagal (baca Konsili Lyon II, Konsili Firenze, Persatuan Brest, Persatuan Užhorod). Pada Akhir Abad Pertengahan dan Awal Zaman Modern, peristilahan bertambah ruwet, sehingga memunculkan beberapa tata istilah yang paralel tetapi saling bertentangan, dan masih bertahan sampai sekarang dengan segala keruwetannya. Pada Awal Zaman Modern, istilah khusus "Akatolik" banyak digunakan di Dunia Barat sebagai sebutan bagi orang-orang yang dianggap menganut pandangan-pandangan teologi bidah dan amalan-amalan gerejawi yang menyimpang. Pada masa kontrareformasi, istilah Akatolik digunakan oleh warga Gereja Katolik yang fanatik sebagai sebutan bagi umat Kristen Protestan maupun umat Kristen Ortodoks Timur. Istilah ini dianggap sangat menista sampai-sampai muktamar Gereja Ortodoks Serbia tahun 1790 di Temeswar memutuskan untuk mengajukan permohonan resmi kepada Kaisar Romawi Suci, Leopold II, agar sudi melarang pemakaian istilah "Akatolik". Pemakaian mutakhir Kristen Katolik Secara umum, sebutan Gereja Katolik merujuk pada Gereja Katolik Roma. Kata Roma diatributkan pada Gereja ini karena Gereja Katolik mengimani Paus yang berkedudukan di kota Roma, Italia sebagai kepala gereja yang kelihatan, wakil Yesus Kristus di bumi, dimana kristus yang merupakan kepala utama gereja yang tak kelihatan. Paus adalah penerus Petrus turun temurun yang tidak terputuskan, pengganti St.Petrus saat ini dijabat oleh Paus Fransiskus, yang menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri karena alasan kesehatan pada tahun 2013 lalu. Menurut tradisi gereja, Petrus menjadi uskup Roma dan menjadi martir di sana. Gereja Katolik dengan penambahan kata Roma sendiri sebenarnya tidak pernah menjadi nama resmi yang digunakan oleh Gereja Katolik, . Kristen Ortodoks Ketiga cabang agama Kristen di Dunia Timur, yakni Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, dan Gereja Persia, masih tetap menyebut dirinya Katolik, sejalan dengan tradisi-tradisi rasuli dan syahadat Nikea. Gereja Ortodoks Timur menjunjung tinggi ajaran-ajaran purba Kekatolikan Ortodoks Timur, dan lumrah memakai istilah Katolik, seperti pada judul Katekismus Lengkap Gereja Orthodox, Katolik, Timur. Sama halnya dengan Gereja Ortodoks Koptik, yang termasuk dalam persekutuan Kristen Ortodoks Oriental, dan yang menganggap persekutuannya sebagai "Gereja Sejati Tuhan Yesus Kristus". Tak satu pun Gereja Timur, Ortodoks maupun Oriental, yang berniat meninggalkan tradisi-tradisi purba kekatolikannya masing-masing. Kristen Protestan mazhab Lutheran Pengakuan Iman Augsburg, yang tercantum dalam Buku Mufakat, kumpulan ajaran Kristen Protestan mazhab Lutheran, mengajarkan bahwa "iman yang dianut Martin Luther beserta pengikut-pengikutnya bukanlah iman yang baru, melainkan iman katolik yang sejati, dan gereja-gereja mereka merupakan gereja katolik atau gereja semesta yang sejati". Tatkala membabarkan Pengakuan Iman Augsburg pada tahun 1530 di hadapan Kaisar Romawi Suci, Karl V, para pengikut Martin Luther dengan penuh keyakinan "membuktikan bahwa tiap-tiap butir iman dan amalan di dalamnya pertama-tama benar menurut seluruh Kitab Suci, dan selanjutnya juga benar menurut ajaran bapa-bapa Gereja maupun konsili-konsili". Kristen Protestan Kebanyakan gereja reformasi dan pascareformasi menggunakan istilah Katolik (sering kali dengan huruf k kecil) sebagai sebutan bagi keyakinan bahwa segenap umat Kristen adalah bagian dari Gereja yang esa tanpa pandang denominasi. Sebagai contoh, dalam bab XXV dari Pengakuan Iman Westminster tercantum kalimat "katolik atau Gereja semesta". Dengan tafsir kata "katolik" (semesta) semacam inilah gereja-gereja tersebut memaknai frasa "Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik" dalam syahadat Nikea, frasa "iman Katolik" dalam syahadat Atanasius, dan frasa "Gereja Katolik yang kudus" dalam syahadat para rasul. Istilah "Katolik Roma" atau "Gereja Katolik Roma" menyiratkan bahwa Gereja yang mengikuti Sri Paus dan berpusat di Roma bukanlah satu-satunya Gereja Katolik, dan bahwasanya gereja-gereja lain pun berhak disebut "Gereja Katolik", misalnya Gereja Anglikan. Asumsi semacam ini tidak diterima oleh Gereja Roma, yang lazim menyebut dirinya "Gereja Katolik" tanpa embel-embel lain, dan tidak mengakui kesahihan penggunaan nama ini oleh pihak lain. Istilah ini juga digunakan dengan makna gereja pelestari jawatan uskup yang masih dapat dirunut asal usulnya sampai pada para rasul, dan yang menganggap dirinya sebagai bagian dari satu kumpulan katolik (semesta) umat beriman. Gereja-gereja yang menganggap dirinya Katolik tetapi bukan Katolik Roma antara lain gereja-gereja Anglikan dan gereja-gereja Lutheran, yang menegaskan bahwa mereka adalah gereja-gereja yang Terbarukan sekaligus Katolik. Gereja Katolik Lama dan bermacam-macam jemaat yang disamaratakan dengan sebutan gereja-gereja Katolik Mandiri juga mengaku Katolik. Jemaat-jemaat Katolik Tradisionalis bukan saja menganggap dirinya "Katolik" melainkan juga "Katolik Roma sejati", sekalipun tidak menjalin persekutuan dengan Gereja Roma. Beberapa gereja menggunakan istilah "Katolik" sebagai tanda bahwa gereja mereka berbeda haluan dengan gereja-gereja Protestan yang bermazhab Kalvinis maupun Puritan, antara lain segolongan umat Anglikan yang lazim disebut umat Anglo-Katolik, jemaat-jemaat Neo-Lutheran pada abad ke-19, jemaat-jemaat Lutheran Gereja Tinggi atau gereja-gereja Katolik Injili pada abad ke-20, dan lain-lain. Umat Kristen Metodis dan Kristen Presbiterian meyakini bahwa cikal bakal denominasi mereka adalah para rasul dan Gereja Perdana, tetapi tidak mengaku sebagai penerus tatanan Gereja Purwa semisal jawatan uskup. Kendati demikian, kedua gereja ini meyakini bahwa mereka adalah bagian dari gereja katolik (semesta). Menurut Harper's New Monthly Magazine: Dengan demikian, ditinjau dari satu sudut pandang, bagi orang-orang yang "terbilang warga Gereja," istilah Katolik Metodis, atau Katolik Presbiterian, atau Katolik Baptis, adalah istilah-istilah yang sama wajarnya dengan istilah Katolik Roma. Istilah itu cuma berarti himpunan umat Kristen di seluruh dunia yang sepaham dengan mereka dalam urusan keagamaan, dan menerima format-format gerejawi yang sama pula. Kristen Katolik Mandiri Sebagian umat Katolik Mandiri mengakui bahwa uskup Roma adalah primus inter pares di antara para uskup, dan berkeyakinan bahwa konsiliarisme diperlukan untuk mengekang ultramontanisme. Kendati demikian, mereka tidak diakui sebagai umat Katolik oleh Gereja Katolik. Penghidaran pemakaian istilah Sejumlah gereja Protestan dengan sengaja menghindari pemakaian istilah ini, sampai-sampai ada banyak jemaat Lutheran yang nekat mengganti kata "katolik" dalam syahadat dengan kata "Kristen". Gereja-gereja Protestan di Indonesia memakai kata "am" (, ʿām) sebagai ganti istilah "Katolik" dalam syahadat. Gereja-Gereja Ortodoks memang turut prihatin terhadap klaim-klaim jawatan kepausan Katolik Roma, tetapi tidak sependapat dengan sebagian umat Protestan perihal hakikat Gereja sebagai satu tubuh. Sakramen Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus menginstitusikan tujuh sakramen, tidak lebih dan tidak kurang, baik menurut Kitab Suci maupun Tradisi Suci dan sejarah Gereja. Adapun sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik Roma sebagai berikut: Baptis Pengakuan dosa Ekaristi Penguatan/Krisma Imamat Pernikahan Pengurapan orang sakit Dalam ajaran Katolik, sakramen adalah berkat penyelamatan khusus yang oleh Yesus Kristus diwariskan kepada gereja. Santo Agustinus menyebut sakramen sebagai "tanda kelihatan dari rahmat Allah yang tidak kelihatan". Katolik di Indonesia Penyebaran agama Katolik sudah dimulai sejak kedatangan Portugis di Indonesia yang dilakukan oleh beberapa misionaris pada abad ke-16 dan abad ke-17 di bagian timur seperti di Maluku dan Flores, NTT. Agama katolik baru memasuki tanah Jawa pada masa pemerintahan Herman Willem Daendels di Batavia awal abad-19 dengan didirikan gereja pertama di sana pada tahun 1807 dan disertai dengan diakuinya oleh Vatikan. Pada tahun 2010, 6.907.873 orang (2.9%) dari total penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 orang, beragama Katolik. Baca juga Agama Kristen Daftar paus Gereja Katolik Lama Katekismus Gereja Katolik Katolikisme Tata Cara Anglikan Keterangan dan rujukan Keterangan Rujukan Lihat pula Kristen Protestan Agama Agama Kristen dari A - Z Alkitab Injil Katekismus Gereja Katolik Misa Mudika Sendangsono Goa Maria Yesus Kristus Yesuit Tokoh Katolik Pranala luar Kantor Waligereja Indonesia (KAWALI) Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) Situs Gereja Katolik Berita Gereja Berita Kristen Istilah dalam Gereja Katolik Roma
4275
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat
Salat
Salat (; , jamak , ejaan tidak baku: shalat, sholat atau solat) adalah salah satu jenis ibadah di dalam agama Islam yang dilakukan oleh Muslim. Kegiatan salat meliputi perkataan dan perbuatan yang diawali dengan gerakan takbir dan diakhiri dengan gerakan salam. Kedudukan salat di dalam Islam ialah sebagai rukun Islam yang kedua. Salat merupakan suatu ibadah yang istimewa di dalam Islam karena perintah pelaksanaannya diterima oleh Nabi Muhammad dari Allah secara langsung. Salat dijadikan sebagai penanda utama dalam status keimanan seorang muslim. Mengerjakan salat merupakan tanda awal keislaman sedangkan meninggalkan salat merupakan tanda awal kekafiran. Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad sebagai figur pengejawantahan perintah Allah. Dalil mengenai kewajiban pelaksanaan salat terdapat di dalam Al-Qur'an, hadis, maupun ijmak para ulama. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan salat ada sembilan, yaitu Islam, berakal, mumayyiz, bersuci, menutup aurat, bersih dari najis, mengetahui waktu pelaksanaan salat, menghadap ke kiblat, dan memiliki niat. Selain itu terdapat rukun salat yang jumlahnya sebanyak empat belas macam gerakan dan ucapan, serta delapan hal yang membatalkan salat. Salat secara umum terbagi menjadi dua jenis yaitu salat fardu dan salat sunah. Salat fardu terbagi menjadi 5 waktu tertentu yang dikerjakan setiap hari dan bersifat wajib. Sementara itu, salat sunah bersifat dianjurkan untuk dikerjakan pada waktu tertentu, khususnya pada hari raya Islam. Etimologi Kata salat merupakan kata serapan dalam bahasa Arab yaitu ṣalla. Kata ini merupakan turunan dari kata yuṣalli - ṣalātan. Secara bahasa, kata salat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti sebagai "doa". Dalam Surah At-Taubah ayat 103 menjadi landasan pemaknaan ini. Dalam ayat ini, kata salat dimaknai sebagai "doa". Pemaknaan salat sebagai "doa" juga diperoleh dari perbuatan dan ucapan yang diadakan selama kegiatan salat merupakan serangkaian doa. Sementara itu, secara istilah salat diartikan oleh para ulama sebagai serangkaian ucapan dan gerakan tertentu yang diawal dengan takbir dan diakhiri dengan gerakan salam. Gerakan takbir perlu didahului dengan niat dan memiliki persyaratan tertentu sebelum dilaksanakan. Abu Hanifah menambahkan makna salat ini dengan memberikan ciri umum gerakannya yaitu berdiri, rukuk, dan sujud. Hakikat Salat termasuk dalam ibadah yang tujuan pelaksanaannya hanya untuk menghambakan diri kepada Allah. Dalam pelaksanaan salat timbul suatu hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, dan Allah sebagai pencipta makhluk yaitu manusia. Hubungan ini disebutkan di dalam Al-Qur'an pada Surah Az-Zariyat ayat 56, Surah Yasin ayat 22, dan Surah Al-'An'am ayat 162. Pada Surah Az-Zariyat ayat 56 disebutkan bahwa manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah. Surah Yasin ayat 22 merupakan perenungan bahwa manusia akan kembali kepada Tuhannya sehingga tidak ada alasan untuk tidak beribadah kepada-Nya. Sementara itu, Surah Al-'An'am ayat 162 menjelaskan bahwa salat seorang muslim hanya dipersembahkan kepada Allah yang merupakan tuhan bagi seluruh alam. Dalil Dalil di dalam Al-Qur'an Kata salat hanya disebutkan 83 kali di dalam Al-Qur'an. Perintah mengerjakan salat terdapat dalam beberapa ayat yaitu Surah Al-Hajj ayat 77, Surah Al-Baqarah ayat 43 dan 238, Surah An-Nisa' ayat 103 serta Surah Al-'Ankabut ayat 45. Surah Al-Hajj ayat 77 tidak secara langsung memberikan perintah salat, tetapi menyebutkan dua gerakan salat yaitu rukuk dan sujud. Surah Al-Baqarah ayat 43 secara langsung memerintahkan salat dengan menyebutkan salah satu gerakan salat yaitu rukuk. Ayat ini juga disertai dengan perintah untuk melaksanakan ibadah lain yaitu zakat. Surah An-Nisa' ayat 103 menjelaskan bahwa salat merupakan kewajiban bagi orang yang beriman dengan waktu pelaksanaannya telah ditentukan. Manfaat salat kemudian disebutkan dalam Surah Al-'Ankabut ayat 45 yaitu untuk mencegah manusia melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Setelah perintah dan manfaat salat disampaikan, maka dalam Surah Al-Baqarah ayat 238, Allah memerintahkan untuk memelihara salat dan melaksanakannya dengan khusyuk hanya untuk Allah. Berikut ini adalah ayat-ayat lain yang membahas tentang salat di dalam Al-Quran, kitab suci agama Islam: Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: Hendaklah mereka mendirikan salat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan (Ibrahim 14:31). Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji (zina) dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-‘Ankabut 29:45). Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (Maryam 19:59). Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya (al-Ma’arij 70:19-23). Dalil di dalam hadis Perintah salat juga disampaikan di dalam hadis. Dalam periwayatan hadis dari Abdullah bin Umar, Nabi Muhammad mengatakan bahwa salah satu rukun islam adalah salat. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahmad. Terdapat pula sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, nabi Muhammad mengatakan bahwa salat merupakan ibadah pertama yang dihitung dalam pengadilan hari kiamat. Keberuntungan akan diperoleh oleh manusia yang melaksanakan salat dengan baik, sedangkan yang melaksanakan kerugian akan memperoleh kerugian dan kekecewaan. Nabi Muhammad juga memberikan analogi mengenai pentingnya salat bagi agama Islam dan umat muslim. Salat diumpamakan sebagai tiang yang menopang bangunan. Dalam analogi ini, bangunannya adalah Islam yang dibangun atas dasar jihad. Salat dijadikan sebagai pengokoh dasar keislaman dan penopang jalan mencapai jihad kepada Allah. Pensyariatan Allah memerintahkan pelaksanaan salat pada para nabi yang diutusnya antara lain Ibrahim, Ismail, Musa, Isa, dan Muhammad. Setiap nabi dan rasul yang diutus oleh Allah telah diberi perintah untuk mengerjakan salat dengan hukum wajib untuk dilaksanakan. Tata cara dan aturan dalam pelaksanaan salat oleh tiap nabi dan rasul kemungkinan berbeda-beda sesuai dengan perintah Allah. Salat telah dilaksanakan sejak masa kenabian Adam hingga masa kenabian Muhammad. Penyempurnaan aturan, bacaan dan gerakan salat diadakan ketika Nabi Muhammad mengalami peristiwa Isra Mikraj menuju ke Sidratulmuntaha. Perintah salat juga diberikan kepada Bani Israil, dan seluruh Ahli Kitab. Nabi Adam dan keturunannya Keterangan mengenai perintah dan pelaksanaan salat oleh Adam dan keturunannya tertera pada Surah Maryam ayat 59. Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa adam dan keturunannya bersujud dan menangis ketika dibacakan ayat-ayat Allah. Nabi Ibrahim Keterangan mengenai pelaksanaan salat oleh Nabi Ibrahim terdapat dalam Surah Ibrahim ayat 37. Dalam ayat ini, diketahui bahwa nabi Ibrahim memindahkan anak dan keturunannya ke sebuah lembah yang tandus dan tidak ditumbuhi oleh tumbuhan. Di tempat tersebut, Ibrahim membangun Ka'bah sebagai tempat pelaksanaan salat bagi dirinya dan anak keturunannya. Nabi Ishaq dan Ya'kub Di dalam Al-Qur'an juga disiratkan akan salat yang dilakukan oleh nabi Ishak dan Yakub: Nabi Muhammad Sejak awal diutusnya Nabi Muhammad, umat muslim telah diperintahkan oleh Allah untuk melaksanakan salat. Perintah ini disampaikan langsung di dalam Al-Qur'an. Salat lima waktu baru diwajibkan setelah terjadinya peristiwa Isra Mikraj. Dalam Isra Mikraj tersebut disebutkan bahwa Nabi Muhammad salat terlebih dahulu di Al-Jami' Al-Aqsha sebelum naik ke langit dan berjumpa dengan para nabi yang lainnya. Nabi Muhammad juga bertemu dengan Nabi Musa dan dia menceritakan bahwa umatnya yaitu Bani Israil, tidak mampu melakukan salat lima puluh waktu dalam sehari. Kiblat Kiblat merupakan salah satu ciri utama ibadah di dalam Islam yang tidak ditemukan pada agama lain. Ibadah pada agama lain tidak menetapkan satu lokasi tertentu yang menjadi pusat peribadatan. Sementara dalam Islam, setiap muslim hanya dibolehkan melaksanakan salat menghadap suatu tempat yang sama dan berlaku secara universal. Kiblat tidak menandakan tempat yang menjadi keberadaan Allah. Dalam konsep Islam, Allah selalu berada di tempat manapun. Tujuan penetapan kiblat hanya sebagai simbol persatuan umat muslim di seluruh dunia. Kiblat tidak dikenal oleh agama Abrahamik lainnya, yaitu Yahudi dan Kristen. Pada awal mulanya salat umat muslim berkiblat ke Al-Jami' al-Aqsha di Yerusalem sebelum akhirnya diperintah Allah untuk berpindah kiblat ke bangunan yang didirikan Nabi Ibrahim dan Ismail yaitu Ka'bah yang berada di dalam Masjidil Haram. Pengalihan arah kiblat ini terjadi ketika Nabi Muhammad dan para pengikutnya sedang melaksanakan salat di Madinah. Posisi salat pada saat itu menghadap ke utara sesuai dengan posisi dari Al-Jami' al-Aqsha. Setelah perubahan arah kiblat diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka kiblat salat berikutnya dialihkan ke arah selatan menghadap ke Ka'bah di Makkah. Proses pengalihan ini mulai dilakukan di penghujung hari, sehingga di permulaan hari, arah kiblat masih menghadap ke Al-Jami' al-Aqsha. Ayat Al-Qur'an yang memperjelas status Ka'bah sebagai kiblat umat Islam adalah Surah Al-Baqarah ayat 144, 149, dan 150. Ketiga ayat ini berisi perintah untuk memalingkan wajah ke arah Masjidil Haram. Pewahyuan ketiga ayat ini berlangsung pada bulan Rajab atau Syakban tahun ke-2 Hijriyah (624 Masehi). Posisi menghadap kiblat memiliki tiga tingkatan yang menjadi syarat penunaian salat secara benar. Masing-masing ialah ketetapan hati, perasaan diawasi oleh Allah, dan pemaknaan terhadap kalam Allah. Ketetapan hati berkaitan dengan penjagaan hati dan pikiran yang dapat mengurangi pahala salat. Pikiran dan hati selama salat dijaga dari hawa nafsu dan keraguan berlebihan. Perasaan diawasi oleh Allah ialah melaksanakan salat dengan pikiran selalu meyakini bahwa Allah mengetahui, mengamati dan mengawasi ibadah salat. Sedangkan pemaknaan terhadap kalam Allah berarti bahwa salat dilaksanakan dengan mengetahui makna bacaannya, serta makna ubudiahnya. Hukum Dalam Islam, salat merupakan suatu kewajiban yang dihukumi fardu ain bagi muslim yang telah baligh. Tiap muslim wajib melaksanakan salat selama ia masih hidup. Dalil mengenai kewajiban salat terdapat di dalam Al-Qur'an maupun hadis. Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan keras kepada orang yang suka meninggalkan salat wajib, mereka akan dihukumi menjadi kafir dan mereka yang meninggalkan salat maka pada hari kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang, seperti Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. Hukum salat secara umum terbagi menjadi dua yaitu wajib dan sunah. Salat yang wajib dikerjakan disebut salat fardu, sedangkan yang sunah untuk dikerjakan disebut salat sunah. Kondisi khusus Dalam situasi dan kondisi tertentu kewajiban melakukan salat diberi keringanan tertentu. Misalkan saat seseorang sakit dan saat berada dalam perjalanan. Bila seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak bisa berdiri maka ia dibolehkan melakukan salat dengan posisi duduk, sedangkan bila ia tidak mampu untuk duduk maka ia diperbolehkan salat dengan berbaring. Bila dengan berbaring ia tidak mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat melakukannya dengan isyarat. Sedangkan bila seseorang sedang dalam perjalanan, ia diperkenankan menggabungkan (jamak) atau meringkas (qashar) salatnya. Menjamak salat berarti menggabungkan dua salat pada satu waktu yakni salat zuhur dengan salat asar atau salat magrib dengan salat isya. Mengqasar salat berarti meringkas salat yang tadinya 4 rakaat (zuhur, asar, isya) menjadi 2 rakaat. Persyaratan Syarat-syarat salat adalah hal-hal yang harus dipenuhi sebelum salat ditunaikan. Jenis syarat dalam salat dibagi berdasarkan kemampuan dari dalam diri individu maupun pengamatan dari luar diri individu. Syarat yang harus dimiliki di dalam diri individu meliputi beragama Islam, baligh, berakal sehat, dan mengetahui rukun salat. Sementara syarat yang berasal dari luar individu ialah kebersihan dan kesucian dari hadas dan najis, ketepatan waktu pelaksanaan salat serta posisi salat menghadap kiblat. Beragama Islam Syarat sahnya salat yang paling pertama adalah pelaksananya harus meyakini kebenaran agama Islam. Salat seseorang dianggap tidak sah ketika dirinya menjadi kafir. Orang kafir yang kembali beragama Islam wajib mengqada salat-salatnya agar dapat kembali menjadi sah. Keterangan ini diperoleh dari Surah Al-Baqarah ayat 217. Sebaliknya, mualaf tidak diwajibkan mengqada salat yang ditinggalkannya selama masih menjadi kafir. Dosa-dosa selama masih menjadi kafir diampuni oleh Allah sesuai keterangan pada Surah Al-Anfal ayat 38. Balig Tanda balig bagi manusia adalah sama dengan tanda memasuki masa pubertas. Bagi laki-laki, tanda ini berupa terjadinya mimpi basah. Sementara bagi wanita, tanda balig adalah terjadinya menstruasi. Sebelum mencapai usia balig, salat belum berstatus sebagai kewajiban, tetapi setelah mencapai usia balig maka status salat menjadi wajib. Anak yang belum mencapai masa pubertas dibebaskan dari kewajiban melaksanakan salat. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Muhammad bin Isa at-Tirmidzi dan Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Wudhu Sebelum melaksanakan salat, tiap muslim wajib melakukan wudu. Caranya adalah dengan membersihkan bagian tubuh tertentu menggunakan air. Wudu mejadi syarat wajib sebelum melaksanakan salat wajib maupun salat sunah. Syarat pelaksanaan wudu adalah berislam, berakal sehat, menggunakan air suci, dan tidak berpenghalang. Makna berakal sehat ialah mampu membedakan antara hal yang baik dengan hal yang buruk. Sementara itu, air suci adalah air yang belum pernah digunakan untuk kegunaan lain, misalnya air hujan, air laut, air sungai, salju yang mencair, dan air dari tangki atau kolam besar. Penghalang di dalam wudu adalah najis atau hadas. Penghalang ini terbagi menjadi dua yaitu penghalang lahir dan penghalang biologis. Penghalang lahir misalnya kotoran yang menempel di sela-sela kuku, sedangkan penghalang biologis misalnya haid dan nifas bagi wanita. Syarat tambahan diberikan kepada orang dengan penyakit yang membuatnya selalu berhadas. Bagi penderita penyakit selalu berhadas, wudu dilakukan setiap memasuki waktu salat. Penyakit berhadas ini misalnya keputihan dan tidak mampu menahan buang air kecil. Wudu dimulai dengan niat dan kemudian dilanjutkan dengan membasuh kedua telapak tangan. Selanjutnya yang dibasuh adalah bagian muka, kedua telapa tangan hingga mencapai siku, mengusap bagian kepala dan membasuh kedua telapak kaki hingga tumit. Pelaksanaan wudu ini dilakukan secara berurutan. Wudu dapat menjadi batal akibat beberapa hal. Penyebab paling umum adalah keluarnya kotoran dari anus atau alat kelamin. Penyebab berikutnya adalah tidur dengan posisi tubuh tengkurap atau kaki terangkat. Wudu juga dapat batal akibat orang yang berwudu kehilangan akal sehat akibat mabuk, sakit, epilepsi, atau gila. Batalnya wudu juga disebabkan karena bersentuhan langsung antara kulit dengan kulit pada orang yang bukan mahram. Keberadaan atau ketidakberadaan hawa nafsu tidak mempengaruhi pembatalan wudu. Kondisi terakhir yang dapat membatalkan wudu adalah menyentuh lubang anus sendiri maupun orang lain baik dalam keadaan hidup atau telah meninggal. Rukun shalat Rukun salat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat salat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka salat pun tidak sah berdasarkan syariat Islam dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi. Berdiri bagi yang mampu. Niat dalam hati. Takbiratul ihram. Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat. Rukuk dan thuma’ninah. I'tidal setelah rukuk dan thuma'ninah. Sujud dua kali dengan tumakninah. Duduk antara dua sujud dengan tumakninah. Duduk tasyahud akhir membaca tasyahud akhir. Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir. Membaca salam yang pertama. Tertib melakukan rukun secara berurutan. Takbir Pengucapan kata "akbaaar" atau di panjangkan di dalam takbir ketika salat tidaklah diperbolehkan. Larangan ini berlaku secara mutlak serta berlaku pula di dalam azan. Pemanjangan ucapan "akbaaar" dapat mengubah arti dari kata tersebut. Kata akbar ketika dipanjangkan menjadi akbâr akan berarti sejenis tanaman atau bedug yang hanya punya satu sisi pukul. Selain itu, imam salat yang memanjangkan kata "akbar" dapat membuat makmum mendahuluinya dalam rukun salat. Makmum dalam artian ini menyelesaikan pengucapan takbir sebelum imam, sehingga melanggar rukun salat. Jenis Berdasarkan hukumnya Salat nawafil Salat nawafil adalah salat tambahan selain salat fardu. Salat nawafil ini terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu salat sunah, salat mustahab dan salat tathawwu'. Ketiga tingkatan ini sering disatukan menjadi satu yaitu salat sunah, tetapi ketiganya tetap memiliki perbedaan. Salat sunah merupakan salat tambahan yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad semasa hidupnya secara terus-menerus. Salat mustahab adalah salat yang diketahui pelaksanaanya di dalam hadis, tetapi pelaksanaannya secara terus-menerus tidak terdapat di dalam hadis. Sementara itu, salat tathawwu' merupakan salat yang tidak terdapat dalam hadis maupun dicontohkan oleh para sahabat, tabiin dan tabi'ut tabi'in. Salat tathawwu' hanya dikerjakan sebagai bentuk pendekatkan diri seorang hamba kepada Allah. Kesalahan dalam penyebutan ketiga jenis salat nawafil ini tidak membuat seorang muslim berdosa selama mereka memahami makna dari ketiganya. Salat sunah adalah salat-salat yang dianjurkan untuk dikerjakan, akan tetapi tidak diwajibkan. Seorang muslim tidak berdosa ketika tidak melaksanakan salat sunah, sedangkan melaksanakannya berarti memperoleh pahala. Salat sunah terbagi lagi menjadi dua, yaitu salah sunah muakkad dan salat sunah ghairu muakkad. Salat sunah muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya dan salat tarawih. Sedangkan salat sunah ghairu muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa anjuran dengan penekanan yang kuat. Contoh salat sunah ghairu muakkad yaitu salat rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana). Salat fardu Fardu, Salat fardhu ialah salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu: Fardu ain adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukalaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti salat lima waktu dan salat Jumat (fardu 'ain untuk pria). Fardu kifayah adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukalaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan, seperti salat jenazah. Salat berjamaah Salat tertentu dianjurkan untuk dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Dalam pelaksanaannya setiap Muslim diharuskan mengikuti apa yang telah Nabi Muhammad ajarkan, yaitu dengan meluruskan dan merapatkan barisan, antara bahu, lutut dan tumit saling bertemu. Pada salat berjamaah seseorang yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk sebagai imam salat, dan yang lain akan berlaku sebagai makmum. Berikut ini adalah jenis-jenis hukum salat berjamaah: Salat yang harus/wajib dilakukan secara berjamaah antara lain: Salat Jumat Salat yang disunahkan secara berjamaah maupun sendiri antara lain: Salat fardu Salat jenazah Salat Tarawih Salat Witir (pada bulan Ramadan) Salat dua Hari Raya Salat Istisqa (meminta hujan) Salat dua gerhana Salat yang tidak disunahkan berjamaah antara lain: Salat Tahajud Salat Witir (pada selain bulan Ramadan) Salat Rawatib dll. Salat fardu Salat yang mula-mula diwajibkan bagi Nabi Muhammad dan para pengikutnya adalah salat malam, yaitu sejak diturunkannya Surat al-Muzzammil (73) ayat 1-19. Setelah beberapa lama kemudian, turunlah ayat berikutnya, yaitu ayat 20: Dengan turunnya ayat ini, hukum salat malam hukumnya menjadi sunnah. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini, "Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban salat malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam. Kemakruhan dan keharaman Waktu dan tempat Waktu salat yang diberi hukum terlarang adalah pada salat sunnah, dengan pengecualian. Larangan salat ini dikarenakan meniru perbuatan orang munafik. Waktu pelaksanaannya ada beberapa yaitu: Setelah salat subuh hingga matahari terbit Saat matahari terbit hingga baru mencapai sepenggalah Posisi matahari tepat berada di atas tubuh, sehingga bayang-bayang tepat berada di bawah tubuh. Kemakruhan ini dikecualikan untuk hari Jumat. Setelah shalat asar hingga matahari terbenam. Saat matahari terbenam hingga langit gelap sempurna. Pengecualian terhadap waktu terlarang cukup banyak. Beberapa salat yang boleh didirikan dalam waktu terlarang tersebut antara lain ketika seseorang lupa, salat dua rakaat tawaf, salat jenazah, salat tahiyat masjid, salat gerhana, atau saat akan mengganti salat fardu yang terlewat (qadha). Keharaman juga berlaku pada tempat salat. Terdapat beberapa tempat salat yang membuat hukum salat menjadi haram. Berdasarkan kelayakannya sebagai tempat ibadah, haram melaksanakan salat berlaku di pemandian, tempat berganti pakaian, dan peternakan. Salat haram didirikan di tempat yang memiliki banyak najis seperti tempat penyembelihan hewan, kakus, dan tempat pembuangan akhir. Ada pula tempat yang juga dimakruhkan atau bahkan diharamkan untuk salat karena mengganggu publik atau dimurkai oleh Allah. Tempat salat yang haram akibat mengganggu publik adalah di jalan raya yang masih digunakan, lembah yang rawan banjir, pasar, atau di muka publik. Adapun tempat salat yang dimurkai Allah adalah di tempat ibadah umat nonmuslim atau di tempat maksiat. Salat haram dilakukan di pemakaman karena menurut tradisi Islam, salat di atasnya dianggap menyembah kubur. Pengecualian haramnya salat di pemakaman berlaku untuk salat jenazah, jika jenazah akan segera dikuburkan setelahnya. Salat juga haram dilakukan di bagian atap Ka'bah, karena bagian tersebut dianggap tanpa arah. Akan tetapi salat dianggap sah jika dilakukan di dalamnya. Tempat salat yang dianggap makruh adalah tempat yang banyak dipajang gambar atau lukisan. Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, seorang ulama klasik Islam, menganggap bahwa tempat yang seperti ini layak dimakruhkan daripada kamar mandi. Bahkan gambar-gambar diyakini, menurut tradisi Islam, adalah sumber perbuatan syirik. Pakaian Dalam salat, baik laki-laki maupun perempuan diharamkan menggunakan pakaian yang ketat. Pelarangan ini dikarenakan pakaian ketat membuat aurat terlihat melalui lekuk tubuh. Manfaat Memelihara kesehatan tubuh manusia Salat merupakan sebuah ibadah yang memiliki gerakan-gerakan tertentu. Setiap gerakan salat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Gerakan wudu sebelum salat serta pelaksanaan salat membuat akupunktur dan pemijatan alami bagi tubuh manusia melalui sentuhan. Daerah akupunktur ini terbagi menjadi 12 titik di telapak tangan, 24 titik pada wajah, 8 titik pada lengan, 24 titik pada kepala, dan 13 titik pada kaki. Gerakan-gerakan salat juga mencegah beberapa penyakit timbul pada manusia. Gerakan berdiri setelah sujud atau rukuk membuat saraf pada bagian otak dan punggung manusia terkendurkan. Hal ini membuat tubuh manusia lebih sulit terkena penyakit yang berkaitan dengan ruas tulang punggung. Pada posisi sujud, terjadi kontraksi pada otot-otot dan terjadi pemijatan pada bagian pembuluh darah dan saraf di bagian kelenjar getah bening serta mencegah pengerutan pada bagian pembuluh darah. Sementara itu, pada gerakan duduk tasyahud, terjadi pemijatan pada bagian pusat otak ruas tulang punggung, bahu, mata, dan jari kaki. Sedangkan pada gerakan salam, terjadi penguatan otot leher dan kepala selama kepala menoleh ke kanan dan ke kiri. Lihat pula Rukun Islam Taharah Azan Zikir Catatan Referensi Catatan kaki Daftar pustaka Pranala luar Pentingnya Salat dalam Islam Tata Cara Salat Beserta Bacaan Bacaan Niat Salat Fardhu Rukun-rukun salat di situs web Muslim Kata dan frasa Arab Ibadah Islam
4276
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat%20Fardu
Salat Fardu
Salat Fardu adalah salat dengan status hukum Fardu, yakni wajib dilaksanakan. Salat Fardhu sendiri menurut hukumnya terdiri atas dua golongan yakni: Fardhu 'Ain yakni yang diwajibkan kepada individu. Termasuk dalam salat ini adalah salat lima waktu dan salat Jumat untuk pria. Fardhu Kifayah yakni yang diwajibkan atas seluruh muslim namun akan gugur dan menjadi sunnat bila telah dilaksanakan oleh sebagian muslim yang lain. Yang termasuk dalam kategori ini adalah salat jenazah. Lihat pula Salat sunah Salat lima waktu Catatan kaki
4277
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat%20sunah
Salat sunah
Salat sunah adalah beragam jenis salat yang dianjurkan untuk dikerjakan, akan tetapi tidak diwajibkan. Seorang muslim tidak berdosa ketika tidak melaksanakan salat sunah, sedangkan melaksanakannya berarti memperoleh pahala. Salat sunah terbagi lagi menjadi dua, yaitu salah sunah muakkad dan salat sunah ghairu muakkad. Salat sunah muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya muslim dan salat tarawih. Sedangkan salat sunah ghairu muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa anjuran dengan penekanan yang kuat. Salat sunah merupakan salah satu jenis dari salat nawafil yang dibedakan dari salat mustahab dan salah tathawwu'. Jenis Salat sunah menurut hukumnya terdiri atas dua golongan yakni: Salat sunah muakkad, adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witr dan salat sunah thawaf. Salat sunah ghairu muakkad, adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana). Pembagian Menurut Pelaksanaan Salat sunah ada yang dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) di antaranya: Salat Rawatib Salat Tahiyatul Wudhu Salat Istikharah Salat Mutlaq Salat Tahiyatul Masjid Salat Tahajud Salat Hajat Salat Awwabin Salat Tasbih Salat Taubat Sedangkan yang dapat dilakukan secara berjamaah antara lain: Salat Tarawih Salat Id Salat Gerhana Salat Istisqa Salat Duha Waktu terlarang Beberapa salat sunah dilakukan terkait dengan waktu tertentu namun bagi salat yang dapat dilakukan pada waktu yang bebas (misal:salat mutlaq) maka harus memperhatikan bahwa terdapat beberapa waktu yang padanya haram dilakukan salat: Matahari terbit hingga ia naik setinggi tombak Matahari tepat di puncaknya Zenit hingga ia mulai condong Sesudah ashar sampai matahari terbenam Sesudah subuh Ketika matahari terbenam hingga sempurna terbenamnya Referensi Catatan kaki Daftar pustaka Bacaan lanjutan Kumpulan Salat-Salat Sunnat, Drs. Moh. Rifa'i, CV Toha Putra, Semarang, 1993 Buku SMP Agama Islam, Rafi Vadra Addani, Surabaya
4283
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat%20Awwabin
Salat Awwabin
Salat Awwabin adalah satu jenis salat sunah. Awwabin sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti (orang yang sering bertaubat). Ada perbedaan pendapat mengenai salat ini dikalangan para ulama. Ada yang mengatakan bahwa salat awwabin dilakukan antara waktu magrib dan isya, sementara yang lain mengatakan salat awwabin adalah nama lain dari salat duha. Hadis terkait "Salatnya orang-orang awwabin (yang sering bertaubat kepada Allah) adalah ketika anak unta merasa kepanasan" (HR. Muslim: 848) "Tidak ada yang menjaga salat duha kecuali orang awwab (sering bertaubat). Rasulullah bersabda: "Itu adalah salatnya orang-orang yang sering bertaubat" (HR Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya: 1224, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/313 Ath Thabarani dalam Al-Ausath: 4322. Disahihkan Al Hakim dan disepakati Adz-Dzahabi. Dan dihasankan Al-Albani dalam silsilah Ash-Shahihah no. 707). Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata:" Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang salat Duha. Ia bersabda,'Salat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari)' ". (HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi) Keutamaan Salat awwabin menjadi salat yang dilakukan sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Al-Barra' bin Azib dari ayahnya disebutkan bahwa dalam suatu perjalanan, Nabi Muhammad mengucapkan bahwa mereka merupakan orang yang bertaubat dengan beribadah kepada Allah sebagai bentuk rasa syukur terhadapNya. Keutamaan dari salat awwabin adalah sama dengan melaksanakan ibadah selama 12 tahun. Keterangan ini diperoleh dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah. Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa salat sebanyak empat rakaat setelah salat magrib tanpa percakapan buruk di antara salat tersebut akan memperoleh pahala ibadah yang sama dengan 12 tahun. Keutamaan lain dari salat awwabin adalah dibangunkan sebuah tempat tinggal di surga. Syarat untuk memperoleh keutamaan ini adalah melaksanakan salat awwabin sebanyak 20 rakaat di antara salat maghrib dan salat isya. Keterangan ini diperoleh dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Aisyah. Referensi Pranala luar Salat Awwabin, milis assunnah Salat Dhuha, syariah online Awwabin
4288
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat%20Tasbih
Salat Tasbih
Salat tasbih merupakan salat Sunnah yang di dalamnya pelaku salat akan membaca kalimat tasbih (kalimat "Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar") sebanyak 300 kali (4 raka'at masing-masing 75 kali tasbih). Salat ini diajarkan Rasulullah SAW kepada pamannya, Abbas bin Abdul Muthallib. Terdapat hadits yang menerangkan shalat tasbih, diantaranya hadits Ibnu 'Abbas radhiallahu'anhu, yang lafazh-nya diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan-nya (1297), seperti berikut:Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul Muththalib, "Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku ajari sepuluh sifat (pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni dosamu; dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru, dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa). Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap rakaat engkau membaca al-Fatihah dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah selesai membaca (surat) pada awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca, ‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud, ketika sujud engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Maka itulah 75 (dzikir) pada setiap satu rakaatnya. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu melakukan (shalat) itu setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka (lakukan) setiap tahun sekali! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) sekali dalam umurmu" Hikmah Hikmah salat adalah dapat mencegah perbuatan keji dan kemungkaran, tentu saja dari salat tasbih yang dilakukan dengan hati yang ikhlas diharapkan akan dapat pula seseorang yang melakukannya dicegah atau terjaga dari perbuatan-perbuatan yang keji lagi mungkar. Cara pengerjaan Niat salat ini, sebagaimana juga salat-salat yang lain cukup diucapkan di dalam hati dan tidak perlu dilafalkan, tidak terdapat riwayat yang menyatakan keharusan untuk melafalkan niat akan tetapi yang terpenting adalah dengan niat hanya mengharapkan Ridha Allah Ta'ala semata dengan hati yang ikhlas dan khusyu. Salat tasbih dilakukan 4 raka'at (jika dikerjakan siang maka 4 raka'at dengan sekali salam, jika malam 4 raka'at dengan dua salam) sebagaimana salat biasa dengan tambahan bacaan tasbih pada saat-saat berikut: Bacaan Tasbih SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WALA ILAHA ILLALLAHU ALLAHU AKBARArtinya: "Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar." Perbedaan pendapat ulama Para ulama berbeda pendapat mengenai salat tasbih, berikut adalah beberapa pendapat mereka: Pertama: salat tasbih adalah mustahabbah (sunnah) Kedua: salat tasbih boleh dilaksanakan (boleh tetapi tidak disunnahkan) Ketiga: salat tersebut tidak disyariatkan Referensi Catatan kaki Bacaan lanjutan Kumpulan Salat-Salat Sunnat, Drs. Moh. Rifa'i, CV Toha Putra, Semarang, 1993 Cara, niat, dan doa shalat tasbih di Pondok Pesantren Al-Badar Parepare Tuntunan salat sunnat, Dzikir.org Konsultasi Salat Tasbih di SyariahOnline (Indonesia) Tata Cara Shalat Tasbih Tata Cara Shalat Tasbih Riwayat Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas Beserta Doa Arab dan Latin tasbih
4296
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat%20Tahajud
Salat Tahajud
Salat Tahajud () adalah salat sunah muakad yang didirikan pada malam hari atau malam menjelang pagi/ sepertiga malam (dini hari) setelah terjaga dari tidur. Salat ini bukanlah bagian dari salat lima waktu yang diwajibkan bagi umat Muslim dan dapat dikerjakan sedikitnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas. Bukti dalam al-Qur'an Pada mula-mula, salat ini diwajibkan oleh Allah, pada firmannya di Surah Al-Muzzammil ayat 2: Namun, setelah turunnya ayat 20 dalam surah ini, Allah meringankannya sebagai sunah. Dalam karyanya yang terkenal, Fiqh As-Sunnah, Sayyid Sabiq Sheikh menguraikan tentang salat tahajjud sebagai berikut: Allah swt berfirman sebagai berikut: Perintah ini secara khusus ditujukan kepada Muhammad, tetapi juga mengacu kepada semua Muslim, karena Muhammad adalah teladan yang sempurna dan panduan bagi mereka dalam segala hal. Selain itu, melakukan salat Tahajud teratur memenuhi syarat sebagai salah satu dari orang-orang benar dan seseorang yang mendapatkan karunia dan kemurahan Allah. Dalam memuji mereka yang melakukan salat malam, Allah berfirman: Dalam hadis Selain ayat-ayat al-Qur'an, hadis juga menjelaskan keutamaan salat Tahajud: Dalam beragam riwayat hadis, salat ini juga disebut sebagai Qiyamul Layl (berdiri [di waktu] malam), Ṣalatul Layl (salat malam), dan Tahajjud. Waktu Tahajud dilakukan setelah bangun tidur pada waktu malam. Tahajud dapat didirikan saat sepertiga malam awal, tengah, maupun akhir, tetapi dasarnya didirikan setelah mendirikan salat wajib Isyak. Ibnu Hajar mengatakan sebagai berikut: "Waktu terbaik mendirikan tahajud adalah sepertiga malam terakhir." (Abu Hurairah: Fiqh) Dari Umar bin Anbasah, Nabi Muhammad bersabda: Jumlah rakaat Tahajjud tidak memiliki jumlah rakaat tertentu yang harus dilakukan, dan dapat dikerjakan tidak terbatas rakaat. Namun, salat tahajud didirikan sekurang-kurangnya dua rakaat, dilanjutkan dengan witir sebagaimana Rasulullah mengerjakannya. Diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah bersabda: Pengaruh terhadap kesehatan Salat tahajud diketahui mampu mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung atau tekanan darah tinggi. Kebiasaan tidur tidak teratur (baik kurang tidur maupun terlalu lama tidur) dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Manfaat Dalam Islam, seorang muslim memperoleh beberapa manfaat dari salat tahajud. Manfaat ini antara lain yaitu dimasukkan ke dalam golongan orang yang bertakwa dan ahli surga, memperoleh pahala salat sunnah yang terbaik, digolongkan sebagai orang saleh, dan dijadikan sebagai manusia yang sebaik-baiknya. Muslim yang melaksanakan salah tahajud digolongkan sebagai orang yang bertakwa dan ahli surga berdasarkan firman Allah dalam Surah Az-Zariyat ayat 15–18. Ayat ini menyebutkan bahwa orang yang sedikit tidur pada waktu malam untuk memohon ampunan dari Allah hingga waktu sebelum fajar akan dimasukkan ke dalam taman-taman surga sebagai balasan atas kebaikannya tersebut. Salat tahajud merupakan salat sunnah terbaik berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Melaksanakan salat tahajud juga menandakan seseorang termasuk golongan orang saleh berdasarkan salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dalam hadits ini disebutkan bahwa melaksanakan salat tahajud merupakan kebiasaan dari orang-orang saleh di waktu malam. Sedangkan salat tahajud sebagai penanda sebagai sebaik-baiknya manusia. Haditsnya diiriwayatkan oleh Al-Bukhari dan membahas Abdullah bin Umar mengenai salat tahajud berdasarkan perintah Nabi Muhammad untuk menjadi sebaik-baiknya manusia. Referensi Bacaan terkait Kumpulan Shalat-Shalat Sunnat, Drs. Moh. Rifa'i, CV Toha Putra, Semarang, 1993 Tahajud
4299
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat%20Tawaf
Salat Tawaf
Salat Sunnah Tawaf adalah salat sunnah dua rakaat yang dikerjakan setelah selesai mengerjakan tawaf. Salat sunnah tawaf dilakukan di maqam Ibrahim. Pranala luar http://www.epondok.com.my/epondok/ibadatsunat/stawaf.html tawaf
4300
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat%20Witir
Salat Witir
Salat Witir () adalah salat sunah yang dikerjakan pada waktu malam hari antara setelah waktu isya dan sebelum waktu salat Subuh, dengan rakaat ganjil. Salat ini dilakukan setelah salat lainnya, seperti tarawih dan tahajjud), hal ini didasarkan pada sebuah hadis. Salat ini dimaksudkan sebagai pemungkas waktu malam untuk "mengganjili" salat-salat yang genap, karena itu, dianjurkan untuk menjadikannya akhir salat malam. Hukum Salat Witir Salat sunah witir adalah sunah muakad. Dasarnya adalah hadis Abu Ayyub Al-Anshaari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda, “Witir adalah hak atas setiap muslim. Barangsiapa yang suka berwitir tiga rakaat hendaknya ia melakukannya, dan barangsiapa yang berwitir satu rakaat, hendaknya ia melakukannya” Dari Ubay Bin Ka’ab, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi biasa membaca dalam salat witir: Sabbihis marobbikal a’la (di raka'at pertama -red), kemudian di raka'at kedua: Qul yaa ayyuhal kaafiruun, dan pada raka'at ketiga: Qul huwallaahu ahad, dan dia tidak salam kecuali di raka'at yang akhir.” (Hadits riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah) Penjelasan: Perkataan Ubay Bin Ka’ab, “dan dia tidak salam kecuali di raka'at yang akhir”, jelas ini menunjukkan bahwa tiga raka'at salat witir yang dikerjakan nabi itu dengan satu kali salam. Aisyah radhiallahu ‘anha menerangkan tentang salatnya Rasul di bulan Ramadhan, “Rasul tidak pernah salat malam lebih dari 11 raka'at, baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, yaitu dia salat 4 raka'at, maka jangan engkau tanya tentang bagus dan lama salatnya, kemudian dia salat 4 raka'at lagi, maka jangan engkau tanya tentang bagus dan lama salatnya, kemudian dia salat witir 3 raka'at.” (Hadits riwayat Bukhori 2/47, Muslim 2/166) Demikian juga dengan hadits Ali Radhiyallahu ‘anhu ketika ia berkata: “Witir tidaklah wajib sebagaimana salat fardhu. Akan tetapi ia adalah sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah ” Di antara yang menunjukkan bahwa witir termasuk sunah yang ditekankan (bukan wajib) adalah riwayat shahih dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa ia menceritakan:” Ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Nejed yang datang menemui Rasulullah dengan rambut acak-acakan. Kami mendengar suaranya, tetapi kami tidak mengerti apa yang diucapkannya, sampai dekat, ternyata ia bertanya tentang Islam. Ia berkata “ Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku salat apa yang diwajibkan kepadaku?” Dia menjawab: “Salat yang lima waktu, kecuali engkau mau melakukan sunah tambahan”. Lelaki itu bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku puasa apa yang diwajibkan kepadaku?” Dia menjawab; “Puasa di bulan Ramadan, kecuali bila engkau ingin menambahkan”. Lelaki itu bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku zakat apa yang diwajibkan kepadaku?” Dia menjawab: (menyebutkan beberapa bentuk zakat). Lelaki itu bertanya lagi: ‘Apakah ada kewajiban lain untuk diriku?” Dia menjawab lagi: “Tidak, kecuali bila engkau mau menambahkan’. Rasulullah memberitahukan kepadanya syariat-syariat Islam. Lalu lelaki itu berbalik pergi, sambil berujar: “Semoga Allah memuliakan dirimu. Aku tidak akan melakukan tambahan apa-apa, dan tidak akan mengurangi yang diwajibkan Allah kepadaku sedikitpun. Maka Rasulullah bersabda: “Sungguh ia akan beruntung, bila ia jujur, atau ia akan masuk surga bila ia jujur” Juga berdasarkan hadis Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi pernah mengutus Muadz ke Yaman. Dalam perintahnya: “Beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka salat lima waktu sehari semalam. Kedua hadits ini menunjukkan bahwa witir bukanlah wajib. Itulah madzhab mayoritas ulama. Salat witir adalah sunnah yang ditekankan sekali. Oleh sebab itu Rasulullah tidak pernah meninggalkan salat sunnah witir dengan sunnah Shubuh ketika bermukim atau ketika bepergian. Keutamaan Salat Witir Keutamaan salat witir dikaitkan dengan beberapa hadits. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Allah itu berjumlah witir (ganjil) sehingga Ia mencintai sesuatu yang witir. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, salat witir menjadi salat penutup bagi salat di waktu malam. Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, salat witir merupakan salat yang pelaksanaannya disaksikan. Witir memiliki banyak sekali keutamaan, berdasarkan hadits Kharijah bin Hudzafah Al-Adwi. Ia menceritakan Rasulullah pernah keluar menemui kami. Dia bersabda “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menambahkan kalian dengan satu salat, yang salat itu lebih baik untuk dirimu daripada unta yang merah, yakni salat witir. Waktu pelaksanaannya Allah berikan kepadamu dari sehabis Isya hingga terbit Fajar” [8] Di antara dalil yang menujukkan keutamaan dan sekaligus di sunnahkannya salat witir adalah hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu bahwa menceritakan: ”Rasulullah pernah berwitir, kemudian bersabda: “Wahai ahli Qur’an lakukanlah salat witir, sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil” Rakaat Salat Salat witir dapat dilaksanakan satu, tiga, lima rakaat atau jumlah lain yang ganjil langsung dengan sekali salam. tetapi jumhur ulama berpendapat bahwa salat witir dilaksanakan dengan satu kali salam tiap dua rakaat dan terakhir satu kali salam satu rakaat. sebagai contoh apabila salat witir satu rakaat saja maka satu rakaat satu kali salam. apabila salat witir tiga rakaat maka dilaksanakan dua rakaat satu kali salam di tambah satu rakaat satu kali salam. apabila salat witir lima rakaat maka dilaksanakan empat rakaat dua kali salam ditambah satu rakaat satu kali salam.apabila salat witir tujuh rakaat maka dilaksanan enam rakaat tiga kali salam ditambah satu rakaat satu kali salam. Doa Doa sesudah salat witir Allahumma innaa nas’aluka iimaanan daa’iman, wa nas’aluka qalban khaasyi’an wa nas’aluka ‘ilman naafi’an, wa nas’aluka yaqiinan shaadiqan, wa nas’aluka ‘amalan shaalihan, wa nas’aluka dinan qayyiman, wa nas’aluka khairan katsiiran, wa nas’alukal-‘afwa wal-‘aafiyah, wa nas’aluka tamaamal-‘aafiyah, wa nas’alukasy-syukra ‘alal-‘aafiyati wa nas’alukal-ghinaa’a ‘anin-naas. Allahumma rabbanaa taqabbal minnaa shalaatanaa wa shiyaamanaa wa qiyaamanaa wa takhasysyu’anaa wa tadharru’anaa wa ta’abbudanaa wa tammim taqshiiranaa yaa Allaah ya Allaah ya Allaah ya arhamar-raahimiin, wa shallallahu ‘alaa khairi khalqihi Muhammadin wa a’alaa aalihi wa shahbihii ajma’iina walhamdulillahi rabbil-‘aalamiin. Artinya: “Ya Allah ya Tuhan kami, kami memohon kepada-Mu (mohon diberi) iman yang langgeng, dan kami mohon kepada-Mu hati kami yang khusyuk, dan kami mohon kepada-Mu diberi-Nya ilmu yang bermanfaat, dan kami mohon ditetapkannya keyakinan yang benar, dan kami mohon (dapat melaksanakan) amal yang shaleh, dan kami mohon tetap dalam dalam agama Islam, dan kami mohon diberinya kebaikan yang melimpah-limpah, dan kami mohon memperoleh ampunan dan kesehatan, dan kami mohon kesehatan yang sempurna, dan kami mohon mensyukuri atas kesehatan kami, dan kami mohon kecukupan. Ya Allah, Ya Tuhan kami, terimalah salat kami, puasa kami, rukuk kami, dan khusyuk kami dan pengabdian kami, dan sempurnakanlah apa yang kami lakukan selama salat ya Allah, ya Allah, ya Allah Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang.” Waktu Pelaksanaan Para ulama sama pendapat mengenai seseorang yang berwitir pada awal malam lalu tidur dan bangun di akhir malam dan melakukan sholat. Sebagian ulama berpendapat bahwa batal witir yang telah dilakukannya pada awal malam dan di akhir malam ia menambahkan satu rakaat pada sholat witirnya, karena ada hadist yang mengatakan "tidak ada witir dua kali dalam semalam". Witir artinya ganjil, kalau ganjil dilakukan dua kali menjadi genap dan tidak witir lagi, maka ditambah satu rakaat agar tetap witir. Pendapat in diikuti imam Ishaq dll. Redaksi hadist tersebut sbb: Dari Qais bin Thalk berkata suatu hari aku kedatangan ayahnya Thalq bin Ali pada hari Ramadhan, lalu dia bersama kita hingga malam dan sholat (tarawih) bersama kita dan berwitir juga. Lalu dia pulang ke kampungnya dan mengimam sholat lagi dengan penduduk kampung hingga sampailah sholat witir, lalu dia meminta seseorang untuk mengimami sholat witir "berwitirlah bersama makmum" aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda "Tidak ada witir dua kali dalam semalam" H.R. Tirmidzi, Abu Dawud, Nasai, Ahmad dll. Pendapat kedua mengatakan tidak perlu witir lagi karena sudah witir di awal malam. Ia cukup sholat malam tanpa witir. Alasannya banyak sekali riwayat dari Rasulullah s.a.w. mengatakan bahwa dia melakukan sholat sunnah setelah witir. Pendapat ini diikuti Malik, Syafii, Ahmad, Sufyan al-Tsuari dan Hanafi. Catatan kaki Referensi Kumpulan Salat-Salat Sunnat, Drs. Moh. Rifa'i, CV Toha Putra, Semarang, 1993 Cara, Niat, Bacaan dan Doa Shalat Witir Pesantren Virtual, Antara tarawih, tahajjud dan witir Pranala luar Bacaan Niat Shalat Witir, www.mewarnaigambar.web.id witir
4301
https://id.wikipedia.org/wiki/Qiyamul%20Lail
Qiyamul Lail
Qiamul-lail adalah merujuk kepada amalan beribadah pada malam hari dengan mengerjakan salat-salat sunat seperti salat Sunat Taubat, Tahajjud, Witir dan lain-lain , serta amalan-amalan seperti membaca Al-Quran, berzikir, beristighfar, berdoa dan sebagainya. Qiamullail boleh dikerjakan secara berseorangan atau secara beramai-ramai. Kelebihan Banyak ayat Al-Qur'an dan hadith nabi yang menerangkan tentang kelebihan bagi mereka yang mengerjakan ibadah Qiamullail. Di antaranya ialah firman Allah S.W.T.: Maksudnya: "Dan bangunlah pada sebahagian dari waktu malam serta kerjakanlah "Sembahyang Tahajjud" padanya sebagai sembahyang tambahan bagimu, semoga Tuhanmu membangkitkan dan menempatkanmu pada hari akhirat di tempat yang terpuji". (Surah al-Isra': 79) Ketika melakukan dilakukan melakukan salat sunat seperti berikut:- Solat Sunat Awwabin Solat Sunat Tahajjud Solat Sunat Hajat Solat Sunat Taubat Solat Sunat Tasbih Solat Sunat Witir Pranala luar http://portal.al-azim.com/~beringin/agama/qiamullail.shtm Panduan lengkap mengerjakan Qiamullail. Salat sunah
4302
https://id.wikipedia.org/wiki/Hello%20world
Hello world
Hello world (Halo dunia) umumnya adalah program komputer yang mengeluarkan atau menampilkan pesan "Hello, World!". Program semacam itu sangat sederhana di sebagian besar bahasa pemrograman, dan sering digunakan untuk menggambarkan sintaks dasar bahasa pemrograman. Ini sering kali merupakan program pertama yang ditulis oleh orang-orang yang belajar kode. Ini juga dapat digunakan sebagai tes kewarasan untuk memastikan bahwa bahasa komputer diinstal dengan benar, dan bahwa operator memahami cara menggunakannya. Hello world dalam beberapa bahasa pemrograman Basic 10 PRINT "Hello world" File Batch @echo off echo Hello world C #include <stdio.h> int main() { printf("Hello world\n"); return 0; } C++ #include <iostream> int main() { std::cout << "Hello world"; return 0; } C# class HaloDunia { static void main( ) { System.Console.WriteLine("Halo Dunia"); } } Delphi program HaloDunia; {$APPTYPE CONSOLE} uses SysUtils; begin writeln('Halo Dunia'); end. Clipper ?"Hello world" Java public class HaloDunia { public static void main(String args[]) { System.out.println("Halo Dunia\n"); } lisp (print "Hello world") Pascal program helloworld; begin { writeln('halo dunia'); } end. Perl print "Hello world\n"; PHP <?php echo "Hello world"; ?> PL/SQL Oracle create or replace procedure HelloWorld is begin dbms_out.put_line('HALO DUNIA'); end; Prolog write('Hello world'),nl. Python print("Hello World") RPG I 'Hello world' C HELLO C DSPLY HELLO Seed7 $ include "seed7_05.s7i"; const proc: main is func begin writeln("Hello world"); end func; Microsoft T-SQL create proc HelloWorld as begin print 'HALO DUNIA' end Hello world dalam beberapa bahasa shell Bash printf "Hello world" Sh echo 'Hello world' Hello world dalam beberapa bahasa mark up HTML <pre> <html> <head> <title> Halo Dunia </title> </head> <body> Hello world </body> </html> </pre> LaTeX \documentclass{article} \begin{document} Hello world \end{document} Lisp (princ "Hello world\n") (prin1) XML <?xml version="1.0"?> <text>Hello world</text> Refrensi Pranala luar Hello world! dalam 141 bahasa program "Hello world/Text". Rosetta Code. "Unsung Heroes of IT / Part One: Brian Kernighan". TheUnsungHeroesOfIT.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-26. Diakses tanggal 23-08-2014. Cerita rakyat pemrograman komputer Menguji item dalam bahasa komputer
4303
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar%20tanda%20kehormatan%20di%20Indonesia
Daftar tanda kehormatan di Indonesia
Tanda kehormatan dan tanda jasa di Indonesia adalah serangkaian penghargaan atas jasa seseorang atau suatu kelompok organisasi yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi "Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang". Tanda kehormatan terdiri atas tiga jenis, yaitu berbentuk Bintang, Satyalancana, dan Samkaryanugraha. Sementara itu, tanda jasa hanya berjenis medali. Nama-nama tanda kehormatan umumnya diambil dari bahasa Sanskerta yang artinya disesuaikan dengan bidang pengabdian dan tingkatan kelas tanda kehormatan. Tanda kehormatan yang pertama kali dibentuk adalah Bintang Gerilya yang ditetapkan pada tahun 1949. Sementara itu, tanda kehormatan terbaru yang dibentuk adalah Satyalancana Dharma Nusa. Dasar hukum tanda kehormatan dan tanda jasa yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010. Keduanya dibuat bertujuan untuk menyederhanakan dasar hukum tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan yang sebelumnya diatur terpisah antara satu dengan yang lain. Tanda jasa Tanda jasa merupakan penghargaan yang diberikan kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara. Tanda jasa yang ada saat ini berbentuk medali, yaitu tanda jasa yang berbentuk segi lima. Tanda jasa dipakai dengan cara dikalungkan sehingga medali tepat berada di tengah-tengah dada. Selain kalung, penerima akan mendapat patra medali yang penggunaannya disemat di dada kiri pada saku baju di bawah kancing, miniatur medali yang digunakan pada lidah baju, serta piagam yang menandakan pemberian tanda jasa medali tersebut. Tanda jasa tersebut terdiri atas: Bintang Tanda kehormatan bintang merupakan salah satu jenis tanda kehormatan yang berbentuk bintang. Menurut tujuan pemberiannya, tanda kehormatan bintang dibagi menjadi bintang sipil dan bintang militer. Menurut cara pemakaiannya, tanda kehormatan bintang dibagi menjadi tanda kehormatan bintang yang diselempangkan, dikalungkan, dan digantungkan. Menurut klasifikasinya, tanda kehormatan bintang dibagi menjadi bintang berkelas dan bintang tanpa kelas. Tanda kehormatan bintang yang dipakai dengan cara diselempangkan dan dikalungkan dilengkapi dengan patra dan miniatur. Sementara itu, bintang yang digantungkan hanya dilengkapi dengan miniatur. Patra merupakan kelengkapan bintang yang ukurannya lebih besar daripada bintang yang dipakai di dada kiri pada saku baju di bawah kancing. Miniatur merupakan kelengkapan bintang yang bentuk dan ukurannya lebih kecil yang dipakai pada lidah baju. Keseluruhan penerima tanda kehormatan bintang juga akan mendapatkan piagam yang menandakan pemberian tanda jasa kehormatan bintang tersebut. Setelah dilantik, Presiden Indonesia secara otomatis akan mendapatkan seluruh kelas pertama dari keseluruhan 7 bintang sipil dan 7 bintang militer. Sementara itu, Wakil Presiden Indonesia hanya akan mendapatkan kelas kedua Bintang Republik Indonesia dan seluruh kelas pertama dari 6 bintang sipil lainnya (Wakil Presiden hanya otomatis mendapat 7 bintang sipil tersebut, tidak dengan bintang militer). Bintang Sipil Bintang Republik Indonesia Bintang Republik Indonesia merupakan tanda kehormatan tertinggi di Indonesia. Tanda kehormatan ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bintang Mahaputera Bintang Mahaputera merupakan tanda kehormatan tertinggi kedua di Indonesia. Tanda kehormatan ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bintang Jasa Bintang Jasa adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap negara dan bangsa dalam suatu bidang, peristiwa, atau hal tertentu. Bintang Kemanusiaan Bintang Kemanusiaan adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap negara dan bangsa dalam hal penegakan nilai kemanusiaan, keadilan, dan hak asasi manusia. Bintang ini merupakan salah satu bintang tanpa kelas. Bintang Penegak Demokrasi Bintang Penegak Demokrasi adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar menegakkan prinsip kerakyatan, kebangsaan, kenegaraan, dan pembangunan hukum nasional. Bintang Budaya Parama Dharma Bintang Budaya Parama Dharma adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar dalam bidang kebudayaan nasional. Bintang ini tidak memiliki kelas. Bintang Bhayangkara Bintang Bhayangkara adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap kemajuan dan pengembangan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bintang Militer Bintang Gerilya Bintang Gerilya adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia dari agresi negara asing dengan cara bergerilya. Bintang militer ini tidak memiliki kelas. Bintang Sakti Bintang Sakti adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menunjukkan keberanian, ketabahan tekadnya, dan sifat kepahlawanan yang melampaui panggilan kewajiban dalam tugas operasi militer. Bintang ini merupakan salah satu bintang tanpa kelas. Bintang Dharma Bintang Dharma adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang menyumbangkan jasa bakti dengan melampaui panggilan kewajiban dalam operasi militer sehingga membawa keuntungan luar biasa untuk kemajuan TNI. Bintang ini tidak memiliki kelas. Bintang Yudha Dharma Bintang Yudha Dharma adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang mendarmabaktikan diri melebihi dan melampaui panggilan kewajiban yang benar-benar dirasakan manfaatnya bagi bangsa dan negara. Bintang Kartika Eka Pakçi Bintang Kartika Eka Pakçi adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap kemajuan dan pengembangan TNI Angkatan Darat. Bintang Jalasena Bintang Jalasena adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap kemajuan dan pengembangan TNI Angkatan Laut. Bintang Swa Bhuwana Paksa Bintang Swa Bhuwana Paksa adalah tanda kehormatan bintang yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap kemajuan dan pengembangan TNI Angkatan Udara. Satyalancana Tanda kehormatan satyalancana (KBBI: satyalencana) adalah tanda kehormatan yang berbentuk bundar dan tingkatnya di bawah tanda kehormatan bintang dan tanda jasa medali. Menurut tujuan pemberiannya, tanda kehormatan satyalancana dibagi menjadi satyalancana sipil dan satyalancana militer. Beberapa satyalancana memiliki kelas karena diberikan menurut lamanya jangka waktu pengabdian. Beberapa satyalancana juga ada yang dapat diberikan lebih dari satu kali. Tanda kehormatan satyalancana dipakai dengan cara digantungkan di dada sebelah kiri di atas saku baju yang penggunannya dibedakan menurut jenis pakaian yang dipakai. Tanda kehormatan satyalancana juga disertai dengan miniatur yang dipakai di lidah baju, serta piagam tanda pemberian satyalancana tersebut. Satyalancana Sipil Satyalancana Militer Samkaryanugraha Tanda kehormatan samkaryanugraha adalah tanda kehormatan berbentuk ular-ular dan patra. Tanda kehormatan Samkaryanugraha diberikan kepada sebuah Kesatuan, Institusi Pemerintah, atau Organisasi. Menurut penerimanya, tanda kehormatan Samkaryanugraha dibagi menjadi dua yaitu: Samkaryanugraha Sipil dan Samkaryanugraha Militer. Tanda kehormatan Samkaryanugraha Sipil di antaranya Parasamya Purnakarya Nugraha dan Nugraha Sakanti. Sementara itu, tanda kehormatan samkaryanugraha militer tetap bernama Samkaryanugraha. Tanda kehormatan ini ditempatkan di ruang utama dalam gedung atau kantor institusi penerima. Parasamya Purnakarya Nugraha Parasamya Purnakarya Nugraha adalah tanda kehormatan yang diberikan kepada institusi pemerintah atau sebuah organisasi yang telah berkarya memajukan pembangunan terhadap kesejahteraan masyarakat. Tanda kehormatan ini berbentuk trofi (piala) yang dalam pemberiannya dilengkapi dengan piagam. Nugraha Sakanti Nugraha Sakanti adalah tanda kehormatan yang diberikan kepada kesatuan di lingkungan kepolisian yang telah berjasa dalam menjalankan tugas kepolisian untuk memajukan bangsa dan negara. Nugraha Sakanti merupakan ular-ular berbentuk segitiga berwarna dasar hitam dengan jumbai dan tali jumbai berwarna kuning emas. Dalam pemberiannya, tanda kehormatan ini dilengkapi dengan patra dan piagam. Samkaryanugraha Samkaryanugraha adalah tanda kehormatan yang diberikan kepada kesatuan di lingkungan TNI yang telah berjasa dalam suatu operasi militer atau pembangunan untuk mempertahankan bangsa dan negara. Samkaryanugraha merupakan ular-ular berbentuk persegi panjang dengan jumbai dan tali jumbai yang seluruhnya berwarna kuning emas. Dalam pemberiannya, tanda kehormatan ini dilengkapi dengan patra dan piagam. Bekas Tanda-tanda kehormatan di bawah ini merupakan bentuk penghargaan yang telah usang dan telah dihapus menurut peraturan saat ini. Tanda-tanda kehormatan yang telah usang ini kebanyakan berupa satyalancana peristiwa, yaitu bentuk satyalancana yang diberikan untuk menghargai pengabdian atau jasa seseorang dalam suatu peristiwa tertentu dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Karena peristiwa tersebut terjadi pada masa lalu, tanda-tanda kehormatan tersebut sudah tidak diberikan lagi kecuali secara anumerta. Selain itu, daftar bekas tanda kehormatan ini juga mencakup kelas-kelas tanda kehormatan yang telah dihapus karena disederhanakan atau diubah susunan kelasnya. Bintang Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia (sebelumnya bernama Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia) adalah tanda kehormatan yang diberikan kepada anggota Angkatan Perang Republik Indonesia untuk memperingati sewindu (8 tahun) berdirinya lembaga tersebut. Dasar hukum tanda kehormatan ini telah dicabut pada tahun 2009. Bintang Garuda Bintang Garuda adalah tanda kehormatan yang diberikan kepada prajurit Angkatan Udara Republik Indonesia yang telah bertugas pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia antara tahun 1945 hingga tahun 1949. Dasar hukum tanda kehormatan ini telah dicabut pada tahun 2009. Satyalancana Satyalancana Sipil Satyalancana Militer Samkaryanugraha Prayojana Kriya Pata Parasamya Purnakarya Nugraha Prayojana Kriya Pata Parasamya Purnakarya Nugraha merupakan sebuah kategori tanda kehormatan yang termasuk dalam Parasamya Purnakarya Nugraha. Kategori ini diberikan kepada provinsi atau daerah tingkat I yang berhasil menjadi tiga daerah terbaik pada penilaian pelita berikutnya, setelah pada pelaksanaan pelita sebelumnya telah mendapatkan Parasamya Purnakarya Nugraha. Kategori ini ditetapkan pada tahun 1979. Nugraha Sakanti Nugraha Sakanti dahulunya terdiri atas tiga jenis. Jenis-jenis tersebut terdiri atas Nugraha Sakanti Jana Utama, Nugraha Sakanti Ksatria Tamtama, dan Nugraha Sakanti Karya Bhakti. Ketiganya dibedakan dengan warna dasar ular-ularnya serta lambang yang terdapat pada bagian tengah atasnya. Kelas-kelas tersebut ditetapkan tahun 1961. Lain-lain Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia Satyalancana Legiun Veretan Republik Indonesia Purnakarya Adi Nugraha Piagam Kriya Raksana Piagam Kriya Raksatama Gambar Referensi Pranala luar Tanda Kehormatan di situs web Kementerian Sekretariat Negara Daftar bertopik militer Indonesia
4304
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Bhayangkara
Bintang Bhayangkara
Bintang Bhayangkara adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati jasa seseorang memajukan dan mengembangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penghargaan ini ditetapkan secara resmi pada tahun 1961. Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Yudha Dharma. Bintang Bhayangkara diberikan kepada mereka yang berjasa luar biasa melampaui panggilan kewajiban yang disumbangkan terhadap kemajuan dan pengembangan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bintang ini juga dapat diberikan kepada WNI bukan anggota Polri yang berjasa memajukan dan mengembangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kelas Bintang Bhayangkara Utama Bintang Bhayangkara Utama adalah kelas tertinggi dari Bintang Bhayangkara. Kelas ini setara dengan Bintang Kartika Eka Paksi Utama, Bintang Jalasena Utama, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama. Tanda kehormatan pada kelas ini terdiri atas kalung, patra, dan miniatur. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia secara otomatis mendapatkan tanda kehormatan Bintang Bhayangkara Utama. Bintang Bhayangkara Utama berbentuk bintang bersudut lima. Di antara sudut-sudut bintang tersebut terdapat pancaran sinar yang membentuk segi lima. Seluruh sinar-sinar tersebut berwarna emas. Tepat di tengah bintang terdapat lambang Polri yang diapit setangkai padi dan kapas serta tiga bintang kecil membentuk lengkungan di atasnya. Di bagian bawah lambang terdapat pita melengkung yang di dalamnya bertuliskan "BHAYANGKARA". Lambang Polri, padi, kapas, bintang, dan pita bertulis Bhayangkara tersebut kesemuanya berwarna perak. Pita kalung dan miniatur Bintang Bhayangkara Utama berwarna dasar hitam dengan enam lajur kuning yang membagi pita menjadi tujuh bagian sama lebar. Bintang Bhayangkara Pratama Bintang Bhayangkara Pratama adalah kelas kedua dari Bintang Bhayangkara. Tanda kehormatan kelas ini setara dengan Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, Bintang Jalasena Pratama, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama. Berbeda dengan kelas utama, kelas ini hanya terdiri atas lencana dan miniatur saja. Bintang Bhayangkara Pratama berbentuk sama dengan Bintang Bhayangkara Utama, tetapi sinar-sinarnya berwarna perak. Selain itu, lingkaran padi dan kapas, lambang Polri, dan tiga bintang memiliki warna emas. Pita kalung dan miniatur kelas ini berwarna dasar hitam dengan lima lajur kuning yang membagi pita menjadi enam bagian sama lebar. Bintang Bhayangkara Nararya Bintang Bhayangkara Nararya adalah kelas terakhir dari Bintang Bhayangkara. Kelas ini setara dengan Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, Bintang Jalasena Nararya, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya. Sama seperti kelas pratama, kelas ini hanya terdiri atas lencana dan miniatur. Bintang Bhayangkara Pratama memiliki warna dan bentuk yang sama dengan Bintang Bhayangkara Pratama kecuali lingkaran padi dan kapas, lambang Polri, dan tiga bintangnya yang memiliki warna perak, sehingga keseluruhan bintang berwarna perak. Pita kalung dan miniatur kelas ini berwarna dasar hitam dengan empat lajur kuning yang membagi pita menjadi lima bagian yang sama lebarnya. Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia Penghargaan yang dibentuk tahun 1961
4305
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Budaya%20Parama%20Dharma
Bintang Budaya Parama Dharma
Bintang Budaya Parama Dharma adalah tanda kehormatan yang dianugerahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati seseorang atas jasanya dalam bidang kebudayaan. Penghargaan ini dibentuk secara resmi pada tahun 1980. Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Mahaputera dan tidak memiliki kelas di dalamnya. Bintang ini diberikan kepada mereka yang berakhlak dan berbudi baik serta berjasa besar dalam bidang kebudayaan nasional. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik tanda kehormatan ini. Sama seperti Presiden, Wakil Presiden Indonesia juga secara langsung memiliki tanda kehormatan ini. Bentuk Bintang Budaya Parama Dharma berbentuk bintang emas bersudut lima, dengan inti sebuah gong. Gong tersebut dilingkari delapan penunjuk mata angin dengan padi dan kapas melingkar di lingkaran terluarnya. Pada pita kalung, bintang ini memiliki lukisan 5 bunga melati dengan 10 helai daun sebagai pengaitnya. Penerima penghargaan ini akan mendapatkan bintang dalam bentuk kalung, patra, dan miniatur. Daftar Penerima Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Rujukan Tanda kehormatan di Indonesia Penghargaan yang dibentuk tahun 1980
4306
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Dharma
Bintang Dharma
Bintang Dharma adalah tanda kehormatan yang dianugerahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati jasa bakti seorang prajurit yang melebihi panggilan kewajiban dalam operasi militer. Penghargaan ini ditetapkan secara resmi pada tahun 1958. Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Mahaputera dan tidak memiliki kelas di dalamnya. Bintang Dharma diberikan kepada mereka yang menyumbangkan jasa bakti dengan melampaui panggilan kewajiban dalam operasi militer sehingga membawa keuntungan luar biasa untuk kemajuan TNI. Bintang ini juga dapat diberikan kepada warga sipil yang memenuhi syarat tersebut. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik tanda kehormatan ini. Bentuk Bintang Dharma berbentuk bintang bersudut lima yang sudut-sudutnya bergelombang. Bintang ini berwarna perak yang di tengahnya terdapat tulisan "Darmajaya". Tulisan ini dilingkari masing-masing setangkai padi di sebelah kirinya dan kapas di sebelah kanannya. Penerima penghargaan ini akan mendapatkan bintang dalam bentuk kalung, patra, dan miniatur. Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia Penghargaan yang dibentuk tahun 1958
4307
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Garuda
Bintang Garuda
Bintang Garuda adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada para anggota Angkatan Udara Republik Indonesia yang telah bertugas dalam kegiatan penerbangan antara tahun 1945 hingga 1949. Tanda kehormatan ini dianugerahkan oleh Presiden Indonesia atas usulan dari Menteri Pertahanan. Tanda kehormatan ini didirikan pada tahun 1959. Penerima Bintang Garuda diberikan untuk menghormati jasa-jasa anggota Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang secara aktif melaksanakan kegiatan tugas-tugas di udara pada masa Revolusi Nasional Indonesia, yaitu antara tahun 1945 hingga 1949. Pemberian ini dilakukan karena pada masa tersebut kegiatan penerbangan masih sangat berbahaya dari segi militer, segi navigasi penerbangan, maupun segi kelayakan. Mereka juga dianggap sebagai pelopor penerbangan di Indonesia. Seorang warga negara Indonesia maupun warga negara asing juga berhak mendapatkan tanda kehormatan ini jika persyaratan tersebut telah terpenuhi. Selain itu, tanda kehormatan ini juga dapat diberikan secara anumerta kepada anggota AURI, WNI, maupun WNA yang telah gugur sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas-tugas penerbangan untuk kepentingan AURI serta kepentingan bangsa dan negara. Bentuk Bintang Garuda adalah bintang berlapis tiga, dibuat dari logam berwarna perunggu dengan garis tengah 48 mm: Lapisan pertama sebagai dasar berbentuk bintang bersudut besar kecil sepuluh dengan tiap ujung sudut besar terdapat bulatan kecil. Lapisan kedua berbentuk bundar dengan garis tengah 25 mm dan terdapat tulisan 1945 Garuda 1949. Lapisan ketiga berbentuk lukisan lambang Angkatan Udara Republik Indonesia ”SWA BHUWANA PAKSA” yang terdiri dari: seekor burung garuda yang menegakkan sayapnya setinggi-tingginya, 5 pucuk anak panah yang digenggam oleh cakar garuda, sebuah perisai dengan lukisan kepulauan Indonesia atas mana burung garuda berdiri; api yang menyala menjilat-jilat mengepung perisai, sebuah karangan manggar melingkari garuda, masing-masing terdiri dari 17 buah. Di sebelah belakang bintang terdapat tulisan "Republik Indonesia". Pita dari Bintang Garuda berukuran lebar 35 mm, panjang 52 mm, berwarna dasar biru tua dengan satu strip-tegak-putih perak di tengah-tengah yang lebarnya 8 mm dan di tengah-tengah pita dilekatkan suatu tanda berbentuk pesawat kecil dibuat dari logam berwarna perunggu. Seluruh penerima Bintang Garuda juga akan menerima piagam sebagai tanda penyerahan tanda kehormatan ini. Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Catatan kaki Referensi Rujukan Pranala luar Bintang Garuda, Sekretariat Negara Republik Indonesia Tanda kehormatan di Indonesia Penghargaan yang dibentuk tahun 1959
4308
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Gerilya
Bintang Gerilya
Bintang Gerilya adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati jasa seseorang mempertahankan negara dengan cara bergerilya. Bintang ini salah satunya diberikan kepada rakyat Indonesia yang berjuang pada masa revolusi antara tahun 1945-1950, terutama saat Agresi Militer Belanda I (20 Juni 1947–22 Februari 1948) dan Agresi Militer Belanda II (18 Desember 1948–27 Desember 1949). Penghargaan ini ditetapkan secara resmi pada tahun 1949. Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Mahaputera dan tidak memiliki kelas di dalamnya. Bintang ini diberikan kepada mereka yang berjasa besar mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia dari agresi negara asing dengan cara bergerilya. Penerima Bintang Gerilya berhak dimakamkan di taman makam pahlawan nasional. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik tanda kehormatan ini. Bentuk Bintang Gerilya berbentuk bintang bersudut lima dengan ujung berbentuk bulatan berwarna perunggu. Di bagian tengahnya, terdapat rangkaian tulisan yang melingkar bertuliskan "PAHLAWAN GERILYA". Tulisan tersebut diapit oleh dua tangkai padi masing-masing di kiri dan kanan yang masing-masing terdiri atas 17 buah padi. Penerima penghargaan ini akan mendapatkan bintang dalam bentuk kalung, patra, dan miniatur. Galeri Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia Penerima Bintang Gerilya Penghargaan yang dibentuk tahun 1949
4309
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Jalasena
Bintang Jalasena
Bintang Jalasena adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati seorang prajurit atas jasanya yang luar biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut. Penghargaan ini ditetapkan secara resmi pada tahun 1968. Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Yudha Dharma. Bintang Jalasena diberikan kepada mereka yang telah menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut. Bintang ini juga dapat diberikan kepada warga sipil yang memenuhi syarat tersebut. Kelas Bintang Jalasena Utama Bintang Jalasena Utama adalah kelas pertama dari Bintang Jalasena. Tanda kehormatan kelas ini setara dengan Bintang Kartika Eka Paksi Utama, Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama, dan Bintang Bhayangkara Utama. Pada kelas ini, tanda kehormatan yang ada terdiri atas kalung, patra, dan miniatur. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia secara langsung akan menerima Bintang Jalasena Utama. Bintang Jalasena Utama berbentuk bintang bersudut delapan yang keseluruhannya berwarna emas. Dari kedelapan sudutnya, terdapat empat sudut yang ujungnya berupa bulatan. Di antara sudut-sudut tersebut terdapat hiasan berwujud tiga buah gerigi. Di bagian tengah atas bintang terdapat tujuh belas rantai yang melingkar dan Garuda Pancasila di bawahnya. Tepat di tengahnya terdapat lambang Angkatan Laut yang diapit 45 bulir padi dan 17 buah kapas. Di bagian tengah bawah bintang terdapat tulisan melingkar "Jalesveva Jaya Mahe". Bintang ini dikaitkan ke pita kalung dan miniaturnya dengan pengait berwarna emas yang berbentuk lima bunga melati dengan dua daun di setiap bunganya. Pita kalung dan miniatur kelas ini berwarna dasar biru laut dengan enam lajur merah dan lima lajur putih yang bersusun selang-seling di tengahnya. Bintang Jalasena Pratama Bintang Jalasena Pratama adalah kelas kedua dari Bintang Jalasena. Kelas ini setara dengan Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama, dan Bintang Bhayangkara Pratama. Pada kelas ini, tanda kehormatannya hanya terdiri atas lencana dan miniatur. Bintang Jalasena Pratama memiliki bentuk yang sama persis dengan Bintang Jalasena Utama tetapi sinar-sinar bintangnya berwarna perak. Pita lencana dan miniatur bintang kelas ini berwarna dasar biru laut dengan lima lajur merah dan empat lajur putih bersusun selang-seling tepat di tengahnya. Bintang Jalasena Nararya Bintang Jalasena Nararya adalah kelas terakhir dari Bintang Jalasena. Tanda kehormatan kelas ini setara dengan Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya, dan Bintang Bhayangkara Nararya. Sama seperti Bintang Jalasena Pratama, kelas ini hanya terdiri atas lencana dan miniatur saja. Bintang Jalasena Nararya memiliki bentuk yang sama dengan Bintang Jalasena Pratama tetapi seluruh bagiannya berwarna perak. Pita lencana dan miniatur kelas ini berwarna desar biru laut dengan empat lajur merah dan tiga lajur putih yang bersusun selang-seling di tengahnya. Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia Penghargaan yang dibentuk tahun 1968
4310
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Jasa
Bintang Jasa
Bintang Jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati seseorang atas jasa dan perjuangannya. Tanda kehormatan ini ditetapkan pada tahun 1963. Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Mahaputera. Bintang Jasa diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap negara dan bangsa dalam suatu bidang, peristiwa, atau hal tertentu. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik kelas pertama tanda kehormatan ini, yaitu "Bintang Jasa Utama". Wakil Presiden Indonesia secara langsung juga menjadi pemilik kelas pertama tanda kehormatan ini, sama seperti Presiden. Kelas Bintang Jasa Utama Bintang Jasa Utama merupakan kelas tertinggi dari Bintang Jasa. Kelas ini dipakai setara dengan Bintang Kemanusiaan, Bintang Penegak Demokrasi Utama, Bintang Budaya Parama Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Sakti, Bintang Dharma, serta tanda jasa medali. Penerima penghargaan ini akan mendapatkan bintang dalam bentuk kalung, patra, dan miniatur. Bintang Jasa Utama berbentuk sinar panjang berujung lima dan berkas sinar pendek berujung lima pula. Kesemua sinar-sinar tersebut berwarna emas. Di tengah sinar tersebut terdapat lambang kelima sila Pancasila. Di sekitar lambang tersebut terdapat lingkaran berkas mutiara yang berjumlah 17 yang di luarnya terdapat padi dan kapas. Padi dan kapas tersebut berwarna perak dan melingkar dengan masing-masing 8 bunga kapas dan 45 butir padi yang melambangkan Hari Kemerdekaan Indonesia. Di lima berkas sinar panjang terdapat huruf-huruf yang membentuk lingkaran dan bila dirangkai bertuliskan "DJASA". Pita kalung dan miniatur Bintang Jasa Utama berwarna dasar kuning dengan enam lajur biru tua membagi pita menjadi tujuh bagian yang sama lebarnya. Bintang Jasa Pratama Bintang Jasa Pratama merupakan kelas kedua dari Bintang Jasa. Kelas ini setara tingkatnya dengan Bintang Penegak Demokrasi Pratama. Penghargaan kelas ini terdiri atas kalung, patra, dan miniatur. Bintang Jasa Pratama memiliki bentuk yang sama dengan Bintang Jasa Utama, tetapi sinar-sinarnya berwarna perak sementara padi dan kapasnya berwarna emas. Pita kalung dan miniatur Bintang Jasa Pratama berwarna dasar kuning dengan lima lajur biru tua yang membagi pita menjadi enam bagian yang sama lebarnya. Bintang Jasa Nararya Bintang Jasa Nararya merupakan kelas terakhir dari Bintang Jasa. Kelas ini setara tingkatannya dengan Bintang Penegak Demokrasi Nararya. Kelas ini terdiri atas kalung, patra, dan miniatur. Sama seperti Bintang Jasa Pratama, Bintang Jasa Nararya berbentuk sama dengan Bintang Jasa Utama. Bedanya, keseluruhan Bintang Jasa Nararya berwarna perak dari sinar-sinar maupun padi dan kapasnya. Pita kalung dan miniatur Bintang Jasa Nararya berwarna dasar kuning dengan empat lajur biru tua yang membagi pita menjadi lima bagian yang sama lebar. Penerima terkemuka Berikut adalah penerima terkemuka dari Bintang Jasa. Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Catatan kaki Referensi Tanda kehormatan di Indonesia Penghargaan yang dibentuk tahun 1963
4311
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Kartika%20Eka%20Paksi
Bintang Kartika Eka Paksi
Bintang Kartika Eka Pakçi (ditulis juga dengan Bintang Kartika Eka Paksi) adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati jasa seorang prajurit yang luar biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat. Penghargaan ini ditetapkan secara resmi pada tahun 1968. Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Yudha Dharma. Bintang Kartika Eka Paksi diberikan kepada mereka yang telah menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat. Bintang ini dapat diberikan juga kepada WNI bukan anggota TNI Angkatan Darat yang telah memenuhi persyaratan tersebut. Kelas Bintang Kartika Eka Pakçi Utama Bintang Kartika Eka Paksi Utama merupakan kelas pertama dari Bintang Kartika Eka Paksi. Kelas ini setara dengan Bintang Jalasena Utama, Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama, dan Bintang Bhayangkara Utama. Tanda kehormatan pada kelas ini terdiri atas kalung, patra, dan miniatur. Sebagai penganugerah tanda kehormatan, Presiden Indonesia secara otomatis akan mendapatkan tanda kehormatan Bintang Kartika Eka Paksi Utama. Bintang Kartika Eka Paksi berbentuk bintang bersudut 17 yang berwarna emas. Di atas bintang tersebut, dilukiskan bintang bersudut 7 berwarna perak yang di tengah-tengahnya dilukiskan lambang TNI Angkatan Darat. Di sekitar bintang bersudut tujuh tersebut, melingkar setangkai padi dan kapas yang berwarna emas dan masing-masing ujungnya bertemu di bagian atas dan bawah bintang. Dalam setangkai padi tersebut terdiri atas 45 butir padi dan dalam setangkai kapas tersebut terdiri atas 8 bunga kapas. Bintang Kartika Eka Paksi Utama dikaitkan dengan pita kalung menggunakan pengait berwarna emas yang berbentuk lima bunga melati dengan dua daun di setiap bunganya. Pita kalung dan miniatur memiliki warna dasar hijau dengan lajur merah besar dan lajur kuning kecil di setiap sisinya. Tepat di tengah pitanya, terdapat dua lajur kuning yang ukurannya sama dengan lajur kuning yang ada di pinggirannya. Bintang Kartika Eka Pakçi Pratama Bintang Kartika Eka Paksi Pratama merupakan kelas kedua dari Bintang Kartika Eka Paksi. Kelas ini setara tingkatannya dengan Bintang Jalasena Pratama, Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama, dan Bintang Bhayangkara Pratama. Berbeda dengan kelas utama, Bintang Kartika Eka Paksi Pratama hanya terdiri atas lencana dan miniatur. Bintang Kartika Eka Paksi Pratama memiliki bentuk yang sama dengan Bintang Kartika Eka Paksi Utama walaupun berbentuk lencana. Bintang Kartika Eka Paksi Pratama memiliki perbedaan warna pada padi dan kapas yang melingkari bintang bersudut tujuh, yakni berwarna perak. Tanda kehormatan ini digantungkan dengan pita lencana dan miniaturnya dengan lima bunga melati dengan dua daun di setiap bunganya. Satu bunga melati menghadap ke atas, dua bunga melati menghadap ke kiri, serta dua bunga melati menghadap ke kanan. Pita lencana dan miniatur kelas ini memiliki motif yang sama dengan Bintang Kartika Eka Paksi Utama tetapi hanya memiliki satu lajur kuning di tengahnya. Bintang Kartika Eka Pakçi Nararya Bintang Kartika Eka Paksi Nararya adalah kelas terakhir dari Bintang Kartika Eka Paksi. Kelas ini setara tingkatannya dengan Bintang Jalasena Nararya, Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya, dan Bintang Bhayangkara Nararya. Tanda kehormatan pada kelas ini terdiri atas lencana dan miniatur. Bintang Kartika Eka Paksi Nararya memiliki bentuk yang sama dengan Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, tetapi keseluruhan dari bintangnya memiliki warna perak kecuali lambang TNI AD Kartika Eka Paksi yang tetap berwarna emas. Bintang ini memiliki pengait yang sama bentuknya dengan pengait Bintang Kartika Eka Paksi Pratama tetapi berwarna perak. Pita penggantung lencana dan miniatur tanda kehormatan ini memiliki warna dasar hijau dengan sebuah lajur merah besar dan sebuah lajur kuning kecil di setiap pinggirnya. Lihat pula Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia Penerima Bintang Kartika Eka Paksi Penghargaan yang dibentuk tahun 1968
4312
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Mahaputera
Bintang Mahaputera
Bintang Mahaputera adalah tanda kehormatan tertinggi kedua yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, setingkat di bawah Bintang Republik Indonesia. Anugerah kehormatan ini didirikan secara resmi pada tahun 1959. Bintang ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik kelas pertama tanda kehormatan ini, yaitu "Bintang Mahaputera Adipurna". Sama seperti Presiden, Wakil Presiden Indonesia secara langsung juga mendapat kelas pertama tanda kehormatan ini. Kelas Bintang Mahaputera dianugerahkan dalam lima kelas sebagai berikut. Adipurna – mengenakan bintang di pita selempang di pundak kanan dan patra di dada kiri. Adipradana – mengenakan bintang di pita selempang di pundak kanan dan patra di dada kiri. Utama – mengenakan bintang di pita kalung di leher dan patra di dada kiri. Pratama – mengenakan bintang di pita kalung di leher dan patra di dada kiri. Nararya – mengenakan bintang di pita kalung di leher dan patra di dada kiri. Bentuk Bintang Mahaputera berwarna putih dengan pinggiran emas yang bersudut lima dengan ujung berupa sebuah pentol mutiara. Di antara sudut-sudut bintang tampak sebuah berkas sinar yang terdiri dari 17 rangkaian mutiara. Di tengah-tengah bintang terdapat sebuah lingkaran yang diwujudkan oleh setangkai kapas dan setangkai padi yang masing-masing terdiri dari 8 buah bunga kapas dengan daunnya dan 45 buah padi melambangkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Di tengah-tengah lingkaran ini terdapat tulisan “MAHAPUTERA” dari emas terletak pada sinar-sinar emas yang merupakan sebuah bintang bersudut sepuluh di atas dasar merah. Dasar merah di dalam lingkaran dan dasar putih dari bintang berasal dari warna Bendera Merah Putih. Kelengkapan tanda kehormatan 1959–1972 Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1959 yang mengatur pembentukan tanda kehormatan Bintang Mahaputera, diatur pula bentuk dan cara pemakaian Bintang Mahaputera. Bintang Mahaputera Adipurna diberikan dalam bentuk selempang; Bintang Mahaputera Adipradana diberikan dalam bentuk Kalung; Bintang Mahaputera Utama, Pratama, dan Nararya diberikan dalam bentuk lencana (dipakai dengan cara digantungkan). Khusus untuk Bintang Mahaputera Pratama, terdapat roset pada pita penggantungnya. Hanya Bintang Mahaputera Adipurna dan Adipradana yang dilengkapi dengan patra kala itu. Pada tahun 1972, bentuk dan cara pemakaian kelas-kelas Bintang Mahaputera diubah, hanya Bintang Mahaputera Adipurna saja yang tidak berubah. Bentuk ini kemudian tetap digunakan hingga saat ini. Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia Penghargaan yang dibentuk tahun 1959
4313
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Mahaputera%20Adipradana
Bintang Mahaputera Adipradana
Bintang Mahaputera Adipradana adalah kelas kedua dari tanda kehormatan Bintang Mahaputera. Sebagai kelas dari Bintang Mahaputera, bintang ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bentuk Setelah 1972 Bintang Mahaputera Adipradana diberikan dalam bentuk selempang yang digunakan dengan cara diselempangkan dari pundak kanan ke pinggang kiri sehingga bintang terletak di pinggang kiri. Penerima penghargaan juga mendapatkan patra yang dipakai di dada kiri pada saku di bawah kancing baju, serta miniatur yang dipakai pada lidah baju. Piagam sebagai tanda pemberian bintang ini juga akan diberikan kepada para penerima. 1959–1972 Sebelum 1972, Bintang Mahaputera Adipradana diberikan dalam bentuk kalung yang dikenakan di leher. Sama seperti saat ini, bintang ini kala itu juga dilengkapi dengan patra. Setelah 1972, bintang ini diberikan dalam bentuk selempang hingga saat ini. Penerima terkemuka Berikut ini penerima-penerima terkemuka dari Bintang Mahaputera Adipradana. K.H. Abdul Halim Majalengka (2008)A Abdul Haris Nasution (1961) Abdurrahman Baswedan (2013)A Aburizal Bakrie (2011) Achmad Soebardjo (1973) Adam Malik (1973) Adnan Kapau Gani (1995)A K.H. Ahmad Sanusi (2009)A Akbar Tanjung (1992) Ali Alatas (1992) Ali Moertopo (1982) Ali Sadikin (2003) Ali Sastroamidjojo Amirmachmud (1973) Andi Amir M. Jusuf (1973) Andi Mattalatta (2014) Andi Sultan Daeng Radja (2006)A Anwar Tjokroaminoto (1973) Ario Soerjo (1999)A Artidjo Alkostar (2021)A Asmaniah Haz (2011) Assaat (1995) Ashari Danudirdjo (1997) Awaloedin Djamin (1982) Azwar Anas (1992) A.E. Manihuruk (1992) A.M. Fatwa (2008) A.M. Hendropriyono (1999) A.R. Soehoed (1982) B. J. Habibie (1982) Basuki Hadimuljono (2020) Basuki Rahmat (1995) Boediono (1999) Boentaran Martoatmodjo (1992)A Chairul Tanjung (2014) Dadang Suprayogi (1967) Dahlan Iskan (2014) Dipo Alam (2014) Emil Salim (1973) Fatmawati (1994) Feisal Tanjung (1995) Frans Kaisiepo (1993)A Frans Seda (1973) Gatot Nurmantyo (2020) Ginandjar Kartasasmita (1987) G.A. Siwabessy (1973) Hamengkubuwana IX (1961) Hamzah Haz (1999) Harmoko (1987) Harsono Tjokroaminoto (1990) Harun Al Rasyid Zain (1982) Hasan Basri Durin (1999) K.H. Hasyim Muzadi (2017)A Hatta Rajasa (2013) Herawati Boediono (2014) Hidayat Nur Wahid (2009) H.O.S. Tjokroaminoto (1961)A I Gusti Ketut Jelantik (1993)A Ibnu Sutowo (1972) Ibrahim Hassan (1992) Ida Anak Agung Gde Agung (1995) Ida Bagus Oka (1999) Habib Idrus bin Salim Al-Jufri (2010)A Ilyas Ya'kub (1999)A Iskandar Muda dari Aceh (1993)A Ismail Hasan Metareum (1996) Iwa Koesoemasoemantri (1992)A Izaak Huru Doko (2006)A Jahja Daniel Dharma (2009)A Juliana Djoeanda (1993)A Karlinah Wirahadikusumah (1987) Ki Bagoes Hadikoesoemo (1992)A Ki Sarmidi Mangunsarkoro (1995)A Kusumah Atmaja (1995)A Kwik Kian Gie (2005) La Maddukelleng (1998)A Lasiyah Soetanto (1982) Lukman Hakim Saifuddin (2014) L.B. Moerdani (1987) Johannes Latuharhary (1992)A Johannes Leimena (1973) Mahfud MD (2013) Mangkunegara IV (2010)A Maraden Panggabean (1970) Marthen Indey (1993) Martono (1982) Marzuki Alie (2014) K.H. Mas Mansoer (1961) Ma'ruf Amin (2014) Megawati Soekarnoputri (2001) Mochtar Kusumaatmadja (1974) Moeldoko (2015) Moestopo (2007)A Mohammad Yamin (1962) Mohamad Roem (1984) Mufidah Jusuf Kalla (2011) Muhaimin Iskandar (2009) Muhammad Lutfi (2014) Muhammad Quraish Shihab (2005) M. Sarbini (1973) M.H. Thamrin (1961)A Nani Soedarsono (1987) Nelly Adam Malik (1982) K.H. Noer Alie (2006)A Nuku Muhammad Amiruddin (1995)A Oerip Soemohardjo (1961)A Opu Daeng Risadju (2006)A Otto Iskandardinata (1961)A Pajonga Daeng Ngalie Karaeng Polongbangkeng (2006)A Pakubuwana X (2009)A Panji Surachman Cokroadisuryo (1992)A Patrialis Akbar (2014) Poedjono Pranyoto (1999) Radius Prawiro (1973) Radjiman Wedyodiningrat (1961)A Rahmah El Yunusiyah (2013)A Rais Abin (2007) Raja Haji Fisabilillah (1997)A Ranggawarsita (2010)A Ratu Emma Norma Soedharmono (1992) Retno Marsudi (2020) Robert Wolter Mongisidi (1961)A Roeslan Abdulgani (1961) Roy Suryo (2014) Raden Saleh (2010)A Sam Ratulangi (1961)A Sanusi Hardjadinata (2001) Prof. Dr. Sardjito (1970)A Mr. Sartono (1961) Sarwo Edhie Wibowo (1986) Sayuti Melik (1973) Dr. Setiabudi (1961)A Silas Papare (1993)A Siti Fadilah (2011) Siti Rahmiati Hatta (1993) Slamet Rijadi (2007)A Sri Mulyani (2011) Soedharmono (1973) Soedirman (1961)A Soekarni (1973)A Soekiman Wirjosandjojo (1985)A Soemitro Djojohadikoesoemo (1973) Mayjen Soengkono (1980)A Soepardjo Rustam (1987) Soerjopranoto (1961)A R.P. Soeroso (1974)A Soesanto Tirtoprodjo (1992)A Bung Tomo (2008)A Dr. Soetomo (1961)A Dr. Sudarsono (1995)A Sugandhi Kartosubroto (1992)A Sumantri Brodjonegoro (1973) Sunario Sastrowardoyo (1985) Ir. Sutami (1973) Sutan Mohammad Rasjid (2000) Sutan Takdir Alisjahbana (2010)A Suyono Sosrodarsono (1987) Susi Pudjiastuti (2020) Suwiryo (1995)A Syarwan Hamid (1999) Syarif Kasim II dari Siak (1998)A Tuanku Tambusai (1995)A Teuku Muhammad Hasan (1983) Tjilik Riwut (1998)A Dr. Tjiptomangoenkoesoemo (1961)A Tito Karnavian (2020) Try Sutrisno (1992) Tuti Sutiawati Try Sutrisno (1996) T.B. Simatupang (1995)A Umar Wirahadikusumah (1973) Wahono (1992) R.A.A. Wiranatakoesoema V (1992)A Wiranto (1998) Wirjono Prodjodikoro (1995)A Wismoyo Arismunandar (1995) K.R.M.T. Wongsonegoro (1992)A Yasonna Laoly (2020) Yunus Yosfiah (1999) Yusril Ihza Mahendra (2014) Syekh Yusuf Al-Makassari (1995)A Zainul Arifin Pohan (1998)A Zulkifli Hasan (2014) Gatot Nurmantyo (2020) Wury Estu Handayani (2023) Saldi Isra (2023) Sukma Violetta (2020) Keterangan: A Penganugerahan anumerta. Lihat pula Bintang Mahaputera Adipurna Bintang Mahaputera Utama Bintang Mahaputera Pratama Bintang Mahaputera Nararya Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia
4314
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Mahaputera%20Adipurna
Bintang Mahaputera Adipurna
Bintang Mahaputera Adipurna adalah kelas pertama dari tanda kehormatan Bintang Mahaputera. Kelas ini merupakan kelas tertinggi dari Bintang Mahaputera. Sebagai kelas dari Bintang Mahaputera, bintang ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Presiden Indonesia dan Wakil Presiden Indonesia secara langsung akan menerima tanda kehormatan ini. Bentuk Bintang Mahaputera Adipurna memiliki tanda kehormatan yang berupa selempang, patra, dan miniatur. Selempang dari pundak kanan ke pinggang kiri sehingga bintang terletak di pinggang kiri. Patra bintang dipakai di dada kiri pada saku di bawah kancing baju, sementara miniatur dipakai pada lidah baju. Penerima tanda kehormatan ini juga akan mendapatkan piagam sebagai tanda pemberian bintang ini. Daftar penerima Berikut adalah daftar penerima Bintang Mahaputera Adipurna. Lihat pula Bintang Mahaputera Adipradana Bintang Mahaputera Utama Bintang Mahaputera Pratama Bintang Mahaputera Nararya Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia
4315
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Mahaputera%20Nararya
Bintang Mahaputera Nararya
Bintang Mahaputera Nararya adalah tanda kehormatan Bintang Mahaputera kelas III. Kelas ini merupakan kelas terakhir dari Bintang Mahaputera. Sebagai kelas dari Bintang Mahaputera, bintang ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bentuk Setelah 1972 Bintang ini diberikan dalam bentuk kalung yang digunakan dengan cara dikalungkan pada leher sehingga bintang terdapat di tengah dada. Penerima penghargaan juga mendapatkan patra yang dipakai di dada kiri pada saku di bawah kancing baju, miniatur yang dipakai pada lidah baju, dan piagam sebagai tanda pemberian bintang ini. 1959–1972 Pada awalnya, Bintang Mahaputera Nararya dikenakan dengan cara digantungkan (berbentuk lencana medali). Sama seperti kelas Utama dan Pratama sebelum tahun 1972, Bintang Mahaputera Nararya tidak disertai dengan patra. Pada tahun 1972, bentuk Bintang Mahaputera Nararya diubah menjadi kalung dan disertai dengan patra. Penerima terkemuka Berikut daftar penerima terkemuka dari Bintang Mahaputera Nararya: Agung Firman Sampurna (2014) Alex Mendur (2010)A K.H. Abdul Rahman Ambo Dalle (1999) K.H. Ahmad Shiddiq (1995)A Andi Mattalatta (1995) K.H. Asaad (1999)A Bardan Nadi (1999)A Darji Darmodihardjo (1995) Fadli Zon (2020) Fahri Hamzah (2020) Frans Mendur (2010)A Gusti Abdurrani Pangeran Natakusuma (1999)A Hans Bague Jassin (1994) Julius Tahija (1994) Jusuf Sjarif Badudu (2001) Ki Nartosabdo (1995)A Luwarsih Pringgoadisuryo (2000)A Mohammad Ali Anyang (1999)A Rahadi Oesman (1999)A Sayuti Melik (1961) Sunarti T.B. Simatupang (1999) Sutan Takdir Alisjahbana (2000)A Tenas Effendy (2019)A Terawan Agus Putranto (2013) Teuku Jacob (2002) Tjik Agus Kiemas (2002)A Tjut Nyak Haidit (2000)A Umar Kayam (2002)A Y.B. Mangunwijaya (2000)A Jacobus Busono (2021)A Keterangan: A Penganugerahan anumerta. Lihat pula Bintang Mahaputera Adipurna Bintang Mahaputera Adipradana Bintang Mahaputera Utama Bintang Mahaputera Pratama Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi https://tekno.tempo.co/read/1494016/bintang-mahaputera-untuk-pemilik-perusahaan-inovasi-uang-kertas-dari-kudus Tanda kehormatan di Indonesia
4316
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Mahaputera%20Pratama
Bintang Mahaputera Pratama
Bintang Mahaputera Pratama adalah tanda kehormatan Bintang Mahaputera kelas IV. Sebagai kelas dari Bintang Mahaputera, bintang ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bentuk Setelah 1972 Bintang ini diberikan dalam bentuk kalung yang digunakan dengan cara dikalungkan pada leher sehingga bintang terdapat di tengah dada. Penerima penghargaan juga mendapatkan patra yang dipakai di dada kiri pada saku di bawah kancing baju, miniatur yang dipakai pada lidah baju, dan piagam sebagai tanda pemberian bintang ini. 1959–1972 Sejak penetapannya pada tahun 1959, Bintang Mahaputera Pratama dikenakan dengan cara digantungkan (berbentuk lencana medali). Pada pita penggantungnya, dipasang sebuah roset yang berwarna sama dengan pitanya, yakni merah dan kuning. Karena dikenakan dengan cara digantungkan, Bintang Mahaputera Pratama kala itu tidak disertai dengan patra. Setelah tahun 1972, bentuk dari tanda kehormatan ini diubah menjadi kalung sehingga disertai dengan patra. Penerima terkemuka Berikut ini penerima terkemuka dari Bintang Mahaputera Pratama: Mr. Abdul Abbas (1992)A Abdul Azis Lamadjido (1992) Abdul Azis Saleh (1967) Abdul Fatah Hasan (1992)A Abdullah Syafi'i (1999)A Adam Malik (1961) Ajip Rosidi (2022)A Alimin (1961)A Andi Depu (1962)A Andi Pangerang Pettarani (1976)A Ashari Danudirdjo (1967) A. Rivai Harahap (1998) A.A. Hamidhan (1992) Basofi Sudirman (1997) Basyaruddin Rahman Motik (2000)A Bernard Willem Lapian (1976) Des Alwi Abubakar (2000) Emma Poeradiredja (1975) Emmy Saelan (1962)A E.E. Mangindaan (1997) Halim Perdanakusuma (1961)A Husein Mutahar (1961) I Gusti Ngurah Rai (1961)A Iswahjoedi (1974)A Suyatin Kartowiyono (1995)A Lanto Daeng Pasewang (1962)A Mely G. Tan (2000) P. Moekibat (1966)A Muhammad Toha (2000) Muhammad Mangundiprojo (1986) Paku Alam VIII (1962) Peter Patta Sumbung (1997) Salawati Daud (1962) Sindhunata (1998) Siti Hardijanti Rukmana (1997) Soedarpo Sastrosatomo (1995) Soediro (1986) Soekarni (1961) Soekarno Djojonegoro (1961) R. Soeprapto (1969)A Soewardi (1997) K.R.M.A. Sosrodiningrat (1992)A Sutardjo Kertohadikusumo (1962) R. E. Martadinata (1961) Rooslila Tahir (2006) Keterangan: A Penganugerahan anumerta. Lihat pula Bintang Mahaputera Adipurna Bintang Mahaputera Adipradana Bintang Mahaputera Utama Bintang Mahaputera Nararya Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia
4317
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Mahaputera%20Utama
Bintang Mahaputera Utama
Bintang Mahaputera Utama adalah kelas ketiga dari tanda kehormatan Bintang Mahaputera. Sebagai kelas dari Bintang Mahaputera, bintang ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bentuk Setelah 1972 Bintang ini diberikan dalam bentuk kalung yang digunakan dengan cara dikalungkan pada leher sehingga bintang terdapat di tengah dada. Penerima penghargaan juga mendapatkan patra bintang yang dipakai di dada kiri pada saku di bawah kancing baju dan miniatur yang dipakai pada lidah baju. Terdapat pula piagam sebagai tanda pemberian bintang ini kepada penerimanya. 1959–1972 Bintang Mahaputera Utama pada awalnya dipakai dengan cara digantungkan (berbentuk medali lencana). Karena dipakai dengan cara digantungkan, Bintang Mahaputera Utama tidak dilengkapi dengan patra. Setelah 1972, Bintang Mahaputera Utama diberikan dalam bentuk kalung dan dilengkapi dengan patra hingga saat ini. Penerima terkemuka Berikut ini penerima-penerima terkemuka dari Bintang Mahaputera Utama: K.H. Abdul Wahab Hasbullah (1963) Abdulrachman Saleh (1961)A Abdurrahman Baswedan (1992)A Abdurrahman Wahid (1998) K.H. Ahmad Sanusi (1992)A Ahmad Syafii Maarif (2015) A.A. Maramis (1961) Alex Noerdin (2014) Ali Alatas (1982) Ali Hasyimi (1993) Ali Moertopo (1974) Ali Sadikin (1974) Amien Rais (1998) Andi Depu (2010)A Andi Mattalatta (2016)A Andi Makkasau (2010)A Andi Pangerang Pettarani (1992)A Ani Idrus (1999)A Ario Soerjo (1962)A Ashin Jinarakkhita (2005)A Asrul Sani (2000) B.M. Diah (1973) Bambang Brodjonegoro (2014) Basuki Rahmat (1969)A Chaerul Saleh (1961) Chatib Sulaiman (1995)A Daan Mogot (1966)A Darmin Nasution (2010) Dino Patti Djalal (2014) Djuned Joesoef (2000)A Doddy Achdiat Tisna Amidjaja (1985) Fachrul Razi (1999) Ferdinand Lumban Tobing (1963)A Franz Magnis-Suseno (2015) Gatot Soebroto (1962)A Hamengkubuwana X (2007) Hamka (1993)A Harun Nasution (2015)A Haryono Suyono (1982) K.H. Hasan Basri (1994) Hasan Basri Durin (1995) Hasyim Djalal (1999) Hasri Ainun Besari (1992) G.K.R. Hemas (2018) Herawati Diah (1995) Herman Johannes (1963) Hetami (1996)A Hoegeng Imam Santoso (2004)A H.S. Dillon (2015) I Gusti Ketut Pudja (1992)A Idham Chalid (1961) Imam Utomo (2005) Inggit Garnasih (1997)A Jakob Oetama (1973) Jimly Asshiddiqie (1998) Joesoef Ronodipoero (2002) Johanna Masdani (1998) Julius Darmaatmadja (2005) Karni Ilyas (1999) Khofifah Indar Parawansa (2020) Koentjaraningrat (1999)A Koesnadi Hardjasoemantri (2004) Johannes Latuharhary (1961)A Lazarus Eduard Manuhua (1994) L.B. Moerdani (1982) Margono Djojohadikoesoemo (1992)A Mário Viegas Carrascalão (1992) Martinus Putuhena (1976) Masdoelhak Nasoetion (2002)A Mashudi (1988) Maskoen Soemadiredja (1986)A Miriam Budiardjo (1998) M.M.R. Kartakusuma (1976) Mochtar Kusumaatmadja (1973) Mochtar Lubis (2004)A Moh. Said Reksohadiprodjo (1979)A Moestopo (1978) Moehammad Jasin (1995) Syekh Muhammad Jamil Jambek (1995)A Muhammad Imaduddin Abdulrahim (1999) Muhammad Sroedji (2016)A Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (2000)A K.H. Muslich (2000)A Moewardi (1961)A Muhammad Toha (2000)A Nasaruddin Umar (2014) Nana Sutresna (1994) Nani Wartabone (1991) Notonagoro (1995)A Nurcholish Madjid (1999) Nurtanio Pringgoadisuryo (1966)A Oesman Sapta Odang (2020) Osa Maliki Wangsadinata (1971)A Paku Alam VIII (1967) Pangeran Soerjohamidjojo (1992)A Parada Harahap (1992)A Parni Hadi (1999) Petta Lolo Lasinrang (2008)A Poerbatjaraka (1969)A Poerbonegoro Soemitro Kolopaking (1992)A Raden Sjamsoeddin (1992)A Rahmah El Yunusiyah (1999)A Rudy Hartono (2000) Ryaas Rasyid (1999) Sabam Sirait (2015) K.H. Sahal Mahfudh (2000) K.H. Samanhudi (1961)A Samaun Bakri (2002)A Samaun Samadikun (1994) Samsi Sastrawidagda (1992)A Sangkot Marzuki (2009) Saparinah Sadli (2000) Prof. Dr. Sardjito (1961)A Sartono Kartodirdjo (1999) Sarwono Prawirohardjo (1973) Satiman Wirjosandjojo (1998)A Selo Soemardjan (1994) Siti Hartati Murdaya (1999) Slamet Rijadi (1966)A Sjamsul Basri (1994) Soedjana Sapi'ie (1999) Raden Soedirman (1992)A Soedjatmoko (1995)A Soemanang (1995)A Soepardjo Rustam (1982) Soepeno (1970)A Dr. Soerono (1968) Soerjadi Soedirdja (1995) Soerjo Soemanto (1996)A Soesanto Tirtoprodjo (1961)A Soewandi (1992)A Sofjan Lubis (1998) Suharso (1968) Suhartoyo (2020) Sularso Sopater (1999) Sumantoro (1995)A Surya Paloh (2015) Susilo Bambang Yudhoyono (1999) Sutiyoso (1999) Suwiryo (1961) Mas Sutardjo Kertohadikusumo (1992)A Soetomo (1995)A Sutopo Juwono (1973) Syafiuddin Kartasasmita (1999) Syahrul Yasin Limpo (2011) K.H. Syam'un (2000) Taufik Abdullah (1999) Tengku Sulung (2000)A Teuku Nyak Makam (1999)A Teuku Panglima Polem Muhammad Ali (1999)A Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy (2007)A Tjilik Riwut (1995)A Usmar Ismail (1996)A K.H. Wahid Hasyim (1963)A Wage Rudolf Soepratman (1974)A Wahiduddin Adams (2020) Ki Wasyid (2000)A K.R.M.T.H. WoerjaningratA Hein Victor WorangA Yos Sudarso (1962)A Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat (1999) Zulharmans (1996)A Keterangan: A Penganugerahan anumerta. Lihat pula Bintang Mahaputera Adipurna Bintang Mahaputera Adipradana Bintang Mahaputera Pratama Bintang Mahaputera Nararya Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia
4318
https://id.wikipedia.org/wiki/Bintang%20Republik%20Indonesia
Bintang Republik Indonesia
Bintang Republik Indonesia adalah tanda kehormatan yang tertinggi yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Anugerah kehormatan ini dibentuk secara resmi pada tahun 1959. Bintang ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik kelas pertama tanda kehormatan ini, yaitu "Bintang Republik Indonesia Adipurna". Wakil Presiden Indonesia secara langsung juga menjadi pemilik kelas kedua tanda kehormatan ini, yaitu "Bintang Republik Indonesia Adipradana". Pada ruang lingkup keprotokolan, para penerima Bintang Republik Indonesia memiliki keutamaan menempati urutan ke-20 dalam tata tempat di Indonesia. Kelas Bintang Republik Indonesia terbagi dalam lima kelas yaitu: Bentuk Bintang Republik Indonesia berbentuk bintang emas bersudut tujuh, yang berpinggir putih dari email dengan ujung berupa pentol mutiara berwarna emas putih. Sudut bintang bagian atas terdapat Garuda Pancasila. Di tengah bintang emas tertulis huruf R.I. di atas dasar biru tua dan dilingkari oleh 17 butir mutiara. Kelengkapan tanda kehormatan Sesudah 1972 Sesudah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1972 disahkan, seluruh kelas Bintang Republik Indonesia dipakai dengan cara diselempangkan. Lajur-lajur pita Bintang Republik Indonesia Utama, Pratama, dan Nararya juga diubah menjadi mirip satu sama lain dan hanya dibedakan dari lebar lajur merah besar yang terdapat di sisi kiri dan kanannya. Bentuk dari perubahan ini kemudian dipertahankan hingga saat ini. Tahun 1959–1972 Aturan yang berlaku pada tahun 1959–1972 adalah Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1959 yang menetapkan tanda kehormatan ini. Menurut peraturan tersebut, Bintang Republik Indonesia Adipurna dipakai dengan cara diselempangkan; Bintang Republik Indonesia Adipradana dipakai dengan cara dikalungkan; Bintang Republik Indonesia Utama, Pratama, dan Nararya dipakai dengan cara digantungkan (lencana). Khusus Bintang Republik Indonesia Pratama, terdapat roset di pita lencananya. Dari aturan tahun 1959 ini, hanya Bintang Republik Indonesia Adipurna yang memiliki bentuk yang sama hingga saat ini, sementara pada Bintang Republik Indonesia Adipradana hanya lajur-lajur pitanya saja yang sama hingga saat ini. Untuk Bintang Republik Indonesia Utama, Pratama, dan Nararya bentuk dan cara pemakaiannya diubah secara signifikan pada tahun 1972 yang perubahan ini kemudian menghapus peraturan pertama yang disahkan pada tahun 1959. Lihat pula Daftar tanda kehormatan di Indonesia Referensi Tanda kehormatan di Indonesia Penghargaan yang dibentuk tahun 1959